BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori medis 1. Definisi - LASTRI ULAN SARI BAB II

  Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. Oleh karena itu, dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma atau fibroid (Saifuddin, 2008; h. 891). Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan lunak, karena otot rahimnya dominan (Manuaba, 2010; h. 556). Mioma uteri merupakan tumor jinak padat dari otot polos uterus, dikenal juga dengan istilah mioma atau leimioma (Djuwantono, 2011; h. 1). Mioma merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus, terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalam nya (Cunningham, 2006; h. 1031).

  Nama lain dari mioma uteri adalah leiomioma yang merupakan tumor yang tersusun dari otot polos yang biasanya terdapat dalam korpus uteri kendati dapat di temukan pada serviks atau pada ligamentum teres atau latum (Kowalak, Jennifer P. 2011; h. 671). Leiomioma adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas. Nama lainnya untuk tumor ini adalah fibroid, mioma, fibroma, dan fibromioma (Price, Sylvia anderson, 2006; h. 1293). Fibroid uterus merupakan proliferasi jinak dari otot polos dan jaringan ikat fibrosa yang berasal dari sel tunggal.

  Fibroid biasanya multipel, dengan diameter berkisar antara 1 mm sampai lebih 20 cm, dan dikelilingi oleh pseudokapsul yang terdiri dari serabut otot polos yang terkompresi. Fibroid biasanya berkembang setelah menarche dan berkurang setelah menopause, yang memprlihatkan peran estrogen sebagai promotor pertumbuhannya (Norwitz, 2008; h. 27). Jadi mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot polos miometrium pada uterus.

  Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi estrogen di duga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini di dukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause.

  Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarke.

  Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko yang relatif menurun untuk terjadinya mioma uteri (Sarwono, 2010; hal 891).

  Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesteron (Sarwono, 2010; hal. 891).

  Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatusa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Pukka dan kawan-kawan menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak di dapatkan dari pada miometrium normal. Menurut meyer asal mioma adalah sel imatur bukan dari selaput otot yang matur (Saifuddin, 2008; hal 338).

  Mioma uteri merupakan indikasi tersering operasi besar pada wanita premenopause, sehingga membawa dampak yang cukup besar bagi kesehatan. Pertumbuhan mioma uteri dan perkembangannya di stimulasi oleh hormon seks steroid dan dipengaruhi oleh perubahan siklus hormonal.

  Reseptor estrogen dan progesteron dapat di identifikasikan pada jaringan mioma dan mioma uteri diketahui memberikan respon yang positif terhadap terapi hormonal. Apabila sekresi estrogen dapat dikurangi maka pertumbuhan mioma uteri dapat dihambat atau dikurangi, bahkan dapat mengecilkan massa mioma (Djuwantono, 2011; h. 2).

  Mioma uteri dapat bertambah besar, menyusut atau tetap sama sepanjang kehamilan. Mioma yang besar cenderung menyusut, sedangkan mioma yang berukuran kecil bertambah besar (Sinclair, 2010; h. 611). Setelah menopause, mioma ini menyusut karena stimulasi estrogen sudah menurun.

  Sekitar 1 dari 1000 kasus fibroid merupakan leiomioma sarkoma (karsinoma) (Sinclair, 2010; h. 609).

  Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom. Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak (Thomason, 2008).

  Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pasca menopause).

  Seringkali tumor jinak rahim ke arah rongga ini membesar dan bertumbuh keluar dari mulut rahim. Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, teraba seperti kenyal, bentuknya bulat dan berbenjol- benjol sesuai ukuran tumor. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih. Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschultz dikatakan bahwa mioma uteri terjadi tergantung pada sel- sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen (Anonymous. Mioma uteri. Jurnal kebidanan kehamilan; 2011 [Diakses tanggal 13 September 2011]). Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma :

  a. Estrogen Mioma uteri di jumpai setelah menarche. Sering terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan setelah pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi.

  Estrogen dikenal sebagai hormon wanita yang utama bersama dengan progesteron, karena mempunyai peranan penting dalam pembentukkan tubuh wanita dan mempersiapkan fungsi wanita secara khusus seperti terjadinya kehamilan, juga pertumbuhan payudara dan panggul. Disisi lain, vagina, uterus dan organ wanita lainnya sangat tergantung keberadaan estrogen pada tubuh sampai usia dewasa.

  Pengaturan estrogen membuat terjadinya perubahan setiap bulannya dan mempersiapkan uterus untuk terjadinya kehamilan. Estrogen merupakan hormon steroid dengan 10 atom C dan dibentuk terutama dari 17 ketosteroid androstendion. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1), dan estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan khasiat biologis dari ketiga hormon tersebut E2 : E1 : E3 = 10 : 5 : 1. Potensi estradiol 12 kali potensi estron dan 8 kali estriol sehingga estradiol dianggap sebagai estrogen utama (Speroff et al., 2005; h. 837).

  Selain di ovarium, estrogen juga di sintesis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan susunan saraf pusat dalam jumlah kecil. Hal ini menyebabkan wanita mempunyai kadar estrogen yang rendah setelah menopause. Karena sel lemak juga dapat mensintesis estrogen dalam jumlah sedikit, wanita gemuk yang memasuki fase menopause, mungkin akan mengalami beberapa keluhan seperti hot flashes dan osteoporosis, kedua keluhan ini berhubungan dengan penurunan estrogen (Speroff et al., 2005; h. 879).

  b. Progesteron Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan cara menurunkan jumlah reseptor estrogen pada mioma (Manuaba, 2010; h.

  453).

  a. Genetik dan faktor-faktor lingkungan (misalnya variasi hormon). Setelah menopause, mioma ini menyusut karena stimulasi estrogen sudah menurun (Sinclair, 2010; h. 609).

  b. Nullipara atau yang kurang subur (infertilitas) Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah di singkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi (Sarwono, 2007; h. 343). c. Umur Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma (Sarwono, 2007; h. 338). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007; h. 339) menambahkan bahwa jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang dari 25%). Sedangkan pada usia menopause mioma menjadi menurun, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lanjut.

  Sedangkan menurut (Sinclair, 2010; h. 609) mengatakan bahwa sebagian besar mioma muncul pada usia 40 an.

  d. Riwayat Keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri (Perker, 2007; h. 377)

  e. Parietas Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil (Saifuddin, 2008; h. 891)

  f. Kehamilan Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas risiko terjadinya abortus bertambah karena distorsi rongga uterus.

  Khususnya pada mioma submukosum, letak janin, menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada serviks uteri yang menyebabkan inersia maupun atonia uteri. Sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium, menyebabkan plasenta susah lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam nifas (Saifuddin, 2008; h. 343).

  Menurut Rice dkk. (1989) dalam buku Obsteric william mendapatkan bahwa 1,4 persen dari 6700 kehamilan mengalami penyulit mioma.

  Sedangkan menurut Katz dkk. (1989) melaporkan bahwa 1 dari 500 wanita hamil di rawat inap akibat penyulit yang berkaitan dengan mioma.

  Kehamilan dapat juga mengurangi risiko mioma uteri karena pada kadar hormon progesteron yang dominan pada tubuh pada ibu hamil (Cunningham, 2006; h. 1031).

  Selama trimester pertama, mioma dari segala ukuran tidak mengalami perubahan atau membesar (respon awal terhadap peningkatan estrogen).

  Selama trimester kedua, mioma kecil ukuran 2 sampai 6 cm biasanya tetap tidak berubah atau membesar, sedangkan mioma yang lebih besar > 6 cm menjadi mengecil karena dimulainya pengurangan reseptor estrogen (Cunningham, 2006; h. 1031).

  Mioma dapat menyebabkan infertilitas melalui distorsi pada tuba falopi dan distorsi pada rongga uterus. Banyak wanita mengalami fibroid yang menambah ukuran uterus hingga kehamilan minggu ke 14 sampai ke 16, dan tingkat kesuburan tidak terpengaruh. Fibroid submukosa dapat menyebabkan implantasi yang salah dan abortus spontan. Miomektomi tidak di indikasikan sampai infertilitas ditetapkan atau sampai terjadi abortus habitual.

  Mioma yang berukuran < 3 cm umumnya timbul menimbulkan akibat tertentu selama kehamilan. Sedangkan yang > 3 cm dapat menyebabkan abortus spontan, persalinan kurang bulan, nyeri pelvis, mal presentasi, atau pelahiran sesar. Abrupsio plasenta, plasenta tertahan, atau perdarahan pasca partum dapat terjadi jika plasenta tertanam di mioma. Nyeri dapat menandai torsi atau degenerasi mioma. Ukuran uterus dapat lebih besar dibanding usia kehamilan (Sinclair, 2010; h. 611).

  Miomektomi selama kehamilan menurut (Burton dkk., 2006) mengatakan bahwa harus dibatasi pada mioma yang jelas memiliki tangkai yang dapat dijepit dan di ikat dengan mudah. Mioma jangan dipotong dari uterus selama kehamilan atau saat pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan deras dan kadang-kadang dterpaksa dilakukan histerektomi (Cunningham, 2006; h. 1035).

  Kehamilan dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara lain : 1) Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen yang kadarnya meningkat.

  2) Dapat menjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas yang kadang-kadang memerlukan pembedahan segera guna mengangkat mioma. Biasanya pengangkatan mioma demikian jarang menyebabkan banyak perdarahan.

  3) Meskipun jarang mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut (Wiknjosastro, 2008; h. 344).

  Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :

  a) Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.

  b) Kemungkinan abortus bertambah.

  c) Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma uteri yang besar dan letak subserosum.

  d) Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma uteri yang letaknya di serviks.

  e) Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dinding rahim.

  f) Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukosum dan intramual.

  g) Persalinan prematuritas dan kelainan letak.

  h) Perdarahan post partum. i) Retensio plasenta (Saifuddin, 2010; h. 892).

  Sebaliknya, kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi mioma uteri menjadi : (1) Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.

  (2) Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan , dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama di tengah- tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan besifat suci hama (steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor berkurang akibat perubahan-perubahan sirkulasi yang di alami oleh perempuan setelah bayi lahir.

  (3) Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik nyeri perut mendadak (Saifuddin, 2010; h. 893).

  g. Faktor ras dan genetik Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih

  (Winkjosastro, 2008; h. 338). Sedangkan menurut (Sinclair, 2010; h. 609) mengatakan bahwa wanita yang berusia > 35 tahun, nullipara, dan berkulit hitam berisiko tinggi. Terjadi pada 10 % wanita Kaukasia dan 30 % wanita berkulit hitam dengan mudah terkena mioma uteri.

  h. Indeks masa tubuh Penderita mioma uteri 80 % bertambah beratnya sampai 80 gram

  (berat normal uterus hanya sekitar 50 gram) Pernah dilaporkan sampai ada uterus yang menderita mioma dengan berat lebih 200 gram (Faizal Yatim, 2008; h. 61-62). i. Makanan Dalam mengkonsumsi daging sapi, daging setengah matang, dan daging babi dapat meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayur hijau dapat menurunkan insiden mioma uteri (Parker, 2007; h. 375). j. Kebiasaan merokok

  Bahwa merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Dengan penurunan biovalibitas estrogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatease oleh nikotin (Parker, 2007;h. 376).

  Secara mikroskopik pertumbuhan mioma uteri berlapis-lapis, kapsul dibagian luarnya, seperti lapisan berambang atau konfigurasi gulungan (whoeled configuration). Patofisiologi mioma dapat di ikuti sebagai berikut :

  a. Setiap konfigurasi mulai satu sel monoklonal, yang menunjukkan kelainan kromosum multiple.

  b. Setiap sel mengandung reseptor estrogen dan progesteron

  c. Secara teoritis terdapat kemungkinan pertumbuhan mioma berdasarkan dua teori : 1) Teori sel nest yang bersifat embrional

  Snoo dan Mayor menyebutkan : sel nest embrional 2) Teori mioma uteri dari otot polos yang terdapat pada pembuluh darah.

  d. Transformasi neoplasma sel otot polos uterus dipengaruhi : 1) Komposisi estrogen dan progesteron 2) Faktor pertumbuhan lokal a) Epidermal faktor pertumbuhan

  b) Insulin pada faktor pertumbuhan

  c) Faktor pertumbuhan yang diterima melalui pelepasan bagian sitoplasma megakariosit, yang tidak mengandung inti dan DNA, tetapi mengandung enzim aktif dan metokondria.

  e. Mioma uteri tidak dapat dijumpai sebelum menarch dan mengecil setelah menopause.

  1) Minum obat antagonis terhadap estrogen 2) OC dengan estrogen yang rendah 3) Mioma uteri dapat membesar saat kehamilan

  f. Rangsangan estrogen dan progesteron teratur mengakibatkan pertumbuhan mioma uteri dari immature sel nest bersifat : Berlapis seperti konfigurasi gulungan.

  g. Diantara gabungan lapisan otot polos terdapat berbagai variasi jaringan ikat. Jaringan ikat menimbulkan variasi konsistensi mioma uteri.

  Menurut Rice dkk. (1989) dalam buku Obsteric william mendapatkan bahwa 1,4 persen dari 6700 kehamilan mengalami penyulit mioma.

  Sedangkan menurut Katz dkk. (1989) melaporkan bahwa 1 dari 500 wanita hamil di rawat inap akibat penyulit yang berkaitan dengan mioma. Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma uteri karena pada kadar hormon progesteron yang dominan pada tubuh pada ibu hamil (Cunningham, 2006; h.

  1031). Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat mioma itu sendiri ada yang berada (di serviks, intramural, submukosum, subserosum), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi (Wiknjosastro, 2008; h. 341).

  Sebagian besar leiomioma bersifat asimptomatik. Tanda dan gejala leimioma meliputi : a. Perdarahan yang abnormal, secara khas berupa menoragia dengan disrupsi pembuluh darah mukosa (gejala yang paling banyak di temukan).

  b. Rasa nyeri yang hanya menyertai torsi leiomioma atau tumor sebrosa yang bertangkai (pedunculated) dan mengalami degenerasi. Tumor fibroid tersebut tumbuh melebihi pemasukan darah dan kemudian ukurannya mengecil. Keadaan ini dapat ditimbulkan secara artificial lewat miolisis, yaitu suatu tindakan laparoskopik untuk mengecilkan tumor fibroid atau melalui embolisasi arteri.

  c. Tekanan dalam panggul dan desakan pada visera di sekitarnya, merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan tetapi tergantung ada intensitasnya, sehingga terjadi hidronefrosis ringan (Kowalak, Jennifer P, 2011; h. 672).

  Dan gejala lain pada saluran cerna bawah, peningkatan lingkar abdomen tanpa perubahan berat badan, dan anemia adalah tanda mioma lainnya.

  Komplikasi meliputi infark (tandanya antara lain yaitu demam dan peningkatan sel darah putih), torsi pada mioma pedunkulata, inversi uterus yang disebabkan oleh mioma pedunkulata, anemia, infeksi, infertilitas, dan perubahan sarkomatosa (Sinclair, 2010; h. 609).

  Sedangkan sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1- 3 %, sisanya adalah dari korpus uteri (Wiknjosastro, 2008; h. 338). Menurut letaknya, mioma dapat dibagi : 1) Mioma submukosum yaitu berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga utrerus.

  2) Mioma Intramural yaitu mioma yang terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

  3) Mioma subserosum Terjadi apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, yang diliputi oleh serosa. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt). Mioma subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. (Saifuddin, 2008; h. 338).

Gambar 2.1 : Jenis mioma Uteri dan menurut lokasinya

  (Sumbernya : 1. Widjanarko, Bambang. 2006) Gejala hamil bersama mioma uteri, antara lain :

  a) Kelainan letak janin

  b) Plasenta memmbranasea

  c) Obtructive labour

  d) Mioma uteri dapat membesar

  e) Degenerasi merah/ hilain (Manuaba, 2007; h. 672)

  Gejala klinik lain dari mioma uteri, antara lain : Uterus mengandung jaringan ikat, otot polos, pembuluh darah, kelenjar limfe yang dapat terjadi degenerasi jinak dan degenerasi keganasan.

  Sekitar 30% menimbulkan gejala klinik yang bersumber dari : (1) Pembesaran menimbulkan pendesakan disekitarnya (2) Pertumbuhan menuju mukosa endometrium yang menimbulkan :

  (a) Perdarahan saat menstruasi (b) Dismenorea (c) Perdarahan spotting

  (3) Perdarahan berulang yang menimbulkan anemia (4) Pembesaran uterus mengalami degenerasi dengan gejala kinik (Manuaba, 2010; h. 318).

  (5) Besarnya mioma uteri (a) Jika besarnya melebihi umur hamil 14 minggu, maka sebaiknya dilakukan histerektomi.

  (b) Jika besarnya kurang dari 12 minggu, maka dilakukan terapi konservatif.

  (6) Letaknya mioma uteri (7) Komplikasi mioma uteri (8) Apakah kombinasi dengan kehamilan (Manuaba, 2010; h. 324).

  Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup dan menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) dalam Sarwono (2007; h. 343) menyatakan bahwa penyebab lain infertilitas sudah di singkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

  a. Atrofi yaitu sesudah menopause atau pun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.

  b. Degenerasi hialin yaitu perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur asliya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah- olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

  c. Degenerasi kistik yaitu dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sulit dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. d. Degenerasi membantu (calcireous degeneration), terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.

  Dengan adanya pengendapan garam kapur pada mioma, maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

  e. Degenerasi merah (carneous degeneration), perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesisnya diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

  f. Degenerasi lemak yaitu jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin (Wiknjosastro, 2008; h. 340).

  Pada tumor abdomen di bagian bawah atau panggul adalah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri, mioma intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis (Wiknjosastro, 2008; h. 344). Kelainan yang mirip dengan keluhan dan tanda, yaitu :

  a. Adenomyosis Pada kondisi ini, kelenjar normal yang terletak pada lapisan uterus menembus dinding otot uterus. Nyeri terjadi ketika jaringan kelenjar yang berpindah tempat berkembang selama siklus menstruasi dan mengelupas selama menstruasi. Perdarahan abnormal terjadi ketika jaringan membesar dan darah merembes dari otot. Penanganan berupa pembedahan atau terapi hormonal.

  b. Disfungsi hormonal Kelainan hormon yang menyertai ovulasi dapat menyebabkan perdarahan berat dan penebalan lapisan uterus.

  c. Polips uterus (endometrial) Pertumbuhannya biasanya jinak, membesar dari lapisan uterus. Dapat menyebabkan perdarahan menstrual berat, noda setelah periode menstruasi atau noda yang tidak berkaitan dengan menstruasi. Pada myoma subserosa, diagnosa bandingnya adalah : 1) Massa solid yang lain seperti tumor ovarium yang solid, tumor dermoid, lymphoma, limphosarkoma 2) Kehamilan uterus gravidus Pada myoma submukosa yang dilahirkan diagnosa bandingnya adalah : 1) Inversio uteri Pada mioma intramural, diagnosa bandingnya adalah: 1) Adenomiosis 2) Khoriokarsinoma 3) Karsinoma korporis uteri atau sarcoma uteri

  (Azhariya RA. Penanganan mioma uteri. [Diakses tanggal 15 Maret 2012] didapat dari:uteri.com).

  8. Diagnosa Potensial

  a. Infeksi

  b. Perdarahan

  c. Degenerasi uterus (keganasan uterus)

  d. Torsi (putaran tangkai) pada gangguan sirkulasi darah (Manuaba, 2010; h. 327).

  9. Komplikasi

  a. Perdarahan pervaginam yang berat juga menimbulkan kondisi kurang darah (anemia).

  b. Gejala penekanan tumor fibroid bisa menimbulkan keluhan sulit buang air besar (konstipasi) atau hemoroid.

  c. Uterus robek (ruptur) dalam keadaan hamil atau plasenta acreta dan perdarahan uterus (Faizal Yatim, 2008; h. 68).

  d. Terjadi ruangan kosong yaitu jahitan yang kurang sempurna sehingga timbul ruangan kosong dapat terjadi timbunan, darah, dan jaringan nekrosis.

  e. Perforasi saat mengerjakan operasi dapat terjadi perforasi, sehingga perlu diatasi dengan jahitan.

  f. Mioma rekuren yaitu memperhatikan pertumbuhannya yang dipicu oleh perimbangan estrogen dan progesteron (Manuaba, 2005; h. 229).

  g. Abortus spontan yang rekuren

  h. Persalinan prematur i. Mal posisi janin j. Anemia sekunder akibat perdarahan yang berlebihan k. Infeksi (jika tumor menjulur keluar lewat mulut vagina) (Kowalak, Jennifer P, 2011; h. 672). l. Degenerasi ganas

  Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32- 0,6 % dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah di angkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause (Wiknjosastro, 2008; h. 340). m. Torsi (putaran tangkai)

  Mioma yang bertangkai akan mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus (Wiknjosastro, 2008; h. 340).

  a. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengkaji ukuran, jumlah dan lokasi tumor secara akurat.

  b. MRI (membedakan adenomioma dari mioma)

  c. CT scan

  d. Histerosalpingogram

  e. Histerosonogram atau endoskopi f. Jika terjadi perdarahan abnormal pada wanita yang menderita adenomiosis, biopsi endometrium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan hiperplasia endometrium yang terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 35 tahun (Sinclair, 2010; h. 610).

  Untuk menegakkan diagnosa mioma uteri adalah sebagai berikut :

  a. Anamnesa 1) Keluhan utama yang dikemukakan :

  a) Terasa kemeng discomfort atau desakan pada perut dibagian bawah.

  b) Terdapat gangguan patrun menstruasi : (1) Menorrhagia atau menometrorrhagia disertai gumpalan darah (2) Perdarahan yang berkepanjangan (3) Dismenorheagia

  c) Keluhan sekunder : (1) Sering mengalami abortus (2) Persalinan prematuritas (3) Infertilitas (4) Keluhan akibat anemia

  d) Jarang dikemukakan keluhan komplikasi : (1) Datang mendadak akibat terjadi torsi mioma uteri bertangkai intra abdominal atau transvaginal b. Pemeriksaan Fisik 1) Palpasi abdomen :

  a) Teraba tumor bagian bawah abdomen, padat, dapat terfiksir

  b) Konsistensi padat atau padat kenyal 2) Pemeriksaan dalam :

  a) Teraba uterus membesar, mungkin berbenjol-benjol

  b) Dapat terfiksir

  c) Pemeriksaan spekulum : (1) Sonde memastikan besarnya mioma (2) Perdarahan dilakukan mikrokuretae untuk pemeriksaan patologi anatomi kemungkinan kombinasi dengan endometrial karsinoma.

  c. Pemeriksaan Penunjang 1) USG transvaginal atau abdominal :

  a) Tampak uterus membesar

  b) Dapat dilakukan tambahan pemeriksaan : CT scan untuk konfirmasi lebih jelas.

  Berdasarkan pemeriksaan diagnosa mioma uteri dapat dilakukan untuk terapi lebih lanjut yaitu : a. Konservatif

  1) Masih masa reproduktif aktif 2) Keluhan tidak banyak, tetapi menonjol infertilitas 3) Masih diharapkan dapat mempertahankan kehamilannya 4) Mioma uteri kurang atau sama dengan umur kehamilan 12 minggu. mioma dari segala ukuran tidak mengalami perubahan atau membesar (respon awal terhadap peningkatan estrogen).

  5) Kegagalan terapi konservatif dan di ikuti dengan tindakan histerektomi bila di jumpai : a) Keluhan perdarahan menonjol

  b) Keluhan terjadi komplikasi

  c) Keluhan desakan organ aktifitasnya

  b. Operatif 1) Miomektomi

  a) Umur masih masa reproduktif

  b) Mioma multiple intramural atau subserosa

  c) Resiko perdarahan besar, dilakukan di luar kehamilan atau post partum lebih dari 3 bulan.

  2) Histerektomi

  a) Besarnya uterus melebihi 14 minggu umur kehamilan. Mioma ukuran kecil ukuran 2 sampai 6 cm biasanya tetap tidak berubah atau membesar (Cunningham, 2006; h. 1031).

  b) Indikasi (1) Pembesaran uterus (2) Perdarahan (3) Dapat disertai komplikasi (4) Dilakukan total histerektomi, meninggalkan ovariumnya mengurangi keluhan klimakterium dan menopause dini.

  a) Histerektomi supravaginal : (1) Indikasinya terbatas :

  (a) Tehniknya sulit dilakukan

  (b) Penderitanya menjamin kontrol untuk deteksi dini kemungkinan karsinoma serviks uteri.

  (2) Kini dikembangkan teknik operasi dengan laparoskopi.

  c. Hormonal 1) Mengurangi tumbuhnya mioma dengan memberikan anti estrogen.

  a) GnRH agonis

  b) Depoprovera acetat

  c) Danazol

  d) Anti progesteron 2) Hasilnya

  a) Mengurangi tumbuhnya mioma

  b) Mengurangi terjadinya perdarahan yang hebat

  c) Memudahkan tehnik operasi (Chandranita Manuaba, 2010; h. 329).

  Penanganan tergantung pada intensitas gejala, ukuran, serta letak tumor, usia pasien, paritas, serta status kehamilan, keinginan mempunyai anak serta kondisi kesehatan secara umum. Pilihan terapi meliputi tindakan bedah dan non bedah. Terapi farmakologi umumnya tidak efektif dalam jangka waktu lama bagi tumor fibroid. Meskipun bisanya diprogramkan oleh dokter spesialis ginekologi (Kowalak, Jennifer P. 2011; h. 672).

  Sering kali perempuan yang mengalami penyakit mioma uteri yang tidak lagi mengharapkan kehamilan lagi dan meminta operasi pengangkatan rahim (histerektomi). Tetapi, apabila menolak untuk dilakukan histerektomi, maka dapat memilih dilakukan operasi pengangkatan miom (myomektomi). (Faizal Yatim, 2008; h. 64).

  Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera.

  Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uteri dengan GnRH agonist (GnRH). Hal ini didasarkan atas pemikiran leimioma uterus yang terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen.

  GnRH yang mengatur reseptor gonadotropin di hipofisis akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leimioma.

  Pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasikan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam ke seluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRH dihentikan leimioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Maka perlu di ingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang terlambat (Wiknjosastro, 2008; h. 345).

  Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi, dan embolisasi arteri uterus.

  a. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina (Wiknjosastro, 2008; h. 345).

  Prosedur miomektomi

Gambar 2.2 insisi pada rahim

  Sumber : Mioma Uteri photos [diakses tanggal 7 Marat 2012]

  b. Histerektomi adalah pengangkatan jaringan myom atau mengangkat rahim keseluruhan yang umumnya merupakan tindakan terpilih.

  Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau pervaginam. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan untuk mencegah timbulnya karsinoma servisis uteri (Wiknjosastro, 2008; h. 345).

  Dengan demikian, kedua operasi ini membutuhkan perawatan di rumah sakit selama 3-5 hari dan meninggalkan jaringan parut luka pada dinding perut.

  c. Dikerok (kuretase)

  d. Miolisis (prosedur laparoskopik) untuk menangani tumor fibroid tanpa histerektomi atau tindakan bedah mayor yang dilakukan di klinik rawat jalan (one day surgery) untuk mengupayakan koagulasi fibroid dengan mempertahankan uterus serta kemampuan pasien untuk mengandung (Kowalak, Jennifer. P, 2011; h. 673).

  e. Emboli arteri uterina (prosedur radiologi) untuk menyumbat arteri uterina dengan menggunakan potongan kecil polivinil klorida. Tindakan ini merupakan alternatif pembedahan dengan hasil yang menjanjikan pada banyak wanita kendati dan belum ada hasil penelitian jangka panjang yang dapat memastikan tindakan yang cocok bagi wanita yang masih ingin hamil, memberikan keberhasilan dalam jangka waktu yang lama, dan menimbulkan efek samping. Data anedotal terakhir menunjukkan berkurangnya waktu untuk mencapai keadaan menopause setelah dilakukan embolisasi (Kowalak, Jennifer. P, 2011; h. 673).

  Terapi Mioma uteri Obat-obatan yang biasa diberikan kepada penderita myom yang mengalami perdarahan melalui vagina yang tidak normal, antara lain :

  1) Obat anti-inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid AntiInflamation) yaitu seperti ibu profen, natrium deklofenak, asam mefenamat untuk mengatasi dismenorhea atau gangguan rasa nyaman pada panggul (Faisal Yatim, 2008; h. 64).

  2) L-arginin 500 mg setiap hari yang dimakan pda saat lambung kosong bersama air atau jus, bukan susu. Absorpsi paling baik adalah jika dimakan bersama vitamin B6 50 mg dan vitamin C 100 mg. Suplemen ini meningkatkan kekebalan tubuh dan efek anti tumor. 3) L-Lysin 500 mg setiap hari di konsumsi pada saat lambung kosong (untuk menyeimbangkan arginin).

  4) Multivitamin dan mineral sesuai keterangan pada label. 5) Vitamin A 25.000 IU (stimulasi sistem imun, perbaikan jaringan) Dikonsumsi terpisah dari zat besi, yang menghambat absorpsi.

  6) Vitamin C 3000-10.000 mg setiap hari dalam dosis terpisah (imun, antioksidan).

  7) Zink 30-80 mg setiap hari (total kurang dari 100 mg, stimulasi sistem imun) (Sinclair, 2010; h. 612). 8) Pemberian hormon steroid sintetik seperti progestin. Pemberian hormon ini kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada daerah panggul yangbertambah. Hormon GnRH agonis (Gonadotropin Releasing Hormon) bisa mengurangi besar ukuran myom. Akan tetapi, myom kembali membesar setelah 6 bulan setelah obat GnRH dihentikan. 9) Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan, tidak memerlukan pengobatan khusus.

  10) Pemberian hormon progesteron atau pil KB kelihatannya kurang efektif dan hanya berhasil baik untuk sementara.

  (Faisal Yatim, 2008; h. 64).

  11) Transfusi darah (jika terjadi anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan) (Kowalak, Jennifer.P, 2011; h. 673).

  1. Tinjauan manajemen varney Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (IBI, 2006; h. 126).

  Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat-bidan pada awal tahun 1970-an. Proses ini memperkenal sebuah metode dengan pengorganisasian, pemikiran, dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses manajemen terdiri dari 7 (tujuh) langkah berurutan dimana setiap langkah sempurna secara periodik. Dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi (Syafrudin, 2009; h. 126).

  a. Pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari berbagai sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

  Untuk memperoleh data tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Anamnesa

  Anamnesis adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :

  (a) Auto anamnesis Adalah anamnesis yang dilakukan kepada pasien langsung.

  Jadi data yang diperoleh adalah data primer, karena langsung dari sumbernya.

  (b) Allo anamnesis Adalah anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien untuk memperoleh data tentang pasien. Ini dilakukan pada keadaan darurat ketika pasien tidak memungkinkan lagi untuk memberikan data yang akurat.

  2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari pemeriksaan yang di mulai dari keadaan umum, pemeriksaan tanda- tanda vital, seperti : (tekananan darah, nadi, suhu dan pernafasan/respirasi), pemeriksaan lainnya, yaitu : (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi), pemeriksaan penunjang, meliputi : (pemeriksaan laboratorium dan catatan medis yang mendeteksi dari keluhan yang dirasakan oleh pasien).

  b. Interpretasi data Membuat sebuah identifikasi masalah atau diagnosis dan kebutuhan perawatan kesehatan yang akurat berdasarkan perbaikan interpretasi data yang benar.

