BAB IV Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan - DOCRPIJM 012ce7b741 BAB IVBAB 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

BAB IV Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan KABUPATEN RPIJM 2015-2019 MINAHASA

BAB IV Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

4.1 Analisis Sosial

  Prinsip Dasar

  Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard lingkungan dan sosial. Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu-isu strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai berikut :

  a. Lapangan Pekerjaan (Temporer)

  Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik formal maupun informal.

  b. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM

  Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.

  c. Penguatan Organisasi Masyarakat

  Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat.

  d. Kearifan Lokal

  Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.

  e. Keterbukaan dan Demokrasi

  Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.

  f. Transparansi dan Akuntabilitas

  Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana pembangunan).

  g. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan

  Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.

  h. Konflik Sosial

  Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.

  i.

  

Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya

  Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan- kegiatan tersebut.

  j. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat

  Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan proyek Re-Kompak menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.

  k. Pembebasan Lahan/Tanah

  Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan digunakan sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan penanganan secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.

  Tujuan Kegiatan

  Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor dan Pelaksana Proyek dalam melakukan evaluasi kebijakan selama proyek berjalan.

  Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah : a.

  Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat. Dampak penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsung maupun tidak langsung.

  b.

  Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat.

  c.

  Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif maupun negatif.

  d.

  Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi.

  e.

  Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).

  Kegunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial a.

  Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi pelaksanaan pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.

  b.

  Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana kegiatan pembangunan.

  c.

  Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sosial.

  Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindari dampak negatif yang mungkin timbul dari kegiatan pembangunan perumahan dan lingkungan.

  Kemiskinan

  Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.

  Pengarusutamaan

  Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa dating.

  Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pebangunan Bidang Cipta Karya

  Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

  Aspek Sosial Pada Paska Pelaksanaan Pebangunan Bidang Cipta Karya

  Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

4.2 Analisis Ekonomi

A. Kebijakan Khusus Pembangunan Ekonomi Kinerja Keuangan Masa Lalu (Kondisi Ekonomi Makro 2008-2013)

  Kinerja perekonomian Kabupaten Minahasa secara umum dari tahun 2008 hingga 2012 terus mengalami perkembangan dengan arah pertumbuhan yang relatif cepat untuk tiga tahun terakhir ini. Selang waktu 2004 dan 2005, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Minahasa mulai menunjukan arah yang melambat kemudian mulai tumbuh lagi pada tahun-tahun sesudahnya. Selanjutnya yang perlu disimak bahwa dari tahun 2001 hingga tahun 2004 merupakan masa keemasan perekonomian Minahasa walaupun dengan nilai yang relatif tidak besar tetapi masih melebihi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara, ini artinya perekonomian Minahasa merupakan penopang terbesar dalam perekonomian Sulawesi Utara (SULUT). Tahun 2001 ekonomi Kabupaten. Minahasa mampu tumbuh sebesar 3,85% sedangkan SULUT hanya 2,13% begitu seterusnya sampai tahun 2004 ekonomi Minahasa tumbuh sebesar 5,59% sedangkan SULUT hanya 4,26%. Keadaan menjadi berbalik sesudah itu tahun 2005 ekonomi Kabupaten Minahasa hanya tumbuh 4,49% melambat dari tahun sebelumnya sedangkan Provinsi SULUT tumbuh cepat sebesar 4,90%. Hal ini berlanjut hingga tahun 2007 Provinsi SULUT sudah mampu tumbuh hampir 6,5 % sedangkan Kabupaten Minahasa hanya mampu tumbuh lebih dari 5%.

  • – Berfluktusinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Minahasa selang tahun 2000 2007 disebabkan oleh pertumbuhan beberapa sektor yang cenderung melambat dan bahkan jalan di tempat. Hal ini ditunjukan oleh pertumbuhan sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian daerah ini yang mengalami kelambatan dalam pertumbuhannya. Tahun 2004 sektor ini mampu tumbuh hampir 6,50% sedangkan untuk tiga tahun terakhit sektor ini hanya mampu tumbuh lebih dari 5,00%. Begitu juga untuk sektor industri pengolahan walaupun dengan kontribusi dalam perekonomian Minahasa tidak sampai 10,00% namun sektor ini kelihatan hanya jalan di tempat. Tahun 2001 sektor ini tumbuh 4,56% dan merupakan pertumbuhan tertinggi dalam kurun waktu 7 tahun terakhir ini dan tahun 2004 sektor ini hanya tumbuh 0,16% tahun 2006 tumbuh 0,96% dan tahun 2007 tumbuh 1,78%. Demikian juga pertumbuhan sejak tahun 2009 sebesar 5,93% dan meningkat terus menjadi 6,25% tahun 2010, kemudian tumbuh menjadi 6,28% tahun 2011, serta meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi 6,87%. Kondisi
menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Minahasa semakin meningkat. Walaupun begitu pembangunan ekonomi di Kabupaten Minahasa masih terlihat jalan dalam kurun waktu tersebut. Hal ini ditunjukan dengan pertumbuhan sektor konstruksi yang tumbuh relatif stabil di atas 6,00% per tahun. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur di Kabupaten Minahasa berjalan dan relatif meningkat dari tahun ke tahun. Begitu juga dengan pertumbuhan sektor jasa baik jasa perdagangan maupun angkutan dan komunikasi yang relatif cepat dari tahun ke tahun menopang berkembangnya perekonomian Kabupaten Minahasa selama kurun waktu 7 tahun terakhir ini. Selanjutnya yang perlu dicermati juga yaitu mengenai kemiskinan dan pengangguran yang ada di Kabupaten Minahasa. Penduduk miskin di Kabupaten Minahasa cenderung menurun , pada tahun 2008 penduduk miskin hanya sekitar 10,49% dari jumlah penduduk yang ada atau sebanyak 15.684 orang. Mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 10,13% atau sebanyak 14.077 orang, dan tahun 2010 turun menjadi 12.746 orang, namun pada tahun 2011 meningkat menjadi 14.203 orang atau 9,20% Sebagaimana dengan masalah kemiskinan begitu juga dengan masalah ketenagakerjaan yang ada di Kabupaten Minahasa. Total angkatan kerja yang ada di Minahasa tahun 2011 BPS yang diukur dari penduduk usia 15 tahun ke atas yaitu sebanyak 59,72% penduduk yang bekerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 65,77%, tingkat pengangguran 6,05% dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,81%. Dilihat dari daya saing sumberdaya manusia yang ada di Kabupaten Minahasa sampai saat ini relatif baik di bandingkan dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini dilihat dari indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang sudah mencapai angka indeks sebesar 76,07 di tahun 2011.

B. Kebijakan Pembangunan Ekonomi Tahun 2013-2018

  Dengan kondisi makro ekonomi Kabupaten Minahasa seperti di atas serta dengan memperhatikan kondisi eksternal dan internal yang mempengaruhi perekonomian daerah, maka kebijakan pembangunan ekonomi tahun 2013- 2018 Kabupaten Minahasa adalah sebagai berikut.

1. Kemiskinan

  Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Selama 4 tahun terakhir jumlah penduduk miskin terus berkurang dari 27.100 atau 9,00% pada tahun 2008 menjadi 25.700 atau 8,47% pada tahun 2009, dan tahun 2010 menjadi 27.900 atau 9,00%, menjadi 24.900 atau 7,93 % pada tahun 2011 dan turun menjadi 23.655 atau 7,48%.

  Akan tetapi turunnya jumlah penduduk miskin tidak secara otomatis mengurangi angka pengangguran, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini, yang mana jumlah pengangguran pada tahun 2008 berjumlah 15.684 orang (10,49 %), namun pada tahun 2009 menurun menjadi 14.007 orang (9,45 %) dan tahun 2010 berjumlah 12.746 orang (8,40 %), naik pada tahun 2011 sebesar 14.203 orang (9,20 %), selanjutnya turun menjadi 9.066 orang (6,14%).

  Tabel 4.1

  Sumber: RPJMD 2013-2018

2. Menurunkan jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka.

  Kondisi perekonomian Nasional yang terjadi saat ini terutama mengenai kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), secara eksternal siginifikan mempengaruhi kondisi perekonomian Kabupaten Minahasa. Usaha-usaha pemerintah nasional menstabilkan ekonomi nasional, termasuk berbagai kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara serta kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Minahasa untuk lima tahun kedepan dengan prioritas pembangunan untuk mengurangi persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran melalui kebijakan pengembangan ekonomi kerakyatan yang fokus pada pengembangan sektor pertanian dan pariwisata, serta pelaksanaan kebijakan pembangunan di berbagai bidang lain yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di berbagai sektor, maka berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diskenariokan dalam jangka menengah akan menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 5,43% pada akhir tahun 2018 dan Tingkat Pengangguran

  Terbuka (TPT) akan turun menjadi 4,90% pada akhir tahun yang sama.

4.3 Analisis Lingkungan

  Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya. Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Peraturan dan perundang

  • – undangan yang berhubungan dengan SAFEGUARD adalah :
    • Undang – undang No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
    • Undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya • Undang-undang No. 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang • Keputusan Presiden RI No. 23 tahun 1990 tentang Badan Pengendalian dampak Lingkungan • Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan • Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994 tentang Pedoman Ukuran dampak Lingkungan

  • Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14

  Maret 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemanfaatan lingkungan (UPL)

  • Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.11/MENLH/3/94. tanggal

  19 Maret 1994, tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi SAFEGUARD

  • Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.13/MENLH/3/94. tanggal

  19 Maret 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi SAFEGUARD

  • Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994, tanggal 19 Maret 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan

  SAFEGUARD Keputusan Menteri

  • Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Petapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

  Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan konservasi alam, dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

  Prinsip Dasar

  Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua kegiatan yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.

  Pengkajian lingkungan dan rencana penanggulangannya dapat berbentuk: (i) AMDAL (atau ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL, tergantung kategori dampak proyek dimaksud (lihat daftar kategori, di bawah). Penentuan kategori lingkungan untuk masing-masing proyek mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.

  b.

  AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi, sosial, institusional dan keuangan setiap usulan proyek.

  c.

  Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan, dampak negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif tanpa proyek, harus dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga dampak positif dapat dimaksimalkan.

  d.

  Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan dampaknya tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek konstruksi, harus disertai dengan AMDAL.

  e.

  Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan rentan (IVP), kawasan lindung, atau merupakan kawasan sengketa. Di samping itu, produksi, atau penggunaan :

  • Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau.
  • Asbes, berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan diterapkan.
  • Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi, menyimpan atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif, atau eksplosif) atau bahan berkategori B3 dalam undang-undang Indonesia, tidak dapat dibiayai.
  • Pestisida, herbisida, dan insektisida.
  • Konstruksi bendungan (dam).

  • Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk barang, struktur fisik dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya memiliki nilai spiritual, tidak dapat dibiayai.

  f.

  Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak termasuk proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek dimaksud dapat diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.

  Kategori Proyek

Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek,

  seperti: pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian proyek tiap proyek atau kegiatan yang diusulkan dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa berdasarkan peraturan-perundangan Nasional juga dicantumkan dalam tabel.

Tabel 4.2 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

  Jenis Rencana Usaha/Kegiatan No.

  Besaran Persampahan 1.

  Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary landfill dengan a.

  ≥ 40 Ha luas landfill b. TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill ≥ 25 Ha c. Pembangunan transfer station dengan kapasitas ≥ 1.000 ton/hari

2. Pembangunan Perumahan/Permukiman

  a. Kota sedang dan kecil dengan luas ≥ 200 Ha b. Kota besar dengan luas ≥ 100 Ha c. Kota Metropolitan dengan luas ≥ 50 Ha

  3.

  a. IPLT dan/IPAL dengan luas kolam ≥ 3 Ha b. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan ≥ 500 Ha

  Drainase Permukiman 4.

a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan

  • lebar

  ≥ 5 m

  • atau panjang ≥ 10 km

b. Pembangunan saluran di kota sedang

  • lebar

  ≥ 10 m

  • atau panjang ≥ 15 km

5. Air Bersih di kota besar/metropolitan

  a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan ≥ 1.500 Ha b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang ≥ 25 Km

  Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air lainnya dengan 6.

  ≥ 500 liter /detik debit pengambilan Sumber : Permen LH No. 11 Tahun 2006

  No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  Revitalisasi Kawasan (Memfungsikan kembali kawasan) ≥ 1 Ha

  Perubahan bentuk lahan, pengaruh proses teknologi terhadap lingkungan fisik, kimiawi, biologi, sosial, ekonomi dan budaya Gangguan kesehatan, estetika, bau, pembahan kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar PILT/IPAL, pembahan pola mata pencaharian masyarakat sekitar

  Perubahan kepadatan penduduk, perubahan tingkat pelayanan prasarana & sarana kota, perubahan kondisi sosial ekonomi dan budaya, kehilangan bangunan bersejarah atau peningkatan nilai asset bangunan bersejarah

  Perubahan tata guna lahan skala kawasan, perubahan daya dukung dan tingkat pelayanan kota, bangkitan LHR, bangkitan sampah dan limbah, perubahan tingkat konsumsi air bersih, perubahan koefisien KDB & KLB, perubahan volume run - off, perubahan kawasan resapan air, kesenjangan sosial dengan masyarakat sekitar Perubahan bentuk lahan, pengaruhnya terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan budaya dan pelestarian cagar budaya

  Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pemborosan dan kemerosotan, pengaruhnya terhadap lingkungan fisik - kimiawi, biologi, sosial ekonomi dan budaya

  b.

  Leachate (air lindi), gangguan cacing, gangguan lalat, keluhan penduduk sekitar terhadap keberadaan tempat pembuangan sampah di sekitar, dll a.

  Gangguan kesehatan, estetika, bau, asap pembakaran, emisi bio gas (H2S, Nox, Sox, Cox, dioxin), pencemaran air tanah maupun air permukaan Ke dalam proses pembusukan, keculai untuk lokasi yang berada di bantaran sungai, tidak dibangun di sekitar sungai/berbatasan langsung dengan sungai

  IPAL < 3 Ha Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, pengaruh penggunaan teknologinya terhadap lingkungan fisik - kimia dan sosial ekonomi budaya, introduksi jenis hewan

  IPLT < 2 Ha b.

  4. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) a.

  a. Kota Metropolitan & Besar ≥ 1 Ha b. Kota Sedang ≥ 2 Ha c.

  1. Persampahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan system control ladfill atau sanitary landfill Luas <10 Ha Kapasitas <10.000 ton TPA di daerah pasang surut Luas <5 Ha Kapasitas <5.000 ton c. Pembangunan Transfer Station (kapasitas operasional)

  3. Peremajaan Perumahan dan Permukiman

  2 Ha s/d 100 Ha

  c. Kota Sedang, Kecil (luas)

  2 Ha s/d 50 Ha

  b. Kota Besar (luas)

  2 Ha s/d 25 Ha

  a. Kota Metropolitan (luas)

  2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman

  Bangunan Komposting dan daur ulang (kapasitas sampah baku) > 4 ton/hari, >500 m2

  d. Pembangunan incenerator Semua Ukuran e.

  <1.000 ton/hari

Tabel 4.3 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL untuk Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya

6. Drainase Permukiman Perkotaan

  • ) Pembangunan drainase sekunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati pemukiman padat

  Pembangunan jaringan distribusi (luas layanan) 100 Ha s/d < 500 Ha b.

  > 5 liter/det dan < 50 liter/det Pengambilan air tanah dalam (debit)

  Gangguan lalu lintas, kecemburuan sosial antar konsumen air bersih, konflik pemakaian sumber daya air, perubahan pasokan air, penurunan muka tanah (land subsident) akibat penyedotan air tanah yang berlebihan, intrusi air asin, perubahan kualitas air Penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial budaya, eksploitasi sumber daya air yang pemanfaatannya berpotensi menimbulkan pemborosan maupun kerusakan sumber daya alam, ekologi waduk Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan budaya

  Gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana dan sarana umum, ketidakpuasan atas nilai kompensasi kerusakan property atau kompensasi pembebasan lahan, perubahan kualitas air di bagian hilir saluran.

  

Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya

e.

  Pengambilan air baku dan sungai, danau dan sumber air lainnya (debit) 50 liter/det s/d 250 liter/det d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air dengan Pengolahan Lengkap (debit) > 50 liter/det

  Pembangunan jaringan pipa transmisi (panjang)

  7. Pembangunan Bangunan Gedung (luas lantai) < 10.000 m2 Perubahan bentuk lahan, proses teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimia, hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi, budaya, flora fauna, perubahan intensitas bangunan gedung terhadap lingkungan Gangguan lalu lintas, kebisingan, kesehatan, getaran, gangguan genangan lokal (dewatering), gangguan cahaya, kebakaran, bangkitan LHR, air limbah, sampah, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, air limbah, jalan akses, drainase, area parkir), perubahan KDB, KLB, peningkatan kaki lima (PKL), peningkatan emisi gas, bahan yang bersifat ozon

  > 5 Km

  2 Km - 10 Km *) c. Pembangunan Salurang di Kota Kecil (panjang)

  b. Pembangunan Saluran di Kota Sedang Drainase Utama (panjang) < 10 Km Drainase Sekunder dan Tertier (panjang)

  1 Km - 5 Km

  a. Pembangunan saluran di Kota Besar & Metropolitan Drainase Utama (panjang) < 5 Km Drainase Sekunder dan Tertier (panjang)

  Gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana dan sarana umum, ketidakpuasan atas nilai kompensasi

  5. Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah (Sewerage) Kota besar/metropolitan (luas layanan) < 500 Ha Penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimiawi, proses dan hasil kegiatannya mempengaruhi lingkungan

  No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

8. Air Bersih Perkotaan a.

2 Km s/d < 10 Km c.

  • ) Skala besaran wajib UKL/UPL untuk pengambilan dari mata air &gt;5 liter/det s/d &lt;50 liter/det (khususnya di P. Jawa dan pulau - pulau kecil lainnya)
  • ) Sepanjang belum diatur oleh instansi yang berwenang

  No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus 9.

  Perubahan bentuk lahan, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimia, biologi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan budaya Pembangunan Kawasan Terpadu :Pembangunan meliputi Permukiman, perkantoran, pendidikan, olahraga, kesehatam, tempat ibadah, pusat perdagangan dan perbelanjaan Gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, genangan lokal, bangkitan LHR, sampah, air limbah, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, sanitasi, sampah, drainase, areal parkir), perubahan KLB, KDB, peningkatan PKL

  5 Ha Luas Lantai Bangunan &lt; 10.000 m2

  10.

  a.

  Jumlah penduduk yang dipindahkan

  50 KK - 200 KK Perubahan tata guna lahan kawasan, ketidakpuasan atas pemberian kompensasi penggantian dan bangunan, adaptasi dengan penduduk sekitar, perubahan ekosistem kawasan, perubahan daya dukung kawasan (lahan, sumber daya air, pertanian, kehutanan, perkebunan, dll), perubahan koefisien run off, perubahan

b. Luas Lahan Kawasan

  2 Ha - 100 Ha Catatan : *) ke dalam kegiatan ini termasuk kawasan yang dipersiapkan untuk menampung pengungsi dan memukimkan kembali, penduduk yang dipindahkan akibat pembangunan proyek misalnya waduk, jalan, bencana alam dan bencana sosial, dll

  Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Nomor : 17/KPTS/M/2003, Tanggal : 3 Februari 2003 Keterangan : 1.

  Luas Lahan

KDB, KLB

  Semua kegiatan yang memerlukan disposal area dan/atau borrow area dengan luas &gt; 1 Ha (kawasan perkotaan) dan/atau &gt; 5 Ha (kawasan perdesaan), memerlukan UKL/UPL

  Pembangunan Kawasan Permukiman untuk Pemindahan Penduduk dan atau Permukiman Kembali Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, eksploitasi sumber daya alam, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial ekonomi, budaya, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimia - biologi, mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam

2. Klasifikasi kota menurut sumber dari National Urban Development Strategic (NUDS) :

  e. Kota Kecamatan Populasi 3.000 - 20.000 jiwa

Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya

  d. Kota Kecil Populasi 20.000 - 200.000 jiwa

  c. Kota Sedang Populasi 200.000 - 500.000 jiwa

  a. Kota Metropolitan Populasi &gt;1.000.000 jiwa

  b. Kota Besar Populasi 500.000 - 1.000.000 jiwa

  Pengadaan Lahan/Tanah

  Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak negatif akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dilakukan secara : a.

  Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak.

  Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena; b.

  Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP) harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali; c.

  Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga yang terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi yang sama dengan harga pasar tanah dan aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi kesempatan untuk membahas secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali; d.

  Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah, berdasarkan nilai pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau keuntungan lokasional yang sama, yang berlaku pada saat pembayaran ganti rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.

  e.

  Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan hukum, atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam bentuk seperti: a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset lainnya; dan b). faktor non-fisik, berupa manfaat lokasional, akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya. Berdasarkan alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai berikut: i).pemilik

  • – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat adat pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii). penggarap
  • – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak, atau perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). na
  • – orang atau pihak yang mengelola tanah wakaf.

  f.

  Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi tertentu, atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan sebagian tanah dan asetnya kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh Forum Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau pihak tersebut dapat mengambil keputusan secara independen.

  g.

  Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah (dibuktikan dengan perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak), sama dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat persetujuan yang ditandatangani oleh warga dimaksud setelah mereka melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di atas dan mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau

  Safeguard harus memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut

  untuk memberikan tanahnya secara sukarela. Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).

  h.

  Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang dibutuhkan, jumlah warga yang harus dipindahkan, informasi umum tentang pendapatan dan mata pencaharian warga tersebut, dan harga pasar tanah yang berlaku, yang diajukan oleh Pemrakarsa dan didukung oleh formulir NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum pengadaan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali) dilaksanakan.

  Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang berlaku di Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan tanah ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota/Kabupaten peserta USDRP, akan mengabaikan peraturan- perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi kerangka ini dapat berlangsung efektif : Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang

  • berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan. Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai
  • ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.
  • Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup waktu dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara independen. Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas
  • kepada orang-orang yang dipindahkan.

  Yang berhak menerima santunan :

  • Pemilik-pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat adat), bangunan, tanaman, atau aset lainnya;
  • Penyewa-menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;
  • Penggarap-menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa ijin pemilik lahan;
  • Nadzir, bagi lahan wakaf Cara menghitung kompensasi :

  

Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan

  warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya sesuai dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya. Contoh cara menghitung :

  • Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan lokasi yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
  • Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas bangunan yang sama;
  • Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian immaterial
  • Aset lain: diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan biaya untuk memperoleh aset yang sama

  Pengaduan /klaim : Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan disampaikan ke:

  • Pemda, sebagai Pemrakarsa
  • Forum Stakeholders Tim Pengawas Safeguards Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :

  

Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana

kegiatan, dan alamat kantor.

  a.

  

Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen

  rencana kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi) b.

  

Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber

  dampak, jenis, dan besaran dampak c.

  

Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah

  untuk mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi keadaan darurat; Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas pengelolaan lingkungan.

  d.

  

Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk

melaksanakan UKL/UPL tersebut.

  Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti: (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap selanjutnya setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa

  KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM. Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah

  Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

  a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya.

  b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan.

  c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

  d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu

  Wilayah 2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP