Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan

(1)

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11

KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN

(1986-2000)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA

: INTAN PURNAMA SARI

NIM

: 070706032

DOSEN PEMBIMBING

:

Dra. LILA PELITA HATI. MSi

NIP :196705231992032001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN (1986-2000)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Intan Purnama Sari Nim 070706032 Pembimbing

Drs. Lila Pelita Hati. MSi NIP. 196705231992032001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Ilmu Budaya Dalam Bidang Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Skripsi

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11

KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN

(1986-2000)

Yang diajukan oleh Nama : Intan Purnama Sari

Nim : 070706032

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing

Dra. Lila Pelita Hati. MSi Tanggal,... NIP. 196705231992032001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M. Hum Tanggal,... NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(4)

Lembar Persetujan Ketua Departemen

Disetujui Oleh

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sejarah

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno M. Hum NIP. 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan Dan Panitia PENGESAHAN

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam Departemen Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Drs. Syahron Lubis. M.A NIP 195110131976031001

Panitia Ujian

No Nama Tanda Tangan 1. Drs. Edi Sumarno, M. Hum ( ) 2. Dra. Nurhabsyah, MSi ( )

3. Dra. Lila Pelita Hati, MSi ( ) 4. Dra. Haswita, M. SP ( )


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini. Penulis juga ingin berterima kasih kepada teman-teman dan seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini., karena skripsi merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan di universitas.

Adapun judul skripsi ini yaitu Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (1986-2000). Tulisan ini menceritakan tentang kehidupan sosial ekonomi masyrakat lingkungan 11 dari awal pembangunan sampai batas akhir pembangunan Perumnas Simalingkar A.

Dalam tulisan ini, penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Penulisan sangat mengarapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga tulisan ini dapat menjadi sebuah karya ilmiah yang dapat berguna bagi pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai sumber segala hikmat yang telah melimpahkan kasih karunia dan berkat-Nya sejak awal hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan akademik Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu, baik secara moril dan juga materil yang sifatnya secara langsung maupun tidak langsung selama menjalani perkuliahan dan sampai proses penulisan skripsi ini.

1. Kepada kedua orang tua tercinta, M. Rumahorbo dan R. Sinaga, yang telah memberikan banyak dukungan moril dan materil kepada penulis selama perkuliahan hingga proses penulisan skripsi ini. Demikian juga kepada saudara-saudariku, Henry Garoga Rumahorbo. S.P, Helmy Rohani. S.T/Jhon Marudut Siburian, Hery Rosmaniar. S.E/Sardo Tampubolon, Heddy Herty Rumahorbo. S.T, Andi Safrinal. S.H/Friskha Pane. S.PAK, Candi Arianto. S.E/Melfaria Hutabarat. A.M.K dan juga keponakan-keponakan penulis Jhose Siburian, Denilson Siburian, Christine Tampubolon, Rachel Tampubolon, Gabriel Rumahorbo yang telah ikut memberikan motivasi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Drs. Syahron Lubis. M.A, beserta seluruh staf-stafnya. 3. Bapak Drs. Edi Sumarno M. Hum dan Ibu Dra. Nurhabsyah MSi, selaku ketua dan

sekretaris Departemen Sejarah.


(8)

5. Bapak Sentosa Tarigan selaku dosen wali penulis

6. Seluruh Civitas Akademik di Fakultas Ilmu Budaya, khususnya staf pengajar dan staf administrasi Departemen Sejarah.

7. Ketua Lingkungan 11, Bapak Supardi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai selama penelitian berlangsung.

8. Seluruh informan lingkungan 11 yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai selama penelitian berlangsung.

9. Terimakasih kepada teman-teman stambuk 2007, terkhusus Okta Selvia Sinuhaji, Yudika Situmorang, Nora Santi Sinaga, Eta Ludika Keliat. Terima kasih atas dukungan tenaga, moral, dan waktu selama penulis menyusu skripsi maupun pada saat sidang meja hijau.

10.Teman-teman stambuk 2008 terkhusus Edyta Sianturi, Putri Febriana, Puspita Sari. Terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

Terimakasih buat teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu, penulis tidak dapat menyebutkan secara keseluruhan. Terima kasih atas semua bantuan, baik moril maupun materil, penulis tidak dapat membalasnya, hanya doalah yang dapat penulis ucapkan, semoga budi baik itu mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.Akhirnya penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pendidikan.

Medan, April 2013 Penulis


(9)

ABSTRAK

Adapun skripsi ini merupakan tulisan dari serangkaian hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A Medan. Adapun judul dalam penelitian yang dilakukan yaitu Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Perumnas

Simalingkar A (1986-2000). Penelitian ini menyangkut masalah kehidupan sosial ekonomi

pada tahun 1986 dan kehidupan sosial ekonomi pada tahun 2000. Periodesasi dalam Penelitian ini dilihat sejak berdirinya Perumnas Simalingkar A (1986) sampai dengan batas akhir pembangunan (2000). Selain itu periodesasi dalam tulisan ini dilihat dari perubahan – perubahan setiap tahunnya, sejak tahun 1986 (awal pembangunan) sampai tahun 2000 (batas akhir pembangunan). Perubahan-perubahan kondisi sosial dapat dilihat dari semakin renggangnya hubungan antar masyarakat dan kondisi ekonomi terlihat dari semakin bertambahnya mata pencaharian masyarakat demi memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan ini di akibatkan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu agar penulis dan pembaca mengetahui perkembangan Perumnas Simalingkar A dan khususnya mengetahui bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat lingkungan 11.

Tulisan ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca maupun bagi masyarakat lingkungan 11 agar dengan membaca tulisan ini sikap masyarakat dalam berinteraksi semakin baik dan agar tidak terjadi konflik-konflik dalam bermasyarakat.

Metode yang dilakukan ialah wawancara dimana wawancara dilakukan terhadap sejumlah masyarakat yang membeli rumah dan tinggal di Perumnas Simalingkar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A dari tahun ke tahun menjadi kurang baik dalam kehidupan sosial ini disebabkan meningkatnya kebutuhan hidup yang mewajibkan masyarakat untuk lebih giat dalam mencari nafkah.

Demikianlah tulisan ini dibuat, penulis menyadari akan ketidak sempurnaan skripsi ini. Dengan tangan terbuka penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun sehingga skripsi ini dapat sempurna sebagai sebuah karya ilmiah.


(10)

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH ... i

ABSTRAK………iii

DAFTAR ISI……….iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan dan Manfaat ... 7

1.4Tinjauan Pustaka ... 8

1.5Metode Penelitian ... 12

BAB II GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN 2.1. Latar Belakang Berdirinya Perumnas Simalingkar A...15

2.2 Latar Belakang Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A……….26

2.3 Letak Geografis Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A………30

BAB III KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN (1986) 3.1 Kondisi Sosial……….33


(11)

BAB IV KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN (2000)

4.1 Kondisi Sosial ... 48

4.2 Kondisi Ekonomi ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk Kec. Medan Tuntungan Tabel 2 Batas-batas Desa Kec. Medan Tuntungan Tabel 3 Batas-batas Desa kelurahan Mangga

Tabel 4 Batas-batas Lingkungan 11

Tabel 5 Presentase Agama


(13)

ABSTRAK

Adapun skripsi ini merupakan tulisan dari serangkaian hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A Medan. Adapun judul dalam penelitian yang dilakukan yaitu Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Perumnas

Simalingkar A (1986-2000). Penelitian ini menyangkut masalah kehidupan sosial ekonomi

pada tahun 1986 dan kehidupan sosial ekonomi pada tahun 2000. Periodesasi dalam Penelitian ini dilihat sejak berdirinya Perumnas Simalingkar A (1986) sampai dengan batas akhir pembangunan (2000). Selain itu periodesasi dalam tulisan ini dilihat dari perubahan – perubahan setiap tahunnya, sejak tahun 1986 (awal pembangunan) sampai tahun 2000 (batas akhir pembangunan). Perubahan-perubahan kondisi sosial dapat dilihat dari semakin renggangnya hubungan antar masyarakat dan kondisi ekonomi terlihat dari semakin bertambahnya mata pencaharian masyarakat demi memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan ini di akibatkan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu agar penulis dan pembaca mengetahui perkembangan Perumnas Simalingkar A dan khususnya mengetahui bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat lingkungan 11.

Tulisan ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca maupun bagi masyarakat lingkungan 11 agar dengan membaca tulisan ini sikap masyarakat dalam berinteraksi semakin baik dan agar tidak terjadi konflik-konflik dalam bermasyarakat.

Metode yang dilakukan ialah wawancara dimana wawancara dilakukan terhadap sejumlah masyarakat yang membeli rumah dan tinggal di Perumnas Simalingkar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A dari tahun ke tahun menjadi kurang baik dalam kehidupan sosial ini disebabkan meningkatnya kebutuhan hidup yang mewajibkan masyarakat untuk lebih giat dalam mencari nafkah.

Demikianlah tulisan ini dibuat, penulis menyadari akan ketidak sempurnaan skripsi ini. Dengan tangan terbuka penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun sehingga skripsi ini dapat sempurna sebagai sebuah karya ilmiah.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Telaah historis terhadap pengalaman pengadaan perumahan pada skala nasional akan memberi wadah kontekstual bagi usaha memahami proses perumahan yang merupakan wujud berbagai tindakan, peran dan hasil yang dicapai oleh masyarakat pada umumnya. Hingga kini salah satu faktor yang dianggap sebagai penyebab utama masalah perumahan adalah perkembangan penduduk yang tinggi, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Ini juga nampak dari berbagai pernyataan tentang masalah perumahan, karya ilmiah, maupun ucapan para pengambil keputusan.1

Perumahan dalam arti yang luas meliputi rumah dan segala fasilitas pendukungnya yang bersama merupakan suatu lingkungan perumahan. Fasilitas lingkungan perumahan mencakup berbagai hal antara lain penyediaan air minum, jaringan saluran pembuangan, jalan lingkungan dan sebagainya yang kesemuanya penting bagi pemeliharaan lingkungan. Pertambahan penduduk yang pesat berarti pula meningkatnya kebutuhan akan perumahan. Di lain pihak usaha pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut terhambat oleh kenyataan rendahnya kemampuan ekonomi sebahagian besar masyarakat dan tingginya biaya pembangunan perumahan.2

Berbicara tentang perumahan, tak terlepas dari masyarakat. Masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syaraka yang artinya ikut serta atau berpartisipasi. Sedangkan dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. 3

1

Freek Colombijn, Kota Lama Kota Baru, Yogyakarta: Ombak, 2005, hal. 4. 2

Endang Puwaningsih, Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Di PerumnasKlender, Jakarta: PLPIIS, 1979, hal. 4.

3

Idianto M, Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 26.


(15)

masyarakat dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit. Masyarakat dalam arti yang luas adalah kebulatan dari semua perhubungan dalam masyarakat. Sedangkan pengertian masyarakat dalam arti yang sempit ialah sekelompok manusia yang menjadi ajang hidup bermasyarakat dalam beberapa kompleks. Misalnya dalam kompleks aspek sebagai mahasiswa adalah masyarakat mahasiswa, dalam kompleks aspeknya sebagai penghuni suatu desa ada masyarakat desa, dalam kompleks pedagang ada masyarakat pedagang.4

- Masalah sosial dari faktor ekonomis, misalnya kemiskinan, pengangguran.

