DOCRPIJM 63c5233b92 BAB VIBAB 6 A Laporan Penyusunan Dok RPI2JM Kerinci 2015

  Aspek Teknis Persektor

6.1. Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan Kebijakan Pengembangan Permukiman

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

  

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014. Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun

  fungsi Direktorat

  Pengembangan Permukiman adalah: a.

  Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b.

  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d.

  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e.

  Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan 6.1.2.1. Isu Strategis Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci A. Struktur Ruang Permukiman d Kabupaten Kerinci

  Secara fisik, wilayah Kabupaten Kerinci merupakan kawasan perbukitan, sementara secara administrasi Kabupaten Kerinci adalah kabupaten induk sebelum pemekaran menjadi 2 (dua) wilayah kabupaten/kota. Pusat perkotaan sebelumnya telah menjadi kota yang berdiri sendiri, yaitu Kota Sungai Penuh, sementara kawasan yang kini menjadi pusat kegiatan utama di Kabupaten Kerinci, sebelumnya adalah merupakan kawasan perkotaan kecamatan.

  Kedua aspek tersebut diatas telah mempengaruhi karakter permukiman di Wilayah Kabupaten Kerinci, dimana pertumbuhan dan perkembangan kegiatan permukiman cenderung mengelompok. Sementara itu, kawasan permukiman yang berada di kawasan perkotaan kecamatan yang saat ini berubah peran sebagai pusat kabupaten cenderung kurang tertata dan sulit untuk dikembangkan karena memiliki kepadatan bangunan yang cenderung sedang hingga tinggi.

B. Sebaran Permukiman di Kabupaten Kerinci

  Secara administrasi, wilayah Kabupaten Kerinci saat ini mengelilingi wilayah administrasi Kota Sungai Penuh. Sementara secara fisik wilayah dapat digambarkan bahwa wilayah Kabupaten Kerinci merupakan wilayah perbukitan. Kondisi fisik wilayah ini telah mempengaruhi aspek perekonomian wilayah dimana sektor pertanian merupakan sektor yang paling mendominasi perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Sebagian besar kawasan budidaya yang ada di Kabupaten Kerinci merupakan kawasan pertanian. Sementara secara sistem jaringan transportasi darat regional, wilayah Kabupaten Kerinci dilalui oleh ruas jalan arteri primer Lintas Tengah Sumatera-Kota Sungai Penuh-Batas Sumatera Barat.

  Ketiga faktor tersebut mempengaruhi karakter sebaran permukiman di wilayah Kabupaten Kerinci sehingga membentuk karakter sebaran sebagai berikut : a. sebagian besar cenderung memiliki pola linear terhadap ruas jalan arteri primer ; b. kepadatan penduduk yang cenderung sedang hingga tinggi berada pada kelompok permukiman pada kawasan pusat-pusat kegiatan yang berada dikoridor ruas jalan arteri primer terutama untuk kawasan yang memiliki jarak masih relatif dekat dengan Perkotaan Sungai Penuh ; c. kepadatan rendah cenderung terjadi pada kelompok permukiman diluar pengaruh ruas jalan arteri primer dan dekat dengan kawasan pertanian.

  Dari gambaran diatas dapat diuraikan beberapa issue strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci melalui tabel berikut ini :

  

Tabel. 6.1.

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala

Kabupaten Kerinci

  No Issue Strategis Keterangan

  1 Batasan fisik untuk pengembangan kegiatan permukiman wilayah Kondisi fisik dasar yang berbukit membatasi perkembangan permukiman di Kabupaten Kerinci.

  2 Kawasan pusat kegiatan skala kabupaten yang baru Siulak pada awalnya adalah merupakan pusat kegiatan skala kawasan, namun pada saat ini

  3 Beberapa kawasan permukiman berkarakter kawasan permukiman kumuh

  Batasan fisik dan daya tarik pengembangan permukiman pada koridor ruas jalan arteri primer menyebabkan beberapa kawasan menjadi berkepadatan tinggi

  4 Pengembangan kegiatan permukiman akan berdampak terhadap tereduksinya luas lahan pertanian

  Hinterland kawasan permukiman di Kabupaten Kerinci sebagian besar adalah kawasan pertanian masyarakat, pengembangan permukiman akan berdampak terhadap semakin berkurangnya luas lahan pertanian masyarakat

  Sumber : Hasil Pengamatan Tahun 2015 6.1.2.2.

   Kondisi Eksisting Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci

  

A. Produk Hukum Daerah Sebagai Pedoman Penyelenggaraan Kawasan

Permukiman

  Terpenuhinya kebutuhan akan perumahan dan kawasan permukiman dengan kualitas lingkungan yang bersih dan sehat adalah merupakan hak setiap warga negara. Untuk mewujudkan lingkungan permukiman dengan kualitas lingkungan yang bersih dan sehat diperlukan perangkat peraturan perundangan mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah. Peraturan ditingkat daerah yang dapat dijadikan sebagai pedoman penyelenggaran kawasan permukiman adalah peraturan penataan ruang ataupun peraturan khusus tentang penyelenggaraan kawasan permukiman itu sendiri namun tetap berbasis terhadap penataan ruang.

  Sejauh ini, peraturan ditingkat daerah yang dapat dijadikan pedoman penyelenggaraan kawasan permukiman di Kabupaten Kerinci masih bersifat umum. Masih bersifat umum, karena perangkat peraturan daerah yang tersedia masih pada kedalaman Rencana Tata Ruang Wilayah yang diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2012-2032, sementara peraturan yang lebih rinci masih bersifat rancangan, yaitu Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi Batang Sangir serta Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi Sanggaran Agung Peraturan lain yang terkait penyelenggaraan kawasan permukiman adalah peraturan yang bersifat penetapan kawasan kumuh, yaitu Surat Keputusan Bupati Kerinci Nomor 50 Tahun 2014 Tentang Kawasan Kumuh Batang Sangir dan Sinar Tanjung.

  

Tabel. 6.2.

Peraturan Daerah, Peraturan

Bupati, dan peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

  No Perda/Pergub/Perwal/Perbub/Peraturan Lainnya

Amanat Kebijakan Jenis Produk

Pengaturan

  

No/Tahun Perihal

  1 Peraturan Daerah

  24 Tahun 2012 RTRW Distribusi Kawasan Permukiman, Ketentuan Zonasi, dan Rencana PSU

  2 Rancangan Peraturan Daerah

  NA RDTR dan PZ Peraturan Zonasi Batang Sangir dan Sanggaran Agung

  3 Surat Keputusan Bupati SK

  No.050/437/2014 Lokasi Kawasan Kumuh Penetapan kawasan permukiman kumuh di Batang Sangir dan

  Sinar Tanjung Sumber : Hasil Wawancara Tahun 2015

B. Profil Kawasan Kumuh Kabupaten Kerinci

  Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kerinci No.050/437/2014 Tentang Kawasan Kumuh Kabupaten Kerinci, kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan kumuh dapat dilihat pada tabel berikut ini :

  

Tabel. 6.3.

Kawasan Kumuh Di Kabupaten Kerinci

  No Lokasi Luas (ha) Kecamatan Kelurahan/desa

1 Kayu Aro Batang Sangir 21,39

  2 Siulak Mungkai Sinar Tanjung 12,19 Jumlah 33,58 Sumber : Surat Keputusan Bupati Kerinci No.050/437/2014

  1) Kawasan Sinar Tanjung

KAWASAN SINAR TANJUNG

  Kecamatan Siulak Mukai Kelurahan/Desa Mukai Hilir Lingkup RT/RW RT.7 Luas Kawasan 12,19

  Tipologi/Karakteristik II/ Kawasan Bantaran Sungai Jumlah Penduduk 812 jiwa Jumlah KK 168 KK Sumber Referensi Indikasi Awal Lokasi Permukiman Kumuh

  No. DOKUMEN JENIS DATA

  • SPPIP 1.
  • RDTR 2.
  • 3. PPSP Kriteria dan Indikator Dalam Identifikasi Permasalahan Kekumuhan (Fisik) No. KRITERIA PENILAIAN INDIKATOR

  X Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi tidak teratur x Lokasi Permukiman memiliki kepadatan bangunan Tinggi

  Kondisi Bangunan Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki luas lantai x 1.

  Hunian perkapita ≤ 72 m² Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki material x lantai, atap dan dinding non permanen

  • Mayoritas Lokasi Permukiman terlayani jaringan jalan yang memadai

  Kondisi Aksesbilitas 2.

  Mayoritas Kondisi jaringan jalan pada lokasi dalam keadaan x Lingkungan kurang baik Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sering x

  Kondisi Drainase 3. terjadi genangan

  Lingkungan

  • Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah

  Kondisi Pelayanan Air 4. terlayani air baku

  Minum/Baku

  • Mayoritas rumah tangga sudah memiliki kloset leher angsa

  Kondisi Pengelolaan 5.

yang terhubung septik tank MCK

  Limbah

  • Mayoritas Lingkungan Rumah Tangga Pada Lokasi

  Kondisi Pengelolaan Permukiman sudah memiliki TPS dan sampah domestik pada 6.

  Persampahan TPS yang ada belum terangkut setiap hari

  KONDISI BANGUNAN HUNIAN Mayoritas Bangunan Hunian Pada Lokasi Tidak Teratur Lokasi RT.7

  101°21'32,747"E Koordinat 1°58'1,958"S Mayritas bangunan pada lokasi

  Keterangan permukiman berdiri tidak teratur KONDISI BANGUNAN HUNIAN Lokasi Permukiman Memiliki Kepadatan Bangunan Sedang

  Lokasi RT.7 Koordinat 101°21'34,251"E 1°58'3,198"S Keterangan Mayoritas bangunan dihuni oleh 5-7 orng anggota keluarga

  KONDISI AKSESIBILITAS LINGKUNGAN Mayoritas kondisi jaringan jalan pada lokasi permukiman dalam keadaan rusak Lokasi RT.7

  Koordinat 101°21'33,985"E 1°58'2,896"S Keterangan Seluruh kawasan terlayani jalan lingkungan dengan lebar 2,5-3 meter yang cukup untuk sepeda motor

  KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN Mayoritas Lokasi Permukiman tidak Terjadi Genangan Lokasi RT.7

  101°21'36,159"E Koordinat 1°58'3,751"S Telah memiliki saluran drainase namun

  Keterangan tidak lancar KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH

Mayoritas rumah tangga memiliki kloset leher angsa yang terhubung septiktank MCK/Septik tank

Komunal

  Lokasi RT.7 101°21'30,956"E Koordinat 1°58'3,911"S

  Seluruh masyarakat pada kawasan ini Keterangan menggunakan kloset leher angsa ada di toilet individual/komunal

  KONDISI PELAYANAN AIR MINUM/BAKU Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman telah Terlayani Air Baku Lokasi RT.7

  101°21'28,172"E Koordinat 1°57'55,238"S Pelayanan air minum/baku berasal dari

  Keterangan sungai atau membeli air kemasan maupun air PDAM KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Mayoritas sampah domestik rumah tangga tidak terangkut dua kali seminggu ke TPS dan/atau TPS Lokasi RT.7

  Koordinat 101°21'24,972"E 1°57'52,599"S Keterangan Sampah jarang terangkut meskipun telah disediakan TPS pada kawasan

  2) Kawasan Batang Sangir

KAWASAN BATANG SANGIR

  Kecamatan Kayu Aro Kelurahan Batang Sangir Lingkup RT/RW RT.02, 03, 04 Luas Kawasan 21,39 ha

  Tipologi/Karakteristik V/ Kawasan Bantaran Sungai, Rawan Banjir Jumlah Penduduk 937 jiwa Jumlah KK 215 KK Sumber Referensi Indikasi Awal Lokasi Permukiman Kumuh

  No. DOKUMEN JENIS DATA

  • 1.

  SPPIP

  • 2.

  RDTR

  • 3.

  PPSP 4.

  5.

6. Kriteria dan Indikator Dalam Identifikasi Permasalahan Kekumuhan (Fisik) No. KRITERIA PENILAIAN INDIKATOR

  Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi tidak teratur x Lokasi Permukiman memiliki kepadatan bangunan sedang x Kondisi Bangunan

  Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki luas lantai x 1.

  Hunian perkapita ≤ 7,2 m² Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki material x

lantai, atap dan dinding permanen

  • Mayoritas Lokasi Permukiman terlayani jaringan jalan yang memadai

  Kondisi Aksesbilitas 2.

  Mayoritas Kondisi jaringan jalan pada lokasi dalam keadaan Lingkungan

  • kurang baik

  Kondisi Drainase Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman tidak - 3. terjadi genangan

  Lingkungan

  • Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah

  Kondisi Pelayanan Air 4. Minum/Baku terlayani air baku

  Mayoritas rumah tangga sudah memiliki kloset leher angsa Kondisi Pengelolaan

  • 5.

  

yang terhubung septik tank MCK

Limbah

  Mayoritas Lingkungan Rumah Tangga Pada Lokasi x Kondisi Pengelolaan

  6. Permukiman belum memiliki TPS dan sampah domestik pada Persampahan TPS yang ada belum terangkut setiap hari

  KONDISI BANGUNAN HUNIAN Mayoritas Bangunan Hunian Pada Lokasi Tidak Teratur Lokasi RT.03

  101°17'16,288"E Koordinat 1°46'27,779"S Terdapat bangunan permukiman disekitar

  Keterangan pasar KONDISI BANGUNAN HUNIAN 2 Mayoritas Bangunan Hunian Memiliki Luas Lantai perkapita < 7,2 m

  Lokasi RT.03 Koordinat 101°17'16,073"E 1°46'27,936"S Keterangan Mayoritas rumah terdiri dari -7 orang anggota keluarga

  KONDISI AKSESIBILITAS LINGKUNGAN Mayoritas kondisi jaringan jalan pada lokasi permukiman dalam keadaan kurang baik Lokasi RT.03

  Koordinat Keterangan Sebagian besar jalan lingkungan pada kawasan kurang baik

  KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN Mayoritas Lokasi Permukiman Terjadi Genangan Lokasi RT.03

  101°17'23,985"E Koordinat 1°46'27,793"S Mayritas lokasi permukiman berada pada

  Keterangan dataran tinggi sehingga tidak terjadi genangan KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH

Mayoritas rumah tangga memiliki kloset leher angsa yang terhubung septiktank MCK/Septik tank

Komunal

  Lokasi RT.04 101°17'15,412"E Koordinat 1°46'32,841"S

  Seluruh masyarakat pada kawasan ini Keterangan menggunakan kloset leher angsa ada di toilet individual/omunal

  KONDISI PELAYANAN AIR MINUM/BAKU Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman telah Terlayani Air Baku Lokasi RT.04

  Koordinat Pelayanan air minum/baku berasal dari Keterangan sungai atau membeli air kemasan maupun air ledeng

  KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Mayoritas sampah domestik rumah tangga tidak terangkut dua kali seminggu ke TPS dan/atau TPS Lokasi RT.04

  Koordinat 101°17'26,914"E 1°46'24,703"S Keterangan Tidak memiliki TPS dan Sampah pada lokasi belum terangkut setiap hari

6.1.2.3. Permasalahan dan Tantangan Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Permukiman di Kabupaten Kerinci

  Permasalahan penyelenggaraan pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci dapat diuraikan sebagai berikut :

  a) peningkatan peran suatu kawasan dari pusat kawasan/kecamatan menjadi pusat kabupaten akan berdampak terhadap peningkatan akselerasi pertumbuhan penduduk dan pengembangan permukiman, konsekuensi ini membutuhkan langkah penanganan pencegahan perkembangan kawasan permukiman yang kurang tertata ; b) beberapa kawasan pusat kegiatan memiliki kawasan permukiman yang cenderung padat ; dan

  c) masih terbatasnya tingkat ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum pada beberapa kawasan permukiman yang ada.

  Sementara tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten Kerinci dalam penyelenggaraan pengembangan kawasan permukiman dapat diuraikan sebagai berikut :

  a) seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada Kawasan Siulak mengalami peningkatan peran pelayanan dari skala kawasan/kecamatan menjadi berskala kabupaten. Peningkatan peran yang didukung dengan keberadaan ruas jalan arteri primer Sungai Penuh-Batas Sumbar tentu memberi dorongan peningkatan kegiatan termasuk kegiatan permukiman. Pengembangan kegiatan permukiman dikawasan ini akan mereduksi luas lahan pertanian. Oleh karena itu, diperlukan perangkat rencana sebagai payung hukum yang mampu dijadikan sebagai pedoman pengembangan kegiatan permukiman yang sinergis dengan aspek ketahan pangan di Kabupaten Kerinci secara khusus dan Provinsi Jambi secara umum ; dan b)

  Kabupaten Kerinci telah menetapkan 2 (dua) kawasan permukimannya sebagai kawasan kumuh dengan luas total sekitar 33,58 ha. Berdasarkan rencana strategis Direktorat Cipta Karya, luas kawasan kumuh ini harus dapat ditekan menjadi 0% pada Tahun 2019.

  

Tabel. 6.4.

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci

  Solusi Yang Sudah Solusi Yang Sedang No Aspek Permasalahan Dilakukan Dilakukan Melibatkan Satker Penyelenggaraan

  Pengembangan permukiman

  • Organisasi

  Permukiman dilaksanakan oleh Direktorat Cipta Dinas PU is

  Karya n k

  Sinkronisasi Penyelenggaraan Tata Laksana penyelenggaraan kawasan Te k

  (SOP,Koordinasi,dll) permukiman yang permukiman spe belum optimal antar mengacu kepada

  A SKPD terkait RTRW Optimalisaisi

  SDM SDM terbatas sumberdaya yang ada Belum tercipta sinkronisasi n

  Sumber-sumber Penyusunan a a pelaksanaan y Pembiayaan Dokumen RPI2JM pembangunan antar bia sumber pembiayaan m e

  Peningkatan APBD Kemampuan APBD P dan pemanfaatan k terbatas untuk Kemampuan APBD sumber pembiayaan spe memenuhi seluruh lain seperti APBD

  A kebutuhan Provinsi dan APBN

  Terbentuk dan Peningkatan SDM Optimalisasi terlaksana hanya komunitas sambil pelaksanaan program a

  Komunitas sebatas pelaksanaan melaksanakan rt pemberdayaan e t program program padat karya a

   S masyarakat k pemberdayaan n ra ra

  Terkendala Melibatkan a e sy pemahaman perwakilan P

  Kemauan k

  Ma penyelenggaraan masyarakat dalam Berbartisipasi spe kawasan perumusan rencana

  A permukiman yang pembangunan masih terbatas terkait permukiman n

  Sebagian kawasan n a a

  Penataan kawasan g permukiman k im n dan peningkatan k u memiliki kualitas u k spe infrastruktur g lingkungan yang

  A rm permukiman e relatif rendah

  Lin P 6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Kerinci Analisa kebutuhan pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci

  didasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagai berikut : 1) Peran dan fungsi Perkotaan Siulak sebagai pusat kegiatan skala

  Kabupaten Kerinci serta posisi geografis lokasi strategis yang dimiliki, akan memicu pertumbuhan penduduk dan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan rumah. Berdasarkan gambaran pada substansi sebelumnya, bahwa masih terdapat lahan cadangan pengembangan permukiman yang memadai, namun dapat mereduksi lahan pertanian. 2) 2 (dua) kawasan kumuh yang perlu dituntaskan sampai dengan Tahun

  2019; 3) Peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum kawasan permukiman untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tersebut ;

  Berdasarkan pertimbangan umum tersebut diatas, maka program pengembangan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan permukiman dalam konteks keciptakaryaan di Kabupaten Kerinci, meliputi : 1) Pemenuhan kebutuhan RSH untuk MBR; 2) Penurunan Kawasan Permukiman Kumuh selama 4 (empat) tahun ; 3) Pengembangan permukiman yang mengarah keluar dari kawasan sempadan ; dan 4) Pengembangan permukiman desa potensial.

  

Tabel. 6.5.

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman

Perkotaan Untuk 5 Tahun

  Tahun No Uraian unit Ket

  I II

  III

  IV V Penurunan Kawasan Ha

  

6

  6

  6

  6

  6

1 Kumuh

  Pengembangan Kawasan Kawasan

  2 Permukiman Baru

Tabel. 6.6.

  

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman

Perdesaan Untuk 5 Tahun

Tahun Ket No Uraian unit

  I II

  III

  IV V Siulak, Bukit Desa Potensial Desa

  1

  2

  3

  3

  3 Kerman, Air

  1 untuk KTM

  Hangat Barat Desa Potensial Danau Kerinci

  2 Desa

  1

  1

  1

  1

  1 Minapolitan dan Sekitarnya Gn.Raya dan

  Agropolitan Desa

  2

  2

  2

  2

  2

  3 Kayu Aro Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci

6.1.4. Program-program Sektor Pengembangan Permukiman

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :

  Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar. 6.1

  f) Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

  e) Infrastruktur perdesaan PPIP

  d) Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

  c) Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

  b) Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

  (Agropolitan/Minapolitan)

  a) Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari: 1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta

  2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan

  b) Infrastruktur permukiman RSH

  a) Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

  3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

  2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),

  1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

  perdesaan terdiri dari:

  c) Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

  Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012 Gambar. 6.1.

  

Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut. 1)

  Umum

  a) Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

  b) Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

  c) Kesiapan lahan (sudah tersedia).

  d) Sudah tersedia DED.

  e) Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL

  KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

  f) Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

  g) Ada unit pelaksana kegiatan.

  h) Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

  Khusus

  Rusunawa

  a) Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

  b) Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

  c) Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya d)

  Ada calon penghuni RIS PNPM

  a) Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

  b) Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

  c) Tingkat kemiskinan desa >25%.

  d) Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

  e) BOP minimal 5% dari BLM. PPIP

  a) Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

  b) Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya c)

  Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

  d) Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW

  e) Berbasis pengembangan wilayah

  f) Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan g)

  Mendukung komoditas unggulan kawasan Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

  1. Vitalitas Non Ekonomi a.

  Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b.

  Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c.

  Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan a.

  Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  b.

  Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  c.

  Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah a.

  Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

  b.

  Status sertifikat tanah yang ada.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota a.

  Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b.

  Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

6.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

  5 (lima) tahun waktu yang menjadi batasan lingkup investasi yang dirumuskan dalam Dokumen RPI2JM ini adalah waktu yang relatif singkat. Untuk mewujudkan efektifitas pembangunan yang berhasil guna, perlu ditentukan prioritas kawasan yang akan diintervensi. Setelah melalui tahapan analisis, perumusan program dan kegiatan pengembangan di Kabupaten Kerinci dalam 5 (lima) tahun kedepan akan didasarkan kepada pertimbangan sebagaimana tabel berikut ini:

  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH

  Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  PPL √

  11 Air Panas Baru Air Hangat Barat

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  10 Mungkai Pintu Siulak Mungkai PPL √

  9 Sungai Lintang Kayu Aro Barat PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  8 Pelompek Gunung Tujuh PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  7 Hiang Sitinjau Laut PPK √

  Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  6 Semurup Air Hangat PPK √

  5 Jujun Keliling Danau PPK √

  Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  4 Siulak Deras Gunung Kerinci PPK √

  Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  3 Siulak Siulak PPL √ √ √

  √ √ Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  2 Sanggaran Agung Danau Kerinci PKL

  Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  1 Batang Sangir Kayu Aro PKL √ √ √

  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • >Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

  Bab 6 - 22 Tabel. 6.7.

Matrik Peran Kawasan Permukiman di Kabupaten Kerinci

No Kawasan Kecamatan Fungsi di RTRW KSK Kumuh Perkotaan KTM Program Bangkim berdasarkan RTRW Program kegiatan Fisik Dalam Lingkup Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman

  Pemerintah Kabupaten Kerinci Dinas Pekerjaan Umum

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

  Perdesaan Potensial

  Batang Merangin PPL Pengembangan Kawasan Permukiman

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  15 Lempur Gunung Raya PPL √

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  14 Pondok Bukit Kerman PPL √

  13 Koto Tuo Depati VII PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

  12 Sungai Tutung Air Hangat Timur

  di RTRW KSK Kumuh Perkotaan KTM Program Bangkim berdasarkan RTRW Program kegiatan Fisik Dalam Lingkup Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman

  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

  • Infrastruktur Permukiman RSH
  • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

16 Tamiai

  • Infrastruktur Permukiman RSH

  Pemerintah Kabupaten Kerinci Dinas Pekerjaan Umum

Bab 6 - 23 No Kawasan Kecamatan Fungsi

  Dari tabel persandingan tersebut diatas dapat terlihat bahwa di Kabupaten Kerinci ditetapkan sebanyak 7 (tujuh) kawasan perkotaan yang terdiri dari 3 (tiga) kawasan berskala lokal, dan 4 (empat) kawasan perkotaan berskala kawasan, serta 9 (sembilan) kawasan perdesaan berskala lingkungan. Matrik diatas bertujuan untuk mengidentifikasi peran kawasan perkotaan, kondisi kekumuhan kawasan, serta arahan perwujudan pengembangan permukiman pada masing-masing kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah.

  Secara logis, kegiatan pengembangan permukiman seluruh kawasan perkotaan tersebut memerlukan penetapan prioritas penanganan terutama untuk kawasan yang diarahkan akan diintervensi melalui dana yang bersumber dari APBN. Penetapan kawasan yang diprioritaskan selama 5 (lima) tahun dilakukan dengan pendekatan yang mengacu kepada sistem pusat-pusat kegiatan Kabupaten Kerinci yang dipadukan dengan peran kawasan serta kondisi kekumuhan sebagaimana telah diidentifikasi pada tabel matrik sebelumnya. Investasi infrastruktur dengan biaya yang bersumber dari APBN selama 5 (lima) tahun kedepan dapat memprioritaskan Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Siulak, dan Kecamatan Siulak Mungkai. Sementara untuk pengembangan kawasan perdesaan potensial meliputi kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, minapolitan, dan KTM, yaitu Kecamatan Air Hangat Barat, Kecamatan Bukit Kerman, Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan Danau Kerinci, dan Kecamatan Siulak.

6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

  Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

  1)

UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung.

  Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  3)

PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  4)

Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  5)

Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi: a.

  Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan; d.

  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e.

  Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.