BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - Tasirahwati BAB II

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Berdasarkan naskah Penguatan Kurikulum Mata Pelajaran PPKn terbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud 2012 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn disesuaikan menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Untuk mengakomodasikan perkembangan baru dan mewujudkan pendidikan sebagai bagian utuh dari proses pencerdasan kehidupan bangsa, maka nama mata pelajaran PKn beserta ruang lingkup dan proses pembelajarannya disesuaikan menjadi PPKn, yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dikenal dengan “empat pilar kebangsaan”.

  Menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 ( dalam Winarno 2013 :18), Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) diartikan sebagai mata

  7 pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

  Pendidikan Kewarganegaraan merupakan terjemahan dari dua istilah teknis dalam kepustakaan asing, yakni civic education dan

  

citizenship education. Civics diterjemahkan sebagai ilmu

  kewarganegaraan yang isinya antara lain mempelajari hubungan antar warga Negara dan hubungan antara warga negara dengan negara. Secara terminologis, civics adalah suatu studi yang berkaitan dengan tugas pemerintah dan hak serta kewajiban warga negara.Civics merupakan cabang ilmu politik yang berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Apabila civics( Ilmu Kewarganegaraan ) merupakan bentuk dari disiplin ilmu, maka civics education atau pendidikan kewarganegaraan merupakan program pendidikan yang materi pokoknya adalah demokrasi politik yangditujukan kepada peserta didik atau warga negara yang bersangkutan. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) dinyatakan sebagai upaya menerapkan civics (Ilmu Kewarganegaraan) dalam proses pendidikan (Winarno,2013 : 2).

  John J. Cogan (dalamWinarno, 2013 : 4) mengartikan :

  Civic education sebagai “the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives”. Civic education adalah suatu

  mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.

  Berdasarkan dari beberapa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan di atas dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ada dalam sekolah ditujukan untuk membentuk peserta didik agar menjadi warga negara yang baik yang tahu akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dan tidak melupakan 4 pilar negara yang ada di Indonesia, yaitu Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila

  Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang : 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai bangsa.

  2) Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  3) Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

  4) Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela bangsa. 5) Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

  Adapun kompetensi-kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan yaitu : 1) Hakikat pendidikan kewarganegaraan yang dimaksudkan agar kita sadar bernegara untuk bela negara dan cinta tanah air berdasarkan

  Pancasila. 2) Pembekalan IPTEKS yang berlandaskan Pancasila, nilai-nilai keagamaan, dan nilai perjuangan bangsa untuk mengantisipasi perkembangan masa depan negara. 3) Menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antarbangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara, dan sikap berdasarkan nilai bangsa. 4) Mampu meningkatkan kecerdasan, serta harkat martabat bangsa.

  Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai dalam diri siswa. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berfungsi sebagai pendidikan nilai karena mensosialisasikan dan menginternalisasikan nila- nilai Pancasila atau budaya bangsa melalui pembelajaran yang di lakukan dalam lingkup sekolah.Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara, nilai Pancasila merupakan standar hidup bangsa yang berideologi Pancasila dan dianjurkan disekolah-sekolah. Secara historis, nilai Pancasila digali dari puncak-puncak kebudayaan, nilai agama, dan adat istiadat bangsa Indonesia sendiri, bukan dibeli dari negara lain. Nilai ini sudah ada sejak bangsa Indonesia lahir.

  Pendidikan nilai memiliki dimensi pedagogis praktis yang jauh lebih kompleks dari pada dimensi teoritisnya karena terkait dengan konteks sosio-kultur dimana pendidikan nilai itu dilaksanakan.Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika Pancasila mendapat predikat sebagai jiwa bangsa.Adapun hubungan antara Pancasila dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia berkeyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya system pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan system filsafat pendidikan Pancasila adalah sub system dari system negara Pancasila. Dengan kata lain system negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan. Tegasnya tiada system pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa tidak mungkin system pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh system pendidikan yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila (dalam

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Winataputra (2007:87), mengemukakan bahwa pada saat “kewarganegaraan” (civics) disiapkan sebagai suatu mata pelajaran pada sekolah menengah pada tahun 1970, Kementrian Pendidikan menggambarkan tujuan inti Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut: a. Untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang Jepang sebagai sebuah bangsa dan prinsip kedaulatan (to develop an

  awareness and understanding of Japan as a nation the principle of sovereignty ).

  b. Untuk mengembangkan suatu konsep tentang masyarakat lokal dan negara serta cara bagaimana setiap individu dapat berkontribusi dalam satu pekerjaan di masyarakat dan negara (to develop a concept

  of local community and the state and ways in which the individual ). can contribute to the work of the community and the state

  c. Untuk menghargai hak dan tanggungjawab serta tugas dari individu dalam suatu komunitas dan masyarakat yang lebih luas (to

  appreciate right and responsibilities and duties of the individual in the community and wider society ).

  d. Untuk mengembangkan kemampuan bertindak secara positif dalam hubungan antara hak dan kewajiban (to develop an ability to act

  positively in relation to rights and duties ).

