Kerangka Srategis Pembiayaan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

  Kerangka Srategis Pembiayaan BAB

  Infrastruktur Bidang Cipta Karya

5 Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan

  pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam kaitan itu, kebijakan umum anggaran pemerintah Kabupaten Seluma diarahkan pada:

  1. Meningkatnya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat; memperkecil

  kesenjangan pelayanan publik antar daerah (public service provision gap) dan meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dalam menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  2. Anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah.

  3. Dalam upaya meningkatkan PAD, Peraturan Daerah yang ditetapkan hendaknya tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan mengorbankan kepentingan jangka panjang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, serta kegiatan impor/ekspor.

  4. Anggaran menjadi pedoman bagi manajemen pemerintahan dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan dan untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

  5. Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

  6. Peningkatan Capacity Building sumber daya dalam rangka penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan APBD.

5.1 Potensi Pendanaan APBD

  Pendanaan APBD adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Pendanaan APBD dapat bersumber dari : a.

  Pendapatan Asli Daerah b.

  Dana Perimbangan c. Lain-lain Pendapatan.

A. Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

  (1) PAD bersumber dari: a.

  Pajak Daerah b.

  Retribusi Daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan d.

  Lain-lain PAD yang sah. (2)

  Lain-lain PAD yang sah meliputi: a.

  Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan b.

  Jasa giro c. Pendapatan bunga d.

  Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

  Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi : a.

  Pajak Propinsi terdiri atas: 1)

  Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 2)

  Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air 3)

  Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

  Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: 1)

  Pajak Hotel 2)

  Pajak Restoran 3)

  Pajak Hiburan 4)

  Pajak Reklame 5)

  Pajak Penerangan Jalan 6)

  Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7) Pajak Parkir.

  b.

  Retribusi dirinci menjadi: 1)

  Retribusi Jasa Umum

  2) Retribusi Jasa Usaha

  3) Retribusi Perijinan Tertentu

B. Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Dana Perimbangan terdiri atas: a.

  Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus.

1. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan

  Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memper- hatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan imerupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

2. Dana Bagi Hasil

  Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

  1. Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: a.

  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b.

  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

  2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: a. kehutanan b. pertambangan umum c. perikanan d. pertambangan minyak bumi e. pertambangan gas bumi f. pertambangan panas bumi.

  3. Dana Alokasi Umum

  Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.

  4. Celah Fiskal Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.

  Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan :  jumlah penduduk  luas wilayah  Indeks Kemahalan Konstruksi

   Produk Domestik Regional Bruto per kapita  Indeks Pembangunan Manusia. Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah Fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

  5. Alokasi Dasar Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

  Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan. Alokasi DAU secara proporsional menggunakan rumus sebagai berikut:

  Besarnya DAU Bobot daerah bersangkutan Jumlah masing-masing = x DAU untuk Jumlah bobot seluruh daerah daerah daerah

  6. Dana Alokasi Khusus

  Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan- kebutuhan dalam rangka pembangunan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai.

  Kemampuan daerah (APBD) dihitung sebagai berikut : Kemampuan Penerimaan _ Belanja

  =

  Keuangan Daerah Umum APBD pegawai Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + ( DBH

  • – DBHR) DBH = Dana Bagi Hasil DBHR = Dana bagi Hasil yang dibagikan merata untuk daerah Belanja Pegawai = Belanja Pegawai Pegawai Negeri Sipil Daerah Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara

  lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.

7. Dana Pendamping

  Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang- kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping

C. Lain-lain Pendapatan

  Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah.Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

  Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Berdasarkan uraian tentang dana APBD, kemampuan pendanaan Kabupaten Seluma di bidang keciptakaryaan masih tergolong rendah. Hal ini karena keterbatasan dana APBD Kabupaten Seluma. Kemampuan pendanaan di bidang keciptakaryaan dilihat dari sektor pengembangan air minum, penyehatan lingkungan permukiman, pengembangan kawasan permukiman dan penataan bangunan. Pada Tahun 2016 pendanaan bidang keciptakaryaan Kabupaten Seluma sekitar Rp 2.789.141.000,- Berdasarkan data keuangan daerah di bidang keciptakaryaan, dapat diperkirakan kebutuhan pendanaan selama lima tahun ke depan. Untuk lebih jelasnya data pendanaan sektor keciptakaryaan dan dana DAK dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.

TABEL 5.1 DANA APBD BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN SELUMA

  TAHUN 2013-2016

  TAHUN (Rp. 000,-) NO SEKTOR 2013 2014 2015 2016

  1 Pengembangan Air Minum 1.707.075 1.363.874 1.596.615 1.820.141 Penyehatan Lingkungan 2 50.000 50.000 50.000 57.000 Permukiman

  Pengembangan Kawasan 3 25.000 40.000 300.000 342.000 Permukiman Penataan Bangunan dan

  4 300.000 303.842 500.000 570.000 Lingkungan TOTAL 2.082.075 1.757.716 2.446.615 2.789.141

  Sumber: Data DDUB Kabupaten Seluma Tahun 2013-2016

TABEL 5.2 PERKIRAAN KEBUTUHAN DANA APBD BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN SELUMA TAHUN 2017

  • – 2021

  TAHUN (Rp. 000,-) No SEKTOR 2017 2018 2019 2020 2021 Pengembangan Air

1 2.074.961 2.365.455 2.696.619 3.074.146 3.504.526

Minum Penyehatan Lingkungan

  

2 64.980 74.077 84.448 96.271 109.749

Permukiman Pengembangan Kawasan

3 389.880 444.463 506.688 577.624 658.492

Permukiman Penataan Bangunan dan

  

4 649.800 740.772 844.480 962.707 1.097.486

Lingkungan TOTAL 3.179.621 3.624.768 4.132.235 4.710.748 5.370.253 Sumber: Hasil Analisa

5.2 Potensi Pendanaan APBN

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya juga turut serta dalam melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM).

  Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

  Tabel 5.3 Pembiayaan APBN Cipta Karya di Kabupaten Seluma dalam 5 Tahun Terakhir

   TAHUN No KABUPATEN/KOTA/SEKTOR 2013 2014 2015 2016

  1 Pengembangan Air Minum 2.589.800 5.455.495

  

2 Penyehatan Lingkungan Permukiman 500.000 1.500.000

  3 Pengembangan Kawasan Permukiman

  4 Penataan Bangunan dan Lingkungan 14.918.000 TOTAL 2.589.800 5.455.495 500.000 1.500.000

  Sumber: Randal PU Provinsi Bengkulu

TABEL 5.4 PERKIRAAN KEBUTUHAN DANA APBN TAHUN 2021 NO TAHUN DANA

  1 2017 2.500.000 2 2018 3.375.000 3 2019 4.556.250 4 2020 6.150.938 5 2021 8.303.766

  Sumber: Hasil Analisa

  samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk

  Di

  mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

  Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi.DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan

  DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,

  persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Seluma sebesar Rp 3.202.680.000 bidang air minum dan Rp 3.482.043.000 bidang sanitasi. Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis.Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

  Tabel 5.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di

  Kabupaten Seluma dalam 5 Tahun Terakhir

  

JENIS DAK 2011 2012 2013 2014 2015 2016

DAK AIR 1.055.417.000 2.175.335.000 3.596.662.000 3.202.680 MINUM

  

DAK SANITASI 699.500.000 689.900.000 959.400.000 2.485.700.000 3.297.200.000 3.482.043

Hibah Air Minum Hibah Sanitasi

TOTAL 699.500.000 689.900.000 2.014.817.000 4.661.035.000 6.893.862.000 6.684.723

  Sumber: Randal PU Provinsi bengkulu

  Tabel 5.5 Perkiraan DAK Infrastruktur Cipta Karya Kabupaten Seluma Tahun 2017-2021

JENIS DAK 2017 2018 2019 2020 2021

  

DAK AIR MINUM 3.966.399 4.912.237 6.083.622 7.534.338 9.330.996

DAK SANITASI 4.384.119 5.519.892 6.949.903 8.750.381 11.017.300

Hibah Air Minum Hibah Sanitasi

TOTAL 8.350.518 10.432.129 13.033.525 16.284.719 20.348.296

  Sumber: Hasil Analisa

5.3 Alternatif Sumber Pendanaan

  Alternatif sumber pendanaan yang dimaksud adalah kajian mengenai aspek keuangan dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dirumuskan dalam RPI2JM. Kajian dimaksudkan untuk membuat taksiran pendanaan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan penyediaan infrastruktur permukiman yang meliputi:

1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun.

  2. pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada.

  3. pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.

  Dalam pembahasan ini juga diperhatikan hasil total atau produktifitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan masyarakat secara menyeluruh tanpa melihat penyedia dana dan masyarakat penerima hasil. Pembahasan aspek keuangan memperhatikan hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua yang dipakai dalam proyek-proyek untuk masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut. Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah makin meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

  Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber pendanaan kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya antara lain meliputi:

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karyakepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsiuntuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skalaprovinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusanbersama (DDUB) dan dana lainnyayang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman denganskala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasamapemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate SocialResponsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luarnegeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga dapat lebih optimal dalam pemanfaatan dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan Bidang Cipta Karya. Dalam hal Pinjaman, tedapat beberapa catatan penting yang perlu pencermatan apabila ingin dilakukan, antara lain adalah:

  1. Pinjaman Daerah

  Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.

  2. Batasan Pinjaman

  Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran Berikutnya. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

  3. Sumber Pinjaman

  Pinjaman Daerah bersumber dari:

  a. Pemerintah

  b. Pemerintah Daerah lain

  c. lembaga keuangan bank

  d. lembaga keuangan bukan bank e. masyarakat. Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.

  4. Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman

  Jenis Pinjaman terdiri atas,

  a. Pinjaman Jangka Pendek

  b. Pinjaman Jangka Menengah c. Pinjaman Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima.

  Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

  5. Penggunaan Pinjaman Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

  Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  6. Persyaratan Pinjaman

  Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:

  a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

  b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah c. daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

5.4 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman diperlukan dalam rangka percepatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPI2JM. Strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, Kabupaten Bantul meliputi sebagai berikut ini: 1.

  Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran; a.

  Pemberdayaan BUMD sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan daerah melalui reformasi visi BUMD, restrukturisasi BUMD, dan profitisasi BUMD.

  b.

  Memberikan arahan yang jelas tentang alokasi anggaran terhadap sumber - sumber penerimaan baik PAD maupun transfer pusat.

  c.

  Memperluas basis penerimaan pajak melalui identifikasi pembayar pajak baru/potensial serta meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan.

  d.

  Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pelayanan yang optimal e. Melakukan intensifikasi sumber-sumber Pos Retribusi Daerah.

  f.

  Meningkatkan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan Daerah sebagai wujud nyata pelaksanaan asas transparansi dan akuntabilitas fiskal 2. Strategi peningkatan pembiayaan infrastruktur a.

  Melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang berpotensi didanai melalui skema KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta).

  b.

  Meningkatkan peran serta swasta dan masyarakat dalam pengelolaan infrastruktur Bidang Cipta Karya.

  c.

  Mengoptimalkan sumber pendanaan alternatif seperti pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN).