BAB II PANDANGAN GURU SEJARAH TENTANG PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA NEGERI 4 PURWOKERTO A.Pendidikan Karakter di Sekolah - PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA NEGERI 4 PURWOKERTO TAHUN 2017
majunya teknologi yang selain berdampak positif juga banyak dampak negatifnya dari kemajuan teknologi. Guru sangat berperan dalam pembentukan karakter siswa. Guru membentuk karakter pada siswa melalui proses belajar mengajar, guru tidak hanya dari menilai siswa dari hasil belajar saja tetapi juga menilai dari proses siswa saat melaksanakan pembelajaran.
Sekolah merupakan lembaga yang dapat menjadi wadah memperbaiki siswa-siswi yang mengalami konflik sosial. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana prasarana, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
29 Pengembangan budaya dan karakter bangsa di sekolah terintegrasi ke dalam mata pelajaran, terutama pada mata Pelajaran Sejarah. Pendidikan karakter di sekolah berfungsi memperbaiki para siswa yang memiliki perilaku menyimpang seperti siswa meminum minuman keras, perilaku yang menjurus pada pornografi, pergaulan bebas seperti pacaran, dan siswa-siswi yang bukan mukhrim dilarang berduaan. Terkadang karena kesibukan orang tua di lingkungan keluarga membuat peserta didik tidak diperhatikan lagi oleh orang tua mereka sehingga perilaku siswa menjadi liar sehingga karena siswa waktunya lama dihabiskan di lingkungan sekolah maka kemungkinan berhasilnya pendidikan karakter diajarkan ke siswa bisa terjadi. Menurut pengalaman orang dewasa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill) karena perilaku yang buruk bisa mengganggu orang lain sehingga tidak bisa bekerja sama dengan orang dan menghambat pekerjaan dan kesuksesan. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Penguatan pendidikan karakter yaitu gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga.
Untuk bersaing di era global ini siswa-siswi harus memiliki moral dan etika yang bagus, berbudi pekerti dan berakhlak mulia seperti tujuan utama menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu religius hidupnya, nasionalis jiwanya, integritas jadi tujuannya, mandiri hidupnya, gotong-royong semangatnya, persatukan bangsa Indonesia. Pendidikan karakter juga penting mengajarkan siswa agar selalu jujur sehingga siswa saat dewasa nanti tidak menjadi koruptor karena koruptor merugikan bangsa Indonesia sehingga membuat Indonesia menjadi negara yang tidak maju. Hal-hal kecil dan sederhana seperti itu bisa membuat perubahan yang sangat besar apabila setiap manusia memliki sikap yang jujur maka otomatis negara Indonesia menjadi negara maju karena berkurangnya pejabat atau pemimpin yang “menjual” negara ini ke tangan asing dari hasil suap-menyuap dan berkurangnya pejabat yang korupsi harta negara. Dengan adanya kerjasama pemerintah dengan guru dalam mensukseskan pendidikan karakter di Indoenesia salah satunya dengan memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum dan Rancangan Perencanaan Pembelajaran (RPP). Tentunya beruntung sekali pendidikan karakter bisa dimasukkan ke dalam pembelajaran sejarah karena siswa bisa mendalami karakter baik setiap tokoh melalui cerita-cerita sejarah.
Pendidikan karakter dapat berhasil diterapkan di sekolah apabila ada kerjasama yang baik antara pihak sekolah, siswa, dan lingkungan keluarga.
Pendidikan karakter bisa gagal karena banyak faktor yang secara tidak sengaja tertanam pada diri siswa karena guru dan orang tua siswa kecolongan dalam mengontrol siswa. Orangtua juga seharusnya bisa menyeleksi tayangan televisi yang tidak mendidik dan yang mendidik untuk anak-anaknya. Sedangkan dalam hal teknologi seperti internet, seharusnya pemerintah lebih giat lagi dalam memblokir situs-situs negatif yang dapat merusak moral siswa. Apabila pemerintah berhasil melakukan hal tersebut maka peran guru dan sekolah dalam mendidik siswa agar memiliki karakter yang baik lebih mudah dan ringan sehingga tidak menyulitkan guru untuk fokus dalam mendidik karena guru dituntut harus mengajarkan ilmu pengetahuan dan mendidik siswa agar menjadi siswa yang berkarakter sesuai budaya bangsa Indonesia (Wawancara dengan Fatonah, 5 April 2018).
Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 secara teori mudah bisa hitam di atas putih tapi secara prakteknya susah, dipraktekan ke siswanya sangat susah, seperti masalah kedisiplinan. Dalam masalah kedisiplinan saat upacara, siswa tidak langsung bersikap siap, berbeda dengan siswa zaman dahulu langsung disiplin sikap siap saat upacara. Zaman sekarang banyak sekali faktor yang mempengaruhi contohnya pergaulan yang terlalu bebas karena media sosial.
Siswa lebih aktif di media sosial dibanding dunia nyata, orang tua dan guru kalah dalam penggunaan media sosial dimana siswa jadi lebih sering curhat di media sosial dan teman dibanding ke orang tua dan guru sehingga guru sulit mengawasi pergaulan mereka. Siswa lebih senang bergaul di luar daripada di lingkungan sekolah. Siswa di sekolah tidak menyerap ilmu karakter yang diberikan oleh guru karena siswa lebih dapat informasi dari luar yang lebih dominan yang cenderung negatif. Guru sudah memberikan pendidikan karakter tetapi benturan dari luar yaitu globalisasi jadi dalam praktek pendidikan karakternya lebih sulit.
Penanaman pendidikan karakternya juga sulit karena karakter setiap siswa ada yang mudah dibentuk ada yang susah dibentuk.
Guru sejarah sebisa mungkin berusaha menanamkan pendidikan karakter kepada siswa, contohnya pemberian hadiah dan hukuman namun dalam memberikan hukuman dengan cara yang nasionalisme seperti menyanyikan lagu nasional di depan kelas sendiri dan di depan kelas lain. Siswa yang bersalah dihukum dengan cara yang membentuk karakter seperti siswa harus hafal lagu nasional bukan dengan menghukum secara fisik (push up). Kegiatan tersebut juga untuk melatih mental kedisiplinan dan keberanian siswa. Guru juga menanamkan pendidikan karakter melalui mengenali karakter tokoh-tokoh nasional dengan cara bermain sosiodrama, siswa berperan menjadi pahlawan seperti Soekarno, Fatmawati, dan lain sebagainya. Siswa jadi lebih memahami dan menyadari menjadi sesosok pahlawan tidak semudah dengan cerita sejarah yang ada di buku- buku. Guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik seperti siswa harus sopan ke orang tua. Pendidikan karakter yang ada di kurikulum 2013 berjalan mengalir, karakter siswa terbentuk berdasarkan lingkungan jadi tidak bisa persis dengan karakter yang diharapkan kurikulum 2013 (Wawancara dengan Tegar, 3 Juni 2018).
Pendidikan karakter sangat erat kaitannya dengan mata pelajaran sejarah karena mengandung nilai-nilai luhur bangsa. Bangsa ini, bangsa Indonesia sudah mempunyai nilai-nilai luhur yang sangat tinggi sehingga dalam pembelajaran sejarah ini sangat melekat pelaksanaan pendidikan karakternya. Pelajaran sejarah lebih diperluas lagi kaitannya dengan berbagai hal baik kaitannya dengan nasionalisme yang mungkin kurang mendapat tekanan dari mata pelajaran lain.
Mata pelajaran sejarah sangat lekat dengan nasionalisme, persatuan dan kesatuan karena bangsa Indonesia sendiri merupakan suatu bangsa yang dalam pembentukannya didasari oleh keinginan untuk bersatu sehingga nilai-nilai persatuan dan kesatuan ini juga harus terus ditanamkan.
Tentunya dengan melihat keberagaman yang ada di Indonesia yang ini merupakan tantangan tersendiri tetapi juga sebetulnya ini suatu kebesaran yang ada di dalam bangsa Indonesia. Pelaksanaannya sangat lengkap kalau dalam pendidikan sejarah khususnya guru selalu menekankan kepada siswa-siswi tentang tekad dan keinginan untuk tetap bersatu dalam kebhinekaan untuk tetap tegaknya bangsa ini karena kalau sampai luntur akan membawa perpecahan atau kehancuran dalam bangsa ini. Nilai-nilai luhur yang sebetulnya sudah dimiliki dari nenek moyang baik itu kaitannya dengan gotong royong, kekeluargaan, dan sebagainya yang terus perlu dihidupkan (Wawancara dengan Asti, 5 Juni 2018).
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru. sebagian besar negara mempunyai sistem pendidikan formal yang umumnya bersifat wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Selain sekolah-sekolah inti, siswa di negara tertentu juga mungkin memiliki akses dan mengikuti sekolah-sekolah baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah, TK atau pra-sekolah menyediakan sekolah beberapa anak-anak yang sangat muda (biasanya umur 4-5 tahun). Berdasarkan visi dan misi SMA Negeri 4 Purwokerto, sekolah ini terlihat ingin menanamkan pendidikan dan pengajaran pada siswa-siswi agar menjadi siswa-siswi yang berkarakter.
Adapun visi yang dimiliki oleh sekolah ini, yaitu Unggul Prestasi Luhur Budi Pekerti, Handal Kreatifitas. Dengan visi ini SMA Negeri 4 Purwokerto diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kecakapan hidup yang dikembangkan berdasarkan multiple intelegence mereka. Sedangkan misi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yg efektif sehingga potensi siswa berkembang optimal.
2. Menumbuhkan semangat kunggulan secara intensif kepada semua warga sekolah untuk memenangi persaingan.
3. Mendorong dan membantu setiap siswa menggali potensi dirinya sehingga dapat berkembang secara optimal.
4. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa.
5. Menetapkan manajemen partisipasi dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan stakeholder.
Pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut (Cepi, Dharma, Johar, 2012:9) :
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam seting sekolah bukanlah sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Penguatan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses pembiasan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari proses pembinasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam seting kelas maupun sekolah. Penguatan pun memiliki makna adanya hubungan antara penguatan perilaku melalui pembiasaan di sekolah dengan pembiasaan di rumah.
Berdasarkan kerangka hasil/output pendidikan karakter seting sekolah pada setiap jenjang, maka lulusan sekolah akan memiliki sejumlah perilaku khas sebagaimana nilai yang dijadikan rujukan oleh sekolah tersebut. Asumsi yang terkandung dalam tujuan pendidikan karakter yang pertama ini adalah bahwa penguasaan akademik diposisikan sebagai media atau sarana untuk mencapai tujuan penguatan dan pengembangan karakter. Atau dengan kata lain sebagai tujuan perantara untuk terwujudnya suatu karakter. Hal ini berimplikasi bahwa proses pendidikan harus dilakukan secara kontekstual.
Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
Tujuan ini memiliki makna bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan yang dimaknai sebagai pengkoreksian perilaku dipahami sebagai proses yang pendagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengkondisian yang tidak mendidik.
Proses pendagogis dalam pengkoreksian perilaku negatif diarahkan pada pola pikir anak, kemudian dibarengi dengan keteladanan lingkungan sekolah dan rumah, dan proses pembiasaan berdasarkan tingkat dan jenjang sekolahnya.
Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter seting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga. Jika saja pendidikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan guru di kelas dan sekolah, maka pencapaian berbagai karakter yang diharapkan akan sangat sulit diwujudkan. Karena penguatan perilaku merupakan suatu hal yang menyeluruh (holistik) bukan suatu cuplikan dari rentangan waktu yang dimiliki oleh anak. Dalam setiap menit dan detik interaksi anak dengan lingkungannya dapat dipastikan akan terjadi proses mempengaruhi perilaku anak.
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter
a. Pertama adalah faktor insting (naluri). Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting seseorang.
b. Kedua, faktor yang memengaruhi keberhasilan pendidikan karakter adalah adat/kebiasaan. Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, tidur, dan olahraga.
c. Faktor ketiga, yang ikut memengaruhi berhasil atau gagalnya pendidikan karakter adalah keturunan (wirotsah/heredity). Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat memengaruhi pembentukan karakter atau sikap seseorang. Di dalam ilmu pendidikan kita mengenal perbedaan pendapat antara aliran nativisme yang dipelopori oleh Schopenhaur berpendapat bahwa seseorang ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Pendidikan tidak dapat memengaruhi perkembangan jiwa seseorang. Adapun menurut aliran empirisme, seperti dikatakan oleh John Locke dalam teori tabula rasa, bahwa perkembangan jiwa anak itu mutlak ditentukan olrh pendidikan atau lingkungannya. Menyikapi dua aliran konfrontatif ini, timbul teori konvergensi yang bersifat mengompromikan kedua teori ini dengan menekankan bahwa “dasar” dan “ajar” secara bersama-sama memengaruhi perkembangan jiwa manusia. Dua anak kembar yang disekolahkan bersama-sama, ternyata kepandaiannya berbeda-beda.
d. Faktor keempat, yang berpengaruh terhadap pendidikan karakter adalah
milieu atau lingkungan. Salah satu aspek yang turut memberikan saham
dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor milieu (lingkungan) di mana seseorang berada. Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat. Dengan perkataan lain, milieu adalah segala apa yang melingkupi manusia dalam arti yang seluas- luasnya (Zubaedi, 2011:178).
2. Ada empat alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi pendidikan karakter. Keempat alasan itu adalah :
1.) Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang tidak melaksanakan pendidikan karakter.
2.) Sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapi juga anak yang baik.
3.) Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan.
4.) Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan sekadar tugas tambahan bagi guru, melainkan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru (Saptono, 2011:24).
3. Strategi Pengembangan Karakter Secara Mikro Adapun strategi pengembangan karakter pada konteks mikro berlangsung dalam konteks satuan pendidikan atau sekolah secara holistis (the whole school
reform ). Sekolah sebagai leading sector, berupaya memanfaatkan dan
memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter di sekolah.
Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk penciptaan budaya sekolah (school culture); kegiatan kokurikuler dan/atau ekstrakurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Khusus, untuk mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap, maka pengembangan nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan nilai (value/character education). Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilai/karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant
effects ). Sementara itu, untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal
memiliki misi utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya nilai/karakter dalam diri peserta didik (Zubaedi, 2011:200). B.Pemahaman Guru Sejarah Tentang Pelaksanaan Pendidikan Karakter di
SMA Negeri 4 Purwokerto
Menurut Fatonah (wawancara, 5 April 2018), guru sejarah di SMA Negeri
4 Purwokerto, pendidikan karakter adalah proses membangun mental dan kejiwaan seseorang agar menjadi pribadi yang mempunyai pemikiran, sikap, dan tindakan yang selalu membawa manfaat positif bagi dirinya dan lingkungannya. Pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah diaplikasikan dalam setiap materi pelajaran melalui penanaman semangat nasionalisme, mensyukuri nikmat kemerdekaan dan menghargai jasa para pahlawan.
Pendidikan karakter sangat tepat sekali diterapkan di dalam pembelajaran sejarah. Mengajak siswa memahami materi pelajaran dan mengambil hikmah dari materi pelajaran sejarah yang sudah diajari dengan mengaitkan dengan semangat nasionalisme dari para pejuang yang sudah memerdekakan bangsa Indonesia. Jadi siswa-siswi setelah diberikan materi sejarah dan mempelajari materi sejarah kemudian diingatkan kembali bahwa apa yang dapat mereka rasakan pada masa sekarang (pada kesempatan ini) dapat belajar dan lain-lain karena berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat jasa-jasa para pahlawan.
Di setiap materi selalu diterapkan kepada siswa dengan selalu diingatkan tentang mensyukuri nikmat kemerdekaan, menghargai jasa para pahlawan, dan juga menanamkan semangat nasionalisme siswa supaya mereka selalu mau mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif. Para pahlawan yang sudah gugur dalam berjuang memerdekakan bangsa Indonesia seharusnya harus selalu kita hargai bukan malah siswa melupakan perjuangan para pahlawan dan malah lebih mengidolakan artis luar negeri yang tidak pernah berjasa bagi bangsa Indonesia. Boleh saja mengidolakan artis luar negeri tetapi tidak boleh melupakan jasa para pahlawan. Menurut Soekarno, angsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Mata pelajaran sejarah sangat berperan dalam mensukseskan penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran di kelas.
Pendidikan karakter dan pembelajaran sejarah sangat berkaitan karena di dalam pelajaran sejarah tidak saja berisi tentang teori tapi juga ada pendidikan karakternya. Guru tidak hanya menjadi contoh siswa dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari tapi juga memfasilitasi siswa-siswi dalam pembelajaran sejarah sehingga siswa merasa nyaman di lingkungan sekolah dan bisa menumbuhkan karakter baik pada siswa.
Pada pembelajaran di kelas biasanya anak dipaksa menghafal dan mengikuti ujian dengan soal yang isinya menyuruh siswa menjawab pertanyaan dari hafalan mereka. Padahal dalam proses belajar yang sebenarnya bukan seperti itu (bukan menghafal), tetapi siswa harus memahami pelajaran yang dipelajarinya sehingga dapat mrngambil pelajaran/hikmah yang terkandung di dalam mata pelajaran sejarah. Sehingga pendidikan karakter sangat penting untuk diterapkan di dalam mata pelajaran sejarah. Siswa-siswi tidak hanya menyerap ilmu pengetahuannya saja tapi juga mempelajari berbagai karakter dari pelajaran sejarah dan dalam lingkungan sekolah. Contohnya seperti cinta tanah air sehingga siswa dengan hati yang tulus ingin memajukan bangsa Indonesia, siswa dengan segenap hati, jiwa, dan raga mencegah hancurnya/runtuhnya bangsa Indonesia.
Pendidikan karakter yang bagus maka intelektual siswa-siswi juga dapat berkembang karena moral yang rusak dapat menghambat siswa-siswi dalam pembelajaran. Kejujuran juga menjadi penilaian sikap dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang dapat memicu siswa untuk tidak mencontek dan dapat memahami pelajaran dengan baik. Sistem pendidikan Indonesia yang cenderung menghafal dengan adanya pendidikan karakter siswa bisa dapat lebih kreatif dan dapat mengemukakan pendapatnya.
Dengan adanya sistem pendidikan karakter yang diterapkan pemerintah terhadap sekolah-sekolah terutama SMA sebenarnya lebih memudahkan guru dalam proses pembelajaran. Semula guru dalam proses pembelajaran biasanya sebagai informator yaitu sebagai pusat dalam pembelajaran. Artinya dulu siswa hanya memperoleh ilmu/informasi pengetahuannya yang berasal dari ceramah yang dilakukan oleh guru. Berbeda dengan adanya sistem pendidikan karakter, guru di sekolah tidak lagi sebagai pusat dalam memberi ilmu. Sekarang seorang guru dalam proses pembelajaran hanya sebagai mediator yang artinya guru hanya menyiapkan judul materi yang akan disampaikan setelah itu menyediakan media- media pembelajaran yang sesuai dengan materi. Setelah itu siswa diharapkan untuk mencari informasi lain serta memecahkan berbagi masalah yang ada dalam materi tersebut. Selain itu guru juga sebagai motivator yang artinya sebelum atau sesudah memberikan materi, guru harus memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengembangkan proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar sekolah (Wawancara dengan Fatonah, 5 April 2018).
Ada beberapa peristiwa sejarah yang secara langsung dan tidak langsung dapat menumbuhkan karakter kebangsaan pada diri siswa SMA Negeri 4 Purwokerto (Wawancara dengan Fatonah, 5 April 2018) :
1. Sumpah Pemuda Perayaan hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober di SMA
Negeri 4 Purwokerto dilakukan dengan cara guru sejarah mengingatkan dan memberikan pengajaran hikmah dari kejadian Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dimana pemuda zaman dahulu menginginkan semua rakyat Indonesia bersatu dalam bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
2. Proklamasi 17-8-1945 Perayaan memperingati peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945 di SMA
Negeri 4 Purwokerto dirayakan dengan lomba-lomba khas Agustusan dan lomba-lomba tersebut mengajarkan kekompakan pada siswa yang pada zaman dahulu golongan tua juga golongan muda kompak dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari cengkraman penjajah. Peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945 juga diajarkan oleh guru sejarah dalam Pembelajaran Sejarah dan membentuk beberapa karakter pada siswa seperti karakter : kebersamaan, jiwa merdeka, cinta tanah air (patriotisme), merdeka atau mati (berani berkorban) dan kemampuan menggalang kekuatan bangsa.
3. Pancasila dan UUD 1945 Dalam upacara bendera setiap hari Senin dan Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Purwokerto diajarkan pendidikan karakter pada siswa seperti saat upacara ada pembacaan Pancasila dan UUD 1945. Di dalam Pembelajaran Sejarah juga ada materi tentang Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila berisi nilai-nilai seperti nilai Ketuhanan (agamis), Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Mufakat, dan Keadilan yang membentuk karakter Pancasilais pada siswa.
4. Bhineka Tunggal Ika Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Purwokerto, banyak sekali materi yang membahas tentang Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Bhineka Tunggal Ika mengajarkan karakter kebersamaan, kejamakan (pluralisme), kesatuan dan harmonis. Siswa yang dari masa sekolah diajarkan perbedaan namun harus memperkuat persatuan melalui pelajaran Bhineka Tunggal Ika membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara yang kuat dan kokoh karena rakyatnya tetap bersatu padu walau memiliki banyak perbedaan namun memiliki satu tujuan yang pasti yaitu memajukan bangsa Indonesia menjadi negara yang dapat bersaing dengan negara maju lainnya. Bhineka Tunggal Ika juga mengajarkan agar rakyat tidak terpecah belah dan mudah diadu domba. Siswa dalam menjalankan kehidupan bersosialisasi baik di sekolah maupun di luar sekolah harus selalu bertoleransi dan menghargai orang lain walau berbeda ras, suku, dan agama.
5. Indonesia Raya Lagu Indonesia Raya tidak hanya menjadi lagu wajib yang dinyanyikan saat upacara bendera tetapi juga diajarkan di dalam
Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Purwokerto. Lagu Indonesia Raya mempunyai makna agar siswa selalu mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia walaupun suatu saat nanti sedang tinggal di luar negeri dengan mendengarkan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap sedang di negara lain menjadi selalu ingat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lagu Indonesia Raya menumbuhkan jiwa Nasionalisme pada diri siswa dengan cara yang menyenangkan karena ada seninya di dalam pengajaran pendidikan karakter melalui lagu nasional tersebut.