Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

  Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Kabupaten Sumenep

  Tahun 2017-2021

4.1. Analisis Sosial

  Bagian ini berisikan analisis sosial sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan. Beberapa hal penting untuk dibahas, antara lain: pengarusutamaan gender, identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pelaksanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya. Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

  

 Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

  

 Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

  2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

 Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

  3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

 Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

  

 Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

  4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

 Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

  5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

 Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan

gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

  1. Pemerintah Pusat:

  

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis

nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

  

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat

strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

  

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

  

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

  

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

  

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat

regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

  

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

  

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

  

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

  

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

4.1.1. Pengarusutamaan Gender

  Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis

  Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

4.1.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

  1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak

akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting

untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran

untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat

perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan

AMDAL dan pembebasan lahan.

  2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas

tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat

selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua

langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki,

pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan

pengadaan tanah ini.

  3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan

adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.

Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman

kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang

terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk

mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam

pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru.

  

Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk

yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

4.2. Analisis Ekonomi

  Bagian ini berisikan analisis ekonomi sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan. Beberapa hal penting untuk dibahas, antara lain:

i. Kemiskinan

  

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan

mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu

ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs

dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

  

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau

pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

  14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

  500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai

rumah tangga miskin.

4.3. Analisis Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten Sumenep telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri

atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya

Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

  2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu

penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di

segala bidang”

  3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan

mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan

pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya

dukung dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan

mitigasi perubahan iklim”

  4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun

dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan

Lingkungan Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak

membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

  

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak

perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan

nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

  j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada

kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

  • Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM

bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini,

KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana

dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan

yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan

  Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

  Gambar 4. 1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

  • Tahapan Pelaksanaan KLHS Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.1.

  Tabel 4. 1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Penilaian Bidang Cipta Karya No Kriteria Penapisan Uraian Kesimpulan: Pertimbangan* (Signifikan/Tidak) (1) (2) (3) (4)

  1. Perubahan Iklim Kerusakan, kemerosotan, 2. dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana

  3. banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, Penurunan mutu dan 4. kelimpahan sumber daya alam Peningkatan alih fungsi 5. kawasan hutan dan/atau lahan, Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya

  6. keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Peningkatan risiko terhadap 7. kesehatan dan keselamatan manusia

  Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.

  Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

  1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

  Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam

pelaksanaan KLHS;

2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau

program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk

menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

  Tabel 4. 2 Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan

Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

  Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Contoh Lembaga

  a. Bupati/Walikota Pembuat keputusan

  b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya

  a. Dinas PU-Cipta Karya Instansi

  b. BPLHD Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau

  a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok) lainnya

  b. Asosiasi profesi

  c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan

  d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup

  e. Perorangan/tokoh

  f. kelompok yang memiliki data dan

  a. Lembaga Adat

  b. Asosiasi Pengusaha

  c. Tokoh masyarakat Masyarakat terkena Dampak

  d. Organisasi masyarakat

  e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan,

  b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,

ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

  2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tabel 4. 3 Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta

  Karya Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Penjelasan Singkat Bidang Cipta Karya Lingkungan Hidup Permukiman

  Mata air Toggung di kab.sumenep dengan debit air Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum sebesar 2 ltr/dtk, dimanfaatkan sampai saat ini, sehingga saat ini tidak memiliki sisa/cadangan debit

  Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air atau cukup untuk kebutuhan saat ini.

  Permasalahan banjir atau genangan banjir yang Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh terjadi di kecamatan Kota Sumenep diakibatkan : infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Contoh:

  • Saluran drainase tidak mampu mengalirkan air pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, banir atau genangan dari air hujan.

  pencemaran badan air oleh air limbah permukiman

  • Beberapa saluran drainase kurang dipelihara
  • Perbedaan kemiringan lahan yang variatif sehingga berdampak pada timbulnya genangan pada daerah- daerah tertentu
  • Terjadi perubahan fungsi lahan Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

  Ekonomi

  Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir

  Sosial

  Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

  c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

  d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

  

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau

program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan

menjamin pembangunan berkelanjutan.

Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau

program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan

berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan

rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa

alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP

mempertimbangkan antara lain:

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,

rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak

lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

  

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau

program.

  

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan,

rencana, dan/atau program.

  d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

  3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW

Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan

masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPIJM.

  

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-

program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih

tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 10.8 menjelaskan

beberapa perbedaan antara KLHS dan AMDAL.

  • Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

  1. Proyek wajib AMDAL

  2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

  3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH Tabel 4. 4 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

  a) Rujukan Peraturan Perundangan i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ii. Permen LH 09/2011 tentang

  Pedoman umum KLHS ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL

  b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program

  Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.

  c) Kewajiban pelaksanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

  Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)

  d) Keterkaitan studi lingkungan dengan: i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM

  Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan e) Mekanisme pelaksanaan i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL

  Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

  ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis. iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan

  f) Muatan StudiLingkungan i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan i. Kerangka acuan; ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan ii. Andal; dan iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program iii. RKL-RPL. Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

  g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau

  Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai program pembangunan dalam suatu wilayah. kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.

  h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi. ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan

  Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

  iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL. i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL) didanai oleh pemrakarsa, ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa. iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota j) Partisipasi Masyarakat

  Masyarakat adalah salah satu komponen dalam Masyarakat yang dilibatkan adalah: kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen i. Yang terkena dampak; pelaksanaan KLHS ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL k) Atribut Lainnya: a. Posisi

  Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan

  b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif

  c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunanberkelanjutan

  Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan d. Dampak kumulatif

  Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas

  e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan

  Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya

  g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum

  Sempit, dalam dan rinci

  h. Deskripsiproses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu

  Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir

  Kajian Lingkungan Hidup Analisis Mengenai Dampak Deskripsi Strategis (KLHS) Lingkungan (Amdal)

  Fokus pada agenda Menangani gejala kerusakan i. Fokus pengendalian dampak pembangunan berkelanjutan lingkungan

  Tidak diperlukan institusi yang Diperlukan institusi yang berwenang j. InstitusiPenilai berwenang memberikan penilaian memberikan penilaian dan dan persetujuan KLHS persetujuan AMDAL

  Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A. Persampahan:

  a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:

  • luas kawasan TPA, atau > 10 ha
  • Kapasitas Total > 100.000 ton

  b. TPA di daerah pasang surut:

  • luas landfill, atau semua kapasitas/
  • Kapasitas Total besaran

  c. Pembangunan transfer station:

  • Kapasitas > 500 ton/hari

  d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:

  • Kapasitas > 500 ton/hari

  e. Pengolahan dengan insinerator:

  • Kapasitas semua kapasitas

  f. Composting Plant:

  • Kapasitas > 500 ton/hari

  g. Transportasi sampah dengan kereta api:

  • Kapasitas > 500 ton/hari

B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:

  a. Kota metropolitan, luas > 25 ha

  b. Kota besar, luas > 50 ha

  c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha

  d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha

C. Air Limbah Domestik

  a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

  No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

  • Luas, atau > 2 ha
  • Kapasitasnya

  3 > 11 m /hari

  b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:

  • Luas, atau > 3 ha
  • Kapasitasnya > 2,4 ton/hari

  c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

  • Luas layanan, atau > 500 ha
  • Debit air limbah

  3 > 16.000 m /hari

  Pembangunan Saluran Drainase (Primer D. dan/atau sekunder) di permukiman

  a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km

  b. Kota sedang, panjang: > 10 km

E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan

  a. Pembangunan jaringan distribusi

  • Luas layanan > 500 ha

  b. Pembangunan jaringan transmisi

  • panjang > 10 km

  Sumber: Permen LH 5/2012 Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 10.10

Tabel 4.6 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang: · Luas kawasan, atau < 10 Ha · Kapasitas total < 10.000 ton

a. Persampahan

  ii. TPA daerah pasang surut · Luas landfill, atau < 5 Ha · Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station

  Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  · Kapasitas < 1.000 ton/hari iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu · Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator · Kapasitas < 500 ton/hari vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos · Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang · Luas < 2 ha · Atau kapasitas < 11 m /hari ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah · Luas < 3 ha

  b. Air Limbah

  · Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

  Domestik/Permukiman

  iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman · Luas < 500 ha · Atau debit air limbah < 16.000 m /hari i. Pembangunan saluran primer dan sekunder · Panjang < 5 km

  c. Drainase Permukaan Perkotaan

  ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman · Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha

i. Pembangunan jaringan distribusi:

d. Air Minum

  · luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha

ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi

  · Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km · Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km · Pedesaan, Panjang : -

  Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber iii. air permukaan lainnya (debit) · Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps · Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

  

iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap

  · Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan: v.

  · Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps · Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps

e. Pembangunan Gedung

  i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:

  Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung

  Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

  f. Pengembangan

  i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk

  kawasan permukiman

  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),

  baru

  misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja; · Jumlah hunian: < 500 unit rumah; · Luas kawasan: < 10 ha ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan); · Jumlah hunian: < 500 unit rumah; · Luas kawasan: < 10 ha iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun) · Jumlah hunian: < 500 unit rumah; · Luas kawasan: < 10 ha

  g. Peningkatan Kualitas

  i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan

  Permukiman

  dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk; · Luas kawasan: < 10 ha ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil,

  Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil; · Luas kawasan: < 10 ha iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP) · Luas kawasan: < 10 ha

  h. Penanganan Kawasan i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan Kumuh Perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban

  renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun · Luas kawasan: < 5 ha

  Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL- UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).