Pengaruh korosi lingkungan pantai pada aluminium paduan 8,5% silikon 4% tembaga.

(1)

sebagai sudu kincir angin yang terdapat pada lingkungan pantai. Dikarenakan peneliti tertarik saat membaca salah satu berita, mengatakan peningkatan penggunaan listrik dan pemerintah akan mengadakan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Alternatif logam paduang yang dipilih adalah Al-Si-Cu yang masing masing logam mempunyai tujuannya masing masing. Aluminium memiliki sifat yang ringan mudah dibentuk, dan silicon memiliki sifat yang tahan korosi sedangkan sifat dari tembaga adalah ulet. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan 8,5Si dan 4%Cu pada massa jenis, perubahan massa dan kekuatan tarik aluminium.

Proses pengecoran dari aluminium kondisi awal dan aluminium paduan 8,5%Si dan 4%Cu sebagai mengawali penelitian. Seletah proses pengecoran selesai logam ini mengalami proses pembentukan spesimen. Spesimen yang dibentuk untuk pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370, dengan spesimen memiliki panjang ukur 25 mm dan diameter ukur 6,25 mm. setelah itu spesimen ada yang tidak dikorosi atau 0 bulan ada yang dikorosi sampai 4 bulan. Pengkorosian dilakukan di pinggir Pantai Pelangi, Bantul, Yogyakarta. Dan setiap bulanya tiga spesimen diambil untuk di catat perubahan massa dan diujian kekuatan tarik

Pengaruh penambahan 8,5%Si-4%Cu meningkatnya massa jenis sebesar 4% dari spesimen aluminium kondisi awal, yang awalnya 2674,59 gr/dm3 menjadi 2782,50 gr/dm3. Pada kekuatan tarik spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu meningkat 32% dari spesimen aluminium kondisi awal. Rata-rata penurunan kekuatan tarik aluminium kondisi awal adalah 21,25 Mpa per bulannya dan penurunan kekuatan tarik spesimen paduan 3,90 Mpa per bulannya. Spesimen aluminium kondisi awal setelah diberikan perlakuan korosi selama empat bulan menyebabkan penurunan kekuatan tarik. Penurunannya sebesar 75,42%, sehingga pada bulan keempat menjadi 27,67 Mpa yang awalnya sebesar 112,71Mpa. Setelah diberikan pembahan 8%Si dan 4%Cu pada spesimen aluminium, memberikan hasil yang lebih baik pada nilai kekuatan tariknya. penurunannya sebesar 13% dengan bulan keempat 117,28 Mpa dan awal sebelum diberi perlakuan korosi 135,39 Mpa.


(2)

to as a propeller of windwill where is placed on the coastal environment. There is news which had already read by the researcher. It is said that there are the increased use of the electricity therefore the government would hold power plant project 35.000 megawatts. The alloy of the alternatif metal which is chosen is AL –Si-Cu. Each metal have different characteristics. Aluminium have character which it is light and easy to be transformed. The silicon have a corrosion resistant properties. Then the nature of Copper is resilent. The purpose of this reseach is to know the influence of the addition 8,5 % Si and 4% Cu on the density, the changing of massa, and the tensile strength of Aluminium

The process of the casting from the initial condition Aluminium and Aluminium alloy 8,5%Si and 4%Cu started the research. After the process of casting is done, these metals were transformed into specimen. This specimen was formed to test the tensile strength according to standard of ASTM A370. This specimen have measurement that is 25mm in length and 6,25 mm in diameter. Then both of them got treatment, one specimen is not corroded or nol month and the other was corroded during four mounth. The corrosion had done on the shore of the Rainbow, Bantul, Yogyakarta. Every months, there are three specimen was taken in order to note the changing of density and tensile strength.

The influence of the addition 8,5 % Si and 4%Cu to Aluminium produces the density increased by 4% from the initial condition of Aluminium. It was originally 2674,59 gr/dm3 into 2782,50 gr/dm3.The tensile strength of specimen is the alloy Al-8,5%Si-4%Cu had increased 32% from the initial condotion of Aluminium. The average decreased of the tensile strength of the initial condition was 21,25 Mpa per month and the decreased of the tensile strength of specimen 3,90 Mpa per month. The initial condition of specimen aluminium after was given the corrotion of treatment during four month cause the decreased of tensile strength. The decresed is amount 75,42% therefore the initial condition which is 112,71Mpa becomes 27,67Mpa during four month. After the treatment was given which is addition 8,5%Si and 4%Cu on the specimen Aluminium, the result was better on the tensil strength. The decreased was amount 13% which the inital condition 135,39 Mpa became 117,28 Mpa on the fourth month..


(3)

PADA ALUMINIUM PADUAN 8,5% SILIKON 4% TEMBAGA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Diajukan oleh:

RADITYA OMEGAWAN SAMBODO NIM: 125214032

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


(4)

ii FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

by

RADITYA OMEGAWAN SAMBODO Student Number: 125214032

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2016


(5)

Disusun oleh

Nama: Raditya Omegawan Sambodo NIM: 125214032

Telah Disetujui Oleh:

Yogyakarta, 16 Ji 2016

Pembimbing Utama


(6)

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelae kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, keculai secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(8)

vi

INTISARI

Pada penelitian ini penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk digunakan sebagai sudu kincir angin yang terdapat pada lingkungan pantai. Dikarenakan peneliti tertarik saat membaca salah satu berita, mengatakan peningkatan penggunaan listrik dan pemerintah akan mengadakan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Alternatif logam paduang yang dipilih adalah Al-Si-Cu yang masing masing logam mempunyai tujuannya masing masing. Aluminium memiliki sifat yang ringan mudah dibentuk, dan silicon memiliki sifat yang tahan korosi sedangkan sifat dari tembaga adalah ulet. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan 8,5Si dan 4%Cu pada massa jenis, perubahan massa dan kekuatan tarik aluminium.

Proses pengecoran dari aluminium kondisi awal dan aluminium paduan 8,5%Si dan 4%Cu sebagai mengawali penelitian. Seletah proses pengecoran selesai logam ini mengalami proses pembentukan spesimen. Spesimen yang dibentuk untuk pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370, dengan spesimen memiliki panjang ukur 25 mm dan diameter ukur 6,25 mm. setelah itu spesimen ada yang tidak dikorosi atau 0 bulan ada yang dikorosi sampai 4 bulan. Pengkorosian dilakukan di pinggir Pantai Pelangi, Bantul, Yogyakarta. Dan setiap bulanya tiga spesimen diambil untuk di catat perubahan massa dan diujian kekuatan tarik

Pengaruh penambahan 8,5%Si-4%Cu meningkatnya massa jenis sebesar 4% dari spesimen aluminium kondisi awal, yang awalnya 2674,59 gr/dm3 menjadi

2782,50 gr/dm3. Pada kekuatan tarik spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu

meningkat 32% dari spesimen aluminium kondisi awal. Rata-rata penurunan kekuatan tarik aluminium kondisi awal adalah 21,25 Mpa per bulannya dan penurunan kekuatan tarik spesimen paduan 3,90 Mpa per bulannya. Spesimen aluminium kondisi awal setelah diberikan perlakuan korosi selama empat bulan menyebabkan penurunan kekuatan tarik. Penurunannya sebesar 75,42%, sehingga pada bulan keempat menjadi 27,67 Mpa yang awalnya sebesar 112,71Mpa. Setelah diberikan pembahan 8%Si dan 4%Cu pada spesimen aluminium, memberikan hasil yang lebih baik pada nilai kekuatan tariknya. penurunannya sebesar 13% dengan bulan keempat 117,28 Mpa dan awal sebelum diberi perlakuan korosi 135,39 Mpa.


(9)

ABSTRACT

In this research, the researcher move to examine the suitable material which would be used to as a propeller of windwill where is placed on the coastal environment. There is news which had already read by the researcher. It is said that there are the increased use of the electricity therefore the government would hold power plant project 35.000 megawatts. The alloy of the alternatif metal which is chosen is AL –Si-Cu. Each metal have different characteristics. Aluminium have character which it is light and easy to be transformed. The silicon have a corrosion resistant properties. Then the nature of Copper is resilent. The purpose of this reseach is to know the influence of the addition 8,5 % Si and 4% Cu on the density, the changing of massa, and the tensile strength of Aluminium

The process of the casting from the initial condition Aluminium and Aluminium alloy 8,5%Si and 4%Cu started the research. After the process of casting is done, these metals were transformed into specimen. This specimen was formed to test the tensile strength according to standard of ASTM A370. This specimen have measurement that is 25mm in length and 6,25 mm in diameter. Then both of them got treatment, one specimen is not corroded or nol month and the other was corroded during four mounth. The corrosion had done on the shore of the Rainbow, Bantul, Yogyakarta. Every months, there are three specimen was taken in order to note the changing of density and tensile strength.

The influence of the addition 8,5 % Si and 4%Cu to Aluminium produces the density increased by 4% from the initial condition of Aluminium. It was originally 2674,59 gr/dm3 into 2782,50 gr/dm3.The tensile strength of specimen is the alloy Al-8,5%Si-4%Cu had increased 32% from the initial condotion of Aluminium. The average decreased of the tensile strength of the initial condition was 21,25 Mpa per month and the decreased of the tensile strength of specimen 3,90 Mpa per month. The initial condition of specimen aluminium after was given the corrotion of treatment during four month cause the decreased of tensile strength. The decresed is amount 75,42% therefore the initial condition which is 112,71Mpa becomes 27,67Mpa during four month. After the treatment was given which is addition 8,5%Si and 4%Cu on the specimen Aluminium, the result was better on the tensil strength. The decreased was amount 13% which the inital condition 135,39 Mpa became 117,28 Mpa on the fourth month..


(10)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Raditya Omegawan Sambodo

NIM : 125214032

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta skripsi saya yang berjudul:

PENGARUH KOROSI LINGKUNGAN PANTAI PADA AL

8,5%SI 4%CU

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 16 Juni 2016 Yang menyatakan,


(11)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu mencurahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Pengaruh Korosi Lingkungan Pantai pada Aluminium Padua 8,5%Cu

4%Si ” dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini memiliki tujuan untuk

memenuhi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Saint dan Teknologi Santa dharma Yogyakarta.

Dalam proses skripsi ini penulis menyadari adanya keterbatasan yang dimiliki. Akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor

2. Sudi Mungkasi, PhD, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing, terimakasih untuk bimbingan serta paradigma yang dicontohkan selama ini.

5. Dr. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. 6. Seluruh dosen mata kuliah yang telah memberikan ilmu bagi penulis selama

menempuh studi.

7. Orang tua yang sudah memberi dukungan secara moral dan material selama ini

8. Antonius Venno Senatio, Arnold Ardhika, Laurentius Derry Satria Putra yang senantiasa berjuang bersama dalam suka dan duka.


(12)

x

9. Teman-teman Teknik Mesin USD angkatan 2011, 2012, 2013, dan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Christina Dwi Harsanti yang selalu memberi semangat dalam penulisan skripsi ini.

11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa sebagai mahasiswa, pengetahuan yang dimiliki masih terbatas sehingga kritik dan saran dirasakan sangat dibutuhkan untuk kemajuan penulis di masa yang akan datang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 16 Juni 2016


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

UCAPAN TERIMAKASIH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 4

BAB II DASAR TEORI 2.1Aluminium ... 5


(14)

xii

2.4Paduan Aluminium Utama ... 10

2.4.1Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ... 10

2.4.2Paduan Al-Mn ... 12

2.4.3Paduan Al-Si ... 13

2.4.4Paduan Al-Mg-Zn ... 15

2.4.5Paduan Aluminum Cor ... 16

2.4.6Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium ... 17

2.4.7Paduan Al-Si-Cu ... 19

2.5Pengujian Tarik ... 20

2.6Korosi ... 23

2.6.1Korosi Merata ... 23

2.6.2Korosi Galvanis ... 25

2.6.3Korosi Celah ... 25

2.6.4Koroi Sumuran ... 25

2.6.5Korosi Batas Butir ... 26

2.6.6Korosi Retak Tegang ... 27

2.6.7Korosi Selektif ... 27

2.7Tinjauan Pustaka ... 28

2.7.1 Tegangan yang Bekerja pada Sudu Kincir ... 28

2.7.2 Laju Korosi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Diagram Alir ... 31

3.2Bahan dan Alat Penelitian ... 32

3.2.1 Bahan Penelitian ... 32

3.2.2 Alat-alat Penelitian ... 32

3.3Proses Peleburan Logam dan Pengecoran ... 34

3.3.1 Bahan Coran ... 34

3.3.2 Alat-alat yang digunakan ... 35

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam ... 40


(15)

3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran ... 41

3.4Pembuatan Benda Uji ... 41

3.5Tahap Pengujian Bahan ... 43

3.5.1 Pengujian Kekuatan Tarik ... 43

3.5.2 Pengujian Massa Jenis ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 45

4.2Data Penelitian Pengujian Massa Jenis ... 46

4.3Data Penelitian Pengujian Kekuatan Tarik ... 49

4.4 Pembahasan ... 52

4.5.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis ... 52

4.5.2 Pembahasan Pengujian Kekuatan Tarik terhadap Korosi ... 53

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium ... 7

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium ... 7

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor ... 8

Tabel 2.4 Klasifikasi Perlakuan Bahan ... 9

Tabel 2.5 Tabel Komposisi dan Sifat Mekanis Paduan Aluminium Tempa ... 10

Tabel 2.6 Sifat – sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg... 12

Tabel 2.7 Sifat – Sifat Mekanik Paduan Al- Si ... 15

Tabel 2.8 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075 ... 16

Tabel 2.9 Sifat-sifat Mekanis Paduan Aluminium CorMenurut Aluminium Association ... 17

Tabel 2.10 Sifat Paduan Aluminium ... 20

Tabel 2.10 Laju Korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium Dalam (G/M2) Di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba) ... 30

Tabel 4.1 Komposisi Aluminium ... 45

Tabel 4.2 Massa Jenis Aluminium Kondisi Awal ... 47

Tabel 4.3Massa jenis Al-8,5%Si-4%Cu ... 47

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Standar Deviasi Aluminium Kondisi awal ... 48

Tabel 4.5 Massa Jenis Aluminium Kondisi Awal Setelah Menggunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 48

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Standar Deviasi Aluminium Paduan ... 49

Tabel 4.7 Massa Jenis Aluminium Paduan Al-8,5%Si-4%Cu Setelah Menggunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 49


(17)

Tabel 4.8 Kekuatan Tarik aluminium kondisi awal ... 50 Tabel 4.9 Kekuatan Tarik paduan Al -8,5%Si -4%Cu ... 51 Tabel 4.17 Data Kekuatan TarikSpecimen Paduan Al-8,5%Si-4%Cu ... 51


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Sis ... 14

Gambar 2.2 Diagram Perbaikan Sifat-sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si. ... 14

Gambar 2.3 Kurva Regangan dan Kekuatan Tarik ... 22

Gambar 2.4 Gambar Korosi Merata ... 24

Gambar 2.5 Gambar Korosi Galvanis ... 25

Gambar 2.6 Gambar Korosi Sumuran ... 26

Gambar 2.7 Struktur Mikro Korosi Intergranular ... 27

Gambar 2.8 Tegangan normal pada Sudu Kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass ... 28

Gambar 2.9 Tegangan normal pada Sudu Kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass ... 29

Gambar 3.1 Diagram Alur ... 31

Gambar 3.2 Mesin Uji Tarik ... 32

Gambar 3.3 Necara Digital ... 33

Gambar 3.4 Gelas Ukur ... 33

Gambar 3.5 Aluminium ... 34

Gambar 3.6 Tembaga ... 34

Gambar 3.7 Batuan Silikon Metal ... 34

Gambar 3.8 Tabung Solar ... 35

Gambar 3.9 Selang Tembaga ... 35


(19)

Gambar 3.11 Pompa ... 36

Gambar 3.12 Tang Jepit ... 36

Gambar 3.13 Tungku ... 37

Gambar 3.14 Kowi tanah liat ... 37

Gambar 3.14 Thermokopel ... 37

Gambar 3.15 Stopwatch ... 38

Gambar 3.16 Kunci pass ... 38

Gambar 3.17 Cetakan gerabah ... 38

Gambar 3.18 Gergaji ... 39

Gambar 3.19 Palu ... 39

Gambar 3.20 Kikir ... 39

Gambar 3.21 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar Spesimen ... 42

Gambar 3.22 Dimensi spesimen ... 43

Gambar 4.1 Hasil akhir Kekuatan Tarik aluminium setelah proses korosi 4 bulan ... 53


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada masa sekarang banyak sekali alat yang menggunaan energi listrik, diprediksi setiap tahunnya pemakainan energi listrik di dunia semakin meningkat. Sampai pada saat ini pembangkit listrik yang ada hanya menggunakan pembangkit tenaga air, batu bara, nuklir, minyak, dan gas. Hanya sedikit yang menggunakan energi terbarukan seperti energi angin. Sedangakan penggunaan energi listrik masyarakat Indonesia

tumbuh 8,7% per tahunnya. Melihat hal tersebut, pemerintahan sekarang mempunyai

proyek pembuatan pembangkit listrik 35.000 megawatt. Rencananya pembangkit listrik ini akan didirikan di seluruh pulau di Indonesia dan ditargetkan berlangsung

selama 5 tahun. Setiap tahunnya pemerintah akan membangun pembangkit tambahan

7 ribu watt atau jaringan tambahan minimal 9.300 km per tahun menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM). Proyek 35000 megawatt ini membutuhkan investasi Rp1.100 Triliun. Anggaran fantastis ini didapatkan dari pinjaman sebesar Rp770 triliun dan sisanya modal dari pemerintah.

Proyek ini akan membutuhkan setidaknya 75.000 set tower trantsmisi di 210 lokasi, jaringan sepanjang 301.000 km, 26.000 set travo, dan menghabiskan 3,5 juta ton baja Sehingga proyek ini bisa dijalankan. Lokasi yang dipilih untuk penempatan proyek adalah Bantul, Yogyakarta. Dikarenakan kondisi anginya di pesisir pantai bantul sangat ideal antara 6-7 knot per detik. Sebelumnya di kawasan bantul ini sudah ada pembangkit listrik tenaga angin. Energi yang dihasilkan hanya digunakan untuk warga sekitar pantai saja. Proyek pemerintahan akan membuat 30-40 kincir ukuran kecil yang masing-masing kincir mampu menghasilkan listrik sebesar 1500 watt


(21)

Bermula dari gagasan proyek pembangkit tenaga angin, penulis ingin meneliti tetang bahan dasar pembuatan blade dari kincir angin. Sebenarnya blade ini banyak variasi bahan, dari berbahan kayu, logam, sampai komposit. Penulis tertarik pada blade yang berbahan logam, dikarenakan blade yang berbahan kayu dan komposit sudah banyak digunakan. Penulis harus mencari logam yang bersifat lebih tahan dengan teganggan tarik, dan yang terpenting tahan terhadap korosi. Karena proyek ini akan dipasang pada pesisir pantai, musuh terberat dari blade yang berbahan logam ini adalah korosi. Maka penulis harus mencari logam yang bisa menangani masalah masalah tersebut.

Setelah penulis membaca dari sumber sumber buku yang ada, penulis mengambil kesimpulan bahwa logam Aluminium (Al), yang dikarenakan logam yang ringan dan tahan korosi, tetapi jika blade ini berbahan dasar aluminium murni (99% Al), ini akan membuat anggaran bisa membengkak, dan bahan dari aluminium sangat cepat terkorosi dari pada aluminium paduan. Menaggulangi itu penulis memilih aluminium paduan, dengan maksud untuk memperkuat sifat-sifat dari aluminium (Al) dan memperkecil anggaran. Aluminium paduanya penulis memilih logam Silicon (Si) dan Tembaga (Cu) sebagai bahan kincir.

Seperti yang sudah diketahui bahwa paduan Al–Cu memiliki kekerasan dan kekuatan tarik yang baik, namun pada komposisi yang tidak pas akan cenderung getas, resiko penyusutan besar dan mudah terjadi keretakan. Tapi semua kekurangan itu dapat teratasi dengan di tambah dengan unsur silicon (Si). Karena Si memiliki karakteristik permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, koefisien pemuaian kecil dan memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi. Maka paduan Al–Si–Cu dapat menjadi alternatif bahan kincir yang baik karena massa jenis yang rendah, mampu mengatasi beban tarik, koefisien pemuaian yang rendah, serta memiliki ketahanan pada korosi.


(22)

3

Penelitian ini dilaksanakan secara berkelompok dan penulis mendapatkan bagian pengujian 4% tembaga (Cu), sedangakan anggota lain pada kolompok ini mendapatkan pengujian 2%, 6%, 8% tembaga (Cu). Dengan kadar Al-Si yang sama yaitu Al-8,5%Si. Jadi penulis mengerjakan Al-8,5%Si-4%Cu. penulis menentukan fraksi Cu 2%, 4%, 6% dan 8%. Karena dengan penambahan Cu dapat meningkatkan ketahanan beban tarik dan kekerasan. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk

meningkatkan kadar Cu sampai dengan kadar 8%. Pada paduan Al–Cu menurut Tata

Surdia dan S. Saito(1985), kadar Cu 4% sampai 5% paling sering digunakan sebagai paduan coran, karena dapat meningkatkan kekuatan tarik. Tetapi jika kadar ditingkatkan lebih dari 5% akan menurunkan ketahanan korosi dari material paduan, cenderung bersifat getas, dan mudah retak pada coran. Dengan adanya Si dapat mengatasi paduan yang cenderung getas, mengurangi resiko penyusutan dan mengatasi mudah retak coran. Maka penulis menambahkan fraksi 6% dan 8% untuk melihan saat dipadukan dengan Silicon (Si). Penulis juga memberikan variabel pembanding dengan fraksi 4% dan variabel kontrol dengan aluminium kondisi awal yang akan dikerjakan bersama kelompok.

Pengujian akan dilakukan selama 4 bulan. Spesimen aluminium paduan ini akan diletakan di pinggir pantai untuk dikorosi dan dilihat perubahan apa yang terjadi pada specimen. Pada masing masing spesimen Aluminium paduan memiliki 3 buah untuk perbulanya. 3 spesimen ini masing masing akan di uji kekuatan tarik dan uji kekerasan.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 4% Cu


(23)

2. Bagaimana pengaruh paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 4% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan, terhadap kekuatan tarik ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh paduan Aluminium kondisi awal dengan

penambahan 8,5%Si-4%Cu terhadap massa jenis dan kekuatan tarik.

2. Mengetahui pengaruh korosi terhadap kekuatan tarik aluminium

kondisi awal dan paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 4% Cu setelah mengalami korosi selama satu sampai dengan empat bulan.

1.4 Batasan Masalah

Batasan Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

1. Paduan yang akan penulis teliti paduan Al – 8,5%Si dengan 4Cu% 2. Data pengujian yang akan diambil massa jenis, kekuatan tarik, dan

korosi.

3. Setelah proses machining spesimen tidak mengalami proses perlakuan panas (normalizing).

4. Pengujian korosi akan dilakukan di pinggir Pantai Pelangi,


(24)

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Aluminium

Aluminium adalah logam berwarna putih keperakan yang lunak. aluminium ditemukan oleh Sir Humpey Davy dalam tahun 1809 sebagai unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh seorang ahli fisika Denmark yaitu H. C. Oersted, pada tahun 1825. Ahli kimia Humprey Davy dari inggris telah berhasil memisahkan oksida logam pada tahun 1809 dan memberinya nama aluminum. Dan orang inggris mengubah ejaan dan pengucapan menjadi aluminium. Penggunaan Aluminium sebagai logam setiap tahunnya adalah urutan yang kedua setelah besi dan baja yang tertinggi diantara logam non fero.

Aluminium adalah logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi, penghantar listrik atau konduktor yang baik dan sifat sifat yang baik seperti sifat logam lainya. Penambahan kekuatan mekanik sebaiknya aluminium ditambahkan atau dicampurkan dengan pemberian Cu, Mg, Si, Mn, Ni. unsur-unsur ini memberikan sifat sifat fisik yang baik seperti memudahkan proses welding, menambahkan daya lentur, memudahkan proses pencetakan dsb. Material ini tidak dipergunakan di dalam bidang peeralatan rumah tangga saja tetapi berbagai bidang seperti untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, kontruks.

2.2 Sifat-sifat Aluminium

Aluminium merupakan unsur kimia logam IIIA dalam sistem periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol (sma). Setruktur Kristal aluminium adalah struktur Kristal FCC . aluminium memiliki karakteristik sebagai logam ringan dengan densitas 2,7 g/cm3 dan modulus elastisitas 10 x 106 psi. maka aluminium memiliki sifat keuletan yang tinggi maka menyebabkan logam tersebut


(25)

mudah dibentuk atau mempunyai sifat bentuk yang baik. Aluminium memiliki beberapa kekurangan yaitu kekuatan dan kekerasan yang rendah bila dibandingkan dengan logam lain seperti besi dan baja. Meskipun aluminium memiliki kekerasan ataupun kekuatan tarik yang rendah, aluminium memiliki kekuatan spesifik yang sangat baik.

Aluminium juga memiliki keunggulan sifat yaitu: tahan korosi, karena aluminium merupakan kelompok logam non ferro memiliki kerapatan yang tinggi, maka semakin baik daya tahan korosinya. Meskipun aluminium adalah logam aktif yang memiliki daya senyawa tinggi terhadap oksigen sehingga mudah sekali mengoksidasi, aluminium memiliki lapisan tipis oksida yang dapat mengendalikan laju korosi.

Aluminium memiliki sifat penghantar panas dan listrik yang baik karena aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi sekitar 60% dari daya hantar tembaga dan tidak beracun, maka seringkali kita dapat di lihat pada produk-produk kaleng makan dan minuman sebagai bahan pembungkus yang menggunakan aluminium. Hal ini disebabkan karena rekasi kimia antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun dan membahayakan manusia.

Sifat mampu berbentuk (formability) yaitu aluminium dapat dibentuk dengan mudah. Aluminium juga mempunyai sifat mudah ditempa (machinability) yang memungkinkan aluminium dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.Titik lebur rendah (melting point). Titik lebur aluminium relative rendah yaitu (660oC) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relative singkat dan biaya operasi akan lebih murah.


(26)

7

Tabel 2.1 menunjukan sifat-sifat Al dan Tabel 2.2 menunjukkan sifat-sifat mekanik

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium

Sifat-sifat Kemurnian Al (%))

99,996 >99,0

Masa jenis (20°C) 2,6989 2,71

Titik cair 660,2 653-657

0,2226 0,2297

Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan listrik koefisien temperatur

(/°C) 0,00429 0,0115

Koefisien pemuaian (20-100°C) 23,86 x 10-6 23,5 x 10-6

Jenis kristal , konstanta kisi fcc, a = 4,013 kX fcc, a = 4,04

kX (Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium

Sifat-sifat

Kemurnian

99.996 >99.0

Dianil 75% dirol dingin Dianil H18

Kekuatan tarik (kg/mm2) 4.9 11.6 9.3 16.9

Kekuatan mulur (0.2%) (kg/mm2) 1.3 11.0 3.5 14.8

Perpanjangan (%) 48.8 5.5 35 5

Kekerasan Brinell 17 27 23 44

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

2.3 Paduan Aluminium

Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai Negara di dunia. Saat ini yang terkenal dan sempurna adalah standar Aluminium Association America (AA) yang di dasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa


(27)

sedangkan paduan coran dinyatakan dengan 3 angka. Standar AA menggunakan penandaan dengan 4 angka sebagai berikut : Angka pertama menyatakan system paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan yaitu 1. Al murni, 2.Al-Cu, 3.Al-Mn, 4.Al-Si, Al-Mg, 6.Al-Mg-Si, 7.Al-zn.

Sebagai contoh paduan Al-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka tempat kedua menyatakan kemurnia dalam paduan yang dimodifikasi dan Al murni, sedangkan angka ketiga dan keempat dimaksudkan untuk tanda Alcoa terdahulu kecuali S. sebagai contoh 3S sebagai 3003 dan 63S sebgagi 6063.

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

Standar AA Standar Alcoa Keterangan

1001 1100 2010-2029 3003-3009 4030-4039

1S 2S 10S-29S

3S-9S 30S-39S

Al murni 99,5% atau diatasnya Al murni 99,0% atau diatasnya Cu merupakan unsur paduan utama Mn merupakan unsur paduan utama Si merupakan unsur paduan utama 5050-5086

6061-6069 50S-69S

Mg merupakan unsur paduan utama Mg2Si merupakan unsur paduan utama

7070-7079 70S-79S Zn mrupakan unsur paduan utama


(28)

9

Tabel 2.4 Klasifikasi Perlakuan Bahan

Tanda Perlakuan

- F

- O

- H

- H 1a

- H 2a

- H 3a

- T - T2 - T3 - T4 - T5 - T6 - T7 - T8 - T9 - T10 Setelah pembuatan Dianil penuh Pengerasan regangan Pengerasan regangan

Sebagian dianil setelah pengerasan regangan

Dianil untuk penyetabilan setelah pengerasan regangan, n=2 (1/4 keras), 4(1/2 keras), 6(3/4 Keras), 8(keras), 9(sangat keras) Perlakuan panas

Penganilan penuh (hanya untuk coran)

Pengerasan regangan setelah perlakuan pelarutan Penuaan alamiah penuh setelah perlakuan perlarutan Penuaan tiruan (tanpa perlakuan pelarutan)

Penyetabilan tiruan setelah perlakuan pelarutan Penyetabilan setelah perlakuan pelarutan

Perlakuan pelarutan, pengerasan regangan, penuaan tiruan Perlakuan pelarutan, penuaan tiruan, pengerasan regangan Pengerasan regangan setelah penuaan tiruan


(29)

Tabel 2.5 Tabel Komposisi dan Sifat Mekanis Paduan Aluminium Tempa

(Sumber : Mears, R. B., Corrosion Handbook)

2.4 Paduan Aluminium Utama 2.4.1 Paduan Al-Cu dan Al-Mg

Paduan Al-Cu yang paling sering diaplikasikan hanya berkisar sekitar 4-5% Cu. Karena pada fasa paduan ini memiliki kekurangan yaitu mempunyai daerah luas


(30)

11

terjadi keretakan. Pada paduan ini adanya Si sangat berguna dalam mengatasi keadaan itu dan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas T6 pada coran dapat memiliki kemampuan kekuatan Tarik mencapai 25 kgf/mm2.

Paduan Al-Cu-Mg paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat mengeras dengan sangat dalam beberapa hari oleh penuaan dapa temperature biasa setelah pelarutan, paduan ii ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan Al yang kuat dinamakan duralumin. Selanjutnya telah banyak studi yang dilakukan mengenai paduan ini. Khususmya Nishimura menemukan dua senyawa ternet berada dalam keseimbangan dengan Al, yang dinamakan senyawa S dan T,

dan ternyata senyawa S (Al2CuMg) mempunyai kemampuan penuaan pada

temperature biasa. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal di kenal dengan kode paduan 2017, komposisi standarnya adalah Al-4%Cu-1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan paduan dengan kode 2024, nama lamnya disebut duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila dibutuhkan ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaanya dilapisi dengan aluminium murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.


(31)

Tabel 2.6 Sifat – sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

Paduan Keadaan

Kekuatan Tarik (Kgf/mm2 ) Kekuatan mulur (Kgf/mm2 ) Perpanja ngan Kekuatan geser (Kgf/mm2 ) Kekerasan brinel Batas lelah (Kgf/mm2 ) 17S (2017) O T4 18,3 43,6 7,0 28,1 - - 12,7 26,7 45 105 7,7 12,7 A17S

(A2017) TA 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5

R317 Setelah

dianil 42,8 24,6 22 - 100 -

24S(2024) O T4 T36 18,9 47,8 51,3 7,7 32,3 40,1 22 22 - 12,7 28,8 29,5 42 120 130 - - - 14S(2014) O T4 T36 19,0 39,4 49,0 9,8 28,0 42,0 18 25 13 12,7 23,9 29,5 45 100 135 - - -

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.4.2 Paduan Al-Mn

Mn adalah unsur yang diperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi, dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa Al-Mn yang

ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn (2,5,3%Mn), sistem

ortorobik a=6,498 A, b=7,552 A, c=8,870 A, dan kedua fasa mempunyai titik eutektik pada 658,5°C, 1,95% Mn. Kelarutan padat maksimum pada tempertur


(32)

13

Dengan paduan Al-12%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003 dan 3004 yang zdipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas

2.4.3 Paduan Al-Si

Paduan aluminium silikon (Al-Si) sangat baik kecairannya, mempunyai permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Sebagai tambahan, paduan aluminium silikon mempunyai ketahanan korosi yang baik, massa yang ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Paduan Al-12%Si adalah paduan yang paling banyak dipakai untuk paduan cor cetak.

Gambar 2.1 menunjukkan fasa diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah tipe eutektik yang seederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577°C, 11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi aluminium, karena batas kelarutan padat sangat kecil maka pengerasan penuaaan sukar diharapkan.

Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam setelah cairan logam diberi natrium flourida kira-kira 0,05-1,1% kadar logam natrium, tampaknya temperature eutektik meningkat kira-kira 15°C, dan komposisi eutektik bergeser ke daerah kaya Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada paduan hiper eutektik seperti 11,7-14%Si. Si mengkristal sebagai kristal primer dan strukturnya menjadi sangat halus. Ini dinamakan sebagai struktur yang dimodifikasi. Gambar 2.2 menjukkan sifat-sifat mekaniknya yang sangat diperbaiki.


(33)

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si

(Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137)

Gambar 2.2 Perbaikan Sifat-sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si (Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137) Koefisien pemuaian dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya pun mempunyai koefisien muai yang rendah apabila ditambah. Namun Si tidak memiliki butir primer yang halus tapi untuk memperhalus butir primer dapat menggunakan P


(34)

15

0,001%P, dapat tercapai penghalusan Kristal primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak dipakai dengan elektroda untuk pengelasan yaitu terutama yang mengandung 5%Si.

Tabel 2.7 Sifat – Sifat Mekanik Paduan Al- Si

Paduan Keadaan

Kekuatan tarik (kgf/mm²) Kekuatan mulur (kgf/mm²) Perpanjangan (%) Kekuatan geser (kgf/mm²) Kekerasan Brinel Batas lelah (kgf/mm²) 6061

O 12,6 5,6 30 8,4 30 6,3

T4 24,6 14,8 28 26,9 65 9,5

T6 31,6 38,0 15 21,0 95 9,5

6063

T5 19,0 14,8 12 11,9 60 6,7

T6 24,6 21,8 12 15,5 73 6,7

T83 26,0 26,6 11 15,5 82 -

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140 2.4.4 Paduan Al-Mg-Zn

Seperti telah ditunjukkan pada Gambar 2.2 alumunium menyebabkan

keseimbangan biner semu senyawa antara logam MgZn , dan kelarutannya

menurun apabila temperature turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan. Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarashi dkk. Mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira-kira 0,3Mn atau Cr, dimana butir Kristal padat diperhalus, dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu tegangan itu dinamakan ESD, duralumin super extra. Selama perang dunia II di Amerika Serikat dengan maksud hamper sama telah dikembangkan pada suatu paduan. Yaitu suatu paduan yang tersendiri dari: Al-5,5%Zn-2,5%Mn-1,5%Cu-0,3%Cr-0,2%mn, sekarang dinamakan paduan 7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantarapaduan-paduan lainnya, sifat-sifat


(35)

mekaniknya ditunjukkan pada Tabel 2.5 penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara gunanya menjadi lebih penting sebagai konstruksi

Tabel 2.8 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141 2.4.5 Paduan Alumunium Cor

Struktur mikro paduan alumunium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.8 memperlihatkan sifa-sifat mekanis beberapa paduan alumunium cor.

Halus dan menyebabkan sifat mekanisnya Tabel 2.8 memperlihatkan sifat-sifat mekanis beberapa paduan cor.

Perlakuan panas Kekuatan tarik (kgf/mm²) Kekuatan mulur (kgf/mm²) Perpanjangan

(%) Kekerasan

Kekuatan geser (kgf/mm²) Batas lelah (kgf/mm²)

(a) (b) Rockwell Brinell

Bukan klad

O 23,2 10,5 17 16 E60-70 60 15,5 -

T6 22,5 51,3 11 11 B85-95 150 33,8 -

Klad

O 22,5 9,8 17 - - - 15,5 -


(36)

17

Tabel 2.9 Sifat-sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor Menurut Aluminium Association

(sumber: V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta) 2.4.6 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium

Unsur paduan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat aluminium paduan, untuk perlu diketahui pengaruh suatu unsur terhadap sifat-sifat aluminium A. Si (Silicon)

 Mempermudah proses pengecoran

 Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

 Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.

 Menurunkan penyusutan bahan terhadap beban kejut

 Hasil coran akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi Paduan Komposisi

Rata- rata Proses Pembekuan Perlakuan panas Σy (MPa ) σu (MPa ) regangan

295.0 Cetakan

pasir

T6 165 250 5

308.0 Cetakan

pasir

F 90 250 1

356.0 Cetakan

pasir

T6 160 230 1,5

390.0 Cetakan

pasir

T6 270 280 <0,5

Tekanan T5 290 310 1

413.0 Tekanan F 160 280 3

712.0 Cetakan

pasir


(37)

B. Cu (Tembaga)

 Meningkatkan kekerasan bahan.

 Memperbaiki kekuatan Tarik.

 Mempermudah pengerjaan dengan mesin.

 Menurunkan daya terhadap korosi

 Mengurangi kemampuan dibentuk dan dirol.

C. Mn (Mangan)

 Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperature tinggi.

 Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

 Megurangi pengaruh buruk unsur besi.

 Menurunkan kemampuan penuangan.

 Meningkatkan kekerasan butiran partikel

D. Mg (Magnesium)

 Mempermudah proses penuangan.

 Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.

 Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

 Menghaluskan butira Kristal secara efektif.

 Meningkatkan ketahanan beban lanjut.

 Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor.

E. Ni (Nikel)

 Peningkatan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperature tinggi.

 Penurunan pengaruh unsur Fe (besi) dalam paduan.

 Peningkatan daya tahan terhadap korosi F. Fe (Besi)


(38)

19

 Penurunan kekuatan Tarik.

 Timbulnya bintik keras pada hasil coran.  Peningkatan cacat porositas.

G. Zn (Seng)

 Meningkatkan sifat mampu cor.

 Peningkatan kemampuan dimesin.

 Mempermudah keuletan bahan.

 Meningkatkan ketahanan korosi.

 Menurunkan pengaruh baik dari besi.

 Kadar Zn terlalu tinggi dapat menimbulkan cacat rongga udara. H. Ti (Titanium)

 Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperature tinggi.

 Memperhalus butiran dan permukaan.

 Mempermudah proses penuangan.

 Menaikkan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam c

2.4.8 Paduan Al-Si-Cu

Aluminium yang dipadukan dapat memiliki beranekaragam karakteristik, sehingga sangat banyak dipakai untuk bermacam-macam kebutuhan. Aluminium paduan tempa tanpa perlakuan panas (Non Heat-treatable wrought alloys) sering digunakan sebagai komponen elektrik, kertas aluminium foil, pemrosesan makanan, hampir semua rata-rata penggunaan kaleng, kebutuhan arsitektur, dan komponen-komponen Angkatan Laut. Aluminium Paduan dengan perlakuan panas (Heat-teatable wrought alloys) sering digunakan untuk ban truk dan kendaraan-kendaraan berat, bodi luar semua aircraft, piston, kano, rel kereta api, dan rangka pesawat. Aluminium paduan cor (casting alloys) sering digunakan pada peralatan makan, mesin otomotif, bodi transmisi dan permesinan angkatan laut.


(39)

Tabel 2.10 Sifat Aluminium Paduan Alloys Tensile Strength (psi) Yield Strength (psi) % Elongation

Non Heat-treatable wrought alloys :

1100-O > 99% Al 13000 5000 40

1100-H18 24000 22000 10

3004-O 1.2% Mn-1.0% Mg 26000 10000 25

3004-H18 41000 36000 9

4043-O 5.2% Si 21000 10000 22

4043-H18 41000 39000 1

5182-O 4.5% Mg 42000 19000 25

5182-H19 61000 57000 4

Heat-treatable wrought alloys :

2024-T4 4.4% Cu 68000 47000 20

2090-T6 2.4% Li-2.7% Cu 80000 75000 6

4032-T6 12% Si-1% Mg 55000 46000 9

6061-T6 1% Mg-0.6% Si 45000 40000 15

7075-T6 5.6% Zn-2.5% Mg 83000 73000 11

Casting alloys :

201-T6 4.5% Cu 70000 63000 7

319-F 6% Si-3.5% Cu 27000 18000 2

356-T6 7% Si-0.3% Mg 33000 24000 3

380-F 8.5% Si-3.5% Cu 46000 23000 3

390-F 17% Si-4.5% Cu 41000 35000 1

443-F 5.2% Si (sand cast) 19000 8000 8

(permanent mold) 23000 9000 10

(die cast) 33000 16000 9

3 (sumber: Askeland, Donald R., The Science and Engineering of Materials 6th Edition, USD Yogyakarta)


(40)

21

uji secara perlahan-lahan sampai putus. Maka akan terlihat batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dari benda uji. Pelaksanaan pengujian sebagai berikut:

a. Ukuran dan nomor benda uji dicatat.

b. Kemudian benda uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji, dan dinaikan atau diturunkan grip bawah dengan kecepatan sedang sehingga penjepitan benda uji dalam posisi yang tepat. Kedudukan benda uji harus vertikal dan setelah itu kedua penjepit dikencangkan secukupnya.

c. Power printer dihidupkan dan kertas mili meter blok dipasang pada printer. d. Mesin dijalankan dan catat angka yang ditampilkan pada data display sampai

benda uji patah.

Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan penampang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian tarik, dapat dilakukan perhitungan untuk cari nilai dari tegangan maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

1. Kekuatan Tarik :

adalah gaya maksimal (kg),

A adalah luas penampang mula-mula

adalah ultimate tensile strength atau kekuatan tarik maksimum (kg/ )

2. Regangan :

adalah regangan


(41)

adalah Panjang ukur awal

merupakan panjang ukur akhir

merupakan pertambahan panjang

Semakin besar panjang ukur, semakin besar pula nilai regangan karena pertambahan panjang akan semakin besar, dan rumus dari regangan sendiri berbanding lurus dengan berubahan panjang dan berbanding terbalik dengan panjang ukur awal benda uji. Percobaan tarik akan dilakukan untuk setiap bahan. Dari pengujian tarik dapat disimpulkan sifat mekanik dari suatu bahan yaitu :

a. Semakin tinggi kemampuan kekuatan tarik suatu bahan maka akan lebih kuat

juga bahan tersebut dapat menerima kekuatan tarik, namun semakin rendah kemampuan kekuatan tarik suatu bahan maka akan lebih lemah bahan dapat menerima kekuatan tarik.

b. Semakin tinggi regangan maka bahan tersebut semakin mudah dibentuk, dan

sebaliknya semakin kecil regangan maka bahan tersebut akan sulit dibentuk.

Gambar 2.3 Kurva Regangan dan Tegangan Uji Tarik (sumber: Soeparwi 2006)


(42)

23 2.6 Korosi

Korosi adalah gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam, Menurut Denny A. Jones pada buku berjudul Principles and Prevention of Corrosion, definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau berkurangnya kualitas suatu bahan, dikarenakan reaksi dengan lingkungannya. Korosi tersebut bisa mengakibatkan bahan bertambah berat, bahan menjadi semakin ringan dan sifat-sifat mekanisnya berubah. Korosi harus dicegah karena sangat merugikan. Dari kerugian ekonomi sampai kerugian materi.

Efek dari Korosi sendiri akan berpegaruh pada umur pemakaian material. Maka untuk mengetahui cepat atau lambatnya korosi pada sebuah material dapat diperhitungankan melalui persamaan:

Dengan adalah laju reaksi korosi, ketetapan laju ukuran energy bebas aktivasi

dinyatakan dengan

Dengan A adalah tetapan, adalah energy bebas (selisih energy bebas antara logam dan produk korosinya) dan R tetapan gas universal serta temperatur dinyatakan dengan T.

Perlu kita ketahui bahwa korosi dibedakan menjadi beverapa jenis, yaitu: 2.6.1 Korosi Merata (uniform)

Korosi ini merata di seluruh permukaan logam dan termasuk korosi yang paling sering dijumpai. Korosi ini dikontrol oleh reaksi kimia antara permukaan logam dengan media pengkorosifnya. Korosi ini bisa terjadi dikarenakan kompisi dan


(43)

metalurgi material yang sama. Dengan keseragaman tersebut, pelepasan electron akan merata ke seluruh permukaan.

Gambar 2.4 Korosi Merata


(44)

25 2.6.2 Korosi Galvanis (Bimetal)

Korosi ini terjadi karena proses elektrokimiawi dua buah logam yang berbeda potensial dihubungkan langsung didalam larutan elektrolit yang sama. Dimana electron mengalir dari logamanodik (kurang mulia) ke logam yang lebih katodik (lebih mulia), akibatnya logam yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan electron.

Gambar 2.5 Korosi Galvanik

(Sumber: Jones, DA :Principles and Prevention of corrosion) 2.6.3 Korosi Celah

Korosi celah merupakan korosi local yang mempunyai celah antara keduanya yang mengakibatkan terjadinya sel korosi dengan katodanya adalah sisi luar permukaan celah dan anodanya adalah elktrolit yang mengisi celah itu sendiri

2.6.4 Korosi Sumuran (pitting)

Merupakan korosi local yang terjadi pada logam secara local selektif yang menghasilkan bentuk permukaan lubang lubang pada logam. Korosi jenis ini dianggap lebih berbahaya daripada korisi seragam dikeranakan lebih sulit terdeksi.


(45)

Mekanisme korosi pitting ditandai dengan pembentukan lubang ataupun sumur pada permukaan logam.

Gambar 2.6 Korosi Sumuran

(Sumber: Jones, DA :Principles and Prevention of corrosion) 2.6.5 Korosi Batas Butir (Intergranular)

Korosi batas butir merupakan serangan korosi yang terjadi pada batas kristal (butir) dari suatu paduan karena paduan yang kurang sempurna (ada kotoran yang masuk/endapan) atau adanya gas hydrogen atau oksigen yang masuk pada batas kristal/butiran. Batas butir ini sering menjadi tempat pengendapan (precipitation) dan pemisahan (segregation). Pengendapan dan pemisahan terjadi dikarenakan pada logam terkandung logam antara dan senyawa pada batas butirnya pada batas butirnya. Akan sangat renatn terhadap korosi batas butir. Jenis korosi ini sangat berbahaya karena tidak dilihat secara kasat mata


(46)

27

Gambar 2.7 Struktur Mikro Korosi Intergranular

(sumber: Jones, DA :Principles and Prevention of corrosion Hardiana 2010) 2.6.6 Korosi Retak Tegang

Korosi retak tegang adalah keretakan akibat tegangan Tarik dan media korosif secara bersamaan dan terjadi pada material yang spesifik karakteristik dari korosi ini adalah perpatahannya getas dimana retakan terjadi dengan regangan yang kecil dari material.

2.6.7 Korosi selektif

Korosi selektid adalah suatu bentuk korosi yang terjadi karena pelarutan komponen tertentu dari paduan logam. Pelarutan terjadi pada salah satu unsur pemadu atau komponen dari paduan yang lebih aktif yang menyebabkan sebagian besar dari pemadu tersebut hilang dari paduannya

2.6.8 Korosi Erosi

Korosi erosi terjadi akibat aliran dari suatu fluida mengalir sangat cepat sehingga permukaan logam dan lapisan film pelindung. Amonia (NH3) merupakan bahan kimia yang cukup banyak digunakan dalam kegiatan industri. Pada suhu dan tekaan normal, bahan ini berada dalam bentuk gas dan mudah terlepas ke udara. Di


(47)

dunia industry ammonia umumnya digunakan sebagai bahan anti beku (refrigerant) di dalam alat yang digunakan sebagai refrigerant adalah ammonia. Tentu saja dalam preosesnya pengaruh ammonia tersebut akan menyebabkan korosi.

2.7 Tinjauan Pustaka

2.7.1 Tegangan yang Bekerja pada Sudu Kincir

Sebuah penelitian oleh Nurimbetov A., dkk, (2015) yang berjudul

Optimization of Windmill’s layered Composite Blades to reduce Aerodinamic noise

and Use in Construction of “Green” Cities”. Mengungkapkan tegangan yang bekerja pada sebuah blade adalah tegangan tarik dan tegangan geser.

Gambar 2.8 Tegangan normal pada Sudu Kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass


(48)

29

Gambar 2.9 Tegangan normal pada Sudu Kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass

2.7.2 Laju Korosi

Menurut F. Corvo, T. Perez, L.R. Dzib, dkk, Corrosion Science Vol 50 (2008)

y b r udu “Outdoor-indoor corrosion of metal in tropical coastal atmospheres”

telah meneliti laju korosi pada empat jenis logam diantaranya baja karbon, tembaga, zink dan aluminium dengan tiga kondisi perkorosian. Outdoor atau pada udara terbuka di pesisir pantai, sheltered atau diberi perlindungan berupa atap sehingga logam akan terkena kondisi udara pesisir pantai namun tidak terpengaruh oleh presipitasi atau tidak terkena hujan. Kondisi ketiga dimana dibuat media perlindungan dan hanya diberikan ventilasi saja untuk masuknya udara terbuka pesisir pantai (vent sheltered).


(49)

Tabel 2.11 Laju Korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium Dalam (G/M2) Di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba)

Pada jurnal penelitian ini aluminium yang diberi perlakuan korosi secara outdoor atau pada kondisi udara pesisir pantai tanpa perlindungan apapun, menghasilkan laju korosi 2,15 gram/m2 dengan rentang waktu enam bulan. Diharapkan pada penelitian ini hasil laju korosi benda uji Al – Si – Cu yang diberi perlakuan korosi selama empat bulan dapat mendekati angka tersebut.


(50)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram alur

Gambar 3.1 Diagram Alur

Persiapan alat dan bahan yang diperlukan

Aluminium kondisi awal

Aluminium 8,5%Silikon dengan penambahan

Tembaga 4%

Peleburan dan pengecoran dengan cetakan

gerabah

Tanpa perlakuan korosi

Pembahasan

Kesimpulan

Dengan perlakuan korosi

Uji Tarik Uji Tarik Pengujian massa


(51)

3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam membuat benda uji adalah aluminium, silikon dan tembaga. Aluminium dan tembaga diperoleh di toko Aneka Teknik dipotong-potong kecil-kecil, silikon yang diperoleh di Ceper di tumbuk hingga halus. Kemudian alat-alat yang diperlukan antara lain cetakan gerabah, kowi, tabung solar, thermokopel, dan kompor + burner. Proses pengecoran tersebut akan menghasilkan 2 jenis specimen uji, yaitu:

1. Aluminium Murni.

2. Aluminium Paduan Silikon 8,5% dan Tembaga 4%.

3.2.2 Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengujian antara lain:


(52)

33

Gambar 3.3 Necara Digital


(53)

3.3 Proses Peleburan Logam 3.3.1 Bahan Coran

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain:

Gambar 3.5 Aluminium


(54)

35 3.3.2 Alat –alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain:

Gambar 3.8 Tabung Solar


(55)

Gambar 3.10 Burner

Gambar 3.11 Pompa


(56)

37

Gambar 3.13 Tungku

Gambar 3.14 Kowi tanah liat


(57)

Gambar 3.15 Stopwatch


(58)

39

Gambar 3.18 Gergaji

Gambar 3.19 Palu


(59)

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam Proses peleburan logam adalah sebagai berikut :

1. Aluminium (Al) diukur dan dikelompokkan menurut komposisinya.

2. Aluminium (Al) yang berbentuk silinder dipotong-potong kecil sesuai dengan tinggi kowi, agar setelah melunak tidak tumpah keluar kowi.

3. Batuan silicon metal (Si) ditumbuk hingga halus untuk memudahkan proses peleburan, kemudian timbang sesuai dengan komposisinya.

4. Tembaga (Cu) yang berbentuk silinder ditimbang sesuai komposisinya dan dipotong sesuai tinggi kowi.

5. Bahan bakar solar dan corong untuk pengisian disiapkan.

6. Tabung solar disi solar secukupnya lalu diberi tekanan dengan memakai pompa hingga bar tekanan penuh.

7. Burner dibersihkan dengan kompresor dan diberi TBA pada penghubung selang tembaga.

8. Selang tembaga disambungkan dengan tabung solar, dan burner Diberi TBA

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam Prosedur Peleburan adalah sebagai berikut :

1. Aluminium (Al), silicon (Si), dan tembaga (Cu) yang sudah ditimbang dan dikelompokkan disiapkan.

2. Aluminium (Al), silicon (Si), dan tembaga (Cu) dimasukkan ke dalam kowi sesuai dengan komposisinya.

3. Kowi diletakkan didalam tungku dan dibawahnya diberi batu tahan api agar semburan dari burner pas menuju ke kowi.


(60)

41

5. Api dinyalakan pada burner dan tunggu sampai panas.

6. Setelah burner mulai panas dan solar mulai menyembur. Tuas tabung solar akan dibuka (dilakukan penyetelan nyala api burner).

7. Setelah kurang lebih 5 menit, nyala api akan menunjukan pengapian sempurna.

8. Aluminium (Al) mulai melunak sekitar 40menit.

9. Kowi ditutup agar tidak ada panas yang terbuang.

10.Paduan diaduk agar aluminium (Al), silikon (Si) dan tembaga (Cu) tercampur dengan baik.

11.Sekitar 56 menitbahan sudah terlebur sempurna.

12.Kowi dapat diangkat dari tungku dengan tang penjepit selanjutnya dituang ke dalam cetakan gerabah yang sudah dipersiapkan.

13.Penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 30 detik. 3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran

Paduan yang sudah dicor akan didiamkan selama 6 jam hingga dingin. Cetakan terbuat dari tanah liat atau gerabah, maka dalam proses pembongkaran hasil coran dilakukan dengan cara memukul dengan palu hingga cetakan pecah dan pecahkan diseluruh bagian cetakan hingga tidak ada benda uji yang menempel dengan cetakan. Setelah berhasil dibongkar maka selanjutnya benda uji akan dibentuk dengan alat milling

3.4 Pembuatan Benda Uji

Hasil coran berupa 2 plat kotak dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 3cm selanjutnya akan diratakan dengan mesin milling, benda uji akan diratakan sehingga mencapai ketebalan 2 - 2,5 cm. Hasil coran digergaji menjadi 10 bagian, dan dibubut hingga membentuk silinder dengan dimensi 12 cm x 1 cm x 1cm, sehingga menghasilkan 20 spesimen benda uji. Dalam 4 bulan, per bulannya 3 spesimen yang akan diuji ketahanan korosinya, masing-masing akan diuji tarik dan kekerasan.


(61)

Sebagai landasan 3 spesimen dengan umur 0 bulan, akan diuji massa jenis, uji tarik, dan uji kekerasan.

Gambar 3.21 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar Spesimen

(Sumber : ASTM A370. : Standard Test Method and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products)

Menurut tabel ASTM A370 seperti pada Gambar 3.2 sebagai spesimen uji tarik penulis mengambil ukuran standar yaitu, Small-Size Spesimens Proportional to Standard dengan Nominal Diameter 6.25mm, Gage length (G) 25.0mm, Diameter (D) 6.25, Radius of fillet (R) 5mm, dan Length of reduced section (A) 32mm. Berikut dimensi spesimen uji tarik seperti tersaji dalam Gambar 3.3.


(62)

43

Gambar 3.22 Dimensi spesimen 3.5 Tahap Pengujian Bahan

3.5.1 Pengujian Tarik

Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut:

a. Benda uji dipasang pada penjepit atau chuck atas dan bawah pada alat uji tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat, sehingga penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan agar kedudukan dari benda uji betul-betul vertical, kemudian kedua penjepit atau chuck dikencangkan.

b. Benda uji diberi beban tarik, sehingga benda uji akan bertambah panjang dan sampai pada saat benda uji tersebut akan putus atau patah. Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur dari benda uji, apabila patah terjadi di luar panjang ukur benda uji, pengujian tersebut dinyatakan gagal.


(63)

c. Data yang didapatkan kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan beban dan pertambahan panjang) dengan interval yang ditentukan.

d. Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah benda uji putus

dicatat.

e. Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji dicatat setelah benda uji patah.

3.5.2 Pengujian Massa Jenis

Proses pengujian Massa Jenis adalah sebagai berikut :

a. Spesimen diberi nomor menurut komposisinya, antara paduan Al 8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal.

b. Spesimen ditimbang dengan menggunakan neraca digital sebagai data (m).

c. Spesimen diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur berkapasitas 50

ml.

d. Gelas ukur diisi air sebanyak 40 ml.

e. Spesimen dimasukkan ke dalam gelas ukur. Selisih penambahan volume dicatat sebagai data (v).

f. Data spesimen kemudian ditentukan massa jenisnya dengan menggunakan rumus:

g. Dengan, adalah massa jenis dengan satuan gram/dm3, merupakan massa


(64)

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Paduan Aluminium

Pengujian komposisi bahan uji dilakukan di Polikteknik Manufaktur Ceper. Uji komposisi ini bertujuan untuk mengetahui unsur unsur yang terdapat logam aluminium yang akan di padukan dengan unsur Si dan Cu. Hasil pengujian komposisi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi Aluminium

Unsur Sampel Uji

% Deviasi

Al 98,64 0,1082

Si 0,194 0,0065

Fe 0,240 0,0142

Cu 0,170 0,0007

Mn 0,0438 0,0002

Mg <0,0500 <0,0000

Cr <0,0150 <0,0000

Ni <0.0200 <0,000

Zn 0,505 0,101

Sn <0,0500 <0,0000

Ti 0,0148 0,0017

Pb <0,0300 <0,0000

Be <0,0001 <0,0000

Ca 0,0031 0,0002

Sr <0,0005 <0,0000

V 0,0222 0,0016


(65)

Tabel 4.1 adalah paduan komposisi aluminium, dapat dilihat aluminium sudah memiliki kadar Si 0,194% dan Cu 0,17%, maka kadar Si dan CU yang ditambahkan pada aluminium sebanyak 8.306% dan 3,83%.

4.2 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis

Pengujian massa jenis dilakukan pada semua spesimen aluminium yang tidak diberi campuran logam lain dan semua spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu. Semua spesimen di ukur volume dan massa pada saat sebelum dikorosikan di pinggir pantai. Pengukuran volume menggunakan gelas ukur, dan pengukuran massa menggunkan neraca digital. Perhitungan massa jenis diperoleh dengan:

m = 19,818 gram v = 7,30 ml = 0,0073 dm3

Hasil pengujian massa jenis aluminium kondisi awal dan paduan Al-8,5%Si-4%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.


(66)

47

Tabel 4.2 Massa Jenis Aluminium Kondisi Awal

No volume

(ml)

volume (dm3)

Massa (g)

Massa jenis (g/dm³)

1 7,30 0,0073 19,818 2714,79

2 6,30 0,0063 17,111 2716,03

3 6,40 0,0064 17,573 2745,78

4 6,60 0,0066 17,388 2634,55

5 6,80 0,0068 17,993 2646,03

7 7,30 0,0073 19,958 2733,97

8 7,30 0,0073 19,388 2655,89

9 7,30 0,0073 19,521 2674,11

12 7,30 0,0073 19,391 2656,30

13 7,30 0,0073 19,518 2673,70

14 7,30 0,0073 19,371 2653,56

15 6,30 0,0063 16,526 2623,17

Rata-rata 2674,59

Tabel 4.3 Massa jenis Al-8,5%Si-4%Cu

No volume

(ml)

volume (dm3)

Massa (g)

massa jenis (g/dm3)

1 7,3 0,0073 20,946 2869,31

2 7,1 0,0071 20,675 2911,97

3 7,5 0,0075 21,204 2827,20

4 7,2 0,0072 21,629 3004,02

5 7 0,007 19,385 2769,28

6 7,9 0,0079 20,847 2638,86

7 7,1 0,0071 20,16 2839,43

8 8,4 0,0084 21,204 2524,28

9 8,3 0,0083 20,847 2511,68

10 7,4 0,0074 20,921 2827,16

11 8,2 0,0082 21,083 2571,09


(67)

No volume (ml)

volume (dm3)

Massa (g)

massa jenis (g/dm3)

13 7,2 0,0072 21,013 2918,47

14 7,5 0,0075 21,675 2890,00

15 7,6 0,0076 20,416 2686,31

Rata-rata 2774,42

Pada hasil massa jenis Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 terdapat hasil data yang kurang baik sehingga diperlukan perhitungan ulang dengan menggunakan rumus standar deviasi. Perhitungan standar deviasi:

√∑ ̅

Berikut adalah data massa jenis yang sudah menggunkan rumus standar deviasi. Dapat dilihat pada tabel Tabel 4.5 dan Tabel 4.7.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Standar Deviasi Aluminium Kondisi awal

st dev rata rata max Min

37,50 2674,59 2712,09 2637,09

Tabel 4.5 Massa Jenis Aluminium Kondisi Awal Setelah Menggunakan Perhitungan Standar Deviasi

No Volume

(ml)

Volume (dm3)

Massa (gram)

massa jenis (g/dm3)

5 6,8 0,0068 17,993 2646,029

6 7,5 0,0075 20,169 2689,200

8 7,3 0,0073 19,388 2655,890

9 7,3 0,0073 19,521 2674,110

10 7,3 0,0073 19,426 2661,096

11 6,6 0,0066 17,426 2640,303

12 7,3 0,0073 19,521 2674,110


(68)

49

= 9,8 m/s2 X 11,9 kg/mm2

= 116,79 Mpa

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Standar Deviasi Aluminium Paduan

st dev rata rata max Min

152,69 2774,42 2927,12 2621,72

Tabel 4.7 Massa Jenis Aluminium Paduan Al-8,5%Si-4%Cu Setelah Menggunakan Perhitungan Standar Deviasi

No Volume

(ml)

Volume (dm3)

Massa (g)

massa jenis (g/dm3)

1 7,3 0,0073 20,946 2869,315

2 7,1 0,0071 20,675 2911,972

3 7,5 0,0075 21,204 2827,200

5 7 0,007 19,385 2769,286

6 7,9 0,0079 20,847 2638,861

7 7,1 0,0071 20,16 2839,437

10 7,4 0,0074 20,921 2827,162

12 7,5 0,0075 21,204 2827,200

13 7,2 0,0072 21,013 2918,472

14 7,5 0,0075 21,675 2890,000

15 7,6 0,0076 20,416 2686,316

4.3 Data Penelitian Pengujian Kekuatan Tarik

Pengujian Kekuatan tarik dilakukan pada spesimen aluminium kondisi awal dan spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu yang tidak dikorosi dan yang dikorosi di pinggir pantai. Pengujian menggunkan alat uji tarik, dan menghasilakn nilai beban tarik (Kg), elongasi atau pertambahan panjang (mm) dan grafik hubungan beban dan pertambahan panjang, dengan perhitungan Kekuatan tarik dengan rumus:

D = 6,40 mm

A =

= 32,15 mm2

W = 383,20 kg

Lc = 2,50 mm

∆L = 0,10 mm

ɛ = = = 0,04 σ = = kg/mm 2


(69)

`Hasil pengujian aluminium kondisi awal dan paduan Al-8,5%Si-4%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.8, Tabel 4.9 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.8 Kekuatan Tarik aluminium kondisi awal

No Gage length Lc(mm) Diameter (mm) Beban (kg) Elongasi ∆L(mm) A

(mm²) ɛ

σ (kg/mm²)

σ

(MPa ) Umur

1 2,50 6,40 383,20 0,10 32,15 4% 11,92 116,79

Bulan ke-0

2 2,50 6,15 338,20 0,05 29,69 2% 11,39 111,63

3 2,50 6,10 327,00 0,10 29,21 4% 11,19 109,71

4 2,50 6,35 369,50 0,25 31,26 10% 11,86 116,22

Bulan ke-1

5 2,50 6,15 250,10 0,10 30,66 4% 8,16 79,93

6 2,50 6,15 318,00 0,20 30,18 8% 10,54 103,28

7 2,50 6,30 186,20 0,05 30,66 2% 6,07 59,51

Bulan ke-2

8 2,50 6,25 205,10 0,05 31,16 2% 6,58 64,51

9 2,50 6,20 269,50 0,10 30,66 4% 8,79 86,13

10 2,50 6,25 273,60 0,15 31,16 6% 8,78 86,06

Bulan ke-3

11 2,50 6,30 75,40 0,05 31,16 2% 2,42 23,72

12 2,50 6,25 152,70 0,15 31,16 6% 4,90 48,03

13 2,50 6,25 73,40 0,05 30,66 2% 2,39 23,46

Bulan ke-4

14 2,50 6,30 118,60 0,10 31,16 4% 3,81 37,30


(70)

51

Tabel 4.9 Kekuatan Tarik paduan Al -8,5%Si -4%Cu

No Gage length (mm) Diameter (mm) Beban (kg) Elongasi ∆L(mm) A

(mm²) ɛ

σ (kg/mm²)

σ

(MPa ) Umur

1 2,58 6,25 417 0,1 30,664 4% 13,598 133,27

Bulan ke-0

2 2,6 6,1 415 0,35 29,209 14% 14,207 139,233

3 2,56 6,3 425 0,1 31,156 4% 13,640 133,679

4 2,48 6,2 428,1 0,1 30,175 4% 14,187 139,033

Bulan ke-1

5 2,5 6,25 388,1 0,15 30,664 6% 12,656 124,034

6 2,58 6,25 390,9 0,1 30,664 4% 12,7478 124,929

7 2,6 6,3 389,76 0,15 31,156 6% 12,509 122,595

Bulan ke-2

8 2,56 6,2 75,4 0,05 30,175 2% 2,498 24,487

9 2,58 6,15 152,7 0,15 29,690 6% 5,143 50,401

10 2,6 6,3 410,3 0,1 31,156 4% 13,168 129,055

Bulan ke-3

11 2,45 6,35 78,8 0,5 31,653 20% 2,489 24,3969

12 2,55 6,25 336,8 0,1 30,664 4% 10,983 107,638

13 2,48 6,3 383,4 0,15 31,156 6% 12,305 120,594

Bulan ke-4

14 2,5 6,15 377,6 0,1 29,690 4% 12,717 124,634


(71)

4.5Pembahasan

Proses peleburan aluminium, tembaga dan silicon dilakukan secara manual menggunakan burner dengan bahan bakar solar yang di kompresikan, tempat yang digunakan dalam pengecoran adalah gerabah tanah liat. Proses pembentukan atau machining dilakukan dengan mesin gergaji dan mesin bubut, yang menghasilkan 30 buah spesimen yang terdiri dari 15 buah spesimen kondisi awal tanpa menggunakan Si dan Cu. 15 buah spesimen aluminium paduan Al-8,5%Si-4%Cu. Sebelum diujikan korosi, semua spesimen ditimbang di laboratrium analisa pusat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Setiap spesimen diberikan nomer. Pada tanggal 15 desember 2015 spesimen mula pengkorosian dengan di gantungkan di pinggir pantai Pelangi, Depok, Bantuk , Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tanggal 15 dengan rentang satu bulan. Proses pengambilan benda uji di pantai dilakukan sebanyak empat kali pada setiap tanggal 15 dan pengambilan data berakhir pada tanggal 15 April 2016. Setiap bulannya mengambil 3 spesimen yang akan ditimbang, mengukur volume, dan dimensi spesimen. Dan pengambilan data pengujian tarik.

4.5.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis

Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 menunjukkan perbedaan rata-rata massa jenis antara spesimen aluminium kondisi awal dengan spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu meningkat 5%, dengan massa jenis kondisi awal 2674,59 gr/dm3 dan massa jenis rata-rata spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu 2804,904 gr/dm3. Peningkatan massa jenis Al-8,5%Si-4%Cu disebabkan karena 8,5% massa Silikon menggantikan 8,5% masa aluminium dengan massa jenis silicon toritis 2329 gram/dm3, dan 4% massa tembaga menggantikan 4% massa aluminium dengan massa teoritis tembaga 8930 g/dm3.


(72)

53

4.5.2 Pembahasan Pengujian Kekuatan Tarik Terhadap Korosi

Hasil grafik Kekuatan Tarik pada Aluminium murni dengan Aluminium paduan bisa dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil akhir Kekuatan Tarik aluminium setelah proses korosi 4 bulan Pada Gambar 4.1 dapat dilihat kekuatan tarik sebelum diberikan perlakuan korosi spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu lebih tinggi daripada aluminium kondisi awal. Saat belum diberikan perlakuan korosi kekuatan tarik dari aluminium kondisi awal adalah 112,71 MPa dan pada spesimen padauan Al-8,5%Si-4%Cu sebesar 135,39 MPa .

Dengan mencoba tidak mengikut sertakan spesimen no 8,9 dan 11 disajikan pada Gambar 4.6, analisa yang dapat diambil adalah penambahan logam Cu dan Si membuat aluminium ini menjadi lebih tinggi kekuatan tariknya dan lebih tahan korosi dari pada aluminium kondisi awal tanpa Cu dan Si. Pada bulan ke-4 kekuatan tarik pada spesimen aluminium kondisi awal sebesar 27,70MPa dan kekutan tarik pada spesimen paduan Al-8,5%Cu-4%Si 117,28 MPa . Rata-rata penurunan dari spesimen 21,25 MPa dan jika dipresentase menjadi 19% , dan rata penuruna dari spesimen paduan Al-8,5%Cu-4%Si 3,90 MPa dan jika dipresentasekan menjadi 3%. Selisih

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00

0 1 2 3 4

T e g an g an ( Mp a) Bulan Tanpa Si+CU 8,5%Si+4%Cu K e k u a ta n T a ri k ( M p a )


(73)

tegagan tariknya 113,22 MPa dan presentasenya 16%. Jadi penambah logam Cu dan Si meningkatkan 18% kekuatan tarik dari aluminium kondisi awal.

Kondisi udara di pinggir pantai yang bersifat korosif. Kadar garam atau NaCl pada udara pinggir pantai sangat mudah bereaksi dengan aluminium dan menghasilkan Aluminium Klorida (AlCl3). Aluminium klorida berbentuk seperti

butiran berwarna putih dan menempel pada permukaan. Pada saat udara menjadi lembab atau saat pagi hari udara menghasilkan embun, terjadi reaksi kimia seperti berikut:

Dapat disimpulkan ketika aluminium klorida bereaksi dengan uap air, tidak terbentuk aluminium oksida yang bersifat melindungi spesimen dari korosi. Sehingga terjadi pengikisan pada permukaan selama perlakuan korosi di pinggir pantai. Permukaan spesimen yang terkikis ini menyebabkan penurunan kekuatan tarik yang sangat signifikan. Data hasil penelitian menunjukkan, secara keseluruhan pada aluminium kondisi awal dan Al paduan (Al-8,5%Si-4%Cu) tetap mengalami penurunan kekuatan tarik.


(74)

55

BAB V

KESIMPULAN

5.1 kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan 8,5%Si-4%Cu meningkatnya massa jenis sebesar 4% dari

spesimen aluminium murni, yang awalnya 2674,59 gr/dm3 menjadi 2782,50 gr/dm3. Kekuatan tarik spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu meningkat 32% dibandingkan spesimen aluminium murni. Rata-rata penurunan kekuatan tarik aluminium murni adalah 21,25 MPa per bulannya sedangkan penurunan kekuatan tarik spesimen paduan 3,90 MPa per bulannya

2. Perlakuan korosi selama empat bulan menyebabkan penurunan

kekuatan tarik. Penurunannya sebesar 75,42% dari 112,71 MPa menjadi 26,67 MPa. Sedangkan pada Spesimen aluminium paduan, penurunan kekuatan tarik hanya 13% dalam waktu empat bulan, dari 135,39 MPa menjadi 117,28 MPa


(75)

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini, penulis memberikan saran agar untuk kedepannya memperoleh hasil yang lebih baik. Ada beberapa sara yang penulis berikan adalah:

1. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya peneliti selanjutnya lebih banyak berkomunikasi untuk metode penelitian yang dipergunakan.

2. Persiapan alat, bahan, dan proses pengecoran dilakukan sedini mungkin, karena proses ini memakan waktu yang sangat lama.

3. Cetakan sebelum dituangi cairan logam sebaiknya dipanaskan dahulu agar tidak terjadi pendinginan yang tidak merata yang mengakibatkan perbedaan karakter.

4. Sebaiknya Laboratorium Ilmu Logam, Universitas Sanata Dharma dapat

menambah alat pengecoran dan memperbaharui alat agar lebih modern. 5. Pembersihan produk korosi dipastikan untuk benar-benar bersih.


(76)

Askeland, Donald R., Phule P., 2011, The Science and Engineering of Materials 6th Edition. Solid State, New Delhi.

Craig, H.L. Jr., 1972, Stress-Corrosion Cracking of Metals-a State of the Art, ASTM-STP 518. Fontana, Mars G., 1986, Corrosion Engineering 3rd Edition, B & Jo Enterprise PTE LTD, Singapore.

Jones, Denny A., 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, Ontario, Canada.

Metal Handbook Ninth Edition, American Society for Metal.

Spiegel, Murray R., Stephens, Larry J., Schaum’s Outlines : Sta tistik Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.

Surdia, T., Chijiwa K., 1976, Teknik Pengecoran Logam, edisi kedua. Pradnya Paramita, Jakarta. Surdia, T., Saito, S., 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan ketiga. Pradnya Paramita,

Jakarta.

Trethewey, KR., Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(1)

52 4.5Pembahasan

Proses peleburan aluminium, tembaga dan silicon dilakukan secara manual menggunakan burner dengan bahan bakar solar yang di kompresikan, tempat yang digunakan dalam pengecoran adalah gerabah tanah liat. Proses pembentukan atau machining dilakukan dengan mesin gergaji dan mesin bubut, yang menghasilkan 30 buah spesimen yang terdiri dari 15 buah spesimen kondisi awal tanpa menggunakan Si dan Cu. 15 buah spesimen aluminium paduan Al-8,5%Si-4%Cu. Sebelum diujikan korosi, semua spesimen ditimbang di laboratrium analisa pusat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Setiap spesimen diberikan nomer. Pada tanggal 15 desember 2015 spesimen mula pengkorosian dengan di gantungkan di pinggir pantai Pelangi, Depok, Bantuk , Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tanggal 15 dengan rentang satu bulan. Proses pengambilan benda uji di pantai dilakukan sebanyak empat kali pada setiap tanggal 15 dan pengambilan data berakhir pada tanggal 15 April 2016. Setiap bulannya mengambil 3 spesimen yang akan ditimbang, mengukur volume, dan dimensi spesimen. Dan pengambilan data pengujian tarik.

4.5.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis

Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 menunjukkan perbedaan rata-rata massa jenis antara spesimen aluminium kondisi awal dengan spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu meningkat 5%, dengan massa jenis kondisi awal 2674,59 gr/dm3 dan massa jenis rata-rata spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu 2804,904 gr/dm3. Peningkatan massa jenis Al-8,5%Si-4%Cu disebabkan karena 8,5% massa Silikon menggantikan 8,5% masa aluminium dengan massa jenis silicon toritis 2329 gram/dm3, dan 4% massa tembaga menggantikan 4% massa aluminium dengan massa teoritis tembaga 8930 g/dm3.


(2)

53

4.5.2 Pembahasan Pengujian Kekuatan Tarik Terhadap Korosi

Hasil grafik Kekuatan Tarik pada Aluminium murni dengan Aluminium paduan bisa dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil akhir Kekuatan Tarik aluminium setelah proses korosi 4 bulan Pada Gambar 4.1 dapat dilihat kekuatan tarik sebelum diberikan perlakuan korosi spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu lebih tinggi daripada aluminium kondisi awal. Saat belum diberikan perlakuan korosi kekuatan tarik dari aluminium kondisi awal adalah 112,71 MPa dan pada spesimen padauan Al-8,5%Si-4%Cu sebesar 135,39 MPa .

Dengan mencoba tidak mengikut sertakan spesimen no 8,9 dan 11 disajikan pada Gambar 4.6, analisa yang dapat diambil adalah penambahan logam Cu dan Si membuat aluminium ini menjadi lebih tinggi kekuatan tariknya dan lebih tahan korosi dari pada aluminium kondisi awal tanpa Cu dan Si. Pada bulan ke-4 kekuatan tarik pada spesimen aluminium kondisi awal sebesar 27,70MPa dan kekutan tarik pada spesimen paduan Al-8,5%Cu-4%Si 117,28 MPa . Rata-rata penurunan dari spesimen 21,25 MPa dan jika dipresentase menjadi 19% , dan rata penuruna dari spesimen paduan Al-8,5%Cu-4%Si 3,90 MPa dan jika dipresentasekan menjadi 3%. Selisih

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00

0 1 2 3 4

T e g an g an ( Mp a) Bulan Tanpa Si+CU 8,5%Si+4%Cu K e k u a ta n T a ri k ( M p a )


(3)

54

tegagan tariknya 113,22 MPa dan presentasenya 16%. Jadi penambah logam Cu dan Si meningkatkan 18% kekuatan tarik dari aluminium kondisi awal.

Kondisi udara di pinggir pantai yang bersifat korosif. Kadar garam atau NaCl pada udara pinggir pantai sangat mudah bereaksi dengan aluminium dan menghasilkan Aluminium Klorida (AlCl3). Aluminium klorida berbentuk seperti

butiran berwarna putih dan menempel pada permukaan. Pada saat udara menjadi lembab atau saat pagi hari udara menghasilkan embun, terjadi reaksi kimia seperti berikut:

Dapat disimpulkan ketika aluminium klorida bereaksi dengan uap air, tidak terbentuk aluminium oksida yang bersifat melindungi spesimen dari korosi. Sehingga terjadi pengikisan pada permukaan selama perlakuan korosi di pinggir pantai. Permukaan spesimen yang terkikis ini menyebabkan penurunan kekuatan tarik yang sangat signifikan. Data hasil penelitian menunjukkan, secara keseluruhan pada aluminium kondisi awal dan Al paduan (Al-8,5%Si-4%Cu) tetap mengalami penurunan kekuatan tarik.


(4)

55

BAB V

KESIMPULAN

5.1 kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan 8,5%Si-4%Cu meningkatnya massa jenis sebesar 4% dari spesimen aluminium murni, yang awalnya 2674,59 gr/dm3 menjadi 2782,50 gr/dm3. Kekuatan tarik spesimen paduan Al-8,5%Si-4%Cu meningkat 32% dibandingkan spesimen aluminium murni. Rata-rata penurunan kekuatan tarik aluminium murni adalah 21,25 MPa per bulannya sedangkan penurunan kekuatan tarik spesimen paduan 3,90 MPa per bulannya

2. Perlakuan korosi selama empat bulan menyebabkan penurunan kekuatan tarik. Penurunannya sebesar 75,42% dari 112,71 MPa menjadi 26,67 MPa. Sedangkan pada Spesimen aluminium paduan, penurunan kekuatan tarik hanya 13% dalam waktu empat bulan, dari 135,39 MPa menjadi 117,28 MPa


(5)

56 5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini, penulis memberikan saran agar untuk kedepannya memperoleh hasil yang lebih baik. Ada beberapa sara yang penulis berikan adalah:

1. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya peneliti selanjutnya lebih banyak berkomunikasi untuk metode penelitian yang dipergunakan.

2. Persiapan alat, bahan, dan proses pengecoran dilakukan sedini mungkin, karena proses ini memakan waktu yang sangat lama.

3. Cetakan sebelum dituangi cairan logam sebaiknya dipanaskan dahulu agar tidak terjadi pendinginan yang tidak merata yang mengakibatkan perbedaan karakter.

4. Sebaiknya Laboratorium Ilmu Logam, Universitas Sanata Dharma dapat menambah alat pengecoran dan memperbaharui alat agar lebih modern. 5. Pembersihan produk korosi dipastikan untuk benar-benar bersih.


(6)

Askeland, Donald R., Phule P., 2011, The Science and Engineering of Materials 6th Edition.

Solid State, New Delhi.

Craig, H.L. Jr., 1972, Stress-Corrosion Cracking of Metals-a State of the Art, ASTM-STP 518. Fontana, Mars G., 1986, Corrosion Engineering 3rd Edition, B & Jo Enterprise PTE LTD,

Singapore.

Jones, Denny A., 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, Ontario, Canada.

Metal Handbook Ninth Edition, American Society for Metal.

Spiegel, Murray R., Stephens, Larry J., Schaum’s Outlines : Sta tistik Edisi Ketiga, Erlangga,

Jakarta.

Surdia, T., Chijiwa K., 1976, Teknik Pengecoran Logam, edisi kedua. Pradnya Paramita, Jakarta. Surdia, T., Saito, S., 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan ketiga. Pradnya Paramita,

Jakarta.

Trethewey, KR., Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.