  Menginterpretasi data untuk kemudian di proses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang di identifikasi khusus. Kata masalah dan diagnosis sama-sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat didefenisikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh (Varney, 2007; h. 27).

  c. Identifikasi diagnosa potensial Mengantisipasi masalah atau diagnosis yang akan terjadi lainnya, yang dapat menjadi tujuan yang diharapkan, karena telah ada masalah atau diagnosis yang teridentifikasi.

  Mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial berdasarkan masalah dan diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh, dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi perawatan kesehatan yang aman (Varney, 2007; h. 27).

  d. Tindakan segera untuk melakukan konsultasi Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi menejemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus- menerus.

  Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan di evaluasi. Beberapa data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat, dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan klien. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam menejemen asuhan klien (Asrinah, 2010; h. 117).

  e. Merencanakan asuhan yang menyeluruh Di dukung oleh penjelasan rasional yang valid, yang mendasari keputusan yang di buat dan didasarkan pada langkah-langkah sebelumnya.

  Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang di identifikasi baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data dasar (Varney, 2007; h. 27).

  f. Implementasi Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan, atau anggota kesehatan lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar-benar dilakukan. Pada keadaan melakukan kolaborasi dengan dokter dan memberi kontribusi terhadap penatalaksanaan perawatan dengan komplikasi, bidan dapat mengambil tanggung jawab mengimplementasi rencana perawatan kolaborasi yang menyeluruh.

  Implementasi yang efisien akan meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Suatu komponen implementasi yang sangat penting adalah pendokumentasian secara berkala, akurat, dan menyeluruh (Varney, 2007; h. 27). g. Evaluasi Mengevaluasi ke efektifan perawatan kesehatan yang diberikan, mengolah kembali dengan tepat setiap aspek perawatan yang belum efektif melalui proses penatalaksanaan.

  Tindakan untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, seperti yang di identifikasi pada langkah kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Rencana tersebut menjadi efektif bila bidan mengimplementasikan semua tindakan dalam rencana, dan menjadi tidak efektif bila tidak di implementasi (Varney, 2007; h. 27).

  Data perkembangan adalah data yang didasarkan pada keadaan klien dengan harapan ada perkembangan yang berarti pada diri klien.

  Pendokumentasian data perkembangan dalam bentuk SOAP. S : Data Subjektif

  Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data melalui anamnesa, merupakan suatu ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.

  O : Data Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik, hasil lab dan tes diagnostik lain yang merumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessement.

  A : Assessement Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan analisa dan interpretasi, objektif dalam suatu identifikasi.

  Kesimpulan : 1) Diagnosa 2) Antisipasi diagnosa / masalah potensial 3) Perlunya tindakan segera

  P : Planning/Perencanaan Perencanaan, membuat rencana saat itu atau yang akan datang.

  Proses ini termasuk kreteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien dan tindakan yang di ambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter bila itu dalam manajemen kolaborasi atau rujukan (Syafrudin, 2009; h. 176).

  2. Tinjauan Asuhan Kebidanan

  a. Pengkajian data Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap (Asrinah, 2010; h. 114). 1) Data Subjektif

  Informasi yang termasuk di dalam biodata, ialah mancakup nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

  Informasi yang termasuk di dalam data subjektif lainnya dalam bentuk keluhan-keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien/klien (anamnesa) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan lainnya (alloanamnesa) (Syafrudin, 2009; h. 187). a) Identitas Klien Merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis.

  Identitas ini diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar orang yang dimaksud, dan tidak keliru dengan orang lain. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum (Latief, 2009; h. 4).

  Berisi tentang biodata pasien dan penanggung jawab yaitu menurut nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. (1) Nama

  Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrabnya (Latief, 2009; h. 5). (2) Umur

  Untuk mengetahui apakah data dari pemeriksaan klinis orang tersebut normal sesuai dengan umurnya (Latief, 2009; h.

  5).

  Novak menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang 25 %) (Saifuddin, 2008; h. 338). Sebagian besar mioma uteri muncul pada usia 40 an (Sinclair, 2010; h. 609). (3) Agama dan suku bangsa

  Data tentang agama dan suku bangsa juga memantapkan identitas, disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan agama dan suku bangsa. Kebiasaan, kepercayaan, dan tradisi suatu masyarakat dapat menunjang, namun tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat, Beberapa penyakit juga mempunyai predileksi rasial tertentu (Latief, 2009; h. 6). Mioma uteri paling banyak ditemukan pada wanita yang berkulit hitam ada 30%, sedangkan pada wanita yang berkulit putih hanya 10% (Sinclair, 2010; h. 609). (4) Pendidikan dan pekerjaan

  Selain sebagai tambahan identitas, informasi tentang pendidikan dan pekerjaan orang tua, baik ayah maupun ibu, dapat menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis.