PRODUKSI DAN PEMURNIAN ENZIM PEKTINASE (POLIGALAKTURONASE) DARI BAKTERI Pseudomonas stutzeri SKRIPSI

PRODUKSI DAN PEMURNIAN ENZIM PEKTINASE

  (POLIGALAKTURONASE) DARI BAKTERI Pseudomonas stutzeri SKRIPSI

NUR ROHISHOH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

PRODUKSI DAN PEMURNIAN ENZIM PEKTINASE

  (POLIGALAKTURONASE) DARI BAKTERI Pseudomonas stutzeri SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Disetujui oleh: Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP NIP. 19630615 198701 2 001 NIP. 19690912 199702 2 001

  ii iii

  HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI Judul : Produksi dan Pemurnian Enzim Pektinase (Poligalakturonase) dari Bakteri Pseudomonas stutzeri Penyusun : Nur Rohishoh

  NIM : 080810123 Tanggal ujian : 16 Juli 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si NIP. 19630615 198701 2 001 Pembimbing II Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP NIP. 19690912 199702 2 001 Mengetahui : Ketua Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP. 19671115 199102 2 001

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.

  Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

  iv

KATA PENGANTAR

  v

  Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi dengan judul “Produksi dan Pemurnian Enzim Pektinase (Poligalakturonase) dari Bakteri

  Pseudomonas stutzeriyang disusun sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  Penulisan naskah skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP selaku pembingbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

  2. Ibu Dr. Afaf Baktir, MS selaku dosen penguji I dan bapak Drs. Hamami, M.Si selaku dosen penguji II atas masukan dan saran yang telah diberikan dalam perbaikan skripsi ini.

  3. Ibu Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku Ketua Departemen Kimia yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.

  4. Ibu Dra. Usreg Sri Handajani, M.Si selaku dosen wali atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan.

  5. Seluruh dosen pengajar Program Studi S1 Kimia atas segala ilmu yang telah diberikan.

  6. Bapak, ibu dan adik-adikku yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Airlangga

  7. Teman–teman angkatan 2008 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan naskah skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

  Surabaya, Juli 2012 Penulis, Nur Rohishoh

  vi

  (Poligalakturonase) dari Bakteri Pseudomonas stutzeri, Skripsi ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si dan Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK

  Telah dilakukan produksi dan pemurnian enzim pektinase khususnya poligalakturonase dari bakteri Pseudomonas stutzeri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemurnian enzim pektinase dan mengetahui berat molekul enzim pektinase melalui analisis SDS-PAGE. Proses pemurnian enzim diawali dengan pengendapan ammonium sulfat 70% dan diikuti dengan proses dialisis untuk menghilangkan sisa-sisa ammonium sulfat. Selanjutnya dilakukan kromatografi penukar anion dengan matriks DEAE Toyopearl 650 M, untuk memisahkan protein enzim berdasarkan muatannya. Enzim dielusi dengan larutan NaCl [0-1] M dalam buffer tris HCl pH 7 bergradien dari konsentrasi rendah ke tinggi. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadi peningkatan kemurnian enzim setelah dilakukan kromatografi penukar anion sebesar 77,7 kali dibandingkan ekstrak kasarnya. Hasil pemurnian enzim pektinase selanjutnya dikonfirmasi melalui analisis SDS-PAGE. Berdasarkan analisis SDS-PAGE, diperoleh 2 pita protein dengan berat molekul masing-masing pita yaitu 44,95 kDa dan 46,73 kDa.

  Kata kunci: pektinase, poligalakturonase, Pseudomonas stutzeri, kromatografi penukar anion, SDS-PAGE vii

  (Polygalacturonase) from Pseudomonas stutzeri, This final project is under the guidance of Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si and Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP, Department of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT

  Polygalacturonase was one of types of pectinase from Pseudomonas stutzeri was partially purified by anion exchange chromatography. The objectives of this study are determining the purity level of pectinase and estimating the molecular weight of pectinase by SDS-PAGE analysis. The partial purification was started by 70% ammonium sulfate precipitation and followed by dialysis to remove the remains of ammonium sulfate. After that, the anion exchange chromatography with DEAE

  Toyopearl 650 M as matrix is used to separate the enzyme protein based on its

  anion. The enzyme was eluted with NaCl solution [0-1] M in Tris HCl buffer pH 7 from low to high concentration. The results of anion exchange chromatography indicated purification level 77.7 from crude extract. Based on SDS-PAGE analysis, the result of enzyme purification by anion exchange chromatography obtained two protein bands with molecular weight of protein bands are 44.95 kDa and 46.73 kDa.

  Keywords: pectinase, polygalacturonase, Pseudomonas stutzeri, anion exchange chromatography, SDS-PAGE viii

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI..................................... iv KATA PENGANTAR................................................................................... v ABSTRAK .................................................................................................... vii ABSTRACT .................................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 5

  1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

  1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Enzim .......................................................................................... 7

  2.1.1 Mekanisme kerja enzim ...................................................... 8

  2.1.2 Aktivitas enzim ................................................................... 11

  2.1.2.1 Konsentrasi enzim.................................................... 11

  2.1.2.2 Konsentrasi substrat ................................................. 11

  2.1.2.3 Pengaruh suhu.......................................................... 12

  2.1.2.4 Pengaruh pH ............................................................ 13

  2.2 Pektin........................................................................................... 13

  2.3 Enzim Pektinase........................................................................... 15

  2.4 Pseudomonas stutzeri................................................................... 17

  2.5 Pemurnian Enzim......................................................................... 19

  2.5.1 Pemekatan enzim ............................................................... 20

  2.5.2 Kromatografi kolom ........................................................... 22

  2.5.2.1 Kromatografi filtrasi gel........................................... 23

  2.5.2.2 Kromatografi penukar ion ........................................ 23

  2.5.2.3 Kromatografi afinitas ............................................... 25

  2.5.2.4 Kromatografi interaksi hidrofobik ............................ 25

  2.6 SDS-PAGE .................................................................................. 26

  BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 28

  3.2 Sampel, Bahan, dan Alat Penelitian .............................................. 28

  3.2.1 Sampel penelitian ............................................................... 28

  3.2.2 Bahan penelitian................................................................. 28 ix

  3.2.3 Alat penelitian .................................................................... 29

  3.3 Prosedur Kerja.............................................................................. 30

  3.3.1 Diagram alir penelitian ........................................................ 30

  3.3.2 Pembuatan media ................................................................ 31

  3.3.2.1 Media padat ............................................................. 31

  3.3.2.2 Media cair................................................................ 31

  3.3.3 Kultivasi bakteri Pseudomonas stutzeri .............................. 31

  3.3.4 Produksi enzim pektinase ................................................... 32

  3.3.5 Uji aktivitas enzim pektinase .............................................. 32

  3.3.6 Penentuan kadar protein ..................................................... 33

  3.3.7 Pemurnian enzim pektinase ................................................ 34

  3.3.7.1 Pengendapan dengan amonium sulfat ..................... 34

  3.3.7.2 Dialisis ................................................................... 35

  3.3.7.3 Pemurnian enzim pektinase dengan kromatografi penukar anion ......................................................... 36

  3.3.8 Analisis SDS-PAGE........................................................... 36

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1 Hasil Produksi Enzim Pektinase dari Pseudomonas stutzeri.......... 38

  4.2 Uji Aktivitas Enzim Pektinase ...................................................... 39

  4.3 Uji Kadar Protein.......................................................................... 41

  4.4 Hasil Pemurnian Enzim Pektinase ................................................ 42

  4.4.1 Hasil pengendapan enzim pektinase dengan amonium sulfat.................................................................................. 42

  4.4.2 Hasil dialisis enzim pektinase ............................................. 44

  4.4.3 Hasil pemurnian enzim pektinase dengan kromatografi penukar anion .................................................................... 46

  4.5 Hasil Analisis SDS-PAGE ............................................................ 49

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1 Kesimpulan .................................................................................. 53

  4.2 Saran ............................................................................................ 53

  DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 54 LAMPIRAN

  x

  xi

  23

  4.3 Reaksi reduksi asam 3,5-dinitrosalisilat menjadi asam 3-amino- 5-nitrosalisilat............................................................................

  39

  4.2 Hasil isolasi enzim pektinase, sebelum disentrifugasi (a) dan . sesudah disentrifugasi (b) ..........................................................

  38

  30 4.1 Isolat bakteri penghasil enzim pektinase ....................................

  27 3.1 Diagram alir penelitian .............................................................

  25 2.14 Teknik SDS-PAGE....................................................................

  24 2.13 Kromatografi afinitas.................................................................

  2.12 Kromatografi penukar ion (a); matriks penukar kation dan anion (b)....................................................................................

  22 2.11 Kromatografi filtrasi gel ............................................................

  DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman 2.1 Model interaksi enzim substrat Lock and Key ............................

  18 2.10 Pemisahan dengan dialisis .........................................................

  17 2.9 Uji pewarnaan gram negatif Pseudomonas stutzeri ....................

  2.8 Mekanisme kerja enzim pektinase: pektin metil esterase (PME), pektin liase (PL), poligalakturonase (PG), dan pektat liase (PAL) ........................................................................................

  14

  13 2.7 Struktur molekul pektin .............................................................

  13 2.6 Pengaruh pH terhadap laju reaksi ..............................................

  12 2.5 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi ............................................

  11 2.4 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap laju reaksi.....................

  10 2.3 Pengaruh konsentrasi enzim terhadap laju reaksi. ......................

  10 2.2 Model interaksi enzim substrat Induced Fit. ..............................

  39

  4.4 Optimasi pengendapan ekstrak kasar enzim pektinase dengan amonium sulfat..........................................................................

  44

  4.5 Profil elusi enzim pektinase dengan kromatografi penukar anion

  47

  4.6 Hasil analisis SDS-PAGE; marker protein (M), ekstrak kasar enzim (CE), pengendapan dengan ammonium sulfat (AS), dialisis (D), dan fraksi ke-18 kromatografi penukar anion ...................................

  51 xii xiii

  DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman 4.1 Pemurnian enzim pektinase (poligalakturonase) ........................

  48 xiv

  DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran

  1 Pembuatan reagen

  2 Pembuatan kurva standar asam galakturonat

  3 Pembuatan kurva standar BSA (Bovine Serum Albumin)

  4 Penentuan aktivitas poligalakturonase dengan metode DNS

  5 Perhitungan kadar protein

  6 Data optimasi pengendapan enzim dengan (NH

  4

  )

  2 SO

  4

  7 Hasil elusi kromatografi penukar anion

  8 Pembuatan buffer sampel dan gel SDS-PAGE

  9 Penentuan berat molekul relatif (Mr) protein enzim

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Pengetahuan dan penggunaan enzim dalam berbagai bidang saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Enzim berfungsi sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam maupun di luar sel. Melalui aktivitas

  8

  11

  katalitiknya, enzim mampu mempercepat reaksi 10 sampai 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi tanpa katalis (Poedjiadi, 1994). Hal ini menjadi salah satu alasan enzim banyak digunakan sebagai katalis pada laboratorium dan industri.

  Pektinase merupakan salah satu jenis enzim yang luas penggunaannya dalam bidang industri dan lapangan ilmu pengetahuan lainnya. Fakta menyebutkan bahwa 25% enzim pangan dunia yang digunakan dalam proses industri adalah pektinase (Tari et al., 2008). Enzim pendegradasi pektin ini digunakan dalam proses industri pangan khususnya industri sari buah-buahan dan sayuran, yang fungsinya antara lain untuk menjernihkan sari buah, menurunkan kekentalan, memudahkan penyaringan, mempercepat pengendapan sedimen, mempertahankan tekstur dan penampakan produk akhir, mencegah presipitasi pektin selama penyimpanan, dan meningkatkan efisiensi ekstraksi sari buah (Alkorta et al., 1998).

  Enzim pektinase dapat dihasilkan secara alami oleh bebarapa tanaman dan mikroba. Enzim pektinase yang diproduksi secara komersial umumnya dihasilkan

  1 oleh mikroba. Hal tersebut disebabkan karena enzim dari mikroba memiliki kelebihan, di antaranya biaya produksi relatif ringan, dapat diproduksi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat, serta produktivitasnya lebih mudah ditingkatkan (Stanbury and Whitaker, 1995).

  Langkah pertama dalam pengembangan proses produksi enzim pektinase adalah mencari galur mikroba yang produktif menghasilkan enzim pektinase.

  Banyak penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa spesies Aspergillus dan

  Rhizopus merupakan galur mikroba produktif dari jenis kapang yang

  menghasilkan enzim pektinase komersial dengan aktivitas pektinolitik tinggi dalam skala industri (Fawole and Odunfa, 2003). Tidak hanya dari jenis kapang, enzim pektinase juga banyak dihasilkan dari berbagai jenis bakteri seperti dari genus Pseudomonas dan Bacillus (Kobayashi et al., 2000).

  Beberapa jenis bakteri pektinolitik dapat diisolasi dari perairan tambak, di antaranya yaitu Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas pseudomallei, Pseudomonas dan Flavobacterium sp. Bakteri-

  fluorescens, Bacillus sp., Micrococcus sp.,

  bakteri tersebut merupakan pengendali hayati dari pertumbuhan Microcystis

  aeruginosa yang merupakan alga pengganggu perairan tambak di mana dinding

  selnya sebagian besar tersusun atas pektin. Bakteri pektinolitik tersebut bekerja melalui aktivitas enzim ekstaseluler yang dihasilkan dari sel-sel bakteri untuk mendegradasi molekul pektin penyusun dinding sel Microcystis aeruginosa. Hal ini dibuktikan dengan penambahan ekstrak kasar enzim pektinase yang diproduksi dari isolat bakteri perairan tambak ke dalam kultur murni Microcystis aeruginosa dan terjadi penurunan kepadatan populasi Microcystis aeruginosa secara eksponensial hingga hari ke-14 (Masithah, 2008).

  Bakteri dengan genus Pseudomonas dipilih pada penelitian ini karena berdasarkan hasil penelitian Masithah (2008) menunjukkan bahwa isolat terbesar dari perairan tambak yaitu bakteri Pseudomonas sekitar 70-90% dan mempunyai aktivitas pektinase yang tinggi. Salah satu dari jenis bakteri tersebut yaitu

  Pseudomonas stutzeri. Bakteri jenis ini banyak ditemukan dalam perairan tambak

  udang dan lele dengan jumlah sekitar 97,81% (Rahardja, 2010). Bakteri

  Pseudomonas mampu menghasilkan enzim pektinase dengan jenis

  poligalakturonase (PG, EC 3.2.1.15), pektat liase (PAL, EC 4.2.2.2), dan pektin liase (PL, EC 4.2.2.10) (Masithah, 2008).

  Poligalakturonase mendegradasi asam poligalakturonat (poligalakturonat

  acid) yaitu pektin dengan derajat esterfikasi yang sangat tinggi (lebih dari 50%)

  atau disebut juga dengan asam pektinat. Poligalakturonase bekerja dengan memutus ikatan α-1,4 glikosidik pada rantai asam poligalakturonat secara hidrolisis (Ortega et al., 2004). Pektin liase mendegradasi pektin dengan derajat esterfikasi yang cukup tinggi (50%) sedangkan pektat liase mendegradasi pektin yang dengan derajat esterfikasi rendah atau yang tidak teresterfikasi. Pektin liase dan pektat liase bekerja dengan memutus ikatan α-1,4 glikosidik pada pektin melalui reaksi β-eliminasi (Mayans et al., 1997).

  Dari ketiga jenis enzim pektinase yang dihasilkan oleh isolat bakteri perairan tambak, poligalakturonase memiliki aktivitas tertinggi pada pH rendah (4-6). Poligalakturonase menunjukkan aktivitasnya dalam mendegradasi pektin lebih cepat dibanding dengan pektat liase dan pektin liase. Berdasarkan hasil karakterisasi, waktu inkubasi poligalakturonase lebih pendek (45 menit) dibanding dengan pektin liase (60 menit) dan pektat liase (90 menit). Sehingga produk yang dihasilkan lebih cepat melalui degradasi oleh poligalakturonase (Masithah, 2008).

  Ekstrak kasar enzim pektinase yang diproduksi dari berbagai isolat bakteri memiliki aktivitas yang sangat rendah. Hal ini disebabkan di dalam ekstrak kasar enzim masih mengandung beberapa protein maupun kontaminan selain protein target. Aktivitas spesifik dari suatu enzim dapat meningkat setelah dilakukan berbagai tahapan pemurnian enzim melalui pengendapan enzim dan serangkaian kromatografi kolom (Stryer, 2002). Aktivitas spesifik poligalakturonase meningkat 18,64 kali setelah pemurnian dengan kromatografi penukar anion (Yadav et al., 2008), 54,9 kali setelah pemurnian menggunakan kromatografi kolom afinitas Sephadex G-100 (Jacob et al., 2008), dan 61 hingga 3200 kali setelah pemurnian dengan kromatografi kolom afinitas Sepharose (Shen et al., 1995).

  Pada penelitian sebelumnya telah berhasil dilakukan isolasi dan karakterisasi enzim pektinase dari isolat bakteri perairan tambak yang meliputi pH optimum, suhu optimum, dan waktu inkubasi optimum (Masithah, 2008). Namun yang diperoleh masih dalam bentuk ekstrak kasarnya. Untuk meningkatkan aktivitas spesifik enzim pektinase khususnya poligalakturonase perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian enzim. Tahap awal pemurnian ini dilakukan dengan pengendapan enzim menggunakan ammonium sulfat optimum, selanjutnya dilakukan dialisis dan kromatografi penukar anion.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimanakah tingkat kemurnian enzim pektinase (poligalakturonase) yang diisolasi dari bakteri Pseudomonas stutzeri setelah dilakukan pemurnian dengan pengendapan ammonium sulfat, dialisis, dan kromatografi penukar anion? b. Berapakah perkiraan berat molekul enzim pektinase (poligalakturonase) dari bakteri Pseudomonas stutzeri?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah :

  a. Mengetahui tingkat kemurnian enzim pektinase (poligalakturonase) yang diisolasi dari bakteri Pseudomonas stutzeri setelah dilakukan pemurnian dengan pengendapan ammonium sulfat, dialisis, dan kromatografi penukar anion.

  b. Memperkirakan berat molekul enzim pektinase (poligalakturonase) dari bakteri Pseudomonas stutzeri.

1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini untuk memperoleh enzim pektinase (poligalakturonase) dengan tingkat kemurnian yang tinggi, sehingga dapat digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dapat diaplikasikan dalam bidang industri yang memanfaatkan enzim pektinase.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim

  Enzim merupakan katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh

  8

  11

  sel hidup. Fungsi enzim yaitu mempercepat reaksi kimia 10 sampai 10 di dalam maupun di luar sel dengan menurunkan energi aktivasi dan tanpa mengubah hasil akhir (produk). Enzim bekerja dengan urut-urutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang membuat makromolekul sel dari prekusor sederhana (Lehninger, 1993). Keunggulan enzim sebagai biokatalisator antara lain daya katalitik dan spesifitas yang tinggi, dapat bekerja pada kondisi suhu dan pH yang tidak eksterm, aktivitas katalitik beberapa enzim dapat dikendalikan dan dapat diproduksi sehingga memudahkan penyediaan (Stryer, 2002).

  Berdasarkan tempat digunakannya, enzim terdiri atas dua tipe yaitu enzim intraselular yang berfungsi di dalam sel dan enzim ekstraselular yang berfungsi di luar sel. Fungsi utama enzim intraselular adalah mensintesis bahan selular dan juga menguraikan nutrien untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel.

  Sedangkan fungsi utama dari eksoenzim adalah melangsungkan terjadinya perubahan tertentu pada nutrien yang ada di sekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut memasuki sel (Pelczar dan Chan, 2007). Molekul-molekul enzim memiliki efisiensi yang tinggi dalam mempercepat reaksi pengubahan substrat

  7 menjadi produk akhir. Namun, enzim bersifat tidak stabil, yakni aktivitasnya dapat berkurang atau rusak oleh berbagai faktor baik fisik maupun kimia.

  Molekul enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel hidup berupa protein globular yang terbentuk dari rantai polipeptida yang berlipat secara kompak. Konformasi tersier protein globular merupakan bentuk yang paling stabil karena ditunjang oleh berbagai ikatan yang menstabilkan struktur tersier protein.

  Jenis-jenis ikatan tersebut antara lain : ikatan hidrogen yang terdapat di antara gugus R residu asam amino rantai samping yang berdekatan, ikatan ion di antara gugus R yang berlawanan, interaksi hidrofobik dari gugus R asam amino hidrofobik dan ikatan kovalen berupa ikatan disulfida dari residu sistein (Ottoway dan Apps, 1984).

2.1.1 Mekanisme kerja enzim

  Mekanisme katalis enzim merupakan reaksi-reaksi yang melibatkan gugus-gugus fungsi dari residu asam amino yang terdapat pada sisi aktif enzim.

  Sebelum melakukan fungsi katalitiknya, enzim terlebih dahulu membentuk ikatan dengan substrat, seperti yang ditunjukkan oleh reaksi berikut:

  E + S kompleks ES EP E + P

  Setelah substrat terikat pada enzim, baru kemudian terjadi proses katalisis yaitu pembentukan ikatan kimia. Mengingat molekul enzim berukuran lebih besar daripada molekul substrat maka tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat yang disebut dengan sisi aktif (active site) (Poedjiaji, 1994).

  Ikatan yang terjadi antara enzim dan substrat merupakan ikatan yang lemah seperti ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen, gaya Van Der Walls ataupun interaksi hidrofobik. Interaksi yang terjadi antara molekul enzim dan substrat melibatkan gugusan reaktif, baik dari enzim maupun dari substrat. Enzim hanya dapat mengikat substrat yang memiliki gugusan-gugusan reaktif yang sama. Gugusan reaktif enzim yang terlibat dalam pengikatan substrat disebut gugusan- gugusan pengikat (binding group). Proses katalitik melibatkan sejumlah gugusan- gugusan reaktif lain yang disebut gugusan katalitik (catalytic group). Gugusan tersebut terletak pada gugusan samping (Poedjiaji, 1994).

  Menurut Winarno (1990), ada dua model interaksi enzim substrat yaitu :

  1. Model Lock and Key (lubang dan anak kunci) Model Lock and Key (lubang dan anak kunci) dikemukakan oleh Emil Fisher pada tahun 1890. Pada model ini, substrat harus mempunyai ukuran atau bentuk yang sesuai dengan sisi aktif enzim. Dalam model Fisher, tempat katalitik dianggap terbentuk terlebih dahulu agar sesuai dengan substratnya.

  Walaupun model Lock and Key ini merupakan model cetakan yang kaku, tetapi dapat dipakai untuk memahami sifat-sifat tertentu dari enzim, misalnya pengikatan secara berurutan dua atau lebih substrat atau kinetika suatu kurva kejenuhan substrat yang sederhana.

  2. Model Induced Fit Daniel G. Koshland pada tahun 1958 mengemukakan bahwa ukuran atau bentuk sisi aktif enzim dapat mengalami modifikasi oleh adanya pengikatan substrat. Pada model ini, sisi aktif enzim diasumsikan cocok dengan substratnya sesaat setelah enzim mengikat substrat. Jadi substrat dianggap mampu menginduksi perubahan bentuk dalam sisi aktif enzim. Perubahan ini menempatkan residu asam amino pada sisi aktif enzim yang memungkinkan terjadinya pengikatan substrat selama proses katalisis.

Gambar 2.1 Model interaksi enzim substrat Lock and Key (Stryer, 2002)Gambar 2.2 Model interaksi enzim substrat Induced Fit (Stryer, 2002)

  Struktur protein enzim dapat mempengaruhi aktivitas katalitik. Aktivitas katalitik enzim akan hilang bila terjadi denaturasi protein. Denaturasi protein adalah perubahan struktur protein yang menyebabkan hilangnya fungsi alamiah protein. Akibat yang ditimbulkan dari suatu denaturasi adalah hilangnya sifat biologis protein tersebut. Penyebab terjadunya denaturasi antara lain : kondisi pH ekstrem, suhu tinggi, dan pengaruh senyawa lain seperti detergen, pelarut organik,

  urea konsentrat, anion besar dari asam kuat dan ion chaotropic (I , SCN ) (Ottoway dan Apps, 1984).

2.1.2 Aktivitas enzim

  Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu dan pH.

  2.1.2.1 Konsentrasi enzim

  Kecepatan reaksi suatu enzim secara langsung dapat dipengaruhi oleh konsentrasi enzim. Jika konsentrasi enzim banyak, maka reaksi akan lebih cepat.

  Jika jumlah enzim dua kali lipat, maka kecepatan reaksi akan menjadi dua kali lipat. Jadi ada hubungan linier antara kecepatan reaksi enzim dengan jumlah enzim (Poedjiadi, 1994).

Gambar 2.3 Pengaruh konsentrasi enzim terhadap laju reaksi (Poedjiadi, 1994)

  2.1.2.2 Konsentrasi substrat

  Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan walaupun konsentrasi substrat diperbesar (Poedjiadi, 1994).

Gambar 2.4 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap laju reaksi (Poedjiadi, 1994)

2.1.2.3 Pengaruh suhu

  Reaksi yang menggunakan katalis enzim dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentrasi efektivitas enzim berkurang dan kecepatan reaksinya pun menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.

  Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena adanya dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu (Poedjiadi, 1994).

Gambar 2.5 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi (Poedjiadi, 1994)

2.1.2.4 Pengaruh pH

  Enzim mempunyai pH tertentu yang pada pH tersebut aktivitas enzim optimum. Perubahan pH lingkungan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. pH yang rendah atau tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan mengakibatkan turunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994).

Gambar 2.6 Pengaruh pH terhadap laju reaksi (Poedjiadi, 1994)

2.2 Pektin

  Pektin adalah komponen utama yang terdapat pada lamella tengah dan dinding sel primer tanaman (Alkorta et al., 1998). Pektin merupakan polisakarida yang tersusun atas residu asam D- galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan α- 1,4 glikosidik (Quiroga et al., 2009). Menurut Nussinovitch (1997), komponen utama dari senyawa pektin tidak hanya asam D-galakturonat tetapi terdapat juga D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-ramnosa dalam jumlah yang beragam dan terkadang terdapat gula lain dalam jumlah yang kecil. Beberapa gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol. Polimer asam galakturonat tersebut dapat berupa rantai lurus atau tidak bercabang.

Gambar 2.7 Struktur molekul pektin (Alkorta et al., 1998)

  American Chemical Society telah menetapkan istilah baku untuk

  menyeragamkan pektin yang hingga kini masih dipakai (Nussinovitch, 1997), yaitu :

  1. Substansi pektat merupakan kelompok zat turunan karbohidrat kompleks berbentuk koloid yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar mengandung asam anhidrogalakturonat dalam suatu kombinasi turunannya menyerupai rantai. Gugus karboksil asam-asam poligalakturonat dapat teresterifikasi sebagian dengan gugus metil dan sebagian atau seluruhnya dapat dinetralkan oleh satu atau lebih jenis basa.

  2. Protopektin adalah zat pektat yang tidak larut dalam air dan jika dihidrolisis menghasilkan asam pektinat atau pektin.

  3. Asam pektinat adalah istilah yang digunakan bagi asam poligalakturonat yang mengandung gugus metil ester dalam jumlah yang banyak (lebih dari 50%).

  Asam pektinat dalam keadaan yang sesuai mampu membentuk gel dengan ion-ion logam.

  4. Pektin adalah istilah yang digunakan untuk asam-asam pektinat yang dapat larut dalam air dengan kandungan metil ester dan derajat netralisasi beragam dan dapat membentuk gel dengan asam dan gula pada kondisi yang sesuai.

  5. Asam pektat adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester.

2.3 Enzim Pektinase

  Pektinase adalah enzim yang digunakan dalam degradasi molekul pektin (Jacob et al., 2008). Enzim pektinase dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu enzim yang melakukan deesterifikasi (pektinesterase), enzim yang melakukan depolimerisasi (hidrolase dan liase) dan protopektinase. Enzim deesterifikasi memotong ikatan ester antara gugus karboksil dari unit asam poligalakturonat dengan gugus metil. Enzim depolimerisasi membelah ikatan α-1,4 glikosidik pada senyawa pektin. Sedangkan protopektinase adalah enzim pektinase yang melarutkan protopektin (Alkorta et al., 1998).

  Berdasarkan cara kerjanya enzim depolimerisasi dibagi menjadi dua yaitu hidrolase dan liase. Hidrolase memotong ikatan α-1,4 glikosidik asam poligalakturonat dengan hidrolisis, sedangkan liase memotong ikatan α-1,4 glikosidik asam poligalakturonat dengan β-eliminasi pada posisi C(4) dan C(5). Pemecahan hidrolisa atau β-eliminasi dapat berlangsung secara acak (endo enzim) atau hanya memutus pada bagian ujung (ekso enzim) (Alkorta et al., 1998).

  Klasifikasi enzim pektinase berdasarkan mekanisme kerjanya pada molekul pektin, yaitu: pektinesterase atau pektin metilesterase (PME, EC 3.1.1.11), poligalakturonase (PG, EC 3.2.1.15), pektat liase (PAL, EC 4.2.2.2), dan pektin liase (PL, EC 4.2.2.10) (Debing et al., 2006).

  Pektinesterase atau pektin metilesterase (PME) merupakan enzim yang yang memutus ikatan antara gugus karboksil dengan gugus metil pada asam poligalakturonat teresterifikasi. Poligalakturonase (PG) merupakan golongan enzim hidrolase yaitu enzim yang menghidrolisis molekul pektin dengan derajat esterifikasi yang sangat tinggi dengan membuka ikatan α-1,4-glikosidik pada rantai asam poligalakturonat (Shen et al., 1995). Pektat liase (PAL) dan pektin liase (PL) merupakan enzim depolimerase yang memutus ikatan α-1,4-glikosidik pada asam poligalakturonat melalui mekanisme reaksi β-eliminasi menghasilkan oligogalakturonat dengan ikatan C4-C5 tak jenuh. Pektat liase bekerja pada pektin dengan derajat esterifikasi yang rendah atau tidak teresterifikasi dan memerlukan

  2+

  Ca untuk meningkatkan aktivitasnya. Sedangkan pektin liase bekerja pada pektin dengan derajat esterifikasi yang cukup tinggi dan aktivitasnya tidak

  2+ dipengaruhi oleh Ca (Mayans et al., 1997).

Gambar 2.8 Mekanisme kerja enzim pektinase: pektin metil esterase (PME),

  pektin liase (PL), poligalakturonase (PG), dan pektat liase (PAL) (Alkorta et al., 1998)

2.4 Pseudomonas stutzeri

  Pseudomonas stutzeri memiliki klasifikasi sebagai berikut:

  Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria

  Ordo : Pseudomonadales Famili : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas Spesies : Pseudomonas stutzeri

Gambar 2.9 Uji pewarnaan gram negatif Pseudomonas stutzeri

  Pseudomonas stutzeri adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan

  memiliki flagel kutub tunggal. Bakteri ini berukuran 1-3 µm, berdiameter 0,5 µm, dan koloninya membentuk cakram. Pseudomonas stutzeri dapat ditemukan hampir di semua jenis perairan dan dapat tumbuh pada berbagai macam karbohidrat termasuk pati, pektin, dan maltosa. Bakteri ini biasanya hidup bersama-sama dengan bakteri Pseudomonas pseudomallei dalam habitatnya. Pada perairan tambak udang ditemukan sekitar 77% spesies Pseudomonas stutzeri dan 97,81% di perairan tambak lele dumbo (Rahardja, 2010). Hasil eksplorasi penelitian Herlina (2010) diketahui bahwa Pseudomonas stutzeri merupakan bakteri yang memiliki sifat proteolitik, amilolitik, pektinolitik, dan lipolitik. Selain itu, Pseudomonas stutzeri juga bersifat denitrifier (Van and Allen, 1995).

2.5 Pemurnian Enzim

  Pemurnian bertujuan untuk memisahkan enzim yang diinginkan dari senyawa yang tidak dikehendaki. Tahap-tahap pemurnian tergantung dari tujuan akhir, apakah untuk tujuan komersial atau tujuan riset. Enzim yang kasar atau yang dimurnikan sebagian masih dapat dipakai untuk komersial, sedangkan enzim yang murni atau hampir murni digunakan dalam riset atau dipakai dalam produk analitik. Untuk tujuan riset, biasanya digunakan untuk mempelajari aktivitas enzim, struktur dan fungsinya. Jumlah dari protein yang telah dimurnikan tidak hanya bergantung pada material awal tetapi juga proses. Ada protein yang hilang pada setiap tahap pemurnian. Karena itu, untuk memaksimalkan proses diusahakan sesedikit mungkin tahap pemurnian yang digunakan (Harris dan Angal, 1993).

  Harris (1989) menyebutkan ada tiga strategi dalam pemurnian enzim yang harus diperhatikan : 1) kualitas ; perlu tindakan untuk mempertahanakan aktivitas protein dengan cara mengurangi proteolisis dan denaturasi, 2) kuantitas ; pemakaian akhir dari protein murni akan menentukan kualitas enzim yang diperlukan, 3) ekonomis merupakan kunci penting bila akan dipakai dalam industri atau diterapkan dalam skala laboratorium. Pemurnian protein dilakukan berdasarkan sifat kelarutan, ukuran, muatan afinitas pengikat spesifik dari protein itu sendiri. Oleh karena itu, campuran protein selanjutnya dipisahkan dengan berbagai seri pemisahan.

2.5.1 Pemekatan enzim

  Pemekatan protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemurnian enzim sebelum tahap pemurnian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis enzim (Harris, 1989). Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pemekatan asam (asam trikloroasetat), pemekatan organik (aseton dan etanol), dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein.

  Berbeda dengan metode analitik, metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan protein dengan metode preparatif misalnya pemekatan dengan garam, pemekatan dengan pelarut organik, pemekatan dengan polimer organik, ultrafiltrasi, dan dialisis (Bollag & Edelstein, 1991). Metode pemekatan protein enzim yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan garam ammonium sulfat dan pelarut organik aseton.

  Prinsip pemekatan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein pada pH dan suhu tertentu meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in). Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu kelarutan protein menurun (salting out).

  Molekul air yang berikatan dengan garam-garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein.

  Peristiwa ini menyebabkan protein saling berinteraksi, beragregasi kemudian mengendap (Harris, 1989). Ammonium sulfat merupakan garam yang paling sering digunakan untuk mengendapkan protein karena memilki daya larut tinggi di dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan ammonium sulfat (2M-3M) tahan bertahun-tahun (Scopes, 1993).

  Pemekatan protein dengan menggunakan pelarut organik aseton berdasarkan pada pengurangan kelarutan protein dan konstanta dielektrika pelarut. Semakin banyak pelarut organik yang ditambahkan, semakin kurang daya solvasi air dan muatan pada permukaan molekul protein yang hidrofilik. Hal ini akan mengakibatkan molekul-molekul protein cenderung berinteraksi dengan sesamanya, hingga akhirnya protein mengendap. Prosedur pemekatan pelarut

  o o

  organik aseton dilakukan pada suhu di bawah 0

  C. Pada suhu di atas 10

  C, konformasi protein akan segera berubah yang memungkinkan molekul-molekul pelarut organik mendapatkan jalan masuk ke bagian dalam struktur protein, kemudian merusak interaksi hidrofobik dan akhirnya akan terjadi denaturasi (Harris, 1989; Scopes, 1993).

  Kelebihan garam yang terdapat dalam larutan enzim setelah tahap pemurnian dapat dihilangkan dengan cara dialisis, diafiltrasi, dan filtrasi gel. Pada tahap dialisis, protein ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di dalam larutan buffer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan keluar melalui membran, sedangkan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran dialisis. Sedangkan diafiltrasi dilakukan dengan menggunakan air atau buffer yang ditambahkan ke dalam larutan protein, selanjutnya dikonsentrasikan dengan ultrafiltrasi sehingga prosesnya akan berjalan lebih cepat bila dibandingkan dengan dialisis.

  Tabung dialisis Larutan pekat Larutan buffer

Gambar 2.10 Pemisahan dengan dialisis (Stryer,2002)

  Berbeda dengan dialisis dan diafiltrasi, penghilangan garam dengan filtrasi gel diterapkan untuk jumlah sampel yang sedikit, yaitu tidak melampaui 25-30% volume kolom untuk mendapatkan resolusi yang memadai antar protein dan garam. Pada umumnya matriks filtrasi gel yang biasa digunakan memiliki pori berukuran kecil, misalnya (Sephadex G-25) (Pharmacia). Kekurangan metode ini adalah terjadi pengenceran sampel protein.

2.5.2 Kromatografi kolom

  Kromatografi merupakanmetode utama dalam pemisahan senyawa organik yang mana senyawa tersebut terdistribusi di antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak berupa pelarut dan molekul yang akan dipisahkan, sedangkan fase diam berupa padatan atau larutan yang mendukung padatan atau gel. Fase gerak bergerak kontinyu terhadap fase diam.

  Ada beberapa macam kromatografi kolom, antara lain kromatografi filtrasi gel, kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas, kromatografi interaksi hidrofobik.

  2.5.2.1 Kromatografi filtrasi gel