STUDI KOMPARASI TENTANG PUTUSAN GUGATANPERKARA PERCERAIAN DISEBABKAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DITOLAK DAN DIKABULKAN (StudiPutusan di Pengadilan Agama Salatiga) SKRIPSI DiajukanuntukMemenuhi Salah SatuSyarat gunaMemperolehGelardalamHukum Islam (S

  

STUDI KOMPARASI

TENTANG PUTUSAN GUGATANPERKARA

PERCERAIAN DISEBABKAN KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA YANG DITOLAK DAN DIKABULKAN

(StudiPutusan di Pengadilan Agama Salatiga)

  

SKRIPSI

DiajukanuntukMemenuhi Salah SatuSyarat

gunaMemperolehGelardalamHukum Islam (S.Sy)

  

Oleh:

Muhammad Fahmi

NIM : 21208008

  

FAKULTAS SYARI'AH

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH (AS)

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  Motto

  Tersenyumlah dengan garis Allah SWT Meski awalnya terlihat buram

  Dan taks eperti yang kauinginkan Kelak akan bersinar pada waktunya Tidak ada jalan yang tidak berujung

  Allah Maha Mengetahui Atas Segala sesuatu

  

Persembahan

  Sebagai tanda baktiku Skripsi ini saya persembahkan untuk :

  Yang pertama, Orangtuaku Ibuku SitiMunfarijah dan Ayahku Muryoto

  Yang kedua, Istriku Nur Hidayah

  Yang ketiga, Keluarga besarku kakakku-kakakku dan adik-adikku

  Yang keempat, kampusku IAIN Salatiga Yang kelima,

  Untuk semua yang telah mendo’akanku dan mendukungku

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan nikmat, karunia, serta hidayah-nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa terhaturkan dan tercurahkan kepada

  Khatamul Anbiya’ wal Mursalin (penutup

  para Nabi dan Rasul) baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, shahabat dan pengikutnya serta orang-orang yang mencintainya, hingga yaumil qiyamah. Semoga kita semua, orang tua kita, keluarga kita, guru-guru kita diberi tetap Iman, Islam, Ihsan, istiqamah dalam beribadah dan dibimbing oleh Allah SWT dan pada akhirnya jika kita di panggil menghadap Allah SWT menetapi

  ‘alaar-Ridha wa khusnil khatimah . Amin yaa Rabbal ‘Alamiin.

  Penyusunan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gel ar Sarjana Syari’ah Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah Institut

  Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI KOMPARASI TENTANG PUTUSAN GUGATAN

  PERKARA PERCERAIAN DISEBABKAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGG A YANG DITOLAK DAN DIKABULKAN”(Studi Putusan di

  Pengadilan Agama Salatiga). Sebagai hamba yang lemah dan banyak kesalahan, penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang ikut serta memberikan bantuan moril maupun materil. Oleh karenanya dengan kerendahan hati perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

  3. Bapak Syukron Makmun, S.HI.,M.Si. selaku Ketua Jurusan Ahwal Al- Syahshiyyah IAIN Salatiga.

  4. Ibu Heni Satar Nurhaida, SH.,M.Si. selaku Pembimbing pembuatan skripsi.

  5. Bapak Drs. Zaenuri selaku Hakim Pengadilan Agama Salatiga yang telah memberikan informasi.

  6. Para Dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  7. Teman-teman yang selalu mendoakan serta member bantuan.

  8. Segenap pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu.

  Semoga amal dan bantuan dibalas jasanya oleh Allah SWT. Amiin. Penulis menyadari dalam menyusun skripsi ini banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi memperbaiki skripsi ini.

  Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

  Salatiga, 13 September 2015 Penulis

  ABSTRAK

  Fahmi, Muhammad. 2015. Studi Komparasi Tentang Putusan Gugatan Perkara

  Perceraian Disebabkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Ditolak Dan Dikabulkan ( Studi Putusan Di Pengadilan Agama

  Salatiga). Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Ahhwal Al-Syahsiyyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  Kata Kunci : Studi Komparasi, Putusan Gugatan Perceraian yang Ditolak dan yang Dikabulkan.

  Salah satu jalan untuk memutus perkawinan adalah dengan perceraian. Agar perceraian tersebut sah menurut Hukum Islam dan Hukum Negara maka pasangan suami istri yang akan bercerai hendaknya mengajukan gugatan percerian ke Pengadilan. Dalam mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan tentunya terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar gugatan tersebut dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jika syarat yang ditentukan tidak terpenuhi maka bukan tidak mungkin gugatan yang sudah diajukan ke Pengadilan Agama akan tidak dikabulkan tuntutannya bahkan ada yang langsung ditolak oleh Pengadilan Agama. Tidak sedikit seseorang dalam mengajukan gugatan di pengadilan banyak yang tidak mengetahui prosedur dan syarat lengkap agar pengajuan gugatan tersebut dapat dikabulkan sesuai dengan yang diinginkannya.

  Maka dari latar belakang tersebut penulis melakukan penelitian yakni studi putusan tentang sebab-sebab putusan gugatan ditolak tuntutannya dan yang dikabulkan tuntutannya oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yakni dengan melakukan analisa dan mendeskripsikan putusan gugatan yang didapatkan penulis. Dalam mendapatkan data penulis juga melakukan observasi dengan melakukan wawancara dengan hakim yang memutus putusan gugatan tersebut.

  Dari penelitian ini diperoleh data bahwa putusan gugatan yang ditolak oleh Majelis Hakim disebabkan karena penggugat tidak lengkap dalam mengajukan bukti saksi dan bukti surat. Maka setelah pengajuan gugatan kedua yang telah dilengkapi bukti saksi dan bukti surat, putusan gugatan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang

  muslim dapat memikul amanat dan tanggung jawab yang paling besar dalam dirinya terhadap orang yang paing berhak mendapatkan pendidikan dan pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenraman jiwa. Dalam UUD Tahun 1974 Pasal 1 berbunyi; Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Kompilasi Hukum Islam Perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya adalah merupakan ibadah. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan, rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Hubungan antara seoarang laki-laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini disyariatkan akad nikah.

  Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang diatur dalam perkawinan akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekelilingnya. Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21:

  

           

         

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar- Rum:21)

  Dari ayat diatas dijelaskan bahwa tujuan kawin adalah untuk tenteram dan tenang, suami tenang karena ada istri dan sebaliknya. Ketenteraman dan ketenangan itu membuat antara suami istri saling cinta dan kasih sayang. Namun dalam menjalani kehidupan rumah tangga didalam perkawinan seringkali kita menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan utama perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia, tenteram dan aman. Tujuan mitsaqan gholiidhon yang berlaku sepanjang masa dan ikrar yang sakral dimata Allah dan dimata manusia seringkali dilupakan. Retaknya hubungan yang terjadi antara pasangan suami istri sering memicu kepada pertengkaran yang dapat menyebabkan salah satu pihak bertindak kasar. Jika hal tersebut terjadi maka menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian dan tidak dapat merima perlakuan kasar dari salah satu pihak tersebut. Terlebih jika yang melakukan perbuatan kasar tersebut adalah suami. Maka wajarlah jika istri tidak dapat menerima perlakuan kasar dari suami tersebut.

  Jika hal tersebut dilakukan berulang-ulang, maka yang terjadi adalah istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Didalam undang-undang Perkawinan Tahun 1974 Pasal 19 d dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 berbunyi perceraian dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak yang lain. Pasal 34 ayat 1 yakni suami wajib melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Dan Pasal 34 ayat 3 berbunyi jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.

  Di Pengadilan Agama Salatiga terdapat gugatan perceraian yang diajukan disebabkan kekerasan rumah tangga yang diajukan oleh istri terhadap suami. Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Agama tersebut diajukan hingga dua kali. Dan dua gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan oleh satu orang yang sama. Karena dalam putusan pertama hakim tidak mengabulkan permohonan gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri kepada suami. Kemudian istri mengajukan gugatan kembali pada pengadilan yang sama dan dengan sebab yang sama yakni suami melakukan kekerasan terhadap istri. Pada putusan yang kedua hakim mengabulkan permintaan gugatan perceraian yag diajukan istri kepada suami. Berangkat dari rumusan diatas maka penulis mengambil tema yakni

  “STUDI KOMPARASI TENTANG PUTUSAN GUGATAN PERKARA PERCERAIAN DISEBABKAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DITOLAK DAN DIKABULKAN” (Studi Putusan Di Pengadilan Agama Salatiga).

  B. Rumusan Masalah

  Bertolak dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diambil adalah:

  1. Mengapa Pengadilan Agama menolak gugatan perceraian yang pertama Nomor : 0666/Pdt.G/2011/PA.SAL?

  2. Mengapa Pengadilan Agama mengabulkan gugatan perceraian yang kedua Nomor : 0064/Pdt.G/2012/PA.SAL?

  C. Tujuan

  Dari permasalahan yang terjadi, secara garis besar penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:

  1. Untuk mengetahui dasar hukum pertimbangan gugatan perceraian yang pertama Nomor : 0666/Pdt.G/2011/PA.SAL ditolak.

  2. Untuk mengetahui dasar hukum pertimbangan gugatan yang kedua Nomor : 0064/Pdt.G/2012/PA.SAL, dikabulkan oleh Pengadilan Agama.

D. Manfaat Penelitian

  Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna secara komprehensif, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat diantaranya:

1. Teoritis

  Memberikan sumbangan keilmuan terhadap kemajuan perkembangan ilmu pegetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya yang memiliki kaitan dengan problematika masyarakat terhadap Hukum Perdata Islam sehingga dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pengajuan gugatan perceraian.

2. Praktis a.

  Bagi Masyarakat Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pengajuan gugatan perceraian yang sesuai dengan aturan perundangan.

  b.

  Bagi Penulis Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola pikir serta pemenuhan pra-syarat dalam menyelesaikan kuliah di Fakultas S yari’ah jurusan Ahwal al-syahksiyyah pada Institut Agama Islam Negeri

  (IAIN) Salatiga.

E. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda denga maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul, maka perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian. Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:

  1. Studi Komparasi menurut Poerwodarminto dalam kamus bahasa adalah mempelajari atau mendapatkan. Mempelajari berarti ingin mendapatkan sesuatu yang khusus dengan didorong oleh rasa ingin tahu terhadap sesuatu faktor kesamaan serta faktor perbedaan. Menurut Winarno Surahkmad dalam bukunya Pengantar Pengetahuan Ilmiah (1986 : 84) bahwa pemecahan melalui analisis tentang hubungan sebab akibat yakni memilih faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki. Berdasarkan pendapat diatas yang dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu hal atau masalah dengan membandingkan dua variabel atau lebih dari suatu obyek penelitian.

  2. Putusan berarti penyelesaian perkara yang disengketakan oleh Pengadilan Agama tingkat pertama dan merupakan tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di pengadilan (Harahap, 2005 :797).

  3. Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dalam rumah tanggadan merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak (Mardani, 2009:80).

  4. Perceraian dapat diartikan sebagai suatu cara yang sah untuk mengakhiri suatu perkawinan (Rahman, 2002:221)

  5. Kekerasan dalam rumah tangga menurut UU P KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 butir 1).

F. Tinjauan Pustaka

  Setelah penulis melakukan penelitian terhadap skripsi

  • –skripsi lain, penulis menemukan skripsi yang hampir mendekati dengan tema skripsi yang penulis buat. Skripsi pertama ditulis oleh Heriyono Progam Studi Magister Kenotariatan Progam Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2009 yang berjudul kekerasan dalam rumah tangga sebagai alasan terjadinya perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Namun pembahasan skripsi ini lebih kepada konsep kekerasan dalam rumah tangga yang dapat menjadi alasan perceraian menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974.

  Skripsi kedua ditulis oleh Siti Nur Azizah Progam Studi Magister Kenotariatan Progam Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2010 yang berjudul Akibat Perceraian Disebabkan Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Skripsi ini fokus kepada akibat hukum yang ditimbulkan dari perceraian yang disebabkan tindak kekerasan dalam rumah tangga.

  Sk ripsi yang ketiga ditulis oleh Halimatus Sa’adah Jurusan Administrasi Keperdataan Islam Tahun 2008 mengenai Cerai Gugat Karena KDRT. Skripsi ini fokus membahas tentang alasan tertinggi terjadinya KDRT dari tahun 2003-2007 yang berujung pada cerai gugat.

G. Metode Penelitian

  Dalam penulisan skripsi diperlukan sebuah metode penelitian, hal ini dimaksudkan untuk mencari atau mendapatkan data-data yang valid dan akurat sehingga dapat dipercaya kebenarannya dan pada akhirnya dapat menghasilkan tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa metode penelitian adalah tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, tehknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu untuk suatu prosedur (Soekanto, 2007: 5). Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

  1. Metode Pendekatan Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metodependekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif berarti upaya menemukan kebenaran dalam wilayah konsep mutu (Farihah, 2006:37) yaitu dengan melakukan analisa dan mendeskripsikan isi dari putusan gugatan perceraian yang didapatkan penulis. Pendekatan kualitatif menggunakan hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi (Emzir, 2011:3). Data tersebut meliputi hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Salatiga, catatan lapangan, dan dokumen yang ditemukan di Pengadilan Agama Salatiga.

  2. Jenis Penelitian

  Terdapat banyak jenis penelitian kualitatif, diantaranya etnografi, studi kasus, fenomenologi, grounded theory, dan biografi atau naratif, masing-masing metode penelitian ini meleburkan diri dalam karakteristik kunci peneltian kualitatif (Emzir, 2011:18). Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yaitu studi kasus. Studi kasus adalah suatu penelitian yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau situasi. Studi kasus mengidentifikasi masalah atau pertanyaan yang akan diteliti. Masalah atau pertanyaan yang dikerangkai melalui pengalaman, observasi dan tinjauan penelitian yang relevan.

  Peneliti juga menetapkan sampling atau objek yang akan dijadikan objek observasi dan diwawancari yang didasarkan pada kemampuan mereka memberikan kontribusi pada pemahaman fenomena yang akan diteliti (Emzir, 2011:20).

  3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga yang terletak di Kecamatan Tingkir, Salatiga.

  4. Sumber Data Sumber data adalah tempat penulis bertumpu, artinya penelitian ini bertolak dari sumber data (Arifin, 1998:54). Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannnya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis memperoleh data primer melalui wawancara dengan pihak yang berkaitan dan megetahui serta terkait dengan putusan gugatan perceraian yang ditolak dan dikabulkan dengan sebab yang sama. Maka dalam penelitian ini tehknik yang dipergunakan adalah sebagai berikut: a.

  Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dalam melakukan penelitian di lapangan. Dalam hal ini data yang diperoleh adalah dengan melakukan wawancara di pengadilan agama salatiga. Sistem wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman, tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan (Hadi, 1985:26).

  b.

  Sekunder Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan mengenai data primer. Data sekunder antara lain mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, baik buku harian dan seterusnya (Soekanto, 2007:12). Dalam hal ini peneliti menggunakan buku-buku yang berisi tentang perceraian, tata cara pengajuan gugatan perceraian dan buku yang berisi tentang kekerasan dalam rumah tangga.

5. Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data yang umum digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga metode pengumpulan data, yakni wawancara, observasi dan dokumen.

  a.

  Wawancara Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan, yang salah satu merupakan pihak yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya (Hasan ,1981:43). Dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung dengan hakim Pengadilan Agama Salatiga yang menangani perkara perceraian dengan sebab kekerasan dalam rumah tangga yang dikabulkan dan ditolak.

  b.

  Observasi Observasi atau pengamatan dapat didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap gejala, kejadian atau sesuatu.

  Adapun observasi ilmiah adalah perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah- kaidah yang mengaturnya (Garabiyah, 1981: 33).

  c.

  Dokumen Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan dan peristiwa pada waktu yang lalu, seperti jurnal dan literatur (Soekanto,

  2003:13). Dokumen yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah putusan yang berisi tentang perceraian yang yang disebabkan kekerasan dalam rumah tangga yang ditolak dan dikabulkan, buku yang berisi tentang tata cara pengajuan gugatan, buku yang berisi tentang kekerasan dalam rumah tangga, UU yang mengatur tentang perceraian yang disebabkan kekerasan dalam rumah tangga.

  6. Analisis Data Analisis data adalah proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi-materi tersebut dan memungkinkan untuk menyajikan kepada orang lain (Emzir, 2011:85). Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif deskriptif, yaitu melakukan analisa dengan menguraikan data dan mendeskripsikan sesuai dengan informasi yang didapatkan dari Pengadilan Agama Salatiga. Dalam hal ini analisis data diperoleh dari wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Salatiga, analisis tentang putusan gugatan perceraian yang disebakan oleh kekerasan dalam rumah tangga yang ditolak dan dikabulkan, serta pengamatan tentang keadaan di Pengadilan Agama Salatiga.

  7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tehknik Triangulasi data yang terdapat dalam buku Moeleong, yakni dengan melakukan pengecekan data yang memanfaatkan sumber data yang lain sebagai pembanding terhadap data tersebut.

8. Tahap-Tahap Penelitian

  Tahap-tahap penelitian adalah langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mencari data yang diperlukan untuk menyusun laporan hingga terbentuk sebuah laporan. Langkah-langkah yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: a.

  Menentukan tema, dan objek yang akan diteliti; b.

  Mencari sumber data berupa salinan putusan gugatan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga; c. Melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan memastikan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya; d.

  Mengajukan tema kepada kaprogdi dan selanjutnya untuk diberikan dosen pembimbing dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan; e. Melakukan wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Salatiga yang memimpin sidang dan memutus gugatan perceraian disebabkan kekerasan dalam rumah tangga yang ditolak dan dikabulkan ; f. Mencari buku yang berkaitan dengan tema; g.

  Menyusun laporan.

H. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan pada skripsi yang dibuat ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian, tehknik analisis, tehknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.

  BAB II :Studi Pustaka, dalam bab ini membahas tentang perceraian, prosedur mengajukan gugatan perceraian, syarat-syarat mengajukan gugatan perceraian, kekerasan dalam rumah tangga.

  BAB III : Hasil Penelitian, dalam bab ini berisikan tentang profil Pengadilan Agama Salatiga dan putusan gugatan perkara perceraian yang dikabulkan dan ditolak oleh Hakim Pengadilan Salatiga. BAB IV : Analisis Data, pada bab ini berisikan tentang analisis antara putusan perceraian yang ditolak dan dikabulkan dengan sebab kekerasann dalam rumah tangga.

  BAB V : Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian.

BAB II PERCERAIAN KARENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) A. Perceraian 1. Pengertian Perceraian Perceraian menurut bahasa indonesia berarti pisah dari dasar kata

  cerai. Menurut istilah perceraian merupakan sebutan untuk melepaskan ikatan pernikahan. Sebutan tersebut adalah lafadz yang sudah dipergunakan pada masa jahiliyyah yang kemudian digunakan oleh syara’(Ahmad, 1993:175). Dalam istilah hukum islam disebut dengan “at- talak” yang secara bahasa bermakna meninggalkan atau memisahkan (Ali, 2003:1237), ada juga yang yang memberikan pengertian lepas dari ikatannya (Munawir, 1997:861). Menurut H. A. Fuad Said yang dimaksud perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dan isteri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti mandulnya isteri atau suami atau yang lainnya dan setelah sebelumnya perdamaian dengan melibatkan kedua belah pihak (Manan, 2001:7).

  Pengertian perceraian juga dapat ditemui dari beberapa pendapat Imam madzhab, Imam Syafi’i berpendapat bahwa talak ialah melepaskan akad nikah dengan lafadz talak atau yang semakna dengan itu, sedangkan Hanafi dan Hambali memberikan pengertian talak sebagai suatu pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau untuk masa yang akan datang dengan lafazd khusus, pendapat lain yang memberikan pengertian talak secara lebih umum dikemukakan oleh Imam Maliki yang mengartikan talak sebagai suatu sifat hukum khusus yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri (Dahlan, 1996:1777).

  Menurut Kompilasi Hukum Islam perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal ini sesuai ketentuan pasal 113 KHI, dan Undang-Undang Perkawinan pasal 38 Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat dikarenakan 3 alasan yakni; a.

  Kematian; b.

  Perceraian; c. Putusan pengadilan.

  Dalam pasal 39 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 selanjutnya menyatakan sebagai berikut: a.

  Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak; b. Untuk melaksanakan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri; c.

  Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundang-undangan itu sendiri.

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perceraian adalah pelepasan ikatan antara suami dan isteri, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai (talak) ataupun karena isteri yang menggugat cerai atau memohon hak talak sebab sighat taklik talak. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Pengadilan, meskipun dalam agama islam, perkawinan yang putus karena perceraian dianggap sah apabila diucapkan seketika oleh suami, namun harus tetap dilakukan didepan pengadilan. Tujuannya adalah untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum percerain itu.

2. Sebab-Sebab Perceraian

  Alasan perceraian menurut hukum perdata, hanya dapat terjadi berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan undang-undang dan harus dilakukan didepan sidang pengadilan (Harahap, 1975:133). Alasan terjadinya perceraian berdasarkan pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 adalah sebagai berikut : a.

  Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

  b.

  Salah satu pihak (suami isteri) meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah terkait dengan hak dan kewajiban memberikan nafkah lahir dan batin.

  c.

  Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

  d.

  Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak lain.

  e.

  Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. f.

  Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengakaran, serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangganya.

  Disamping pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 bagi yang beragama islam terdapat penambahan sesuai dengan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut: a.

  Suami melanggar taklik talak.

  b.

  Peralihan agama (murtad) yang dapat menjadikan ketidakrukunan dalam rumah tangga.

  Berdasarkan apa yang telah ditentukan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, maka dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak dapat dilakukan dengan sesuka hati. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi rumusan yang telah ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dengan kata lain pengaturan tersebut sesuai dengan asas dasar perkawinan yang mempersulit adanya perceraian.

3. Bentuk Perceraian

  Didalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, membagi perceraian menjadi dua bentuk, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Walaupun kedua bentuk perceraian tersebut diatur dalam bab yang sama, yaitu dalam bab IV bagian kedua Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, namun kedua bentuk perceraian tersebut diatur dalam paragraf yang berbeda, cerai talak diatur dalam paragraf 2 dan cerai gugat diatur dalam paragraf 3.

  a.

  Cerai Talak Cerai talak adalah salah satu cara yang dibenarkan dalam hukum islam untuk memutuskan ikatan perkawinan, dalam cerai talak suami berkedudukan sebagai pemohon sebagaimana yang diatur dalam pasal 66 ayat 1 dan pasal 67 huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tent ang Peradilan Agama, yang memuat ketentuan bahwa “seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak”. Meskipun kebolehan menjatuhkan ikrar talak adalah mutlak hak urusan pribadi suami, namun boleh atau tidaknya suami menjatuhkan talaknya kepada istri tergantung penilaian dan pertimbangan pengadilan, setelah pengadilan mendengar sendiri dan mempertimbangkan pendapat dan bantuan istri, sehingga dalam hal ini istri bukan obyek yang pasif lagi dalam cerai talak (Harahap, 1975:216). Dengan kata lain bahwa cerai talak adalah pemutusan perkawinan oleh pihak suami yang melakukan perkawinan menurut agama islam dihadapan sidang pengadilan yang diadakan untuk itu, setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan dan pengadilan menganggap ada alasan untuk melakukan perceraiaan. b.

  Cerai Gugat Dalam cerai gugat, yang mengajukan gugatan perceraian adalah isteri, sedangkan suami berkedudukan sebagai tergugat. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam pasal 73 ayat 1 Undang-Undang Nomor

  7 Tahun 1989 yang berbunyi:” gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman tergugat”. Bentuk perceraian cerai gugat ini lebih lanjut diatur dalam bab IV bagian kedua, paragraf 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, karena itu pasal 73 ayat 1 yang telah menetapkan secara permanen bahwa dalam perkara cerai gugat yang bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat adalah istri (Harahap, 1975:234).

B. Gugatan Perceraian 1.

  Pengertian Gugatan Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dalam rumah tangga dan merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak (Mardani, 2009:80). Sedangkan cerai gugat yaitu perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh para pihak kepada pengadilan dan dengan suatu putusan pengadilan (Saleh,1982:40).

  Isi dari surat gugatan secara garis besarnya terdiri dari tiga komponen, yakni sebagai berikut: a.

  Identitas pihak-pihak Identitas pihak-pihak memuat nama berikut gelar atau alias atau julukan, bin/bintinya, umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal terakhir dan statusnya sebagai penggugat/tergugat (67 (a) UU No. 7/1989). Kalau kumulasi subjektif, mungkin sebagai penggugat 1, penggugat 2 dan seterusnya. Kalau ada pemberian kuasa , tentunya sekaligus dicantumkan identitas pemegang kuasa. Alias atau gelar atau julukan, berikut bin/binti diperlukan agar terhindar dari kekeliruan orang karena kesamaan nama. Umur diperlukan karena relevansinya, misalnya passangan suami istri yang sudah amat tua minta pengesahan nikah untuk keperluan pensiun karena dahulunya perkawinan mereka belum memakai surat menyurat. Agama dicantumkan sehubungan dengan kekuasaan peradilan agama bagi meraka yang beragama islam. Begitu pula tempat tinggal diperlukan sehubungan dengan tempat mengajukan gugatan dan keperluan pemanggilan dan sebagainya. Tempat tinggal hendaknya dicantumkan sampai minimal nama kabupaten, sebab hakim tingkat banding (kalau banding) dan hakim tingkat kasasi (kalau kasasi) mungkin tidak begitu jelas kalau hanya menyebutkan nama kecamatan.

  Kalimat yang memisahkan antara identitas pihak penggugat dan tergugat diberikan kata-kata berlawanan dengan yang diletakkan dibaris tersendiri ditengah-tengah. b.

  Fakta- fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah pihak, biasa disebut dengan Posita (jamak) atau Positum (tunggal).

  Bagian yang memuat fakta-fakta atau hubungan hukum yang terdiri dari posita hendaknya singkat, kronologis, jelas, tepat dan sepenuhnya terarah untuk mendukung isi tuntutan(bagian petita nantinya). Kalimat pertama dari bagian posita berbunyi “duduk perkaranya”, yang diletakkan dalam baris tersendiri ditengah-tengah. Kalimat posita yang terakhir biasanya didahului kalimat:”berdasarkan uraian diatas, dengan segala kerendahan hati penggugat mohon kepada pengadilan agama untuk”. Sesudah kalimat ini, gugatan masuk kepada petita.

  c.

  Isi tuntutan yang biasa disebut Petita (jamak) atau Petitum (tunggal).

  Butir pertama dari setiap petita selalu tentang formal perkara, belum boleh langsung ke materi perkara. Butir pertama itu berbunyi:”Mohon agar Pengadilan Agama menerima gugatan penggugat,” maksudnya ialah, karena syarat-syarat formal gugatan sudah cukup, penggugat mohon agar secara formal gugatannya dinyatakan diterima.

  Sehubungan dengan petita, pengadilan dilarang mengabulkan tuntutan melampaui apa yang dituntut oleh penggugat, sebaliknya pengadilan dilarang tidak mengadili semua terhadap apa yang dituntutnya, walaupun mungkin ada yang dikabulkan dan ada yang ditolak, atau ada yang dikabulkan sebagian dan ditolak sebagian lainnya.

2. Bentuk Gugatan

  Dalam mengajukan gugatan ke pengadilan terdapat ada dua jenis gugatan yakni gugatan lisan dan gugatan tertulis.

  1) Gugatan Tertulis

  Gugatan tertulis diatur dalam pasal 118 HIR dan pasal 142 ayat 2 R.Bg. Dalam kedua pasal ini ditentukan bahwa gugatan harus diajukan secara lisan dan ditujukan kepada ketua pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut. Surat gugatan yang ditulis itu harus ditandatangani oleh penggugat atau tergugat. Jika perkara itu dilimpahkan kepada kuasa hukumnya, maka yang menandatangani surat gugatan itu adalah kuasa hukumnya sebagaimana disebutkan dalam

  pasal 123 ayat 1 HIR dan pasal 147 ayat 1 R.Bg. Berdasarkan pasal 119 HIR dan 143 R.Bg, ketua pengadilan berwenang memberikan nasehat dan bantuan kepada penggugat atau kuasanya apabila mereka kurang paham tentang seluk beluk hukum dalam mengajukan gugatan kepada pengadilan yang berwenang. Surat gugatan dibuat harus bertanggal, menyebutkan dengan jelas nama pemggugat dan tergugat, umur, agama, tempat tinggal, dan jabatan kedudukannya. Surat gugatan diketik rapi, akan tetapi apabila yang bersangkutan tidak bisa mempergunakan mesin ketik, dapat juga ditulis dengan tangan diatas kertas biasa, tidak perlu diberi materai. Surat guagtan harus dibuat bebrapa rangkap, satu helai yang asli untuk pengadilan, satu helai untuk arsip penggugat dan ditambah sekian banyak salinan lagi untuk masing-masing tergugat.

  2) Gugatan Lisan

  Surat gugatan yang berbentuk lisan diatur dalam Pasal 120 HIR atau pasal 144 ayat 1 R.Bg, ditegaskan bilamana penggugat buta huruf, gugatan dapat diajukan dengan lisan kepada ketua pengadilan, kemudian ketua pengadilan mencatat atau menyuruh mencatat kepada salah satu seorang pejabat pengadilan dan selanjutnya ketua pengadilan memformulasinya berupa surat gugatan. Tujuan memberi kelonggaran mengajukan gugatan secara lisan untuk membuka kesempatan kepada rakyat pencari keadilan yang buta aksara membela dan mempertahankan haknya. Ini merupakan salah satu fungsi pengadilan sesuai dengan Pasal 119 HIR atau Pasal 143 ayat 1 R.Bg jo Pasal 58 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 1989.

3. Kelengkapan Gugatan

  Dalam surat gugatan yang akan didaftarkan di Pengadilan Agama tentunya harus dilengkapi dengan syarat-syarat lainnya. Syarat kelengkapan gugatan ada dua macam yakni kelengkapan Umum dan Khusus.

  a.

  Syarat Kelengkapan Umum: 1.

  Surat gugatan atau permohonan tertulis, atau dalam hal buta huruf, catatan gugat atau catatan permohonan;

  2. Surat keterangan kependudukan/tempat tinggal/domissili bagi penggugat;

  3. Vorschot (uang muka) biaya perkara, kecuali bagi yang miskin dapat membawa surat keterangan miskin dari lurah/kepada desa yang disahkan minimal oleh camat setempat b. Syarat Kelengkapan Khusus

  a) Bagi anggota ABRI dan kepolisian yang mau kawin atau bercerai harus melampirkan izin komandan; b)

  Mereka yang mau kawin lebih dari seorang (selain anggota ABRI, Kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil), harus melampirkan: i.

  Surat persetujuan tertulis dari isterinya yang telah ada; ii. Surat tentang penghasilan suami, isteri, seperti daftar gajinya atau harta yang dijadikan ushanya dalam mencari nafkah atau penghasilan- penghasilan lannya, untuk bukti bahwa suami tersebut mampu beristri lebih dari seorang; iii.

  Surat penyataan dari suami bahwa ia sanggup berlaku adil terahadap isteri-isterinya dan anak- anaknya; iv.

  Untuk keperluan tersebut diatas, atau jika mau bercerai, kalau suami itu PNS, maka syarat tersebut (b) diatas, harus ditambah lagi dengan adanya izin dari jabatan yang berwenang (atasannya). c) Perkara-perkara perkawinan harus melampirkan kutipan akta nikah, seperti perkara gugatan cerai, permohonan untuk menceraikan isteri dengan talak, gugatan nafkah isteri dan sebagainya.

  d) Perkara-perkara yang berkenaan dengan akibat perceraian harus melampirkan kutipan akta cerai, seperti perkara gugatan nafkah iddah, guagatan tentang mut’ah (pemberian dari suami kepada bekas isteri yang diceraikan berhubung kehendak bercerai datangnya dari suami) dan lain sebagainya.

  e) Mereka yang bercerai harus melampirkan surat keterangan untuk bercerai dari kelurahan/kepada desa masing-masing, yang disebut model “Tra”.

  f) Gugatan waris harus disertakan surat keterangan kematian pewaris, dan lain-lainnya.

4. Tata Cara Mengajukan Gugatan Perceraian

  Sesudah surat gugatan dibuat dan dilampiri dengan syarat-syarat kelengkapan umum dan khusus maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendaftaran ke Pengadilan Agama dengan medaftarkan di kepaniteraan. Tatacara mengajukan gugatan perceraian ini berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam HIR (RIB= Reglemen Indonesia yang diperbarui), gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya mewilayahi daerah tergugat. Tetapi apabila tergugat tidak jelas tempat kediamannya atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat. Begitu pula apabila tergugat berkediaman diluar negeri atau tergugat meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya (Pasal 20 dan 21 PP).

  Prosedur pengajuan gugatan ke Pengadilan Agama adalah sebagai berikut; a.

  Penggugat atau kuasanya datang ke bagian pendaftaran perkara di Pengadilan Agama, untuk menyatakan bahwa ia ingin mengajukan gugatan. Gugatan dapat diajukan dalam bentuk surat(tertulis) atau secara lisan atau dengan kuasa yang ditujukan kepada ketua pengadilan agama dengan membawa surat bukti identitas diri yaitu KTP; b. Penggugat wajib membayar uang muka biaya atau ongkos perkara

  (Pasal 121 ayat (4) HIR); c. Panitera pendaftaran perkara menyampaikan gugatan kepada bagian perkara, sehingga gugatan secara resmi dapat diterima dan didaftarkan dalam buku register perkara; d. Setelah didaftar, gugatan diteruskan kepada ketua Pengadilan Agama dan diberi catatan mengenai nomor, tanggal perkara dan ditentukan hari sidangnya; e. Ketua Pengadilan Agama menentukan Majelis Hakim yang akan mengadili dan menentukan hari; f.

  Hakim ketua atau anggota Majelis Hakim (yang akan memeriksa perkara) memeriksa kelengkapan surat gugatan; g.

  Panitera memanggil penggugat dan tergugat dengan membawa surat panggilan sidang secara patut; dan h.

  Semua proses pemeriksaan perkara dicatat dalam berita acara persidangan.

C. Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1.

  Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam Perspektif Islam kekerasan adalah tindakan melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh syari’at islam dan termasuk kategori kriminalitas (Jarimah). Sementara kejahatan dalam islam adalah perbuatan tercela (Al-Qolbih) yang ditetapkan oleh hukum syar a’. Islam menentang kekerasan dalam bentuk apapun termasuk dalam kehidupan rumah tangga. Prinsip yang diajarkan islam dalam membangun rumah tangga adalah sakinah, mawaddah wa rahmah ( kasih sayang dan adil ). Dalam Al-

  Qur’an disebutkan “ dan diantara tanda-tanda kekuasaan- Nya ialah Dia ciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (Kebesaran

  Allah) bagi kaum yang berpikir”(Ar- Rum: 21). Berdasarkan Syari’at Islam ada beberapa bentuk kekerasan atau kejahatan dimana pelakunya harus diberikan sanksi yang tegas. Kejahatan ini dapat menimpa laki-laki atau perempuan.

  a.

  Qadzaf, yakni melempar tuduhan, yakni menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa memberikan barang bukti. Sanksi hukumannya adalah 80 kali cambukan.

  b.

  Membunuh, yakni menghilangkan nyawa seseorang. Hukumannya adalah qishos (hukuman mati).

  c.

  Mensodomi, yakni menggauli wanita pada duburnya. Sanksi hukumannya adalah ta’zir, berupa hukuman yang diserahkan bentuknya kepada pengadilan yang berfungsi untuk mencegah hal yang sama terjadi.

  d.

  Penyerangan terhadap anggota tubuh, sanksi hukumnnya adalah membayar diyat 100 ekor unta, tergantung organ tubuh yang disakiti.

  Menyerang lidah sanksi 100 unta, 1 biji mata sanksi 50 unta, satu kaki sanksi 50 unta, luka sampai batok kepala sanksi 30 unta, luka sampai tulang dan mematahkannya sanksi sampai 15 unta, setiap jari kaki dan tangan sanksi 10 unta, dan gigi sanksi 5 unta, luka sampai ketulang dan kelihatan sanksi 5 unta.

  e.

Dokumen yang terkait

ANALISA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (StudiKasus Di Pengadilan Agama Kabupaten Malang)

0 8 19

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEKERASAN PADA PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT)

0 6 2

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN YANG DIUCAPKAN TANPA HADIRNYA TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) (Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor: 106/ Pid.B/2008/PN.Smp)

0 5 78

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYEBAB PERCERAIAN YANG DISEBABKAN PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS-MENERUS DI PENGADILAN AGAMA JEMBER (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1085/Pdt.G/2002/PA.Jr)

2 11 61

GUGATAN CERAI BERDASAR ALASAN PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN DALAM RUMAH TANGGA TELAH DITOLAK PENGADILAN AGAMA KARENA TIDAK TERBUKTI (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember NOMOR: 2901/Pdt.G/2005/Pa.Jr.)

0 22 15

GUGATAN CERAI BERDASAR ALASAN PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN DALAM RUMAH TANGGA TELAH DITOLAK PENGADILAN AGAMA KARENA TIDAK TERBUKTI (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember NOMOR: 2901/Pdt.G/2005/Pa.Jr.)

0 11 55

KAJIAN YURIDIS TENTANG PENGANIAYAAN DALAM RUMAH TANGGA SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 2633/Pdt.G/2005/PA.Jr)

0 3 71

KAJIAN YURIDIS TERHADAP IZIN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERCERAI DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TANPA IZIN ATASAN

0 5 15

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus Perkara Nomor 383/Pid.B/2012 PN.TK di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang)

0 18 40

TINJAUAN UMUM TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

0 1 100