Dengan pengertian tersebut dapatlah dikatakan dalam kompleks aspek perumnas Simalingkar A sebagai penghuni lingkungan 11 ini sendiri adalah masyarakat perumnas yang memiliki berbagai mata pencaharian di antara pegawai pegawai negeri, pegawai swasta maupun wiraswasta.

Pada masyarakat Indonesia dan termasuk masyarakat yang ada di perumnas banyak di jumpai masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh perubahan-perubahan. Sebuah masalah merupakan akibat dari interaksi sosial antar individu dengan kelompok atau antara suatu kelompok dengan kelompok lain. Soerjono Soekantomembedakan masalah sosial menjadi empat, yaitu:

- Masalah sosial dari faktor biologis, misalnya penyakit menular.

- Masalah sosial dari faktor psikologis, misalnya penyakit saraf, bunuh diri, gila dan lain sebagainya.

- Masalah sosial dari faktor kebudayaan, misalnya perceraian, pencurian, kenakalan remaja, konflik ras dan lain sebagainya.5

Di dalam hidup bermasyarakat umumnya di perumnas terdapat hal-hal yang bertentangan dengan seseorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan yaitu seperti:

4

Sri Wiyarti Mg, Sosiologi, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan UNS Press, 2008, hal. 23.


(16)

persaingan, kontravensi, pertikaian, konflik. Ini dikarenakan adanya rasa iri terhadap keberhasilan orang lain, terjadilah persaingan satu sama lain. Banyak gara-gara anak para orang tua sering berkelahi karena anak mereka sering berkelahi, sehingga mereka melarang anak-anak mereka untuk berteman. Padahal jika anak-anak berkelahi paling hanya sebentar, besoknya sudah kembali berteman.

Masyarakat perumnas umumnya sering bersikap cuek (siapa lu siapa gue), bahkan tetangganya mendapatkan berita sukacita atau kemalangan saja bisa tidak saling tahu atau terlambat mendapatkan kabar. Biasanya sikap yang seperti ini sering terjadi di perumahan ekonomi kelas atas (elite). Sikap seperti ini sering disebabkan karena setiap anggota keluarga atau masyarakat sekitar sibuk pada aktivitasnya masing-masing. Jangankan mau berinteraksi dengan sesama tetangga, buat anak sendiri saja waktunya sudah kurang bahkan dalam satu hari itu si ayah (suami) atau ibu (istri) hanya dapat melihat anaknya pada waktu tidur malam saja, karena si ayah (suami) sudah pulang larut malam. Sehingga tidak ada waktu untuk anaknya, paling hanya di hari sabtu atau minggu.

Anak-anak yang ada di sekitar perumnas banyak diasuh oleh pengasug (babysitter) dari sejak bayi hingga masuk sekolah. Mereka sering tidak memikirkan pentingnya peran orangtua dalam mengasuh anak, agar anak mereka tumbuh menjadi anak yang baik dan patuh terhadap orangtuanya. Anak-anak yang dididik oleh pengasuh (babysitter), apabila anak-anak ini sudah besar banyak yang memiliki sifat yang suka melawan kepada orangtua, pergaulan bebas yang bisa mengakibatkan anak-anak ini mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti narkoba dan lain sebagainya, bagi anak perempuan banyak juga yang hamil diluar nikah, ini dikarenakan kurangnya kasih sayang dari orangtua mereka.

Penelitian dalam penulisan ini adalah masalah Kehidupan sosial ekonomi masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A tahun 1986-2000.Dalam kehidupan bermasyarakat


(17)

terjadi interaksi sosial, interaksi sosial masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini menjadi kurang baik sejak tahun 2000, ini dikarenakan aktivitas mereka yang banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sikap cuek terhadap tetangga juga terjadi di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini, tetapi tidak seperti di perumahan elite. Anak-anak mereka tidak di asuh oleh babysitter karena tidak memiliki cukup biaya untuk membayar gajinya. Anak-anak diasuh oleh ibunya sendiri. Jika suami dan istri sama-sama sibuk, mereka sering meminta orangtua, atau keluarga mereka untuk menjaga anaknya. Perumnas Simalingkar A berada di kecamatan Medan Tuntungan.

Didirikannya perumahan agar terciptanya tata kota yang indah dan nyaman, rumah-rumah tersusun dengan rapi. Semua ini dilakukan agar tidak ada lagi masyarakat yang membangun rumahnya di sembarang tempat. Dari hasil pengamatan penulis, walaupun telah banyak didirikan rumah di Perumnas Simalingkar ini A, masih ada juga masyarakat yang tidak mau tinggal di situ. Mereka mendirikan rumahnya di tempat lain di luar lingkungan Perumnas Simalingkar A. Ini semua terjadi karena tidak cukupnya ekonomi mereka untuk membeli satu unit rumah yang ada di perumnas. Selain itu ada juga masyarakat yang mau membeli rumah di perumahan ini, tetapi bukan untuk mereka tempati melainkan mereka kontrakkan kepada orang lain. Ini semua karena mereka tidak suka dengan lingkungan dan tingkah laku sesama masyarakat yang kurang bersosialisasi dan ada juga yang merasa tidak bebas untuk memelihara ternak maupun menanam sesuatu di pekarangan rumah karena lahan mereka yang kurang luas.6

6

Wawancara dengan Bapak M. Rumahorbo, Pembeli, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 8 Menurut hasil wawancara dengan bapak M. Rumahorbo ini, beliau membeli rumah di Perumnas Simalingkar A bukan untuk di tempati langsung. Sejak tahun 1987, beliau sudah membeli rumah tipe 21 dan kemudian rumahnya di sewakan selama beberapa tahun. Namun setelah anak-anaknya dewasa dan beranjak memasuki sekolah perguruan tinggi barulah rumahnya itu ditempati oleh anak-anaknya. Rumahnya pada waktu


(18)

dibeli masuk tipe kecil, kemudian di perbesar menjadi 36. Tanah kosong di belakang di gunakan untuk penambahan ruangan yang dibutuhkan. Rumah menjadi besar disesuaikan kebutuhan anak-anaknya untuk tinggal dengan nyaman.

Dalam hidup bermasyarakat terdapat lembaga-lembaga sosial. Lembaga sosial ini terbentuk dari nilai-nilai, norma-norma, cara berkelakuan, adat istiadat dan unsur-unsur budaya lainnya yang hidup. Menurut Gilin & Gilin, ciri-ciri umum lembaga sosial antara sosial antara lain sebagai berikut.

- Pola pemikiran dan perilaku yang terwujud dalam aktivitas-aktivitas masyarakat beserta hasil-hasilnya.

- Mempunyai suatu tingkat kekekalan tertentu. Maksudnya, suatu nilai atau norma akan menjadi lembaga setelah mengalami proses-proses percobaan dalam waktu yang relatif lama.

- Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.

- Mempunyai alat-alat kelengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut. Biasanya alat-alat ini antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda.

- Memiliki lambang-lambang yang merupakan simbol untuk menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga tersebut.

- Dalam merumuskan tujuan dan tata tertibnya, lembaga memikili tradisi yang tertulis dan tidak tertulis.7

7


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Dengan melihat situasi diatas maka penulis mengambil judul penelitian ini Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (1986-2000). Alasan penulis mengambil judul ini adalah karena penulis tertarik melihat kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A. Dalam kehidupan sosialnya, penulis melihat pada hubungan komunikasi antar masyarakat Perumnas Simalingkar A khususnya di lingkungan 11 ini kurang terjalin. Untuk itulah penulis ingin meneliti apa penyebab hubungan komunikasi diantara masyarakat menjadi kurang terjalinsejak tahun 2000 padahal semenjak tahun1986 dimana pada awal pendirian Perumnas Simalingkar A ini, hubungan komunikasi dan interaksi dengan sesama tetangga masih sangat akrab dan intim. Sedangkan dalam bagian ekonominya, penulis ingin mengetahui apa saja mata pencaharian masyarakat yang menyebabkan kurang terjalinnya komunikasi di antara mereka.

Periodesasi pada penelitian ini adalah pada tahun 1986-2000. Penelitian dimulai tahun 1986 adalah awal Perumnas Simalingkar A didirikan, dimana pada tahun 1986 ini, kehidupan sosial di lingkungan 11, komunikasi masih terjalin dengan baik. Pada tahun 2000 adalah batas akhir pembangunan di Perumnas Simalingkar A dan pada tahun 2000 ini, hubungan komunikasi sudah kurang terjalin diantara masyarakat, ini disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan tumbuhnya kesadaran (keinginan) masyarakat untuk mencari nafkah (bekerja) demi memenuhi kebutuhan hidup. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 semua harga barang naik, tarif angkutan kota (angkot) maupun tarif becak juga naik, dengan kata lain biaya hidup semakin meningkat, inilah yang menyebabkan hubungan komunikasi diantara mereka mulai kurang terjalin karena masing-masing keluarga baik si ayah (suami) dan ibu (istri) bersama-sama ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup yang mereka.


(20)

(ayah/suami), sedangkan ibu (istri) hanya mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka sehingga waktu luang untuk menjalin komunikasi masih banyak.

Setelah krisis ekonomi itu datang, istri mulai membantu ayah dalam memenuhi kebutuhan hidup, karena penghasilan yang di dapat suami masih tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka sehingga ibu juga harus ikut bekerja dan adanya keinginan dan kesadaran istri untuk membantu suaminya mencari nafkahdemi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kebanyakan mata pencaharian istri hanya berwiraswasta seperti berdagang, menjahit maupun membuka salon. Hal ini yang menyebabkan juga komunikasi diantara mereka mulai kurang terjalin.

Sesuai dengan judul “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (1986-2000)”, maka disusunlah suatu batasan pokok masalah. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 1986?

2. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 2000?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan penelitian yaitu:

1. Menjelaskan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 1986.


(21)

2. Menjelaskan perubahan sosial ekonomi masyarakat di lingkungan 11Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 2000.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat menjadi informasi yang berguna dan dapat memberi wawasan tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Perumnas Simalingkar A.

2. Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam mengungkapkan bagaimana keadaan masyarakat Perumnas Simalingkar di banding sosial ekonomi yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk memperbanyak bacaan yang berkaitan dengan program pemerintah mengenai Perumahan Nasional.

3. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain, yang mana penelitian ini dirasa perlu penyempurnaan ataupun sebagai referensi.

1.4. Tinjauan Pustaka

Literatur yang digunakan dalam mendukung berjalannya penelitian adalah sebagai berikut.

Freek Colombijn, dkk dalam bukunya yang berjudul “Kota Lama Kota Baru”, dalam buku ini mengungkapkan tentang perjalanan panjang perumahan indonesia dalam dan sekitar abad XX. Sistem pengadaan perumahan kota sampai Perang Dunia II, dapat dibagi dalam tiga pola. Pertama, perumahan dibangun oleh swasta bermutu baik, mahal dan diperuntukkan bagi penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Sebagian lagi dijual untuk dimiliki sedangkan sisianya untuk disewakan. Pola kedua adalah yang pengadaannya untuk dipakai sendiri, baik pribumi maupun oleh sebuah badan usaha. Perumahan dinas untuk pegawai negeri maupun perumahan swasta termasuk ke dalam pola ini. Ketiga adalah pola perumahan


(22)

di kampung dan jumlahnya mencapai dua pertiga rumah yang ada ditinjau dari jumlah penghuninya. Umunya perumahan ini dibangun penghuninya sendiri.

Konsep kebutuhan perumahan adalah pelayanan perumahan sesuai perkembangan penduduk yang ada. Dalam pelaksanaannya konsep ini memperhatikan kemampuan (pada pemerintah) dan diarahkan pada kelompok masyarakat tertentu, biasanya tingkat pendapatannya masih rendah. Pada dasarnya pendekatan konsep kebutuhan hanya menyelesaikan masalah perumahan sesuai jumlah yang mampu diadakan dalam kurun waktu tertentu.

Buku ini banyak menceritakan tentang perjalanan panjang perumahan di Indonesia dan pola perumahan pada zaman dahulu. Kebutuhan akan perumahan sejak dahulu hingga sekarang terus meningkat, ini di akibatkan karena jumlah penduduk juga semakin meningkat. Pola yang ada di perumahan dahulu dan sekarang masih sama yaitu rumah-rumah yang didirikan dipakai sendiri maupun dikontrakkan oleh si pemiliknya. Pola perumahan yang ada pada zaman dahulu sama dengan pola perumahan yang ada di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini, yang mana rumah-rumah banyak yang di tempati oleh si pemiliknya dan ada juga yang di kontrakkan dalam jumlah yang sedikit menurut informan. Akibat kesamaan ini, buku ini dapat menjadi bahan perbandingan agar menghasilkan penelitian yang baik.

Endang Purwaningsih dalam bukunya “Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Di Perumnas Klender”, dalam buku ini mengungkapkan tentang keadaan rumah yang ada di perumnas Klender itu. Perumnas Klender diresmikan pemakaiannya pada tanggal 24 Maret 1979. tidak dapat dipungkiri bahwa padatnya kota Jakarta adalah disebabkan karena kaum pendatang. Dibangunnya perumnas Klender ini adalah untuk mengangkat golongan bawah agar memiliki tempat tinggal yang nyaman. Distribusi menurut pekerjaan penghuni menunjukkan bahwa pegawai negeri golongan I ada 20,2%, pegawai negeri golongan II ada


(23)

40,3%, pegawai negeri golongan III adalah 4,2%, tamtama ABRI ada 3,4%, Bintara ada 3,4%, Purnawirawan dan pensiunan ada 3,3%. Ternyata sebagian besar (76,5%) dari Perumnas adalah Pegawai negeri sipil maupun ABRI.

Penilaian para penghuni Perumnas terhadap pergaulan anatara penghuni dirasakan lebih akrab dibandingkan dengan sebelum tinggal di Perumnas. Penilain orangtua terhadap keadan Perumnas sungguh baik, setelah mereka pindah ke Perumnas pergaulan anaknya agak dibebaskan karena para orangtua menilai bahwa kebanyakkan anak penghuni adalah anak yang berpendidikan.

Buku ini menceritakan tentang keadaan perumahan yang ada di perumnas Klender. Tujuan pendirian perumnas Klender dengan Perumnas Simalingkar A itu sama yaitu agar masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah memiliki tempat tinggal yang layak. Mata pencaharian penduduk yang tinggal di perumnas Klender sebagian besar bermata pencaharian pegawai negeri sipil, pegawai swasta dan juga wiraswasta, begitu juga dengan penduduk di lingkungan 11 perumnas Simalingkar A ini. Akibat kesamaan ini, maka buku ini dapat menjadi perbandingan dalam penelitian agar menghasilkan penelitian yang baik.

Heddyana Simanjuntak dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Kehadiran Perumnas Simalingkar Pada Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekala Tahun (1977-1987), dalam skripsi ini menceritakan dampak kehadiran Perumnas Simalingkar pada masyarakat Desa Bekala. Desa Bekala terletak di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dan merupakan daerah perkebunan yang dikelola/dikuasai oleh PTP II yang berpusat di Tanjung Morawa. Luas desa Bekala secara keseluruhan adalah 12 ha. Di desa Bekala masyarakatnya terdiri dari berbagai suku bangsa, dimana suku bangsa Jawa merupakan suku bangsa terbesar, disusul oleh suku bangsa Batak yang terdiri dari beberapa sub suku bangsa yaitu Karo, Mandailing, dan Batak Toba, selebihnya terdiri dari beragam suku yang lainnya.


(24)

Setiap adanya pengaruh atau perubahan, masyarakat pasti akan memberikan dua jenis tanggapan yaitu pernyataan senang atau tidak senang terhadap pembangunan pranata yang hadir di tengah-tengah mereka. Begitu pula halnya dengan pembangunan Perumnas Simalingkar yang berada di desa Simalingkar B. Masyarakat di wilayah ini sebagian besar menyatakan senang dengan kehadiran Perumnas, sedangkan sebagian kecil menyatakan tidak begitu gembira dengan kehadiran pembangunan nasional di desa mereka. Pernyataan senang yang mereka berikan jelas karena pembangunan atau pengaruh asing itu tidak bertentangan dengan keadaan sosial masyarakat setempat dan bahkan memberi kemajuan buat mereka. Sedangkan pernyataan yang tidak senang mereka berikan pada umumnya disebabkan wilayah mereka untuk mengambil bahan bakar jadi berkurang serta anak-anak dirasakan para orang tua semakin jarang di rumah karena pergaulan yang sudah semakin luas.

Skripsi ini menceritakan Dampak kehadiran Perumnas Simalingkar pada kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekala tahun 1977-1987. Objek tempat penelitian skripsi ini sama dengan tempat penelitian penulis yaitu di Perumnas Simalingkar, namun skripsi terdahulu lebih membahas dampak kehadiran Perumnas Simalingkar pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa Bekala sedangkan skripsi penulis lebih membahas kehidupan Sosial Ekonomi masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A. Akibat kesamaan ini, skripsi ini dapat menjadi bahan perbandingan agar menghasilkan penelitian yang baik.

Basrowi dalam bukunya “Pengantar Sosiologi” yang membahas tentang masyarakat. Dalam buku ini mengungkapkan tentang istilah masyarakat, istilah masyarakat berasal dari bahasa arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “musyaraka” yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society”, yang sebelumnya berasal dari kata lain “socius”, berarti “kawan” (Koentjoroningrat, 1980). Pendapat sejenis juga terdapat dalam buku; Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, karangan Abdul Syani (1987), dijelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya


(25)

bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia).

Buku ini menceritakan arti dari masyarakat dari berbagai bahasa, namun arti dari masyarakat yang sebenarnya adalah berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Buku ini merupakan buku pendukung dalam penulisan skripsi ini, karena skripsi ini membahas tentang kehidupan masyarakat.

Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (Ed) dalam bukunya “ Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan”. Dalam buku ini menceritakan tentang perubahan sosial. Semua orang bersepakat bahwa kehidupan sosial tidaklah statis, melainkan selalu berubah secara dinamis. Tapi, tidak semua orang mempunyai kesepakatan sama dalam mengartikan perubahan sosial. Malah, konsep perubahan sosial sempat diberi makna intuitif dan sebagai suatu mitos belaka. Dalam perkembangannya pun para ahli memperlihatkan perbedaan dalam memahami perubahan sosial. Pemaknaan konsep perubahan sosial kelihatannya masih problematik hingga kini.

Buku ini merupakan buku pendukung karena buku ini membahas tentang perubahan sosial, topik buku ini sama dengan topik yang dibahas penulis yaitu tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dari tahun 1986-2000. Sehingga buku ini dapat menjadi reverensi atau buku pendukung dalam penulisan skripsi ini.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut Metode sejarah. Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode ini dapat


(26)

dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah “Science of Methods”, yakni ilmu yang membicarakan jalan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode sejarah adalah sebagai berikut.8

Langkah yang ketiga adalah interpretasi. Disini, penulis menafsirkan data yang diperoleh, kemudian di analisis agar menghasilkan analisis yang bersifat ilmiah.

Langkah pertama adalah Heuristik yaitu mengumpulkan data-data jumlah penduduk, data-data mata pencaharian penduduk atau fakta-fakta kejadian (keadaan sosial ekonomi) yang berlangsung sejak tahun 1986-2000 yang sesuai sumber, baik itu buku, artikel, arsip. Fakta-fakta yang didapat dari sumber lisan sangat diperlukan dengan cara melakukan field research yaitu wawancara dengan masyarakat yang telah lama tinggal di Lingkungan 11, sumber-sumber juga didapat dari Kepala lingkungan (Kepling), dari Lurah maupun Developer perumnas Simalingkar A juga. Selain itu penulis juga mendapatkan sumber-sumber dari studi kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan buku-buku tentang perumahan, tentang sosial dan juga tentang ekonomi masyarakat, mencari sumber dari kantor kelurahan, kecamatan dan juga sumber-sumber dari Badan Pusat Statistik kota Medan untuk mengetahui berapa jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk maupun keadaan sosial ekonomi penduduk

Langkah yang kedua adalah dengan verifikasi (kritik sumber). Mengharapkan peneliti agar bisa mendapatkan keaslian sumber dan kebenaran data yang diperoleh. Kritik yang dilakukan adalah kritik internal dan eksternal. Kritik internal yaitu meneliti kebenaran data yang diperoleh dan menilai layak atau tidak layaknya data yang didapat. Kritik eksternal adalah menguji keaslian data yang diperoleh, baik itu dari wawancara secara langsung maupun dari buku.

8


(27)

Langkah yang keempat adalah historiografi, yakini penyusunan kesaksian atau sumber-sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berarti secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan kedalam skripsi, dan menghasilkan sebuah tulisan yang baik dan mudah dimengerti.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN

2.1 Latar Belakang berdirinya Perumnas Simalingkar A

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari kata rumah. Dalam perkembangan perumahan dan pemukiman selalu berkaitan dengan sosial ekonomi yang terjadi didalamnya. Rumah merupakan tempat beristirahat, tempat berkumpulnya sesama anggota keluarga. Rumah adalah hasil karya dan akal manusia. Rumah harus selalu ditata rapi agar orang yang berada dirumah merasa nyaman untuk beristirahat. Rumah yang aman, bersih dan nyaman adalah impian setiap insan.

Semakin banyaknya rumah yang dibutuhkan oleh manusia, pemerintah mempunyai program untuk mendirikan perumahan. Dimana di dalam perumahan itu terdiri dari 500 bahkan ribuan rumah yang dibangun. Perumahan yang dibangun terdiri dari dua jenis, yaitu perumahan elite maupun yang sederhana. Dengan adanya program pemerintah ini sangat membantu masyarakat kecil untuk memiliki tempat tinggal. Mereka dapat menyicil rumah dengan harga yang terjangkau. Selain itu tujuan pemerintah mendirikan rumah untuk mewujudkan tata kota yang rapi dan indah dipandang mata.

Perumnas Simalingkar A dahulunya adalah tanah milik rakyat seluas sekitar 6 ha. Sebelum didirikan perumahan, tanah ini duhulunya adalah kebun karet yang ditanami oleh rakyat, yang kemudian dibeli oleh pemerintah untuk didirikan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Selain tanah milik rakyat, perumnas adalah bekas perkebunan karet milik PTP II yang berpusat di Tanjung Morawa. Dari 147, 6 ha, keseluruhan areal Perumnas Simalingkar maka areal yang 147 ha adalah milik PTP II sedangkan 6 ha adalah milik perseorangan. Dengan demikian masalah pembebasan tanah tidak begitu sulit dan tidak memakan biaya yang besar. Tanaman karet dianggap tidak menguntungkan lagi karena sudah


(29)

tidak berproduksi sehingga oleh pemerintah mengambil kebijaksanaan agar lokasi ini dibangun perumnas sesuai dengan tuntutan kebutuhan perumahan bagi masyarakat di kota Medan. Adapun biaya untuk pembangunan Perumnas Simalingkar untuk 7.350 unit adalah Rp. 12.037.500.000.000 dan biaya untuk pembebasan tanah milik perseorangan adalah Rp. 1.050.000.000.000. 9

Pada tahun 1986 pemerintah menugaskan kepada pihak BUMN untuk mendirikan perumahan. Sesuai dengan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1974 yaitu tentang perusahaan umum “pembangunan perumahan nasional” yang tujuannya yaitu mendirikan perumahan untuk masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta maupun Wiraswasta.10

Menurut hasil wawancara penulis kepada informan, asal kata Simalingkar merupakan singkatan dari Sekitar Masyarakat Lingkungan Karo (Simalingkar). Masyarakat yang ada di sekitar perumnas ini mayoritas suku karo sehingga pemerintah menetapkan nama perumnas ini dengan Perumnas Simalingkar. Selain suku Karo, suku-suku lainnya seperti Batak toba, Mandailing, Jawa juga ada mendiami perumnas ini.11

Perumnas Simalingkar A berada di kecamatan Medan Tuntungan, kelurahan Mangga. Kecamatan Medan Tuntungan sebelumnya merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1973 tanggal 20 Mei 1973 tentang perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan dengan mengambil tanah negara, tanah adat yang ada di sekitarnya termasuk Kabupaten Deli

9

Heddyana Simanjuntak,

DampakKehadiranPerumnasSimalingkarPadaKehidupanSosialEkonomiMasyarakatDesaBekalatahun (1977-1987),Skripsi S1, Medan: Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra Jurusan Sejarah, hal. 72.

10


(30)

Serdang. Sejak PP No. 22 tahun 1973 tersebut Kotamadya Medan menjadi 11 Kecamatan dari 4 Kecamatan sebelumnya.

Termasuk Kecamatan Medan Tuntungan yang luasnya 19.793Km2

1. Asam Kumbang

dan membawahi 11 desa yang kemudian status desa berdasarkan PP No. 5 tahun 1980 disyahkan menjadi status kelurahan. Adapun Kelurahan di kecamatan Medan Tuntungan yaitu:

2. Tanjung Selamat 3. Namo gajah

4. Baru Ladang Bambu 5. Sidomulyo

6. Lau cih 7. Kemenangan Tani 8. Simpang Selayang 9. Simalingkar B 10.P.B Selayang II 11.Tanjung Sari

Namun pada tahun 1991 sesuai dengan PP RI Nomor 50 tahun 1991 terjadi pemekaran kecamatan yang ada di kota Medan dari 11 Kecamatan kemudian menjadi 19 Kecamatan. Kecamatan Medan Tuntungan berdasarkan PP RI No. 50 tahun 1991 di mekarkan menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Tuntungan dan Kecamatan Medan Selayang.

Adapun Kecamatan Medan Tuntungan terdiri dari 9 Kelurahan yaitu:

1. Kelurahan Mangga (sebelumnya termasuk Kecamatan Medan Johor) 2. Kelurahan Tanjung Selamat


(31)

4. Kelurahan Namo Gajah 5. Kelurahan Sido Mulyo

6. Kelurahan Baru Ladang Bambu 7. Kelurahan Kemenangan Tani 8. Kelurahan Simalingkar B 9. Kelurahan Simpang Selayang12

Tabel 1

Jumlah Penduduk: Kecamatan Medan Tuntungan Kelompok

Umur

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

0-4 2.917 3.152 6.069

5-14 6.379 6.534 12.913

15-44 18.176 19.162 37.337

45-64 5.305 5.254 10.559

>=65 1.060 1.510 2.570

Jumlah 33.836 35.611 69.447

Sumber: Badan Pusat Statistik Medan, Kecamatan Medan Tuntungan Dalam Angka 1990.13

12

Data dari Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 1995.

Dikota Medan pemerintah melalui program Perum Perumnas pada tahun 1979/1980 telah mendirikan 10.000 unit rumah sederhana di Medan Timur (Perumnas Mandala) dan di Medan Barat (Perumnas Helvetia) sebanyak 4.837 unit. Tahun 1986 dibangun 7000 unit rumah sederhana di Medan Selatan (Perumnas Simalingkar A) dan tahun 1985 didirikan rumah susun murah sebanyak 500 unit di lokasi Medan Sukaramai. Tahun 1993 didirikan rumah sederhana (Perumnas Martubung) yang meliputi Perumahan Pesona Laguna I dan II Yang sampai sekarang pembangunannya masih berlangsung dan telah selesai sebanyak 3.000 unit dari 12.000 unit rumah yang dirancang secara bertahap.


(32)

Perumnas Simalingkar A sudah siap huni, setiap rumah telah di fasilitasi listrik PLN, air PDAM, saluran pembuangan air yang bagus. Perumnas Simalingkar A berada di wilayah kelurahan Mangga. Masyarakat memilih untuk tinggal dan membeli rumah di Perumnas Simalingkar A ini karena harga rumah yang terjangkau dan suasana lingkungannya masih asri, jauh dari kebisingan kota.

Pada tahun 1986-1987 jumlah rumah yang didirikan masih sekitar 500 unit seiring perkembangan zaman dan kebutuhan akan perumahan yang terus meningkat maka diadakan pembangunan rumah secara besar-besaran. Pada tahun 2000, pembangunan telah selesai. Pada tahun 2000 ini, jumlah rumah yang telah siap dihuni berkisar 7.350 unit rumah. Jumlah ini sudah maksimal dalam pendirian rumah. Perumahan Simalingkar A dibangun dalam 2 tahap. Tahap A dibangun sebanyak 3.512 unit sedangkan tahap B sebanyak 3.838 unit rumah. 14

Adapun tipe rumah yang dibangun di perumnas Simalingkar A adalah rumah yang bertipe 15, 21, 36, 45,54,70, semakin lama, rumah-rumah ini semakin banyak begitu juga di lingkungan 11. Dari berbagai tipe rumah yang ada harga rumah juga bervariasi menurut tipe yang ada. Jika rumah yang tipe kecil maka harganya juga cukup murah, demikian juga sebaliknya dengan tipe yang besar maka harga juga mahal. Harga rumah pada tahun 1986 masih tergolong murah dibanding sekarang. Misalnya saja rumah yang tipe 15 berkisar Rp 2.500.000,-, tipe 21 sekitar Rp 4.250.000, tipe 36 sekitar Rp 6.900.000,-, tipe 45 sekitar Rp 13.500.000,-, tipe 54 sekitar Rp 22.000.000,- dan tipe 70 sekitar Rp 35.000.000,-.

Menurut data yang didapat dari bapak J Simorangkir sebagai developer Perumnas Simalingkar A bahwa segala bentuk pembangunan telah selesai sampai tahap A dan B.

14


(33)

harga tersebut jauh berbeda setiap tahunnya, ini dikarenakan kebutuhan akan perumahan terus meningkat dan harga-harga barang juga meningkat.15

Setiap orang yang ingin membeli kredit rumah di perumnas Simalingkar A harus melalui Bank Tabungan Negara (BTN). Bank milik pemerintah yang ditujukan sebagai Dalam mengkredit, masyarakat dapat mengkredit selama 10-15 tahun dan 15-20 tahun. Setiap bulannya mereka membayar Rp 35.400,-. Harga itu adalah harga kredit rumah pada tahun 1989, dengan tipe 21, uang muka Rp 400.000,-. 16Kredit rumah harus dari BTN karena pihak perumnas mendapatkan dana dari Bank Asia, Bank Tabungan Negara sebanyak 60% melalui sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dari pihak Perumnas sebanyak 33% dan pihak swasta dalam hal ini adalah kontraktor P.T. Tulung Agung sebanyak 7%. Dengan jelas bahwa pembangunan Perumnas Simalingkar A di tangani oleh pemerintah karena hal ini menyangkut kepentingan orang banyak.17 Masyarakat yang tinggal didalam bukan hanya penghuni tetap atau sipemilik rumah, tetapi ada juga yang mengontrak. Menurut bapak J Simorangkir sebagai developer walaupun ada yang mengontrak, itu hanya 10% saja.18

- Warga negara Indonesia.

Apabila masyarakat luar ingin membeli rumah di Perumnas Simalingkar A ini, pihak Perumnas memberikan syarat-syarat, yaitu :

- Surat keterangan belum memiliki rumah. - Surat keterangan dari kelurahan asal.

- Surat keterangan bekerja dan berpengasilan tetap atau tidak tetap serta terjamin kelangsungannya.

- Penghasilan perbulan minimal 3 x dari uang angsuran atau KPR ke BTN. 15

Wawancara dengan Bapak J. Simorangkir, Developer, Perumnas Simalingkar A, 8 Maret 2011. 16

Wawancara dengan Bapak M. Rumahorbo, Pembeli, Lingkungan 11Perumnas Simalingkar A, 8 Maret 2011.

17


(34)

- Suami atau isteri belum pernah memperoleh kredit dari pemerintah.

- Memiliki uang tabungan sebagai uang muka yang disimpan di BTN sebanyak 10% untuk tipe rumah 18, 21, serta tipe 36 sebanyak 20%.19

Perumnas Simalingkar A terbagi dalam 8 blok. Jumlah hunian pada Blok A 875 unit, terdiri dari 3 lingkungan yaitu lingkungan IV, lingkungan V dan lingkungan VII. Jumlah hunian pada Blok B 875 unit, terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan VIII dan lingkungan X. Jumlah hunian Blok C 875 unit terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan XV dan lingkungan XVII. Jumlah hunian pada Blok D 875 unit, terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan XIX dan lingkungan XX. Jumlah hunian pada Blok E 478 unit terdiri dari 1 lingkungan yaitu lingkungan XXI. Jumlah hunian pada Blok F 567 unit, terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan XXI dan lingkungan XXII. Jumlah hunian pada Blok G 623 unit terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan XXII dan lingkungan XXIII. Jumlah hunian pada Blok H 579 unit, terdiri dari 1 lingkungan yaitu lingkungan XXIII.20

1. Tipe18

Tipe-tipe rumah yang ada di Perumnas Simalingkar A yaitu:

- Luas tanah kapling = 60 m 90 m

2

-Luas bangunan =18 m 2

- Pondasi = batu kali. 2

- Lantai = cor beton.

- Dinding = conblok, participle board, yumen, asbes, sandwhich.

- Rangka atap = kayu

19

Henddyana Simanjuntak, op. cit, hal 77. 20


(35)

- Atap = asbes/ serong gelombang. - Listrik = PLN 250 watt/200 volt. - Air = PAM/ pompa tangan. - Sanitair = cubluk.

2. Tipe 21

- Luas tanah kapling =60 m 120 m 2

- Luas Bangunan = 21 m 2

- Pondasi = batu kali 2

- Lantai = cor beton

- Dinding = panil beton, conblok, wood wall, asbes sandwhich.

- Rangka atap = kayu, profil baja.

- Atap = asbes/serong gelombang. - Listrik = PLN 250 watt/ 220 volt. - Air = PAM/ pompa tangan. - Sanitair = cubluk.

3. Tipe 36

-Luas tanah kapling = 120 m 180 m 2

2

_

Luasbangunan = 36 m

- Pondasi = batu kali. 2


(36)

- Dinding = yomen, conblok, participle board, asbes sandwhich, panil beton.

- Rangka atap = kayu, profil baja.

- Atap = asbes/ serong gelombang. - Listrik = PLN 450 watt/ 220 volt. - Air = PAM/ pompa tangan. - Sanitair = cubluk.21

21


(37)

Kelurahan Mangga memiliki 24 lingkungan yaitu:

1. Penerbangan 2. Irigasi

3. Jl. Jamin Ginting 4. Rumah Sakit Jiwa 5. Royal Sumatera 6. Jl. Kopi Raya 7. Jl. Karet Raya 8. Jl. Sawit 9. Jl. Kiwi 10.Jl. Nyiur 11.Jl. Cengkeh 12.Jl. Teh

13.Jl. Pinus

14.Jl. Jahe Raya Tojak 15.Jl. Bawang

16.Jl. Rami 17.Jl. Vanili 18.Jl. Kapas 19.Jl. Kemenyan 20.Jl. Pinang 21.Jl. Nilam 22.Jl. Tembakau 23.Jl. Nilam Raya 24.Jl. Tembakau Raya22

22

Wawancara dengan Bapak Supardi, Kepala Lingkungan, Lingkungan 11 Perumnas


(38)

Sedangkan Perumnas Simalingkar A memiliki 25 nama jalan yaitu :

1. Kopi 2. Jahe 3. Tembakau 4. Sawit 5. Teh 6. Cengkeh 7. Nyiur 8. Lada 9. Vanili 10.Sagu 11.Pinang 12.Bawang

13.Kina 14.Nilam 15.Karet 16.Kemenyan 17.Damar 18.Kapas 19.Rami 20.Coklat 21.Kopra 22.Rotan 23.Pala

24.Kayu manis


(39)

2.2 Latar Belakang Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A

Lingkungan 11 berada di jalan Cengkeh Perumnas Simalingkar A. Pada tahun 1986, lingkungan 11 ini masih belum banyak didirikan rumah. Di lingkungan ini masih banyak dijumpai pohon-pohon besar dan rumput-rumput yang tinggi. Melihat keadaan lingkungan 11 ini masih seperti hutan, banyak orang-orang yang takut untuk datang ke lingkungan ini. Perumnas Simalingkar A termasuk Lingkungan ini sering disebut tempat jin buang anak, ini hanya istilah saja, karena sebelum Perumnas Simalingkar A ini didirikan wilayah ini merupakan perkebunan rakyat yang tidak terurus sehingga banyak orang-orang yang membuang mayat-mayat hasil tindak kejahatan di wilayah Perumnas ini.

Jumlah penduduk jalan Cengkeh pada tahun 1986 hanya sekitar 30 kepala keluarga, tahun 1990 sudah mulai mencapai 50 kepala keluarga, namun setiap tahunnya bertambah terus. Status rumah masih rumah sendiri (pemilik), belum ada yang bersifat mengontrak rumah. Tipe rumah yang ada di lingkungan 11 ini pada tahun 1986 yaitu masih tipe-tipe kecil seperti 18, 21, 36 dan jalan-jalan besar seperti jalan Cengkeh Raya belum ada.

Masyarakat lingkungan 11 merupakan masyarakat yang taat beragama, walaupun belum tersedia tempat beribah, masyarakat dengan suka rela mendirikan tempat ibadah darurat demi melaksanakan ibadah. Masyarakat lingkungan 11 beragama Islam dan agama Kristen tetapi mayoritasnya beragama Islam. Bagi umat beragama Islam, awalnya mereka beribadah di rumah mereka masing-masing karena belum ada didirikan mesjid. Pada tahun1987, penduduk lingkungan 11 ini berinisiatif untuk mendirikan mesjid sendiri di tanah kosong sekitar lingkungan 11 ini. Tanah untuk mendirikan mesjid sudah disediakan oleh pemerintah, namun tidak kunjung didirikan juga. Di dekat tanah yang disediakan inilah para penduduk mendirikan mesjid darurat yang masih berlantaikan teriplek beratapkan atap


(40)

rumbia, masih sangat memprihatinkan. Pada tahun 1990 mesjid baru didirikan, mesjid ini dinamakan mesjid Al-Ikhlas mesjid didirikan di jalan Cengkeh 4.

Bagi umat Kristiani juga sama, mereka juga beribadah di gereja darurat yang mereka dirikan sendiri pada tanah yang telah disediakan pemerintah. Pada tahun 1990 baru didirikan yaitu gereja Advent yang berada di Cengkeh 0. Jemaat gereja ini masih sangat sedikit, kira-kira hanya 20 kepala keluarga, jumlah ini masih sedikit dibanding dengan umat Islam.

Sejak tahun 1990, Perumnas Simalingkar A khususnya daerah lingkungan 11 semakin ramai dan berkembang. Orang-orang tidak takut lagi untuk datang ke lingkungan ini karena lingkungan ini sudah mulai banyak penduduknya. Istilah jin buang anakpun berangsur-angsur hilang seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan Perumnas Simalingkar A.

Perumnas Simalingkar A jalannya berbukit-bukit, sehingga ada daerah yang berada di dataran rendah dan juga di dataran rendah sehingga daerah yang berada di dataran rendah sering terkena banjir. Lingkungan 11 berada di dataran rendah sehingga apabila hujan deras dan air sungai meluap, daerah ini langsung terkena banjir hampir setiap tahunnya.

Menurut hasil wawancara penulis dengan penduduk jalan Cengkeh, wilayah jalan Cengkeh ini sering kali terkena banjir hingga mencapai 2 meter, banjir ini merupakan kiriman dari sungai babura dan terus masuk ke daerah Cengkeh. Cengkeh ini berada didekat sungai dan jembatan sehingga mengakibatkan cepatnya terkena banjir apabila air dari sungai babura meluap. Namun walaupun sering terkena banjir, penduduk-penduduk wilayah jalan Cengkeh ini tidak mau beranjak dari jalan Cengkeh, ini dikarenakan mereka sudah betah tinggal di jalan Cengkeh ini, karena di wilayah ini sesama tetangga mereka sudah seperti saudara sendiri, bahkan jika banjir datang mereka saling tolong-menolong dan begitu juga apabila


(41)

banjir telah surut. Banjir ini surut bisa sampai 2 hari, selama wilayah Cengkeh ini terkena banjir tidak pernah memakan korban.

Apabila banjir datang, tim penolong dari pemerintah langsung datang menolong masyarakat lingkungan 11 yang terkena banjir. Tim penolong ini datang membawa alat-alat seperti perahu karet yang dapat menyelamatkan masyarakat dari banjir. Apabila masyarakat itu memiliki rumah yang berlantai dua cukup naik ke lantai dua mereka saja demi menyelamatkan diri.

Akibat dari banjir ini banyak masyarakat khususnya banyak anak-anak yang terkena penyakit seperti influenza, demam, kudis maupun penyakit kulit lainnya. Masyarakat ini langsung berobat ke Puskesmas dan ada juga yang hanya minum obat yang mereka beli dari warung, untuk berobat ke rumah sakit kurang memungkinkan karena angkutan kota yang jarang dan jarak antara Perumnas Simalingkar A dan Rumah Sakit cukup jauh, tetapi jika penyakit yang mereka derita tidak kunjung sembuh meraka langsung membawa ke Rumah Sakit menggunakan angkutan kota ataupun becak.

Dalam hal pendidikan, para orangtua di Perumnas Simalingkar A khususnya di lingkungan 11 ini sudah memiliki cara pikir yang modern, mereka sudah memikirkan masa depan anak-anak mereka, sehingga anak-anak mereka disekolahkan sampai sarjana. Mereka sudah mengetahui bahwa pendidikan merupakan kunci meraih kesuksesan dan meraih masa depan yang cerah. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pendidikan semakin besar, masyarakat berlomba dan berusaha demi menggapai cita-cita yang diimpikan.

Menurut hasil wawancara penulis terhadap informan, sekolah sudah ada sejak tahun 1987 yaitu Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak ada di lingkungan 11 ini tetapi berada di lingkungan lain yang berdekatan dengan lingkungan 11 yaitu di jalan


(42)

Jahe, jarak jalan Cengkeh menuju jalan Jahe sangat dekat, bisa ditempuh dengan berjalan kaki, hanya sekitar 5 menit. Banyak para orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah SMP dan SMA ini, sekolah SMP dan SMA ini keadaannya masih darurat.

Taman Kanak-kanak (TK) telah ada sejak tahun 1987, TK ini milik swasta, pemilik TK ini bapak Japar, staf pengajar pada TK ini awalnya hanya bapak Japar sendiri namun seiring dengan perkembangan zaman dan minat orang tua pada pendidikan, siswa TK semakin banyak sehingga staf pengajar pada TK itu bukan hanya bapak Japar saja tetapi memiliki staf pengajar yang bertugas membantu dia dalam mengajar.

Anak-anak yang belajar di TK ini diajarkan banyak pengetahuan seperti belajar mengenal huruf, mengeja, membaca dan juga menulis. Anak-anak yang TK disini banyak yang pintar, pada waktu memasuki Sekolah Dasar (SD), mereka sudah bisa membaca dan menulis namun tidak begitu lancar, guru-guru yang mengajar mereka di SD tidak capek lagi mengajari mereka. Muridnya pada waktu itu tidak banyak kira-kira hanya 10 orang pada tahun 1987.

Sekolah yang didirikan pemerintah di lingkungan 11 ini hanya Sekolah Dasar Negeri (SDN). Menurut hasil wawancara dengan informan, SD ini telah dirancang sejak tahun 1988 namun tidak langsung didirikan, pada tahun 1989 SD ini baru didirikan dan tahun 1990 mulai di tempati oleh siswa-siswa yang belajar di tempat-tempat darurat sebelumnya. SD ini adalah SD Negeri 068005 berada di sekitar jalan Cengkeh 12 Perumnas Simalingkar A.

Perkembangan terus terjadi setiap tahunnya, tidak hanya rumah saja yang didirikan di kompleks Perumnas Simalingkar A ini, tetapi juga menyediakan lahan untuk mendirikan sekolah. Sekolah yang didirikan yaitu dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Tujuan didirikannya bangunan sekolah di Perumnas Simalingkar ini adalah untuk memudahkan anak-anak yang ada di Perumnas Simalingkar A ini dalam


(43)

menuntut ilmu. Banyak orangtua yang mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah yang ada di Perumnas Simalingkar A ini agar anak-anak mereka tidak jauh lagi bersekolah. Tidak hanya anak-anak yang bertempat tinggal di perumnas ini saja bersekolah yang boleh bersekolah di sekolah itu tetapi anak-anak yang dari luar lingkungan di Perumnas Simalingkar A juga.

Menurut hasil wawancara penulis pada informan, sekolah-sekolah yang ada di Perumnas Simalingkar A, Taman Kanak-kanak (TK) di jalan Cengkeh, YPN Mulia Pencawan (SMP, SMA, SMK, TIK) berada di jalan Jahe Raya, YPN Timbul Jaya (TK, SD, SMP, SMA, SMEA) berada di jalan Kopra Raya no 4. Sekolah ini berdiri sekitar tahun 1994. Sebelum tahun 1994, anak-anak bersekolah di tempat seadanya, dinding sekolah masih teriplek, lantainya masih tanah. Pemerintah melihat niat anak-anak untuk bersekolah sangat tinggi maka gedung sekolah di dirikan sejak tahun 1992 dan diresmikan pada tahun 1994. Setelah gedung sekolah itu diresmikan, anak-anak yang bersekolah ditempat darurat sebelumnya pindah kegedung sekolah mereka yang baru. Banyak anak-anak yang berada di lingkungan 11 bersekolah ke sekolah yang ada di jalan Jahe Raya itu karena jarak antara jalan Jahe dan lingkungan 11 (Cengkeh) tidak begitu jauh.

2.3Letak Geografis Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A

Lingkungan 11 merupakan salah satu lingkungan dari 24 lingkungan di Kecamatan Medan Tuntungan. Perumnas Simalingkar A terletak di kelurahan Mangga kecamatan Medan Tuntungan. Sebelum kita melihat batas-batas wilayah lingkungan 11, ada baiknya kita melihat batas-batas wilayah Kec. Medan Tuntungan pada tabel berikut ini.


(44)

Tabel 2

Batas-batas wilayah Kecamatan Medan Tuntungan

BATAS DESA KETERANGAN

Utara Kec. Medan Selayang dan Kec. Medan Johor

Kec. Medan Selayang dan Kec. Medan Johor

Selatan Kab. Deli Serdang Kab. Deli Serdang Barat Kab. Deli Serdang Kab. Deli Serdang Timur Kab. Deli Serdang Kab. Deli Serdang

Sumber: Badan Pusat Statistik Medan, Kecamatan Medan Tuntungan Dalam Angka 1990.

Tabel 3

Batas-batas wilayah Kelurahan Mangga

BATAS DESA KETERANGAN

Utara Sempakata Kec. Medan Tuntungan

Selatan Simalingkar A Kec. Medan Tuntungan Timur Kuala Bekala, Simalingkar B Kec. Medan Tuntungan Barat Simpang Selayang Kec. Medan Tuntungan Sumber: Kantor Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan Dalam Angka 1990.


(45)

Sedangkan letak geografis lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A sendiri yaitu pada tabel di berikut.

Tabel 4

Batas-Batas Wilayah Lingkungan 11

BATAS JALAN KETERANGAN

Utara Jl. Teh Kel. Mangga

Selatan Jl. Nyiur Kel. Mangga

Barat Jl. Jahe Kel. Mangga


(46)

Sumber: Wawancara dengan Kepala Lingkungan 11 Jl. Cengkeh23

23

Wawancara dengan Bapak Supardi, Kepala Lingkungan, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar, 10 Februari 2013.

Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A berada di wilayah dataran rendah namun tidak semua lingkungan 11 berada di dataran rendah seperti di jalanCengkeh 1 dan Cengkeh Raya.Lingkungan 11 ini rentan terkena banjir, selain karena berada di dataran rendah, lingkungan 11 juga berada di dekat aliran sungai, sehingga jika musim hujan, masyarakat sudah ketakutan akan datangnya banjir kiriman dari sungai babura, banjir ini bisa mencapai 2 sampai 3 meter lebih dan bisa mencapai atap rumah mereka yang berlantai 1.


(47)

BAB III

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A (1986)

3.1 Kondisi Sosial

Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A pada tahun 1986 terdiri dari suku bangsa dan agama yang berbeda-beda. Walaupun berbeda-beda agama dan suku, mereka tidak pernah saling menghina satu sama lain. Penduduk lingkungan 11 bermayoritas beragama Islam yaitu sekitar 68%, Kristen Protestan 22%, Katolik 10%, sedangkan Budha dan hindu 0%. Berikut ini dapat dilihat komposisi agama yang ada di Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A.

Tabel 5

Komposisi Penduduk Menurut Agama

Agama Jumlah Presentase

Islam 68 68%

Protestan 22 22%

Katolik 10 10%

Budha 0 0%

Hindu 0 0%

Sumber: Kepala Lingkungan 11, Perumnas Simalingkar A,data tahun 1990.


(48)

Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A terdiri dari kelompok etnis yang berbeda-beda yaitu berasal dari Sumatera Utara 70% dari luar Sumatera Utara 25%. Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A lebih banyak di huni oleh etnis Batak Karo, Batak Tapanuli dan Mandailing.

Menurut hasil wawancara penulis dengan Informan, jumlah rumah pada tahun 1986 sekitar 50 unit rumah, 30 rumah tangga. Pada tahun ini, penghuni rumah di lingkungan 11 kebanyakan para tukang yang bekerja dalam pendirian Perumnas Simalingkar A. Para tukang disediakan tempat pemondokan sampai tugas (pembangunan rumah) mereka selesai. Para tukang ini di datangkan dari dalam maupun luar kota medan. Pada tahun 1986 penghuni lingkungan 11 masih orang-orang muda bahkan ada yang belum menikah sehingga belum begitu banyak penduduk di lingkungan 11 ini, seiring zaman jumlah penduduk sudah semakin banyak, salah satunya disebabkan adanya anak didalam keluarga, jumlah anak pada tahun 1986 ini masih berkisar 1 orang anak.24

Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini ternyata tidak hanya pemilik tetap rumah yang mereka tempati. Selain pemilik tetap ternyata ada juga yang hanya penyewa rumah tetapi hanya 10%, yang menumpang di rumah saudara maupun yang kost belum ada. Harga sewa rumah pada tahun 1988 hanya sebesar Rp 100.000 namun setiap tahunnya harga Masyarakat lingkungan 11 memiliki kepala lingkungan yang bertugas mengatur dan membantu masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan, misalnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Miskin, Surat Izin Mengemudi (SIM) dan lain sebagainya. Kantor kepala lingkungan yaitu di kantor kelurahan Mangga yang berada di jalan Tembakau Raya Perumnas Simalingkar. Di kantor kelurahan ini merupakan tempat penyimpanan data-data kelurahan Mangga, baik data-data jumlah penduduk, jenis mata pencaharian, komposisi agama dan lain sebagainya.

24


(49)

sewa rumah semakin meningkat. Berikut ini dapat dilihat status penghuni rumah pada tabel berikut.

Tabel 6

Status Penghuni Rumah

Status Jumlah Prosentase

Pemilik 80 80% Penyewa 10 10% Menumpang 10 10% Kost 0 0% Sumber: Kepala Lingkungan 11, PerumnasSimalingkar A, data tahun 1990

Jenis mata pencaharian kepala keluarga yaitu Pegawai Negeri Sipil 33%, karyawan Swasta 45% Wiraswasta 15% dan 7% Pedagang ataupun Petani. Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai Petani umumnya bertani di luar komplek Perumnas Simalingkar A. Ada yang pulang sore hari dan ada pula yang seminggu sekali pulang ke rumah mereka di perumnas Simalingkar A, ini dikarenakan mereka ingin menghemat waktu, biaya dan juga tenaga mereka.25

Pada tahun 1986 ini, keadaan sosial masyarakat masih sangat baik, masih sangat akrab dan intim. Apabila terjadi sesuatu dengan tetangga mereka, meraka cepat dapat kabar dan langsung menolong. Aktivitas penduduk masih sedikit, mata pencaharian penduduk yaitu Pegawai Negeri Sipil, Swasta seperti bekerja di toko plaza-plaza, buruh-buruh pabrik, tukang bangunan, wiraswata seperti berdagang, ibu rumah tangga sangat banyak.26

25


(50)

Pada tahun 1986 ini, hubungan masyarakat lingkungan 11 ini masih sangat intim dan kekeluargaan. Segala bentuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dilakukan bersama dan saling tolong-menolong, begitu juga dengan acara keagamaan sesuai dengan agama masing-masing penduduk. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah ada sejak tahun 1986 ini yaitu kegiatan wirid yasin, remaja mesjid bagi masyarakat yang beragama muslim, pendalaman alkitab bagi yang kristiani, kegiatan kemasyarakatan sepertiSerikat Tolong Menolong (STM), Posyandu. Dalam kegiatan posyandu yang dilakukan oleh Ibu-ibu, banyak ibu-ibu yang membawa bayinya untuk imunisasi. Dalam posyandu ini, anak-anak bayi maupun balita di timbang beratnya dan di suntik, dan diberi vitamin sejak kecil agar tubuhnya kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Posyandu ini dipungut biaya dengan harga Rp 1000,- pada tahun 1986.

Kegiatan Serikat Tolong Menolong (STM) sangat baik di lingkungan 11 ini pada tahun 1986. Keanggotaan STM ini yaitu semua masyarakat lingkungun 11. Pelaksanaan Serikat Tolong Menolong dalam pelaksanaan di lakukan pengutipan iuran, jika ada diantara tetangga yang mendapatkan kemalangan atau musibah lainnya, pertolongan itu dalam bentuk tenaga dan juga bentuk dana.

Serikat Tolong Menolong dibentuk oleh kepala lingkungan, keagiatan Serikat Tolong Meolong ini tidak dicampur tangani oleh pihak pemerintah. Serikat Tolong Menolong dalam membantu masyarakat yang mendapat kemalangan diketuai oleh seorang ketua yang dipilih oleh anggota. Biasanya yang ditunjuk sebagai ketua Serikat Tolong Menolong adalah orang yang dituakan atau tokoh agama yang ada di lingkungan 11 ini. Selain ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota juga ikut ditunjuk sebagai pengutip iuran, iuran ini dikutip setiap dua minggu sekali, iuran ini tidak ditentukan nominalnya dengan seikhlas hati penduduk. Jika ada yang kemalangan, iuran ini disumbangkan kepada penduduk yang mendapat kemalangan.


(51)

Sejak tahun 1987 pasar tradisional di Perumnas Simalingkar A didirikan, masyarakat menamakan pasar tradisional ini dengan nama pajak Pala karena pajak ini berada di jalan Pala dekat jembatan yang bersebelahan dengan lingkungan 11. Apabila lingkungan 11 ini terkena banjir pajak ini juga ikut terkena banjir, banyak barang-barang dagangan pedagang yang rusak dan hilang. Banjir ini sudah ada sejak tahun 1987 tidak lama sejak pajak Pala ini didirikan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat dari luar.

Melihat kemajuan pajak Pala ini, pemerintah menyiapkan sebuah tempat untuk pajak ini agar tempatnya nyaman, tata ruang yang rapi (teratur) dan juga terhindar dari banjir kiriman dari sungai babura. Pajak ini didirikan didekat wilayah pajak Pala sebelumnya, nama pajak Pala ini berganti dengan pajak Jahe karena berada di jalan Jahe. Perpindahan ini terjadipada tahun 1989, pajak Jahe ini juga masih dekat dengan lingkungan 11. pajak Jahe ini masih terbuat dari lantai teriplek, atap seng, dan dinding papan.

Semenjak pajak Jahe ini pindah, masih terkena banjir namun kedalaman airnya sudah berkurang dari pajak Pala sebelumnya. Sehingga sejak dibukanya pajak Jahe oleh pemerintah, penduduk lingkungan 11 mulai ada yang berdagang di pajak Jahe ini. Ada yang menyewa toko maupun berdagang di kaki lima toko-toko pajak Jahe ini, baik berdagang sembako, ikan, sayuran dan juga buah-buahan.

Pajak Jahe ini didirikan untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan pelengkap (sekunder). Sehingga tujuan pasar bukan hanya tempat berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang bersikap ekonomi (berbelanja barang konsumsi), tetapi juga mendapatkan kebutuhan yang bersifat rekreasi dan hiburan, misalnya berdagang sembako, pakaian, maupun makanan.

Pada mulanya pasar berdiri karena masyarakat ingin memperoleh berbagai kebutuhan hidup. Pada zaman dahulu karena belum ada uang, masyarakat bertransaksi dengan tukar


(52)

menukar barang, yang disebut dengan sistem barter. Para petani, peternak, nelayan, dan pekerja lainnya bertransaksi dengan menukarkan hasil produksi masing-masing. Awalnya pertukaran itu terjadi di sembarang tempat. Lama kelamaan masyarakat atas kesepakatan bersama menentukan suatu tempat sebagai lokasi untuk melakukan barter. Pasar tradisional ini sudah ada sejak zaman kerjaan Kutai Kertanegara, yaitu pada abad ke-5 Masehi. Aktivitas masyarakat dalam jual beli semakin ramai ketika masuknya para pelaut dari negeri China yang juga melakukan barter barang.27

Semakin berkembangnya Perumnas Simalingkar A ini, pemerintah juga mendirikan sebuah pasar tradisional lagi. Pajak ini terletak di jalan Tembakau Raya. Pajak ini beroperasi dari sore hingga malam hari. Pajak malam ini letaknya lumayan jauh dari lingkungan 11, jika berjalan kaki bisa mencapai 20 menit. Pajak Malam (Tembakau)ini hanya menjual bahan-bahan dapur yang akan dikelola menjadi makanan, seperti beras, sayuran, berbagai ikan, dan buah-buahan. Pajak ini tidak begitu ramai dikunjungi oleh pembeli karena harganya lebih mahal di banding pajak Jahe. Kualitas barang juga berkurang, karena pedagang yang dari

Dengan adanya pajak Jahe ini, lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A semakin ramai dikunjungi oleh masyarakat luar karena pajak Jahe ini selain menjual perlengkapan rumah tangga juga menjual pakaian bekas dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang lumayan bagus, pakaian bekas ini banyak didatangkan dari luar kota maupun luar negeri. Pakaian bekas ini di jual pada hari minggu, selain hari minggu juga ada tetapi tidak begitu banyak, tidak hanya pakaian bekas, tas bekas, sendal bekas juga ada di jual. Masyarakat luar Perumnas Simalingkar A juga banyak yang membeli pakaian bekas di pajak Jahe ini untuk di jual kembali di derah tempat tinggalnya. Apabila ada yang membeli dengan jumlah yang banyak, para pedagang tidak segan-segan memberi harga yang murah walau dengan untung yang sedikit.

27


(53)

pajak Jahe pindah berdagang dan membawa dagangannya ke pajak Malam (Tembakau) ini, barang-barang yang dibawa dari pajak Jahe ini kebanyakan seperti sayuran dan ikan sehingga kualitasnya sudah mulai jelek jika sudah malam.

Dengan adanya pajak Jahe dekat dengan lingkungan 11, maka semakin banyak orang-orang yang pindah ke lingkungan 11 ini karena lingkungan ini sudah di anggap aman karena sudah ramai dikunjungi oleh orang-orang dari luar untuk berbelanja. Semakin padatnya penduduk Perumnas Simalingkar A maka alat transportasi pada lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A sudah mulai ada. Angkutan kota (angkot) ini telah ada sejak tahun 1990 tapi belum begitu banyak. Angkutan kotanya bernama angkutan KOBUN dan angkutan SUDAKO pintu belakang.

Angkutan kota (angkot) ini dapat menghantarkan masyarakat dalam bepergian ke suatu tempat yang ingin dituju. Tarif angkutan ini adalah Rp 500/orang bagi penumpang dewasa, bagi penumpang anak sekolah dikena tarif Rp. 300,-/orang, namun sejak krisis ekonomi tahun 1998 tarif angkutan kota ini menjadi Rp. 1000,-/orang bagi orang dewasa dan bagi anak sekolah dikenakan tarif Rp. 500,-. Pada masa itu alat transportasi sangat minim, masih terbatas jadi alasan tersebut yang menjadi kelemahan pada masa itu dalam beraktivitas sehingga kegiatanpun terbatas.Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A sendiri sudah ada yang memiliki kendaraan sendiri tapi belum begitu banyak.

Masyarakat Perumnas Simalingkar A khususnya lingkungan 11 masih sedikit yang memiliki kendaraan pribadi. Becak pada waktu itupun masih sedikit, masyarakat lebih sering berjalan kaki sampai ke simpang Perumnas Simalingkar A. Jarak yang ditempuh kira-kira 30 menit, jika telah sampai di simpang Perumnas Simalingkar A, angkutan kota sudah ada. Angkutan kota (angkot) yang ada diluar Perumnas Simalingkar A ini tidak berani masuk ke


(54)

wilayah perumnas karena pada tahun 1986 ini Perumnas Simalingkar A ini terkenal dengan preman (anak-anak bandel) dan perumnas ini terkenal dengan nama tempat jin buang anak.

Manusia dalam bermasyarakat saling terjadi kontak sosial dan juga komunikasi. Kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat-syarat terjadinya interaksi sosial di masyarakat. Hal yang terpenting dalam komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicara, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut memperkirakan perilaku (pembicaraan/gerakan fisik atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan.

Umumnya masyarakat perumnas terkenal dengan adanya persaingan, baik persaingan sehat maupu yang tidak sehat. Persaingan sehat dilakukan dengan norma dan nilai yang diakui bersama dan berlaku pada masyarakat, misalnya persaingan untuk maju dalam hal pendidikan maupun persaingan dalam dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sedangkan persaingan tidak sehat bisa disertai dengan kekerasan, ancaman atau keinginan untuk merugikan masyarakat lain, misalnya dari adanya rasa iri apabila ada tetangga yang memiliki barang bagus, sehingga dia juga ikut membeli barang tersebut walaupun uang yang digunakan untuk membeli barang tersebut di dapat dari hasil meminjam dari orang lain. Tindakan seperti ini bukan lagi persaingan tetapi sudah menjurus pada permusuhan atau persengketaan.

Di perumnas umumnya juga sering terjadi konflik. Konflik yang paling sederhana adalah saling memukul. Konflik merupakan hal yang wajar dalam bermasyarakat. Bahkan, tidak ada suatu masyarakat pun yang tidak memiliki konflik, baik dalam cakupan kecil atau pun besar. Konflik dalam cakupan kecil misalnya konflik dalam keluarga, sedangkan konflik dalam cakupan besar misalnya konflik antargolongan atau antarkampung. Faktor penyebab


(55)

konflik ini adalah adanya perbedaan pendirian dan perasaaan, perbedaan latar belakang budaya, perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik maupun sosial, faktor lainnya karena adanya perubahan- perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A juga masih memiliki norma-norma dalam hidup bermasyarakat. Norma yang pertama yaitu norma agama, misalnya taatnya masyarakat dalam menjalankan ibadah. Norma yang kedua yaitu norma kesusilaan, misalnya masyarakat tidak telanjang di depan orang, tidak berpelukan dan berciuman di sembarang tempat meski pun dilakukan oleh pasangan Suami Istri. Norma yang ketiga yaitu norma kesopanan, misalnya tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan. Norma yang keempat yaitu norma kebiasaan, misalnya masyarakat apabila baru pulang dari luar kota (kampung halaman) mereka sering membawa oleh-oleh dan diberikan kepada tetangga. Norma yang kelima yaitu norma hukum, misalnya masyarakat lingkungan 11 rajin membayar pajak, tidak mengambil barang milik sesama masyarakat.

Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A memiliki jumlah anak 2 orang setiap rumah tangga, jika ada yang berjumlah 3 atau 4 orang anak itu hanya beberapa rumah tangga saja. Gerakan Keluarga Berencana (KB) ini sudah dijalankan oleh masyarakat lingkungan 11. Keluarga Berencana (KB) ini merupakan program pemerintah dalam menyelaraskan keseimbangan antara angka kelahiran dengan angka kematian sekaligus menanggulagi atau menekan jumlah penduduk yang terus bertambah akibat tingkat kelahiran yang terus bertambah. Keluarga Berencana ini dijalankan agar tercipta keluarga yang sehat dan bahagia.

Minat orang tua dalam pendidikan sudah cukup tinggi dalam memberikan pendidikan buat anak-anak mereka. Menurut hasil wawancara penulis kepada informan sudah banyak


(56)

anak-anak yang bersekolah, jika pun ada yang tidak bersekolah anak tersebut malas dan melawan orang tua. Keinginan untuk tidak sekolah kejenjang lebih tinggi itu berasal dari keinginan si anak. Kendala ketidak inginan untuk tidak bersekolah ini hanya 5% saja, dan kendala ekonomi keluarga juga merupakan faktor dari tidak melanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, kendala ekonomi ini mencapai 10%.

3.2 Kondisi Ekonomi

Pada tahun 1986, mata pencaharian masyarakat lingkungan 11 beragam mata pencaharian seperti pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta seperti pedagang, dan sebagainya. Pada tahun 1986 ini masih banyak wanita-wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga yang selalu mengurus rumah, suami dan anak-anak.

Sejak berdirinya pajak Jahe di Perumnas Simalingkar A ini kondisi ekonomi masyarakat Perumnas Simalingkar A khususnya di lingkungan 11 sudah semakin baik. Banyak masyarakat dari lingkungan 11 ini yang berdagang di pajak Jahe ini karena pajak Jahe ini dekat dengan lingkungan 11, misalnya berdagang sayuran, sembako, dagang pakaian baru maupun bekas, dan penjahit.

Mata pencaharian sebagai penarik becak juga sudah ada di lingkungan 11 ini karena pada waktu itu angkutan kota belum banyak yang beroperasi ke daerah Perumnas Simalingkar A. Banyak para penarik becak yang mencari penumpang di pajak Jahe maupun di pangkalan becak di sekitaran jalan Cengkeh Raya. Penumpang dikenakan tarif sesuai jauh jarak tempuh yang dituju, sistem tawar-menawar tarif becakpun berlaku sesuai dengan kesepakatan antara penumpang dan penarik becak.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan penarik becak, bahwa tarif becak yang dibuat yaitu jika penumpang naik dari pajak Jahe menuju Cengkeh bisa mencapai


(57)

Rp 1000,-. Umumnya masyarakat Cengkeh yang naik becak setelah pulang berbelanja itu memiliki belanjaan yang banyak. Jika penumpangnya dari pajak Jahe menuju ke simpang Perumnas Simalingkar A tarifnya bisa mencapai Rp 3000,-.28

Mata pencaharian pijat refleksi sudah ada pada tahun 1986 ini. Pijat refleksi ini sering disebut dengan tukang kusuk. Tukang kusuk ini kebanyakan dilakukan oleh para wanita (istri), laki-laki (suami) juga ada namun sedikit. Tukang kusuk ini bersedia di panggil ke rumah jika orang yang sakit itu tidak mampu datang kerumah tukang kusuk untuk berobat. Dalam hal kusuk-mengkusuk ini tidak semua orang pintar mengkusuk, tidak boleh sembarangan karena akan berbahaya bagi kesehatan. Tarif sekali mengkusuk pada tahun 1986 masih sekita Rp. 3000,- pada waktu itu.

Selain penduduk lingkungan 11 yang menarik becak di perumnas ini, penarik becak dari lingkungan lain bahkan dari luar Perumnas Simalingkar A juga ada bermata pencaharian sebagai penarik becak tetapi tidak banyak.

29

Mata pencaharian Penjahit juga ada di lingkungan 11 ini, mereka banyak yang membuka toko jahit di pajak Jahe ini, bisa menempah maupun mengecilkan pakaian. Para penjual pakaian bekas banyak yang mengecilkan maupun menjahit pakaian yang rusak ke tukang jahit ini. Dari hasil wawancara yang dilakukan Penulis dengan tukang jahit yang ada di pajak Jahe ini, mereka sudah bekerja sejak tahun 1990. Setahun sesudah pajak Jahe dibangun. Ini dikarenakan, mereka ingin melihat apakah pajak Jahe ini banyak pengunjung atau tidak. Jika pengunjung pajak Jahe ini ramai maka mereka membuka toko jahit di pajak

28

Wawancara dengan Bapak Budi, Penarik Becak, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 10 Februari 2013.

29


(58)

ini. Setiap toko yang ada di pajak Jahe ini dikenakan sewa toko sebesar Rp. 10.000,- pada tahun 1990.30

Tanah yang mereka gunakan untuk bercocok tanam, berada di wilayah Perumnas Simalingkar A maupun di luar. Jika diluar Perumnas Simalingkar A ini, para pencocok tanam ini banyak yang hanya 2 hari maupun seminggu sekali bercocok tanam. Misalnya saja padi Penduduk lingkungan 11 yang bermata pencaharian Penjahit ini, selain membuka toko jahit di pajak Jahe juga ada yang menerima jahitan di rumah saja, ini dikarenakan mahalnya uang sewa toko di pajak Jahe tersebut. Kebanyakan penjahit di lingkungan 11 ini adalah wanita (istri). Para istriikut membantu kepala keluarga (suami) dalam mencari nafkah agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi, karena selain biaya untuk makan sehari-hari juga untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka dalam menempuh pendidikan.

Mata pencaharian Pegawai Negeri juga ada sekitar 15%. Gaji mereka pada tahun 1986 hanya Rp 55.000,00-. Dengan gaji hanya Rp 55.000,00- banyak Pegawai Negeri ini mencari nafkah sampingan seperti bercocok tanam, menanam padi, jagung, sayuran dan lain sebagainya agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Tanah yang mereka gunakan untuk bercocok tanam ini ada yang di beli maupun disewa dari pemilik tanah. Uang sewa yang diberikan tergantung kesepakatan antara pemilik tanah maupun penyewa tanah. Sistem pembayaran sewa tanah ini ada yang diberikan dalam bentuk uang tunai maupun dalam bentuk hasil tanaman padi maupun jagung. Jika dalam bentuk hasil tanaman, penyewa tanah bisa memberi hasil tanaman sampai 5 goni hasil tanaman kepada pemilik tanah. Biaya sewa tanah yang seperti ini biasanya hanya untuk tanaman padi maupun jagung. Pembayaran sewa tanah dalam bentuk tanaman sayuran tidak berlaku, ini disebabkan harga sayur yang tidak besar.

30


(59)

dan jagung, tanaman ini tidak harus dilihat terus-meneruspertumbuhannya asalkan air di sekitar sawah tercukupi. Tanaman padi ini tidak ada di sekitar Perumnas Simalingkar A karena tidak ada lagi lahan untuk bercocok tanam padi.31

31

Wawancara dengan bapak K. Simbolon, penduduk, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 16 Hasil panen ada yang langsung di jual dalam bentuk padi basah maupun kering. Hasil panen ini tidak dibawa pulang ke rumah yang ada di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A karena daerah persawahan yang cukup jauh dan tidak ada tempat (gudang) penyimpanan padi. Pekarangan halaman pun tidak cukup luas dalam penjemuran padi.

Mata pencaharian pokok masyarakat lingkungan 11 juga ada yang bermata pencaharian Petani. Suami bertani sedangkan Istri berdagang, kepala rumah tangga yang bermata pencaharian pokok Petani ini sering jarang pulang ke rumah mereka yang ada di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar, ini karena lahan tanah persawahan jauh dari tempat tinggal mereka. Petani ini pulang ke rumah mereka di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar ini jika aktivitas bercocok tanam mereka di sawah tidak begitu padat, misalnya sudah selesai penanaman bibit. Jika bibit padi sudah selesai ditanam, Petani sudah bebas untuk pulang ke rumah mereka dan berkumpul bersama keluarga. Kalaupun mereka pergi ke sawah, mereka hanya sekedar mengontrol air yang ada di sawah dan juga apabila benih padi sudah mulai keluar, petani harus siap siaga merawat padi yang mereka tanam agar benih padi yang keluar itu tidak dimakan burung maupun tikus sawah. Istri di rumah berdagang dan membuka toko demi membantu kepala rumah tangga (suami) dalam mencari nafkah, yang dijual seperti makanan ringan, sembako dan lain sebagainya walaupun dalam jumlah barang yang sedikit maupun banyak. Pengaruh orangtua yang jarang pulang sangat besar pengaruhnya dengan ikatan kedekatan dengan anak-anak selain itu pengaruh pada keakraban sesama tetangga.


(60)

Mata pencaharian masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ada juga yang berdagang di rumah. Menurut hasil wawancara Penulis dengan pedagang ini, mereka (suami dan istri) memenuhi kebutuhan hidup hanya dengan berdagang sembako di rumah saja. Jika pagi hari pedagang ini menjual sayuran, ikan dan lain sebagainya. Banyak ibu (istri) yang berbelanja di warung ini, dikarenakan mereka malas ke pajak Jahe dan ada juga yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk berbelanja di pajak Jahe. Harga ikan, sayur dan lain sebagainya juga tidak begitu mahal, hampir sama dengan harga yang dijual di pajak Jahe. Mereka kebanyakan hanya mengambil untung Rp 500,- sampai dengan Rp 1000,-, diwarung ini terjalin komunikasi yang baik, bahkan jika sudah sering berbelanja di warung ini, pedagang sudah mempercayakan orang-orang yang berbelanja untuk mengutang di warung ini, kalaupun ada yang mengutang tidak begitu lama sudah dibayar. 32

Mata pencaharian masyarakat lingkungan 11 lainnya yaitu pertukangan, tukang ini bekerja dalam pembuatan rumah-rumah yang ada di Perumnas Simalingkar A. Gaji yang didapat di buat untuk membayar kredit rumah di lingkungan 11 ini. Walaupun sudah habis masa pembangunan unit rumah pada tahun 2000, tukang ini terus bekerja sebagai tukang. Tukang ini diperlukan untuk membantu orang-orang apabila terjadi kerusakan dalam rumah mereka, misalnya atap rumah yang bocor, dinding yang rusak, memperbesar keadaan rumah dan lain sebagainya. Dalam hal pertukangan, tukang memiliki jabatan-jabatan yaitu kepala tukang, dan anak buah tukang. Tarif yang diberikan berbeda antara bos tukang dan anak buah tukang. Tarif bos tukang jauh lebih besar dari pada anak buah tukang. Gaji bos tukangnya pada waktu itu sebesar Rp. 30.000,-. Bahan-bahan bangunan yang diperlukan disediakan langsung oleh si pemilik rumah yang hendak memperbaiki rumahnya. Kalau pun misalnya Berdagang sembako, sayur dan ikan ini ada di jalan Teh dan Sawit sedangkan di jalan Cengkeh tidak ada, ini dikarenakan jalan Cengkeh ini berdekatan sekali dengan pajak Jahe.

32

Wawancara dengan Bapak Peris Karo-karo, Pedagang, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar, 12 Februari 2013.


(61)

pemilik rumah tidak mau ambil pusing tentang bahan-bahannya, si pemilik rumah bisa memesan atau menyuruh tukang untuk membelinya.33

Mata pencaharian menentukan status sosial dimasyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, karena semakin banyaknya hasil pendapatan maka status sosial akan berbeda namun tidak membuat masyarakat tersebut semakin sombong hanya saja frekuensi interaksi sesama anggota lingkungan semakin berkurang demi meningkatkan taraf hidup keluarga (perekonomian keluarga). Masyarakat yang sadar diri akan kebutuhan sesama, maka secara langsung akan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada disekitar lingkungan tinggal mereka karena rasa peduli yang cukup tinggi, dibandingkan dengan lingkungan lain yang ada disekitar lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini disebabkan alasan-alasaan yang berbeda. Tidak banyak juga yang lebih memilih untuk tetap tinggal dirumah meskipun hari libur karena kesibukan yang padat disetiap hari. Pekerjaan menjadi alasan untuk tidak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, ada pula yang ingin keluar rumah hanya untuk refresing (mencari suasana baru).

Mata pencaharian juga ditentukan dari pendidikan yang maju, sehingga ada kemauan yang besar untuk melengkapi kebutuhan keluarga, keinginan supaya anak-anak sekolah tinggi. Dalam hal ini masih terlihat jelas adanya perbedaan kualitas pendidikan antar suku. Misalnya suku batak tingkat pendidikannya masih lebih tinggi dibandingkan suku yang lain di sekitar lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A. Jika tingkat pendidikan orang itu sudah tinggi, maka mata pencaharian mereka juga sudah meningkat, karena mareka sudah memiliki bekal ijazah untuk mencari pekerjaan di Perusahaan.


(62)

BAB IV

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN

(2000)

4.1 Kondisi Sosial

Pada tahun 2000 adalah batas akhir pembangunan Perumnas Simalingkar A, dan pada Tahun 2000 kondisi sosial masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A menjadi kurang baik. Ini disebabkan aktivitas masyarakat yang semakin banyak akibat krisis ekonomi yang mengharuskan masyarakat dalam mencari nafkah dengan giat karena segala sesuatu harganya pada naik, mulai dari harga barang, uang sekolah, tarif ongkos dan lain sebagainya. Selain faktor krisis ekonomi ada juga faktor dari kesadaran diri sendiri atau keinginan untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Pada tahun 2000 ini istri sudah banyak yang ikut bekerja membantu suami mencari nafkah buat keluarga mereka.

Dalam kehidupan bermasyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan yang terus terjadi dan tidak ada hentinya. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya hubunngan (kontak) dengan sesama masyarakat. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat terjadi dari dua proses yaitu:

1. Proses Endogen, yaitu proses yang terjadi dari dalam masyarakat itu sendiri, sebagai akibat penemuan baru.

2. Proses Exogen, yaitu proses yang terjadi sebagai akibat kontak atau hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan dari luar.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A disebabkan oleh adanya faktor-faktor pertambahan penduduk, faktor terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesiasehingga mengharuskan masyarakat dalam


(1)

Bangunan Sekolah Dasar Negeri No. 068005 (tampak depan).

Alamat : Jl. Cengkeh 12 Perumnas Simalingkar A Medan.

Sumber : Kepala Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (2000).


(2)

Bangunan Gereja Advent Maranata

Alamat : Jl. Cengkeh 12 Perumnas Simalingkar A Medan

Sumber : Kepala Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (2000).


(3)

Bangunan Mesjid

Alamat : Jl. Cengkeh 4 Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A Tahun : Kantor Kelurahan Mangga Kec. Medan Tuntungan (2000).


(4)

Pasar Tradisional (Pajak Jahe).

Alamat : Jl. Jahe Raya Perumnas Simalingkar A Medan

Sumber : Kantor Kelurahan Mangga Kec. Medan Tuntungan (2000)


(5)

Puskesmas

Alamat : Jl. Bawang Raya No. 37 Perumnas Simalingkar A Medan. Sumber : Kantor Kelurahan Mangga Kec. Medan Tuntungan (2000).


(6)

Bangunan Rumah Tipe 21

Alamat : Jl. Cengkeh 8 Perumnas Simalingkar A Medan.

Sumber : Penduduk lingkungan 11, Jl. Cengkeh 8 Perumnas Simalingkar A (1998).