  Tujuan mata pelajaran PPKn kurikulum baru (dalam Winarno, 2013) adalah sebagai berikut : a. Tujuan PPKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam Pasal 3 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis sertabertanggung jawab”.

  b. PPKn bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Menurut Winataputra dan Budimansyah (2012:104) mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diberikan selama 2 jam pelajaran per minggu mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

  a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

  b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

  d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dan sejalan dengan tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warga negara yang demokratis, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara ( civic intellegence ), membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation). Menurut Branson (dalam Winarno 2013 : 29), tiga kompetensi warga negara ini sejalan dengan tiga komponen pendidikan kewarganegaraan yang baik, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan karakter kewarganegaraan (civic disposition).

4. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

  Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (dalam Winarno,2013:19)yang menjadi sandaran yuridis pemberlakuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tingkat sekolah ini berdasar pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

  Sedangkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 bersumber pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

  Pendidikan Nasional.Jika dicarikan rujukan dasarnya, yaitu Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sesuatu yang wajib dalam kurikulum pendidikan nasional dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (penjelasan atas Pasal 37).

  Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran tidak sekedar memiliki misi mengembangkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air, tetapi juga suatu program pendidikan yang berperan dalam mencapai salah satu tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negarayang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3).Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

5. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

  Ruang lingkup dari Pendidikan Kewarganegaraan menurut Winataputra dan Budimansyah (2012:118) antara lain sebagai berikut :

  a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta Lingkungan, Kebanggaan sebagai Bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik

  Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan Negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

  b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata Tertib di Sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan Nasional, hukum dan peradilan internasional.

  c. Hak Asasi Manusia, meliputi Hak dan Kewajiban anak, Hak dan Kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan Internasional HAM, Pemajuan, Penghormatan dan Perlindungan HAM.

  d. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

  e. Konstitusi Negara, meliputi Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.

  f. Kekuasaan dan Politik, meliputi Pemerintahan Desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintahan pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya Politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi. g. Pancasila meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan Ideologi, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

  h. Globalisasi meliputi globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak Globalisasi, Hubungan Internasional dan organisasi internasional serta mengevaluasi globalisasi.

  Ruang lingkup PPKn kurikulum baru 2013 (dalam Winarno 2013:38) meliputi:

  a. Pancasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup dan ideologi nasional Indonesia serta etika dalam pergaulan Internasional.

  b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hukum dasar yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsadan bernegara.

  c. Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional dan harmonis dalam pergaulan antarbangsa.

  d. Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai bentuk final Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia.

  Mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) di sekolah merupakan mata pelajaran pembaruan dari PPKn kurikulum 1994.

  Perubahan yang terjadi sebenarnya bukan sekedar masalah nama, tetapi menyangkut perubahan dengan aspek yang mendasar, yaitu reorientasi visi dan misi, revitalisasi fungsi dan peranan hinggaretrukturisasi kurikulum dan materi pelajaran pendidikan kewarganegaraan (civics

  education ). Materi dalam mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian

  yang bersifat interdisipliner, artinya materinya dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu, antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu hukum tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral dan filsafat. Sedangkan untuk kepentingan pembelajaran, materi tersebut diorganisasikan secara psikologis dan ilmiah (Winarno, 2013 : 29).

6. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

  Winarno (2013:21) mengemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah memiliki misi sebagai pendidikan politik demokrasi di Indonesia. Hal itu tersirat kalimat-kalimat sebagai berikut :

  “Indonesia harus menghindari system pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip- prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi.Selain itu perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme”. Menyimak lebih jauh pada bagian Pendahuluan Standar Isi

  Pendidikan Kewarganegaraan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (dalam Winarno, 2013:20) maka Pendidikan Kewarganegaraan sekolah memiliki misi sebagai pendidikan kebangsaan Indonesia. Hal itu seperti tersirat dari kalimat-kalimat sebagai berikut : “Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang NKRI.Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai NKRI dengan bentuk Republik. Dalam perkembangannyasejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda se bagai generasi penerus.” Secara berturut-turut Pendidikan Kewarganegaraan sekolah juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan HAM, pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum dan pendidikan anti korupsi.Sebagai pendidikan bela negara, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara. Sebagai pendidikan HAM, Pendidikan Kewarganegaraan adalah proses menyiapkan peserta didik untuk menghormati dan menegakan hak asasi manusia sebagai sarana mencapai kesejahteraan hidup.Sebagai pendidikan multikultural, Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina peserta didik agar memiliki kesadaran akankemajemukan sosial bangsa Indonesia. Sebagai pendidikan lingkungan hidup, Pendidikan Kewarganegaaan menanamkan

kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan sebagai daya dukung kehidupan. Sebagai pendidikan hukum, Pendidikan Kewarganegaraan menanamkan kesadaran untuk taat pada hukum dan menyiapkan warga negara yang taat membayar pajak.Sebagai pendidikan anti korupsi, Pendidikan Kewarganegaraan menanamkan pentingnya kesadaran untuk tidak bersikap dan bertindak korupsi, kolusi dan nepotisme di kehidupan berbangsa dan bernegara.Citizenship education memiliki visi sosio- pedagogis mendidik warga negara yang demokratis dalam konteks yang lebih luas, yang mencakup konteks pendidikan formal dan pendidikan non-formal(Winarno,2013:22).

  Menurut Winarno (2013:23), Pendidikan Kewarganegaraan atau (CE) sebagaiintegrated knowledge system bisa dimaknai

  Civic Education

  bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajian ilmu termasuk dalam kategori system pengetahuan yang terintegrasi atau terpadu. Ini merupakan epistemology dari Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajian keilmuan. Kajian keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan bisa menggunakan pendekatan yang bersifat interdisipliner (memanfaatkan isi disiplin ilmu social lain yang relevan), multidisipliner (memanfaatkan berbagai disiplin ilmu lain termasuk di luar ilmu social untuk membantu mengkaji suatu objek), kosdisipliner (menggunakan berbagai disiplin ilmu lain untuk pembahasan khusus) dan transdisipliner (memanfaatkan keserbanekaan wawasan dan pendekatan dari disiplin ilmu lain).

7. Komponen Pembelajaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan

  Menurut Branson ( dalam Winataputra, 2012 : 199 ) terdapat tiga komponen utama dalam PKn yaitu : a. Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge)

  Civic knowledge berkaitan dengan isi atau apa yang harus

  diketahui oleh warga Negara

  b. Keterampilan kewarganegaraan (civic skills)

  Civicskiils merupakan keterampilan apa yang seharusnya

  dimiliki oleh warga negara yang mencakup keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi.

  c. Sikap kewarganegaraan (civic disposition)

  Civic disposition berkaitan dengan karakter privat dan public

  dari warga negara yang dipelihara dan ditingkatkan dalam demokrasi konstitusional.

  Ketiga komponen Pendidikan Kewarganegaraan berkaitan erat dengan sasaran pembentukan pribadi warga negara. Warga negara yang memiliki pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan mejadi warga negara yang percaya diri (civic confidence), warga negara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang mampu (civic

  competence ), warga negara yang memiliki sikap dan keterampilan

  kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang komitmen (civic

  commitment ) dan pada akhirnya warga negara yang memiliki

  pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship) (Winarno, 2013:26).

B. Nilai – Nilai Pancasila 1. Pengertian Nilai

  Nilai atau „value‟ (dalam bahasa Inggris) termasuk pengertian filsafat. Filsafat sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya „keberhargaan‟ (worth) atau „kebaikan‟ (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena dalam Kaelan, 2000:174).

2. Macam – Macam Nilai

  Max Scheler (dalam Rahayu Sri, 2013:20) mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam tingkatan sebagai berikut : a. Nilai-nilai kenikmatan, dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai- nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des

  Angenehmen und Unangehmen ), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. b. Nila-nilai kehidupan, dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani dan kesejahteraan umum.

  c. Nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.

  d. Nilai-nilai kerohanian, dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci.

  Notonagoro (dalam Rahayu Sri, 2013:21) membagi nilai menjadi 3 macam, yaitu : 1) Nilai materiil, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan materil ragawi manusia.

  2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

  3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian terbagi lagi menjadi 4 macam, yaitu : a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.

  b) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, gevoel, rasa) manusia.

  c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, Wollen, karsa) manusia. d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius bersumber dari kepercayaan atau keyakinan manusia. Notonagoro (dalam Kaelan, 2000:177) berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong dalam nilai-nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai materiil dan nialai vital. Nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai materiil, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematik-hirarkhis, yang dimulai dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai „dasar‟ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai „tujuan‟ (Darmodiharjo dalam Kaelan, 2000:178).

3. Pengertian Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

  Secara harfiah Pancasila dijabarkan dalam dua kata, yaitu Panca yang berarti Lima, dan Sila berarti Dasar. Jadi Pancasila mempunyai arti Lima Dasar. Istilah “sila” juga dapat diartikan sebagai aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa, kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun), akhlak dan moral. Pandangan Hidup Bangsa dapat didefinisikan sebagai segenap prinsip dasar yang dipegang teguh oleh suatu bangsa guna memecahkan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya.

  Pancasila disebut sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, karena nilai-nilai yang terkandung dalam sila-silanya dari waktu ke waktu dan secara tetap telah menjadi bagian yang terpisahkan dari kehidupan Bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari hari dan digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan di dalam segala bidang. Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi, yakni sebagai cita-cita dan Pandangan Hidup Bangsa dan Negara RI.

  Sedangkan fungsi utama dari Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia (Kaelan : 2000).

4. Nilai-Nilai Pancasila

  Menurut Kaelan (2000:181) nilai-nilai Pancasila dibagi menjadi :

  a. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia

  Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dan juga subjektif. Artinya essensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif yaitu antara lain :

  1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai. 2) Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.

  3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Jika nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 diubah maka sama halnya dengan pembubaran negara Proklamasi 1945, sebagaimana terkandung dalam ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966, diperkuat Tap No.V/MPR/1973, jo. Tap No.IX/MPR/1978 ( Kaelan, 2000:182).

  Menurut Rahayu Sri (2013:28), sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terletak pada bangsa Indonesia sendiri. 1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.

  2) Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan nilai religius yang manifestasinya sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa Indonesia (Darmodihardjo dalam Rahayu Sri, 2013:28).

  Nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar serta motivasi atas segala perbuatanbaik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai Pancasila merupakan das sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau des sein. Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber dari segala sumber hukum secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri negara menjadi lima sila ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia (Kaelan, 2000:183).

  Menurut Rahayu Sri (2013:29), nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung 4 pokok pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila. Empat pokok dari nilai- nilai Pancasila adalah sebagai berikut : 1) Menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Pokok pikiran yang pertama ini merupakan penjabaran sila ketiga. 2) Menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran yang kedua merupakan penjabaran sila kelima.

  3) Menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Hal ini ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Pokok pikiran yang ketiga merupakan penjabaran dari sila keempat. 4) Menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang

  Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan berada. Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Pokok pikiran yang keempat penjabaran dari sila pertama dan kedua.

  Keempat pokok pikiran itu merupakan perwujudan dari sila- sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara yang realisasi berikutnya perlu diwujudkan atau dijelmakan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Hal ini ditegaskan dalam pokok pikiran keempat yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mengandung arti bahwa dalam kehidupan kenegaraan harus didasarkan pada moral etik yang bersumber pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjunjung moral kemanusiaan yang beradab (Rahayu Sri, 2013:30). b. Makna Nilai-nilai setiap Sila Pancasila Menurut Kaelan (2000:85), sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut : 1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa nilai-nilainya menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Negara adalah mendasarkan pada hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu nilai-nilai Ketuhanan merupakan nilai yang tertinggi dan bersifat mutlak. Kebebasan manusia harus diletakkan dalam kerangka kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan (Kaelan, 2000:185).

  2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha

  Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan negara, kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk

  Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan, 2000:186).

  Menurut Budiyono (2009:147), “Kemanusiaan Indonesia” seperti dalam sila kedua secara keseluruhan mempunyai arti bahwa sifat manusia (Indonesia) adalah memberlakukan manusia lain secara adil, tidak sewenang- wenang, perlakuan hanya bisa dilaksanakan karena telah mencapai peradaban yang sudah tinggal nilainya. Itulah sebabnya mengapa dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab mewajibkan kepada manusia (Indonesia), untuk senantiasa menjunjung tinggi norma-norma hukum dan moral hingga memperlakukan sesama manusia, bahkan makhluk- makhluk hewani secara adil dan beradab.

  Sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang- undangan negara. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama (Kaelan, 2000:186).

  Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena- mena terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan berani membela keadilan dan kebenaran atas dasar kemanusiaan (Kaelan, 2000:187).

  3) Sila Persatuan Indonesia Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila

  Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta mendasari dan menjiwai sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersesama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikat diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu semboyan negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama (Kaelan, 2000:188).

  Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia adalah naionalisme religius yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan (Kaelan, 2000:188). 4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permuyawaratan/Perwakilan

  Menurut Budiyono (2009:149) bahwa sila Kerakyatan ini merupakan sendi penting daripada azas kekeluargaan, karena Pancasila sendiri tidaklah lahir dari sumber asing, tetapi digali dari sifat kepribadian Indonesia, yaitu kekeluargaan yang harmonis, dimana terdapat adanya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan atau masyarakat. Sila keempat ini menjadi azas/prinsip daripada demokrasi Pancasila, yang digambarkan sebagai suatu paham demokrasi yang berasal dari pandangan hidup bangsa Indonesiadan digali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri.

  Menurut Kaelan (2000:189), nilai filosofis yang terkandung di dalamnya bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah subjek pendukung pokok negara. Dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, karena kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila ke-4 adalah : a) Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  b) Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.

  c) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.

  d) Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, suku, ras, agama karena perbedaan adalah suatu bawaan kodrat manusia.

  e) Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, suku, ras maupun agama.

  f) Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.

  g) Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab.

  h) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.

  5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Menurut Kaelan (2000:190),dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai-nilai keadilan yang merupakan tujuan negarayang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Keadilan itu didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.

  Konsekuensi nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama meliputi: a) Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang berdasarkan atas hak dan kewajiban.

  b) Keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. c) Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga yang satu dengan lainnya secara timbal balik.

  Nilai-nilai keadilan tersebut yang harus menjadi dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya (Kaelan, 2000:190) C.

   Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) 1. Pengertian Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)

  Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) adalah satu-satunya organisasi siswa yang ada di sekolah. OSIS di suatu sekolah tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi bagian atau alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah. OSIS sebagai suatu sistem merupakan tempat siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. OSIS juga sebagai kumpulan siswa yang mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi untuk mencapai tujuan (Gunawan, 2012:263).

2. Peran Organisasi Siswa Intra sekolah (OSIS)

  Menurut Gunawan (2012:263), sebagai salah satu upaya pembinaan kesiswaan, OSIS berperan sebagai wadah, penggerak atau motivator dan bersifat preventif. Peran OSIS dapat dijelaskan sebagai berikut : a. OSIS sebagai Wadah Bagi Kegiatan Siswa Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan siswa di sekolah. Oleh sebab itu, OSIS dalam mewujudkan fungsinya sebagai wadah harus melakukan upaya- upaya bersama dengan kegiatan lain, misalnya dalam latihan kepemimpinan siswa. Tanpa saling bekerja sama dengan kegiatan lain, penanan OSIS sebagai wadah kegiatan kesiswaan tidak akan berlangsung.

  b. OSIS sebagai Penggerak atau Motivator Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan semangat para siswa untuk berbuat dan pendorong kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. OSIS menjadi penggerak apabila pembina dan pengurus mampu membawa OSIS selalu membawa kebutuhan yang diharapkan, yaitu menghadapi perubahan, memiliki daya tangkap terhadap ancaman, memanfaatkan peluang dan perubahan dan memberikan kepuasan kepada anggota.

  c. Peranan yang bersifat Preventif Peran OSIS secara internal dapat menggerakkan sumber daya yang ada, secara eksternal mampu beradaptasi dengan lingkungan, misalnya menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan sebagainya. Dengan demikian secara preventif OSIS berhasil ikut mengamankan sekolah dari segala ancaman yang datang dari dalam maupun luar. Peranan preventif OSIS akan terwujud apabila peranan OSIS sebagai pendorong lebih dahulu harus dapat diwujudkan.

3. Manfaat Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)

  Menurut Gunawan (2012:264), manfaat dari OSIS adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah air.

  b. Meningkatkan kepribadian dan berbudi pekerti luhur.

  c. Meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan.

  d. Meningkatkan keterampilan, kemandirian dan percaya diri.

  e. Menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi seni.

  MenurutGunawan (2012:264), beberapa contoh kegiatan pembinaan kesiswaan yang disebutkan dalam Permendiknas No 39 Tahun 2008 yang dapat dilaksanakan OSIS bagi peserta didik diantaranya sebagai berikut : a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing.

  b. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial).