PENCEGAHAN MASALAH HUKUM PEMDA

  

Diselenggarakan

Pada tanggal 26 Juli 2018

PENCEGAHAN PERMASALAHAN HUKUM DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

  Oleh : Dr. T. Saiful Bahri Johan BIRO HUKUM SETJEN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

  PENDIDIKAN : - PROGRAM KAJIAN ILMU HUKUM/PERUNDANGAN UI - JAKARTA TMPT/TGL LHR : SIGLI – ACEH, 15 AGUSTUS 1962 NAMA : TEUKU SAIFUL BAHRI JOHAN NOMOR TLP : HP. 08151659939 K. 021- 3459339 R. 021-7422489 STATUS KEL : BERKELUARGA, 1 ISTRI, 2 PUTRA & 3 PUTRI - PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM UNDIP - SEMARANG - PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK UGM - YOGAJAKARTA E-mail : STAF PADA DITJEN OTDA KEMDAGRI RIWAYAT PEKERJAAN: STAF PADA STAF AHLI MENTERI DALAM NEGERI STAF PADA PUSAT KAJIAN HUKUM KEMDAGRI STAF PENGAJAR PADA BPSDM KEMDAGRI & BPSDM KEMKUMHAM STAF PADA BIRO HUKUM KOMISI PEMILIHAN UMUM RI STAF PADA PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN STRATEGIS KEMDAGRI STAS PADA BIRO HUKUM KEMDAGRI STAF PENGAJAR AUDITOR HUKUM PADA JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT STAF PENGAJAR PADA SEKOLAH TINGGI ILMU PEMERINTAHAN – JAKARTA

STAF PENGAJAR PADA PROGRAM PASCA SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM -JKT

STAF PENGAJAR PADA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA

  

PERBUATAN HUKUM

OLEH PENGUASA

Dilakukan Berdasarkan Peraturan

  

Vs

perbuatan melawan hukum

  

Dilakukan Berdasarkan Kewenangan

Vs

perbuatan penyalahguanaan wewenang

  

Dilakukan Berdasarkan Kepatutan

Vs

Perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan 

perbuatan tercela

memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula. hukum sepihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja tetapi  oleh seseorang untuk menimbulkan hak-hak dan kewajiban. Terdiri dari :Perbuatan

  

Dalam hukum administrasi negara dan 

hukum pidana

  

  Keterkaitan hukum administrasi

  

negara dan hukum pidana menimbul-

  kan pertanyaan:

  

  kapan seorang aparatur negara itu melakukan perbuatan melawan

  hukum  yang masuk dalam ruang lingkup hukum pidana; dan

  

  kapan dapat dikatakan melakukan penyalah-

  gunaan wewenang  yang masuk dalam ruang lingkup hukum administrasi negara.

Dalam Hukum Pidana

   Pada kenyataannya hukum pidana menganut 

  prinsip personal responsibility” yang  artinya tanggung jawab pidana adalah  tanggung jawab pribadi. 

  

  Hal ini secara langsung telah memberi garis  batas yang jelas dalam hal ditemukan adanya 

  “wilayah abu-abu” dalam peririsan antara 

  hukum administrasi dengan hukum pidana. 

  

 Sehingga hukum administrasi berlaku prinsip

pertanggungjawaban jabatan (liability

jabatan), sedangkan dalam hukum pidana 

  berlaku prinsip pertanggungjawaban

  pribadi (personal responsibility).  Batas kebebasan kewenangan Aparatur Negara 

  Dalam kerangka Hukum Administrasi Negara, yang membatasi gerak bebas kewenangan Aparatur Negara (“discretionary power”) adalah:  penyalahgunaan wewenang (detournement de povouir) dan

   sewenang-wenang (abus de droit),

   Sedangkan dalam area Hukum Pidana kriteria yang membatasi gerak bebas kewenangan Aparatur Negara berupa unsur:  perbuatan melawan hukum wederrechtelijkheid” (Pasal 2 UUTPK) dan

  

Bentuk Tipikor/Menyalahi Wewenang

   Pemberian Suap/Sogok (Bribery

   Penggelapan (Embezzlement

   Pemalsuan (Fraud

   Pemerasan (Extortion

   Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Power

   Pertentangan Kepentingan/Memiliki Usaha Sendiri (Internal/Insider Trading

   Pilih Kasih (Favoritism

   Menerima Komisi (Commision

   Nepotisme (Nepotism

   Kontribusi atau Sumbangan Ilegal (Illegal Contribution)

  “ PETUNJUK “ Asal perolehannya : Keterangan Saksi Surat Keterangan Terdakwa

Alat bukti lain yang berupa informasi yang di ucapkan, dikirim, 

diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang 

serupa, dari dokumen-dokumen  

  

BATASAN TINDAKAN

APARAT KEPOLISIAN 

Setiap Anggota Kepolisian Negara RI senantiasa menghindarkan  diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan  profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan- tindakan berupa: a.Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan ; b.Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas; c.Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat ; d.Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/ pertolongan; e.Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat; f.Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan; g.Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan  menelantarkan anak-anak di bawah umur; dan h.Merendahkan harkat dan martabat manusia (Pasal 7 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006) Lanjutan  Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:

  

a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan

tidak berdasarkan hukum; b. penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;

  c. pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;

  d. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;

  e. korupsi dan menerima suap;

  

f. menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;

  g. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);

  h. perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan  kasus pelanggaran HAM oleh orang lain; i. melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum; j. menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan

  Lanjutan  Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas  Polri dilarang: a.melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;

b.menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan

tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang; c.memberitakan rahasia seseorang yang berperkara; d.memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laboran hasil penyelidikan;

e.merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi

atau memutarbalikkan kebenaran; f.melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara. (Pasal 13 (1) Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009)

  Lanjutan  

  Sejak diundangkannya UU No 30 Tahun 2014 ttg  AP (tgl17 Oktober 2014) sebenarnya telah 

  gugur kapasitas penyidik dalam menilai suatu 

  perbuatan yang diduga penyalahgunaan

  wewenang karena telah beralih kepada 

  Pengadilan TUN untuk diuji terlebih dahulu (Pasal  21 ayat (1) UU AP), yaitu:

  Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur

penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan

oleh Pejabat Pemerin-tahan

  Catatan: yang dimaksud dengan Pengadilan yaitu Pengadilan  Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 18 UU AP), 

  Lanjutan  

  

Dengan demikian unsur “menyalahgunakan

kewenangan” dalam Pasal 3 UU No 31 Tahun 

1999 ttg Tipikor, memiliki pengertian yang sama  dengan “penyalahgunaan kewenangan” dalam Pasal 21(1) UU No 30 Tahun 2014 ttg AP,  atau

  

bahwa ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU No 30 

Tahun 2014 harus dimaknai telah mencabut

kewenangan yang dimiliki penyidik dalam 

melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan  wewenang yang dilakukan oleh seorang 

tersangka selaku pejabat pemerintahan yang 

mana harus menjadi objek untuk diuji terlebih 

dahulu di Peradilan TUN.

  PERLINDUNGAN & SANKSI BAGI PEJABAT Berdasarkan UU 30 tahun 2014

  Pasal 6 ayat (2) huruf i Pejabat pemerintah memiliki hak memproleh perlindungan hukum dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan.

  

  Pasal 24 huruf f Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus dilakukan dengan iktikad baik.

  

  Pasal 25 ayat (2)  Diskresi harus disetujui atasan bila menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara.

  

  Pasal 70 ayat (3) Pejabat pemerintah wajib mengembalikan uang kas negara atas keputusan yang mengakibatkan pembayaran negara tidak sah.

  

  Pasal 80 ayat (4) Pejabat yang membuat keputusan yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara, perekonomian nasional, dan/atau merusak lingkungan hidup dikenai sanksi administratif berat

BATAS WEWENANG

  

  bahwa wewenang Badan dan/atau  Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh:  a. masa atau tenggang waktu Wewenang;  b. wilayah atau daerah berlakunya 

  Wewenang; dan  c. cakupan bidang atau materi Wewenang.

  

  Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan  yang telah berakhir masa atau tenggang  waktu Wewenang tidak dibenarkan  mengambil Keputusan dan/atau Tindakan 

  Ps 15 (2) UU-AP Lanjutan  

  Secara substansial bahwa setiap kewenangan memiliki tujuan tertentu yang dikenal dengan asas spesialitas (specialialiteit beginsel)

   Penyimpangan terhadap asas ini akan melahirkan penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir).

  

Diskresi yang berpotensi

membebani keuangan

  Adapun penggunaan Diskresi yang  berpotensi mengubah alokasi anggaran 

  

wajib memperoleh persetujuan dari 

  Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan  perat per-uu-an. 

  

  Persetujuan dimaksud dilakukan apabila  penggunaan Diskresi menimbulkan  akibat hukum yang berpotensi  membebani keuangan negara.  Lanjutan   bahwa Kebijakan publik yang dibuat dan dijalankan dengan itikad baik, tidak dapat dikriminalisasikan.

    Sebaliknya kebijakan yang dibuat dan dijalankan dengan itikad buruk (melawan hukum dan atau menyalahgunakan wewenang) yang disadarinya membawa dampak

merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, adalah

  Lanjutan  

  bahwa Keputusan Pejabat Negara baik dalam rangka “beleid” (“vrijsbestuur”) maupun “diskresi” (kebijaksanaan - “discretionary power”) tidak dapat dilarikan ke area Hukum Pidana. 

  

  Meskipun dalam kebijakan terjadi suatu penyimpangan administratif, namun penilaian terhadap penyimpangan itu tetap masuk dalam ranah Hukum Administrasi Negara, yang tidak dapat dijadikan penilaian oleh Hukum Pidana, khususnya dalam konteks Tindak Pidana

  

(Yurisprudensi)

  Putusan MA Nomor 979 K/Pid/2004,  menyatakan Penyalahgunaan kewenangan

dalam arti  menyalahgunakan prosedur yang 

seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan 

tertentu, tetapi telah  menggunakan prosedur

lain agar terlaksana;  

   Putusan MA Nomor 742 K/Pid/2007 dijelaskan  unsur “ menyalahgunakan kewenangan dalam  Pasal 3 UU no. 31 Tahun 1999 berpedoman pada 

Putusan MA No 1340 K/Pid/1999 yang telah 

mengambil pengertian “menyalahgunakan kewenangan” pada Pasal 52 ayat (2) huruf b UU  No. 5 Tahun 1986 yaitu telah  menggunakan wewenangnya   untuk tujuan lain dari maksud  diberikan wewenang tersebut atau dikenal dengan  “Detournemen de pouvoir

  Lanjutan  

  Frasa menyalahgunakan kewenangan/  penyalahgunaan wewenang dalam 

rumusan Pasal 3 UU Tipikor, yang 

bunyi:

  Setiap orang yang dengan tujuan meng- untungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian

negara.

  

Dalam Hukum Administrasi Negara

  Penyalahgunaan kewenangan mem- punyai karakter atau ciri : 

  Menyimpang dari tujuan atau maksud  dari suatu pemberian kewenangan; 

  Menyimpang dari tujuan atau maksud  dalam kaitannya dengan asas legalitas; 

  Menyimpang dari tujuan atau maksud  dalam kaitannya dengan asas-asas umum  pemerintahan yang baik; Lanjutan  

  Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan  oleh aparatur negara dengan  tujuan-tujuan  yang tidak dibenarkan dan mengakibatkan  kerugian negara atau perekonomian negara, 

maka hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang dipertanggung 

jawabkan secara pribadi dan masuk ruang  lingkup hukum pidana. Lanjutan  

  Parameter perat per-uu-an maupun asas-asas

  umum pemerintahan yang baik dipergunakan

  untuk membuktikan instrumen atau modus penyalahgunaan kewenangan (penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UUPTPK).

   Penyalahgunaan kewenangan baru dapat

  diklasifikasikan sebagai tindak pidana, apabila

  terdapat kerugian negara atau perekonomian negara.

  

  Dalam hal tindak pidana korupsi suap, gratifikasi, dan pemerasan, tersangka mendapat keuntung- an, masyarakat tidak dilayani, perbuatan tsb Lanjutan  

  Dengan adanya UU AP, maka kata "dapat"  dalam Pasal 2 Ayat (1) dan ayat (3) UU  Tipikor mengalami pergeseran paradigma.

  

Karena kata "dapat" dalam Pasal 2 Ayat 

(1) dan Pasal 3 UU Tipikor telah diuji dan 

diputuskan oleh MK (Putusan Nomor 003/PUU-IV/2006), MK menyatakan  bahwa norma a quo tidak bertentangan dengan UUD 1945  sepanjang ditafsirkan  bahwa unsur kerugian negara harus

dibuktikan dan harus dapat dihitung 

meskipun sebagai perkiraan atau

  Lanjutan  

Sebelum Puts MK 25/2016, pemahaman

  kata "dapat" dalam Pasal 2 Ayat (1) dan

  Pasal 3 UU Tipikor telah menyebabkan perbuatan yang dituntut di depan peng- adilan bukan saja karena perbuatan meru-gikan keuangan atau perekonomian negara secara nyata, akan tetapi perbuatan “yang hanya dapat" menimbulkan kerugian sekalipun (berpotensi saja) sudah bisa diajukan Lanjutan  

  Akibat Puts MK 25/2016 tsb, KPK dan  penegak hukum lainnya akan sangat 

bergantung pada pemeriksa keuangan 

(SEMA No 4 Tahun 2016) yaitu BPK. 

  

Adanya ruang upaya hukum bagi para 

terdakwa dengan dalih Putusan MK tsb, 

bahwa "Apabila BPK tidak segera mengeluarkan perhitung-an kerugian negara yang nyata (actual loss) atas  permintaan penegak hukum, maka dapat  dipastikan para terdakwapun akan bebas.

PENGERTIAN

  Advokasi  adalah  pembelaan,  sokongan 

   atau  bantuan  terhadap  seseorang  yang  mempunyai permasalahan hukum. Pegawai  Negeri  Sipil  (PNS)  Kemendagri 

   adalah  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  gajinya  dibebankan  pada  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara  (APBN)  dalam  hal  ini  adalah  PNS  dilingkungan  Kementerian  Dalam Negeri.

DASAR HUKUM

  

  Pasal 92 huruf d Ayat (1) dan ayat (3)  Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014  tentang Aparatur Sipil Negara.

  

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor  12 Tahun 2014 tentang Pedoman  Penanganan Perkara di Lingkungan  Kementerian Dalam Negeri dan  Pemerintah Daerah.

BANTUAN HUKUM BAGI APARATUR SIPIL NEGARA

   Dengan lahirnya UU 5/2014 ttg ASN, dan  UU 30/2014 ttg AP semakin memperkokoh  adanya kewajiban negara untuk  memberikan perlindungan, pendampingan  dan bantuan hukum kepada ASN yang  terjerat hukum karena pelaksanaan  tugasnya

   Bantuan hukum tidak diberikan kepada  ASN yang terlibat masalah hukum/tindak  pidana khusus (korupsi, narkoba dan 

  

Sebagai turunan UU Nomor 5 tahun 

2014 tentang ASN, Pemerintah telah  mengeluarkan PP Nomor 11 Tahun  2017 tentang Manajemen Pegawai  Negeri Sipil (PP Manajemen PNS), 

   ditandatangani Presiden Joko Widodo  pada 30 Maret 2017, 

   antara lain mengatur mengenai  pemberhentian PNS yang tersangkut  masalah hukum Lanjutan  

  PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan  karena dihukum penjara yang telah  berkekuatan hukum tetap  (inkracht van gewijsde) karena 

melakukan tindak pidana dengan  hukum pidana penjara p.skt 2 (dua) 

tahun dan pidana yang dilakukan  tidak berencana. Lanjutan  

  PNS yang pidana penjara 2 tahun atau lebih  yang telah berkekuatan hukum tetap karena  melakukan tindak pidana tidak dengan

  

berencanatidak diberhentikan sebagai

PNS apabila:  

  perbuatannya tidak menurunkan harga dan  martabat PNS; 

  

  mempunyai prestasi yang baik; 

  

  tidak mempengaruhi lingkungan kerja  setelah diaktifkan kembali; dan

   tersedia lowongan jabatan. Lanjutan  

  PNS yang tidak diberhentikan, selama ybs  menjalani pidana penjara tetap berstatus

  sebagai PNS dan tidak menerima hak 

  kepegawaiannya sampai diaktifkan kembali  sebagai PNS.

  

  PNS dapat diaktifkan kembali jika terdapat  lowongan jabatan, dan jika tidak terdapat  lowongan p.lm 2 tahun, maka PNS ybs  diberhentikan dengan hormat. 

  

  PNS yang menjalani pidana penjara sudah  berusia 58 tahun diberhentikan dengan hormat  Lanjutan  

  PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila PNS  ybs memenuhi ketentuan sbb:  melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD  Negara RI Tahun 1945;  

   dipidana penjara atau kurungan yang telah berkrkuatan  hukum tetap karena melakukan tindak kejahatan jabatan  atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya  dengan jabatan dan/atau pidana umum;

   menjadi angota dan/atau pengurus parpol.  dipidana dengan pidana penjara yang telah berkekuatan  hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan  hukuman pidana penjara p.skt 2 tahun dan pidana yang  dilalukan dengan berencana

  .

  Pasal 250 PP Manaj PNS Lanjutan  

  PNS yang dipidana dengan pidana penjara  kurang dari 2 tahun yang telah berkekuatan  hukum tetap karena melakukan tindak pidana  dengan berencana, diberhentikan dengan

  hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai 

  PNS

   PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas 

  permintaan sendiri apabila:

   PNS melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat 

sebagai-mana diatur dalam peraturan mengenai 

disiplin PNS.

   PNS terbukti menggunakan ijazah palsu. 

  

ARAH PENGATURAN

PERMENDAGRI NO 12 TAHUN 2014

  Penegasan tugas Bagian Penyelesaian Sengketa  Dan Bantuan Hukum

  

  Maksimalisasi SDM Bagian Penyelesaian  Sengketa Dan Bantuan Hukum

  

  Standarisasi metode penyelesaian permasalahan  litigasi dan non litigasi

  

  Penjelasan terkait pendanaan dalam  pelaksanaan penanganan perkara dilingkungan  Kemendagri Dan Pemda

  

RUANG LINGKUP DAN BATASAN

ADVOKASI HUKUM OLEH BIRO HUKUM

Pejabat, Pegawai yang dimintai keterangan/ 

  

Kesaksian sebagai saksi/ahli dalam proses 

penyelidikan dan penyidikan dalam perkara  tindak pidana oleh penyelidik/penyidik dapat  memperoleh bantuan hukum. Advokasi hukum yang diberikan kepada 

   Pejabat atau pegawai dalam hal keterangan/ kesaksian atas suatu tindak pidana yang terkait dengan tugas kedinasan  dilakukan ketika masih berstatus sebagai  Pejabat atau pegawai di lingkungan  Kemendagri.

  

MEKANISME

PELAKSANAAN ADVOKASI HUKUM

  Mengajukan permohonan Advokasi Hukum  kepada Kepala Biro Hukum secara tertulis 

dengan mengetahui Sekretaris Jenderal.

  

Permohonan Advokasi Hukum sekurang-

kurangnya memuat uraian singkat pokok  masalah hukum yang dimohonkan  pemberian bantuan hukum dan 

melampirkan dokumen yang berkenaan 

dengan masalah hukum.

BENTUK ADVOKASI HUKUM

  Nasehat dan konsultasi hukum yang berkaitan 

   dengan materi hukum Bidang hukum tata usaha  negara, perdata atau pidana Memberikan Pemahaman tentang ketentuan 

  

hukum acara tata usaha negara, perdata atau 

pidana yang harus dijalani oleh PNS ybs

Pendampingan hukum kepada PNS yang terlibat 

   dalam permasalahan hukum Mengkoordinasikan dengan Komponen terkait 

   dalam menyiapkan materi hukum untuk  kepentingan pemberian pembelaan, keterangan/  kesaksian 

  

PENINGKATAN

UPAYA ADVOKASI BAGI ASN

  Membentuk LKBH KORP-ASN pada  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

  

  LKBH KORP-ASN bekerjasama dengan  Advokat/ Pengacara dalam penanganan  perkara pidana PNS yang terkait dengan  tugas-tugas kedinasan 

  

  Pelaksanaan Advokasi oleh LKBH KORP- ASN harus dikoordinasikan dengan Biro  Hukum/ Bagian Hukum

PEMBIAYAAN ADVOKASI HUKUM PIDANA PADA LKBH KORP-ASN

  Pada Pemerintah Pusat dibiayai oleh Anggaran 

   Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pada Pemerintah Daerah dibiayai oleh 

   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  (APBD) Apabila belum ada alokasi anggaran 

   pembiayaan advokasi hukum pada mata  anggaran APBN/ APBD maka LKBH KORP-ASN  dapat dibentuk dan Pengalokasian anggaran  pada Tahun selanjutnya

KESIMPULAN

  

  Bahwa penanganan penyelesaian perkara  dan bantuan hukum terkait kedinasan di  lingkungan Kementerian Dalam Negeri  dilaksanakan oleh Biro Hukum.

  

  Dikecualikan terhadap perkara lanjutan  dalam tindak pidana setelah proses  penyelidikan dan penyidikan dimana ybs  telah ditetapkan sebagai Tersangka,  maka menjadi kewenangan Advokat  untuk menanganinya.

  S U M A T E R A K A L I M A N T A N J A V A I R I A N J A Y A TERIMAKASIH TERIMAKASIH