BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI PESERTA DIDIK KELOMPOK B TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL 1 PURWOKERTO KECAMATAN PURWOKERTO TIMUR KABUPATEN BANYUMAS SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015-2016 - repo

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Keluarga merupakan pengalaman pertama bagi anak-anak untuk

  mengembangkan kecerdasan emosinya, pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. Di lingkungan keluarga akan menunjukkan sikap tanggung jawab terhadap keluarganya, dan akan tercipta keluarga yang sejahtera dan damai, keluarga juga berperan penting dalam mengarahkan dasar pendidikan agama dansosial. Pendidikan umum dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian, keluarga merupakan salahsatu lembaga yang mengemban tugas dan tanggung jawab dalam pencapaian pendidikan umum.

  Tujuan esensial pendidikan umum adalah mengupayakan subjek didik menjadi pribadi yang utuh dan terintegrasi. Menurut Budi ( Susan, 2015) pada usia ini sebagian orang tua memutuskan untuk mendaftarkan anak mereka kependidikan sekolah merupakan pilihan pendahuluan yang dapat diterima anak sebelum sekolah. Untuk dapat mencapai tujuan itutanggung jawab keluarga yaitu menciptakan situasi dan kondisi yang memuat iklim yang dapat dihayati anak-anak untuk memperdalam dan memperluas makna-makna esensial.

  Pribadiyang memiliki dasar-dasar dan mampu mengembangkan disiplin diri, berarti memiliki keteraturan diri berdasarkan acuan nilai moral.

  Sehubungan dengan itu, disiplin diri dibangun dari asimilasi dan penggabungan nilai-nilai moral untuk diinternalisasi oleh subjek didik sebagai dasar-dasar

  1 untuk mengarahkan perilakunya. Sebagai pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berpengaruh dalam meletakan dasar-dasar perilaku dalam anak.

  Sikap perilaku, dan kebiasaan orang tua akan mudah ditiru oleh anaknya dan dikemudian hari seorang anak akan meniru dari kebiasaan-kebiasaan dari orang tuanya. Disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain. Keluarga yang melandasikasihsayangsangatpentingbagianaksupayaanakdapatmengembangkan tingkah lakusosial yang baik.Bilakasihsayangtersebuttidakada, makasering kali anakakanmengalamikesulitandalamhubungansosial, dankesulitaninimengakibatkanberbagaimacamkelainantingkahIakusebagaiupay akompensensidarianak. MenurutBudiman( dalamHabibi, 2008).

  Adanya penyimpangan yang terjadi pada anak menunjukkan kegagalan penguasaan tugas perkembangan anak dan akan menimbulkan tiga akibat.

  Pertama, membuat anak merasa rendah diri, dan hal ini akan menimbulkan perasaan tidak senang. Kedua, mengakibatkan ketidaksetujuan sosial, yang sering disertai dengan penolakan sosial. Ketiga, meyulitkan penguasaan tugas perkembangan baru (Hurlock,2005).

  Polaasuh disini dapat diartikan cara merawat dan mendidik anak oleh orang tua dengan cara yang terbaik. Bertujuan menjadikan anak yang berkecerdasan yang tinggi. Dari segi perawatan orang tua memberikan perawatan dengan kasih sayang sejak dini mungkin, karena perawatan yang sesuai akan berpengaruh dengan perkembangan anak dari segi kecerdasan dan kepribadian. Dari segi pendidikan yang maksimal dan sesuai miinat dan bakat anak akan mengembangkan kecerdasan dan kepribadian anak. Untuk itu dibutuhkan karakteristik pola asuh orang tua sepertihalnya polaasuh demokratis, polaasuhotoriter, polaasuhpermisif. Dari ketiga karakteristik pola asuh tersebut juga akan menghasilkan kecerdasan dan kepribadian dengan karakteristik anak yang berbeda. Kecerdasan orang lain kemampuan rnengelola emosi dengan baik pada diri sendiridan orang lain, menggunakan

  Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik kelompok B TK Aisyiyah 1 Purwokerto memiliki perkembangan emosi yang cukup baik. Hal ini terlihat pada saat kegiatan berlangsung sebagian Peserta didik sudah tidak ada lagi rasa malu, ragu, maupun takut untuk mengeluarkan pendapatnya.Hal tersebut terlihat jelas ketika anak-anak sedang melakukan kegiatan. Namun ada sebagian kecil anak yang perkembangan emosinya masih kurang baik, ini dapat dilihat pada saat anak mengikuti kegiatan, dalam kegiatan tersebut anak belum dapat melakukan tugas yang diberikan gurunya lalu anak tersebut meluapkan rasa emosinya dengan cara menangis. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi ini adalah keluarga yang dalam hal ini adalah pola asuh orang tua. Sikap orang tua yang terbuka dan selalu menyediakan waktu akan membantu anak dalam memahami dirinya yang terus mengalami perubahan juga akan membantu anak meningkatkan perkembangan emosinya. Anak merasa senang dengan perhatian dan kasih sayang orangtuanya yang membuat anak merasa tidak takut untuk melakukan hal-hal yag positif pastinya. Dengan adanya sikap yang positif, maka anak akan merasa lebih mudah untuk meningkatkan perkembangan emosinya. Anak akan mengoptimalkan potensi berpikirnya di sekolah dan selalu berusaha untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya dengan tepat. Pada anak usia dini sering disebut sebagai masa keemasan. Pada masa keemasan ini secara relatif, anak lebih mudah di didik. Oleh karena itulah peran orang tua sangat diperlukan. Orang tua yang satu dengan yang lain memberikan pola asuh yang berbeda dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya. Dari latar belakang keluarga yang berbeda akan membentuk pola asuh orang tua yang berbeda-beda dan diprediksikan dari pola asuh orang tua yang berbeda-beda itu mempengaruhi perkembangan emosi yang berbeda dengan anak satu dengan yang lainnya.

  Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian mengenai Hubungan antara pola asuh orangtua dengan perkembangan emosi anak di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 1 Purwokerto Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas Pada Semester Genap Tahun Ajaran 2015-2016.

  B. RumusanMasalah

  Berdasarkanlatarbelakangmasalahdiatasmakapermasalahan yang akandikajiadalahseberapa besar hubungan antara pola asuh orangtuadenganperkembanganemosipesertadidikkelompok B TKAisyiyahBustanulAthfal 1 PurwokertoTimurKabupatenBanyumas semester genap tahun ajaran 2015-2016 ?

  C. TujuanPenelitian

  Tujuanumumpenelitianiniadalahuntukmengetahuihubunganpolaasuh orang tuadenganperkembanganemosipesertadidikkelompok B TK AisyiyahBustanulAthafal 1 Purwokertotimurkabupatenbanyumas.

  D. ManfaatPenelitian Hasilpenelitiandiharapkandapatmemberikanmanfaatbagibeberapapihak.

  1. ManfaatTeoritis

  Hasilpenelitianinidiharapkanmampumemberikaninformasihubunganpolaasu h orang tuadenganperkembanganemosianak.Selainitupenelitiinidapatjugadiharapkan sebagaipijakanbagipeneliti-peneliti orang lainmengenaipolaasuhmaupunperkembanganemosianak.

  2. ManfaatPraktisi

  a. BagiPeneliti Penelitianinidapatdijadikansaranadalammeningkatkanpengetahuanmetod ologipenelitiandansaranamenerapkanlangsungteori yang dapatdilakukan di bangkukuliahdalamkegiatanpembelajarannyata.

  b. Bagi guru Penelitianinidapatdijadikansalahsatusumberinformasiuntukmengetahuihu bungan antarapolaasuh orang tuadenganperkembanganemosi.Melaluipenelitianini, guru jugadiharapkanlebihdapat memahamiemosisiswanyasehinggadapatmemaksimalkan proses pembelajaran yang lebihberrnaknadanpermanen.

  c. Bagi orang tua Penelitianinidiharapkan orang tuadapatmenerapkanpolaasuh yang tepatuntukmendidikanaksehinggaseoranganakdapatmemilikiperkembang anemosi yang optimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pola Asuh orang tua 1. Pengertian Pola asuh orang tua Menurut Ahmad Tafsir (Djamarah 2014:51) Menyatakan bahwa

  pola asuh berarti pendidikan. Dengan demikian, pola asuh orang tua adalah upaya orang tua yang konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan hingga remaja. Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu.

  Menurut Nurcahyani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 54), Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988: 692)

  Selanjutnya menurut Rizkia (dalam Hurlock 1998:82) pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode disiplin ini meliputi dua konsep yaitu konsep negatif dan konsep positif. Menurut konsep negatif, disiplin berarti pengendalian dengan kekuasaan. Ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara

  6 yang tidak disukai dan menyakitkan. Sedangkan menurut konsep positif, disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin dan pengendalian diri.

  Lebih jauh Hurlock (1998:83) menyebutkan bahwa fungsi pokok dari pola asuh orang tua adalah untuk mengajarkan anak menerima pengekangan-pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan emosi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.

  Berdasarkan definisi diatas peneliti menyimpulkan pola asuh merupakan berbagai metode atau cara orang tua dalam mengasuh, mendidik dan mengajari anak sesuai tujuan orang tua hingga mencapai kedewasaan. Dalam upaya mendidik, pola asuh orang tua akan tercermin dari perilaku, sikap, serta interaki orang tua dengan anak dalam kehidupan sehari-hari.

  Perilaku maupun sikap orang tua yang tercermin dalam keseharian antara lain bagaimana cara orang tua memberikan hukuman, memberikan dukungan terhadap keberhasilan anak, serta bagaimana orang tua menunjukkan kekuasaannya sebagai orang tua kepada anak.

2. Jenis Pola Asuh Orang tua

  Menurut Hurlock (1978) ada tiga (3) macam pola asuh yaitu:

  a. Pola asuh otoriter Pola asuh otoriter merupakan cara mendisiplinkan melalui peraturan dan pengaturan yang keras hingga kaku untuk memaksa perilaku yang diinginkan. Teknik hukuman dalam pola asuh otoriter adalah hukuman berat, seperti hukuman badan jika terjadi kegagalan memenuhi standar.Dalam pola asuh ini tidak ada pujian, maupunpenghargaan jika anak mampu berlaku sesuai standar yang ditetapkan orang tua.

  b. Pola asuh permisif Pola asuh permisif berarti sedikit disiplin atau tidak berdisiplin.Biasanya pola asuh ini tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman.Anak dibiarkan meraba dalam situasi yang terlalu sulit untuk ditanggulangi oleh mereka sendiri tanpa bimbingan atau pengendalian.

  c. Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis ini menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan.Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukuman.Disiplin demokratis ini menggunakan hukuman dan penghargaan.Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan.Perkembangan sosial anak diperoleh melalui kematangan dan kesempatanbelajar dari berbagai respons terhadap dirinya.Tatanan sosial yang baik dansehat dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positifsehingga menjadikan perkembangan sosial anak menjadi lebih optimal.

  Menurut Baumrind (dalam Dariyo Agoes,2011) ada empat jenis pola asuh yaitu : a) Pola asuh otoriter

  Dalam pola asuh ini orangtua merupakan sentral artinya segala ucapan,perkataan maupun kehendak orangtau dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anak. Supaya taat, orang tua tak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak Orangtua beranggapan agar aturan itu stabil dan tak berubah, maka seringkali orangtua tak menyukai tindakan anak yang memprotes,mengkritik atau membantahnya.

  b) Pola asuh permisif Sebaliknya dengan tipe pola asuh permisif ini, orangtua justru merasa tidak peduli dan cenderung memberi kesempatan serta kebebasan secara luas kepada anaknya.Orangtuasering kali menyetujui terhadap semua dengan tuntutan dan kehendak anaknya.

  Jadi anak merupakan sentral dari segala aturan dalam keluarga. Dengan demikian orangtua tidak mempunyai kewibawaan. Akibatnya segala pemikiran, pendapat maupun pertimbangan orangtua cenderung tidak pernah diperhatikan oleh anak.

  c) Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis (authoritative) ialah gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan orangtua. Baik orangtua maupun anak mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan, ide atau pendapat untuk mencapai suatu keputusan. Dengan demikian orangtua dan anak dapat berdiskusi, berkomunikasi atau berdebat secara konstruktif, logis, rasional demi mencapai kesepakatan bersama. Karena hubungan komunikasi antara orangtua dengan anak dapat berjalan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian yang mantap pada diri anak. d) Pola Asuh Situasional Tak tertutup kemungkinan bahwa individu yang menerapkan pola asuh itu tak tahu apa nama/jenis pola asuh yang dipergunakan, sehingga secara tak beraturan menggunakan campuran ke-3 pola asuh di atas. Jadi dalam hal ini tak ada patokan atau parameter khusus yang menjadi dasar bagi orangtua untuk dapat menggunakan pola asuh permisif, otoriter maupun demokratis. Hal ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi, tempat dan waktu bagi setiap keluarga yang bersangkutan.

  Selanjutnya menurut Diana Baumrind 1971 (dalam Santrock 2011:102-103) bersikukuh bawa orangtua tidak boleh menghukum atau menjauhi anak secara fisik. Sebaliknya, mereka harus mengembangkan aturan-aturan untuk anak-anak mereka dan penuh kasih terhadap mereka. Ia menggambarkan empat jenis gaya pengasuhan.

  a. Pengasuhan Otoriter adalah gaya membatasi dan menghukum ketika orangtua memaksa anak-anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan serta upaya mereka.

  b. Pengasuhan Otoritatif mendorong anak-anak untuk menjadi mandiri, tetapi masih menempatkan batasan dan kontrol atas tindakan mereka.

  c. Pengasuhan Lalai merupakan gaya ketika orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.

  d. Pengasuhan Permisif merupakan sebuah gaya pengasuhan ketika orangtua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi menempatkan beberapa tuntutan atau kontrol atas mereka.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa ada beberapa karakteristik pola asuh orang tua yang dapat diterapkan kepada anak, diantaranya yaitu Pola asuh Demokratis disini gaya mengasuhnya menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Kemudian ada Pola asuh Permisif berarti sedikit disiplin atau tidak berdisiplin.Biasanya pola asuh ini tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Selanjutnya yaitu Pola asuh Otoriter merupakan cara mendisiplinkan melalui peraturan dan pengaturan yang keras hingga kaku untuk memaksa perilaku yang diinginkan.

  B Perkembangan Emosi Anak

1. Pengertian emosi

  Definisi mengenai emosi sangat beragam, sebagian orang memfokuskan emosi sebagai suatu komponen yang terdapat dalam perasaan atau keadaan fisiologis. Sebagian yang lain menggambarkan emosi sebagai seperangkat komponen dengan suatu struktur yang deterministik atau probabilistik, yang melihat emosi sebagai suatu keadaan atau proses yang dialami seseorang dalam merespons suatu peristiwa.

  Emosi dapat diartikan sebagai kondisi intrapersonal, seperti perasaan, keadaan tertentu, atau pola aktivitas motor (Riana 2011:13-14) Menurut Santrock (2011:89) Perkembangan emosional merupakan kesadaran diri anak yang yang terus tumbuh terkait dengan kemampuan dirinya untuk merasakan rentang emosi yang semakin luas. Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, mengalami beragam emosi sepanjang hari.

  Perkembangan emosional mereka pada masa kanak-kanak awal memungkinkan mereka untuk mencoba memahami reaksi emosional orang lain dan untuk mulai belajar mengendalikan emosi mereka sendiri.

  Hurlock (1980: 114) berkata bahwa selama awal masa kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karma anak-anak "keluar dari fokus", dalam arti bahwa is mudah terbawa ledakanledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Hal ini tampak mencolok pada anak-anak usia 2,5 sampai 3,5 dan 5,5sampai 6,5 tahun, meskipun pada umumnya hal iniberlaku pada hampir seluruh periode awal masa kanak-kanak.

  Menurut Fatimah (2010:104) Emosi perasaan adalah dua konsep yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan secara tegas. Emosi dan perasaan merupakan gejala emosional yang secara kuaitatif berkelanjutan, tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat, warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat pula disebut sebagai emosi. Misalnya, marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Oleh karena itu, emosi dan perasaan tidak mudah untuk dibedakan

  Walaupun setiap emosi dapat "dipertinggi" dalam arti bahwa emosi itu lebih sering timbul dan lebih kuat dari pada biasanya pada individu tertentu, tetapi emosi yang meninggi pada awal masa kanak-kanak ditandai oleh ledakan amarah yang kuat, disebabkan oleh kelemahan akibat lamanya bermain, tidak mau tidursiang, dan makan terlalu sedikit.

  Dampak yang paling penting dari emosi anak terhadap penyesuaian mereka adalah: emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari, emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan, ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik, emosi merupakan suatu bentuk komunikasi, emosi mengganggu aktivitas mental, emosimemperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah, dan emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian emosi adalah sebagai suatu komponen yang terdapat dalam perasaan atau keadaan fisiologis. Sebagian yang lain menggambarkan emosi sebagai seperangkat komponen dengan suatu struktur yang deterministik atau probabilistik, yang melihat emosi sebagai suatu keadaan atau proses yang dialami seseorang dalam merespons suatu peristiwa.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

  Menurut Thompson dan Lagatutta 2006 (dalam Riana Mashar, 2011:20),menyatakan bahwa perkembangan emosi anak usia dini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan hubungan keluarga dalam setiap hari, anak belajar emosi baik penyebab maupun konsekuensinya. Goleman (1995), menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh lingkungan, apa yang dialami dan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari lebih menentukan tingkah laku dan pola tanggapan emosi.

  Menurut Novan (2014 : 44-52) Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak yaitu :

  1. Faktor Hereditas

  Faktor hereditas merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari orangtua biologis atau orangtua kandung kepada anaknya.

  2. Faktor Lingkungan

  a) Keluarga Pada ilmu pendidikan, keluarga menjadi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.

  b) Sekolah Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak, di sekolah anak berhubungan dengan pendidik PAUD dan teman sebayanya.

  c) Masyarakat Secara sederhana, masyarakat diartikan sebagai kumpulan individu atau kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.

  3. Faktor Umum

  a) Jenis Kelamin Jenis kelamin mmiliki peranan yang penting dalam perkembangan emosi anak. Saat menghadapi masalah dalam pergaulannya ataupun dalam menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya, biasanya anak laki-laki cenderung akan mengatasi masalah tersebut dengan logikanya, sedangkan ank perempuan cenderung mengatasi masalah tersebut dengan perasaan atau emosinya.

  b) Kelenjar Gondok

  Hasil riset dalam bidang endocrinologi menunjukkan betapa vitalnya peranan yang dimainkan oleh kelenjar gondok terhadap perkembangan fisik-motorik dan psikis, termasuk perkembangan emosi anak usia dini.

  c) Kesehatan Kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang memengaruhi perkembangan anak usia dini.

  Menurut Hurlock (1978:211) Emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak: a. Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari Bahkan emosi seperti kemarahan dan ketakutan juga menambah rasa nikmat bagi kehidupan dengan memberikan suatu kegembiraan. Kenikmatan tersebut terutama ditimbulkan oleh akibatnya yang menyenangkan.

  b. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan Emosi yang semakin kuat akan semakin mengguncangkan keseimbangan tubuh untuk persiapan bertindak. Jika persiapan ini ternyata tidak berguna, anak akan gelisah dan tidak tenang.

  c. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik Persiapan tubuh untuk bertindak ternyata menimbulkan gangguan pada keterampilan motorik sehingga anak menjadi canggung dan dapat menyebabkan timbulnya gangguan bicara seperti bicara yang tidak jelas dan menggagap.

  d. Emosi merupakan suatu bentuk komunikasi

  Melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang menyertai emosi, anak- anak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain.

  e. Emosi mengganggu ativitas mental karena kegiatan mental Seperti konsentrasi, pengingatan, penalaran, dan lain-lain, sangat mudah dipengaruhi oleh emosi yang kuat, anak-anak menghasilkan prestasi dibawah kemampuan intelektual mereka apabila emosi mereka terganggu.

  f. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial Orang dewasa menilai anak dari cara anak mengekspresikan emosi dan emosi apa saja yang dominan. Perlakuan orang dewasa yang didasarkan atas penilaian tersebut merupakan dasar bagi anak untuk melakukan penilaian-diri.

  g. Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan Bagaiaman anak- anak memandang peran mereka dalam kehidupan dan posisi mereka dalam kelompok sosial dipengaruhi oleh emosi yang ada pada mereka seperti malu, takut, agresif, ingin tahu, atau bahagia.

  h. Emosi mempengaruhi interaksi sosial Semua emosi, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, mendorong interaksi sosial. Melalui emosi anak belajar cara mengubah perilaku agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dan ukuran sosial. i. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah

  Emosi yang menyenangkan akan mempercantik wajah anak-anak, sedangkan emosi yang tidak menyenangkan akan menyuramkan wajah dan menyebabkan anak-anak jadi kurang menarik. Karena umumnya orang tertarik atau tidak, tergantung pada ekspresi wajah, emosi memainkan peran penting bagi penerimaan soial. j. Emosi mempengaruhi suasana psikologis

  Baik dirumah, sekolah, tetangga ataupun pada kelompok bermain, emosi anak mempengarui suasana psikologis yang terjadi, demikian juga sebaliknya. Anak yang temper tantrum menjengkelkan dan mempermalu orang lain, sehingga mengubah suasana psikologis kepada kemarahan dan kebencian. Hal ini membuat anak merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan. k. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan

  Setiap ekspresi emosi yang memuaskan anak akan diulang-ulang, dan pada suatu saat yang tertentu akan berkembang menjadi kebiasaan.

  Dengan tumbuhnya anak, jika mereka menjumpai reaksi sosial yang tidak menyenangkan, mereka akan mendapatkan kesukaran untuk mengubah kebiasaan.

  Berdasarkan adanya pendapat diatas disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi yaitu ada faktor hereditas, faktor lingkungan dan faktor umum. Faktor lingkungan meliputi keluarga, masyarakat dan sekolah. Sedangkan faktor umum yaitu jenis kelamin, kelenjar gondok dan kesehatan.

3. Pola Emosi Umum Pada Masa Awal Anak-Anak

  Menurut Hurlock (1978: 213) pola emosi pada awal masa kanak- kanak adalah:

  

a. Rasa Takut, adalah perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi

  sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu. Faktor yang mempengaruhi rasa takut pada anak-anak adalah: intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran dan kepribadian. Pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut adalah rasa malu, rasa canggung, rasa khawatir, dan rasa cemas.

  

b. Rasa Marah, kemarahan adalah sebagai akibat suatu pertentangan

  keinginan yang berbeda-beda sekali derajat penyalurannya malalui tingkah laku. Dengan kata lain sumber utama dai kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu akrivitas untuk sampai pada tujuan. Pola emosi yang berkaitan dengan rasa marsh adalah tempertantrum ngadat, negativism, menantang, agresi yang berlebih-lebihan, kekejaman. Cemburu, kecemburuan adalah bentuk khusus dari kekuatiran yang didasari c. oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang.

  

d. Duka cita, suatu keterangsangan emosi yang disebabkan oleh hilangnya

sesuatu yang dicintai.

  Keingintahuan, adalah reaksi ketertarikan terhadap sesuatu. Reaksi pertama e. adalah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik, kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial, dan hukuman is bereaksi dengan bertanya.

  

f. Iri hati, diungkapkan dengan bermacam-macam cara yang paling umum

  adalah mengeluh tentang barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang seperti orang lain.

  

g. Gembira, adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan

  keriangan, kesenangan, atau kebahagiaan. Faktor yang sangat mempengaruhi yaitu kesehatan.

  

h. Sedih, secara khas anak mengungkapkan kesedihan dengan cara menangis

  dan dengan kehilangan minat terhadap berbagai kegiatan normalnya termasuk makan.

i. Kasih Sayang, timbul dari rasa suka terhadap sesuatu atau seseorang,

  Perilaku ini ditunjukkan dengan perhatian yang hangat, baik dalam bentuk fisik maupun kata-kata.

  Aisyah (2007: 9.18) pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut adalah: a. Rasa Malu, adalah bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal.

  b. Rasa Canggung, keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran diri dan disebabkan oleh keragu-raguan tentang penilaian orang lain. Rasa Khawatir, rasa takut yang tidak mempunyai objek yang jelas. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tegang dan tidak aman.

  c. Rasa Cemas, keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau dibayangkan.

  Menurut Syamsu Yusuf (2014:167-169) Jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut.

  a. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan : (1) mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek, (2) timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya, dan (3) rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.

  b. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya. Kecemasan ini muncul mungkin dari situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh, baik perlakuan orangtua, buku-buku bacaan/komik, radio, atau film. Contoh perasaan cemas :anak takut berada di dalam kamar yang gelap, takut hantu dan sebagainya.

  c. Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap orang lain, diri-sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar/makian/sumpah serapah), atau nonverbal (seperti mencubit,memukul,menampar, menendang, dan merusak). Perasaan marah ini merupakan reaksi terhadap situasi frustrasi yang dialaminya, yaitu perasaan kecewa atau perasaan tidak senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan keinginannya.

  d. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya. Sumber yang menimbulkan rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial, hubungan dengan orang lain.

  e. Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman, karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan gembira pada anak, diantaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan minum), keadaan jasmaniah yang sehat. f. Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda.

  g. Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut yang abnormal) seperti takut ulat, takut kecoa, dan takut air.

  h. Ingin tahu, yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.

  Berdasarkan pendapat diatas pola emosi yang umum pada masa awal anak-anak meliputi rasa takut, rasa canggung, rasa cemas, rasa marah, cemburu, duka cita, keingintahuan, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.

C. Kerangka Berfikir

  Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua kepada anaknya, tidak ada satu cara pun yang dianggap paling tepat untuk seorang anak tertentu, karena setiap anak dilahirkan dengan membawa pola perilaku dan temperamen sendiri. Orang tua masa lalu cenderung bersifat otoriter, semakin lama semakin ditinggalkan sehingga kemudian cenderung lebih ke permisif. Namun mendidik anak yang terlalu otoriter maupun permisif memiliki efek yang kurang baik terhadap perkembangan kepribadian anak. Setiap pola asuh yang diterapkan pada anak, akan menghasilkan anak dengan karakteristik yang berbeda. Secara teori, pola asuh demokratis akan lebih baik daripada pola asuh jenis permisif dan otoriter. Pola asuh permisif dan otoriter dapat membuat anak mengalami perkembangan emosi yang kurang baik, yaitu luapan emosi pada anak yang meledak-ledak dan tidak terkontrol sebagai usaha anak untuk memaksakan kehendaknya pada orang tua.

  Perkembangan emosi adalah kesadaran diri anak yang yang terus tumbuh terkait dengan kemampuan dirinya untuk merasakan rentang emosi yang semakin luas. Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, mengalami beragam emosi sepanjang hari. Perkembangan emosional mereka pada masa kanak-kanak awal memungkinkan mereka untuk mencoba memahami reaksi emosional orang lain dan untuk mulai belajar mengendalikan emosi mereka sendiri.

  Berdasarkankerangka teori tersebut di atas, maka dapat digambarkan suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

  Perkembangan Emosi Anak Sikap Anak: Pemberontak,marah, menangis,senang Pola Asuh Orangtua: Hasil :

  Demokratis Adanya hubungan Otoriter pola asuh dengan Permisif perkembangan emosi anak

D. Hipotesis

  Berdasarkan pemaparan uraian tersebut, maka peneliti akan mencoba membuat kesimpulan sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya, maka penulis membuat hipotesis yaitu : Ha :Adanya hubungan pola asuh orangtua dengan perkembangan emosi anak di TK Aisyiyah 1 Purwokerto kecamatan Purwokerto

  Timur Kabupaten BanyumasSemester Genap tahun ajaran 2015-2016. Ho :Tidak adanya hubungan pola asuh orangtua dengan perkembangan emosi anak di TK Aisyiyah 1 Purwokerto kecamatan Purwokerto

  Timur Kabupaten BanyumasSemester Genap tahun ajaran 2015- 2016.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain dan Prosedur Penelitian

  1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandasan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono 2009:8) Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka.

  Misalnya: usia seseorang, tinggi seseorang, penjualan dalam sebulan,dsb. (Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah 2011:62).

  Paradigma penelitian menurut Sugiyono (2009:42) merupakan pola pikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan. Paradigma dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  X Y

  X Y Gambar 1. Paradigma Sederhana

  24 Keterangan: X : variabel pola asuh orangtua ( Bebas ) Y : variabel perkembangan emosi anak ( Terikat )

  2. Metode penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian korelasi. Penelitian Koefesien korelasi adalah suatu alat statistik, yang dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran dua variabel yang berbeda agar dapat menentukn tingkat hubungan antara variabel-variabel ini (Suharsimi Arikunto 2010:313). penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi disebut dengan penelitian korelasi (Sevilla 2006 : 87)

  Penelitian korelasi bertujuan untuk mengetahui apakah diantara dua buah variabel atau lebih terdapat hubungan, dan jika ada hubungan, bagaimana arah hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut ( Tukiran 2011:95 )

B. Ruang Lingkup

  1. Subyek Penelitian Penelitian akan dilksanakan di TK Aisyiyah 1 dengan subyek yang akan diteliti yaitu kelas B1 dan B2 yang berjumlah 40 peserta didik dan yang berusia 5-6 tahun.

  2. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di TK Aisyiyah 1 Purwokerto Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas Semester Genap Tahun Ajaran 2015-2016.

  b. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai Juni 2016.

  Tabel. 3.1 Rencana Pelaksanaan Penelitian Bulan

  Rencana No

  Kegiatan Oktober November Desember April Mei Juni Juli

   1. Observasi 

  2. Pengajuan pembimbing

   3. Penyusunan proposal

   4. Bimbingan proposal

   5. Seminar Proposal

   6. Revisi proposal

   7. Penelitian

   8. Penyusunan hasil penelitian

   9. Ujian skripsi

   10. Revisi skripsi C.

   Populasi dan Sampel Penelitian

  1. Populasi Arifin (2012 : 215) mengungkapkan populasi yaitu keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi. Menurut Sugiyono (2009 : 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pupulasi juga merupakan keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010 : 173).

  Menurut Sugiyono (2015 : 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili)

  Populasi dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelompok B1 dan B2 TK Aisyiyah 1 Purwokerto Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas dengan jumlah 40 anak.

  2. Sampel Sampel adalah sejumlah contoh dari populasi yang memiliki karakteristik sama dengan populasi. Sampel yaitu sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 2010 : 174). Menurut Sukardi 2009 ( dalam Jhoni Dimyati 2013 : 56 ) pada dasarnya sampel adalah sebagian kecil dari populasi yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2009 : 81) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

  Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi tidak terlalu banyak, peneliti tidak mengambil sampel. Sehingga seluruh populasi diambil sebagai objek penelitian. Karena penelitian yang populasi lakukan adalah penelitian populasi.

D. Variabel Penelitian

  Sugiyono (2015:60) Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,kemudian ditarik kesimpulannya.

  Hadari Nawawi,1983 (Dalam Johni, 2013:41-43), mengemukakan ada lima jenis variabel penelitian. Kelima jenis variabel penelitian tersebut, sebagai berikut :

  1. Variabel Bebas ( Independence Variable )

  Variabel bebas adalah sebuah faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi adanya atau munculnya faktor yang lain. Tanpa adanya variabel bebas tidak mungkin akan muncul adanya variabel terikat. Bila variabel bebas berubah, maka akan memunculkan adanya variabel terikat yang lain, dan / atau bahkan mungkin tidak muncul adanya variabel terikat sama sekali, karena tidak terjadi adanya pengaruh variabel bebas terhadap faktor lain yang diperkirakan akan muncul akibat dari variabel bebas tersebut.

  2. Varabel terikat ( Dependent Variable ) Variabel terikat adalah gejala atau faktor atau unsur yang muncul karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Munculnya atau tidak munculnya variabel terikat sangat tergantung kepada ada atau tidak adanya variabel bebas.

  3. Variabel kontrol (Control variable ) Variabel kontrol adalah variabel yang ada di sekitar gejala yang akan diteliti tetapi diupayakan agar tidak ikut memengaruhi terhadap gejala variabel terikat yang akan muncul dari adanya pengaruh variabel bebas. Jadi, variabel ini dengan sengaja dikendalikan agar tidak memengaruhi kemurnian variabel bebas memengaruhi munculnya variabel terikat. Akan tetapi, terkadang dalam suatu kegiatan penelitian munculnya variabel kontrol ini tidak bisa dihindarkan. Usaha untuk mengendalikan variabel kontrol ini dengan tetap memperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel terikat, sehingga akan diperoleh adanya variabel antara.

  4. Variabel Antara ( Intervening variable ) Variabel antara merupakan variabel yang ada disekitar gejala variabel terikat, tetapi tidak dapat dikendlikan pengaruhnya terhadap variabel terikat tersebut. Oleh karena variabel antara ini berpengaruh terhadap variabel terikat, berarti pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak murni. Dengan demikian, perlu diperhitungkan

seberapa besar pengaruh variabel antara terhadap variabel terikat.

  5. Variabel Ekstrane ( Extranious variable ) Variabel Ekstran merupakan variabe yang ada disekitar gejala yang diteliti tetapi tidak dapat dikontrol dan tidak dapat diperhitungkan, serta tidak dapat dieliminasi atau ditiadakan. Variabel ini mungkin berada pada diri sampel atau ada diluar diri sampel. Beberapa hal mungkin dapat diketahui oleh sipeneliti, tetapi beberapa hal mungkin tidak dapat diketahui oleh sipeneliti. Sehubungan dengan variabel ekstran sepanjang peneliti dapat mengetahuinya, maka peneliti harus mengemukakan sebagai pengakuan bahwa variabel ekstran ini dapat menjadi sumber kesesatan dalam penarikan kesimpulan hasil penelitian. Pengakuan terhadap adanya variabel ekstran ini merupakan kejujuran seorang peneliti didalam mempertanggungjawabkan penelitiannya.

  Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya(Sugiyono, 2009 : 38).Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent).

  a. Variabel bebas (X) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variable terikat (Y) (Sugiyono, 2015). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Pola AsuhOrang Tua.

  b. Variabel terikat (Y) merupakan variabel yangdipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2015). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu perkembangan emosi anak.

E. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan mengungkapkan fakta mengenai variabel yang diteliti. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket yaitu:

  Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Sugiyono (2009:142).

  Metode kuesioner tersebut digunakan untuk mengukur pernyataan pola asuh orangtua dan perkembangan emosi anak.

  1. Variabel Pola Asuh Orang Tua Pola Asuh Orang Tua adalah berbagai metode atau cara orang tua dalam mengasuh, mendidik dan mengajari anak sesuai tujuan orang tua hingga mencapai kedewasaan.

  Masing

  • –masing pernyataan akan mendapatkan jawaban dari responden. Dalam menjawab pernyataan tersebut responden akan memilih salah satu jawaban yang telah tersedia.Dimana item-item atau pernyataan dibagi menjadi item-item yang favorable (suatu pernyataan berisikan hal-hal positif) dan unfavorable (suatu pernyataan berisi hal-hal negatif.

  Lima alternatif jawaban tersebut masing

  • –masing diberikan skor dari nilai tertinggi berturut
  • –turut kenilai yang terendah (Menurut Sugiyono, 2015)

  Adapun alternatif pilihan jawaban baik item favorable maupun unfavorable adalah jawaban dengan menggunakan kategori respon tingkat kesetujuan yang mempunyai variasi jawaban sebagai berikut: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (RR), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

  Skor untuk item favorable skoring : 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 2 = Tidak Setuju (TS) 3 = Ragu-Ragu (RR) 4 = Setuju (S) 5 = Sangat Setuju (SS)

  Sedangkan skor untuk item unfavorable yaitu dengan dibalik : 5 = Sangat Tidak Setuju (STS) 4 = Tidak Setuju (TS) 3 = Ragu-Ragu (RR) 2 = Setuju (S)

  1 = Sangat Setuju (SS) Di bawah ini adalah lembar angket Pola Asuh Orang Tua. Peneliti mengambil indikator pola asuh orang tua yang sudah pernah diuji validitasnya yang diambil dari skripsi (Elza Yusman, 2009).

  Tabel 3.2.Lembar skala Pola Asuh Orang Tua Pernyataan STS TS RR S SS

  1. Orang tua selalu memaksakan kehendakdirinya, karena mereka lebih mengetahuimana yang terbaik untuk anak tanpamerundingkannya terlebih dahulu.

  2. Orang tua berhak memarahi bahkan memukul anaknya bila anak melakukan kesalahan.

  3. Orang tua tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk menjelaskan kesalahanyang telah ia lakukan.

  4. Orang tua tidak suka mendengar anak membantah perkataan yang ia bicarakan.

  5. Semua keputusan berada di tangan orang tua.

  6. Orang tua tidak suka membicarakanmasalahyang terjadi kepada anaknya, karena merasaanak tidak mengerti apa-apa.

  7. Anak harus selalu patuh terhadap peraturanyang dibuat orang tua meskipun anak tidakmenyukainya

  8. Memarahi anak bahkan memukul anak adalahhal yang wajar dilakukan orang tua.

  9. Mengharuskananakuntukselalubelajarsetiapharime skianaktidakmenginginkannya.

  10. Orang tuamemberikankesempatanpadaanakuntukmembic arakantentangapa yang iainginkan.

  11. Merundingkansegalahal yang terjadikepadaAnakdankeluarga.

  12. Mengarahkananakketempat yang iainginkan,walau orang tuatidakmenyukainya.

  13. SalahsatutugasorangtuaadalahmemberikanJadwalh ariananakuntukbelajar.

  14. Menjelaskanpadaanaktentangperbuatanbaikdanper buatanburuk, agar anakdapat menentukanperbuatanmana yang akaniapilih.

  15. Sebagaiorangtuakitaharusmengingatkan anaksetiapwaktu, untukbelajar

  16. Sebagai orang tuakitaharusselalubertanya tentangapa yang anaklakukan disekolah.

  17. Setiapanakmemilikitugasnyamasing-masing sehinggaorangtuaharusbersikapadil.

  18. Menemanianakbelajarmembantuanaklebihmemaha mipelajaran.

  19. Memberikanpujianbilaanakberprilakubaikdan meneguranakbilaiamelakukankesalahan.

  20. Sebagaiorangtuakitatidakperlumembatasipergaula nanak.

  21. Bilaanakmelakukankesalahan itudianggapwajar, karenaanak-anakmasihbelummengertiapa-apa.

  22. Memperbolehkananakuntukbergauldengansiapap un

  23. Membiarkananakbebasmemilihapa yang iainginlakukandankerjakan.

  24. Sebagai orangtuakitatidakberhakmengaturanak.

  25. Anakmengertiapa yang ia lakukan, sehingga orang tuatidakperlubertanyaataumelarang anakuntukmelakukanhal yang iainginkan