BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PUJI ASTY FAJARINI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman kumis kucing

  1. Sistematika tanaman

  Sistematika tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Tubiflorae Suku : Labiatae Marga : Orthosiphon Jenis : Orthosiphon stamineus Benth( Anonim, 2000).

  2. Nama lain

  Tanaman kumis kucing memiliki nama lain, yaitu :

  a. Nama botani : Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani

  Orthosiphon stamineus Benth., dan mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Miq., Orthosiphon spicatus B.Bs, Orthosiphon grandiflorus Bold.

  b. Nama daerah : kumis kucing (Sunda), remujung (Jawa), sesalaseyan (Madura) soengot koceng (Madura).

  c. Nama asing : Mao xu cao ( C ), kattesnor ( B ), balbas-pusa, kabling gubat (Tag.).

  d. Nama simplisia :Orthosiphi Herba (herba kumis kucing) (Dalimartha,2000).

3. Uraian tanaman

  Tanaman kumis kucing biasanya tumbuh di sepanjang anak sungai atau selokan. Atau biasanya ditanam di pekarangan rumah untuk digunakan sebagai tanaman obat keluarga, karena kumis kucing memiliki banyak khasiat dan mudah ditanam yaitu dengan cara menebar biji atau setek batang. Tanaman ini dapat ditemukan di dataran rendah pada ketinggian ± 700 m di atas permukaan laut.Tanaman kumis kucing tumbuh tegak dengan tinggi antara 50-150 cm. Batang berkayu, segi empat agak beralur, beruas, bercabang, berambut pendek atau gundul, berakar kuat. Daun tunggal, bulat telur, elips atau memanjang, berambut halus, tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tipis, panjang 2-10 cm, lebar 1-5 cm, warna hijau. Bunga majemuk dalam tandan yang keluar di ujung percabangan, berwarna ungu pucat atau putih, benang sari lebih panjang dari tabung bunga.Buah berupa nuah kotak, bulat telur, masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna coklat.Biji kecil, masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna hitam (Dalimartha,2000).

  4. Kegunaan di masyarakat

  Tanaman kumis kucing mempunyai banyak manfaat untuk pengobatan, antara lain sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan panas dan lembab, serta menghancurkan batu saluran kencing (Dalimartha,2000).

  Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Prayoga pada tahun 2008 menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari daun kumis kucing memiliki aktivitas antiinflamasi setelah dilakukan pengujian secara in vivo terhadap tikus putih jantan galur wistar.

  5. Daerah distribusi, habitat dan budidayanya

  Tanaman kumis kucing dapat ditemukan pada daerah yang teduh tidak terlalu kering; 1-700m di Jawa dan pulau-pulau lainnya di nusantara, tumbuh menjulang sepanjang anak air dan selokan, karena daunnya berkhasiat untuk pengobatan, sering dibiarkan tumbuh di halaman ( Dalimartha,2000).

6. Uraian Kandungan Kimia Daun Kumis Kucing

  Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain minyak atsiri 0,1%, dan flavonoid tidak kurang dari 0,1 % (Sudarsono dan Pudjoarinto, 1996).

  a. Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam. Flavonoid terdapat pada hampir semua tumbuhan hijau

  (Markham, 2003).

  Jika dilihat dari strukturnya flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari dua gugus C (Cincin benzene tersubstitusi) yang

  6 disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.

  Penggolongan flavonoid didasarkan pada perbedaan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola berlainan.Flavanoid mempunyai efek yang sangat banyak pada tiap- tiap organisme. Hal ini dapat menjelaskan mengapa flavonoid mempunyai manfaat yang besar dalam dunia pengobatan (Robinson,1995).

  b. Minyak atsiri Senyawa yang mudah menguap atau atsiri biasanya terdapat pada semua tumbuhan, walaupun berada dalam jumlah yang sangat sedikit.Minyak atsiri biasanya digunakan sebagai pengaroma makanan, pengobatan, dan parfum.Dalam satu tanamn biasanya ditemukan banyak atsiri yang bercampur untuk memberi k an aroma khas tanaman penghasilnya.

  Beberapa sifat khas atsiri antara lain yaitu memiliki bau khas yang spesifik, menguap pada suhu kamar, tidak bisa disabunkan, tidak bisa tengik, dan kelarutan dalam air kecil. Ada dua jalur utama biosintesis minyak atsiri, yaitu jalur asam mevalonat untuk turunan terpena, dan jalur asam sikimat untuk turunan benzena (Robinson, 1995).

B. Radang ( Inflamasi )

  Inflamasi merupakan respon terhadap luka jaringan atau infeksi, yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.Atau bisa dikatakan, inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme penyerang, menghilangkan zat iritan atau mengatur derajat perbaikan jaringan.Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel (Myceket al, 2001).

  Beberapa tanda-tanda utama inflamasi antara lain:

  1. Kemerahan Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi.Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamine), histamine mendilatasi arteriol.

  2. Pembengkakan Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi.Plasma merembes kedalam jaringan interstisial pada tempat cedera.Kinin mendilatasi arteriol, mendilatasi permeabilitas kapiler.

  3. Panas Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus.

  4. Nyeri Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia.

  5. Hilangnya fungsi Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan.Dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Evelyn, 1996).

1. Mekanisme terjadinya radang

  Inflamasi terjadi karena adanya reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu rangsang atau cedera. Setelah ada cedera, di dalam tubuh akan terjadi rangsangan untuk melepaskan zat kimia tertentu yang disebut mediator, diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin, dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang, prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya (Mansjoer, 2003).

  Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peradangan yang meliputi amin, seperti histamin dan 5-hidroksitiptamin; lipid, seperti prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida besar seperti interleukin-1 (Mycekat al., 2001).

  Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Histamin bekerja pada dua reseptoryang berbeda yang disebut reseptor H

  1 dan H 2 . Stimulasi reseptor H 1 menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah besar, kontraksi otot bronkus, otot usus, dan otot uterus.

  Stimulasi reseptor H

  2 menyebabkan dilatasi pembuluh paru-paru,

  meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung serta kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin yang terdapat dalam semua jaringan tubuh. Konsentrasi tertinggi terdapat dalam paru-paru, kulit dan dalam saluran cerna. Histamin akan dibebaskan dari sel-sel pada reaksi hipersensitivitas, rusaknya sel (misalnya pada luka) serta akibat senyawa pembebas histamin(Mutschler, 1991).

  Bradikinin dan kalidin merupakan mediator yang dapat bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin(Mutschler, 1991).

  Serotonin (5-HT) berasal dari asam amino esensial triptamin melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi, terdapat dalam platelet darah, mukosa usus dan beberapa bagian otak. Pada trombosit berfungsi meningkatkan agregasi dan mempercepat penggumpalan darah sehingga mempercepat hemostatis (Mutschler, 1991).

  Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau radang. Prostaglandin sebagai penyebab radang bekerja lemah, namun berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lainnya yang dibebaskan secara lokal, seperti histamine, serotonin dan leukotrin. Prostaglandin dapat menimbulkan vasodilatasi,dan meningkatkan aliran darah lokal (Gunawan, 2007). Prostaglandin mempunyai banyak efek, termasuk diantaranya adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos dan meningkatnya permeabilitas kapiler , dan sensitisasi sel syaraf terhadap nyeri (Kee dan evelyn, 1996 ).

  Fosfolipid Asam arakidonat

  Jalur siklooksigenase jalur lipooksigenase Endoperoksidase asam hidroperoksi

  Tromboksan Prostaglandin Leukotrin

  Gambar 1.Metabolisme asam arakhidonat dan mediator-mediator peradangan

  (Price&Wilson, 1995)

2. Asam Arakidonat

  Prekursor utama dari mediator adalah asam arakhidonat.Asam arakhidonat terdapat dalam komponen fosfolipid membrane sel, terutama fosfatidil inositol dan kompleks lipid dan kompleks lipid lainnya. Asam arakhidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A

  2

  dan hasil hydrolase lainnya, melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormone dan rangsangan lain. Jalur utama sintesis arakhidonat meliputi:

  1. Jalur siklo-oksigenase: Semua eicosanoid berstruktur cincin sehingga, prostaglandin, tromboksan, prostasiklin, disintesis melalui jalur siklooksigenase. Ada dua siklooksigenase, yaitu COX-1 dan COX-2. COX- 1 bersifat ada dimana-mana dan pembentuk,sedangkan yang kedua diinduksi dalam respons terhadap rangsangan inflamasi.

  2. Jalan lipooksigenase: Jalan lain, beberpa lipooksigenase dapat bekerja pada asam arakhidonat untuk membentuk 5-HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE, yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan hidroksilasi in, sesuai ( HETES), atau menjadi leukotrin atau lipok (Kee dan Evelyn, 1996).

  Enzim siklooksigenase terdapat dalam dua isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit.Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.Siklooksegenase-2 diinduksi oleh berbagai stimulus inflamasi, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors). Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek antiproliferatif (Gunawan, 2007).

C. Agregasi Platelet

  Trombosit terbentuk dalam sum-sum tulang belakang dan melepaskan diri dari sitoplasma megakariosit (sel raksasa sum-sum tulang). Dalam trombosit terdapat sejumlah granul, yang didalamnya terdapat antara lain faktor pembekuan darah. Trombosit berperan pada penghentian pendarahan dengan membentuk sumbat mekanik (sumbat trombosit) dan membebaskan tromboksan A 2, menyebabkan vasokontriksi yang cepat dalam daerah pembuluh yang terluka( Muschler, 1991).

  Efek antiplatelet adalah dengan menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) dari asam arakidonat dalam trombosit oleh adanya proses asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim penting dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan A2 ( Myceket al., 2001).

  Agregasi trombosit adalah reaksi trombosit berupa perlekatan sesama trombosityang akan membentuk sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadapcedera vaskuler (Price dan Wilson, 1995).

  TromboksanA2 (TX-A2) yang disintesis dan dilepaskan trombosit oleh COX-1,menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi otot polos.Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan asetilasi gugus aktif serin karena trombosit tidak mampu mensintesis enzim baru.Masa hidup trombosit yaitu 8- 11 hari.Ini berarti pertumbuhan trombosit kira-kira 10% sehari. (Gunawan, 2007)

  Obat golongan AINS mampu menurunkan jumlah platelet ini disebabkan karena sifatnya yang mampu menghambat aktivitas cyclooxygenase arakidonat di dalam platelet, sehinga mampu menurunkan jumlah produksi thromboxaneA2 (TXA2) dan penjendalan dari platelet. Proses penggumpalan platelet ini bermula dari adanya enzim fosfolipase A2 di dalam tubuh. Enzim fosfolipase A2 ini mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat.Asam arakidonat kemudian diubah oleh siklooksigenase menjadi cyclic endoperoxides.Cyclic endoperoxides kemudian diubah menjadi prostasiklin (berada di saluran endothelium) dan tromboksan A2 (berada di dalam platelet).Prostasiklin berperan dalam menghambat agregasi platelet, sedangkan tromboksan A2 berperan dalam membantu terjadinya agregasi platelet. Proses kerja tromboksan A2 inilah yang dihambat oleh AINS sehingga proses penggumpalan platelet dapat dicegah (Pawar et al., 1998).

  Flavonoid merupakan salah satu jenis antioksidan yang dapat menghambat pelekatan, agregasi, dan sekresi platelet.Kemampuan flavonoid dalam menghambat agregasi platelet ini disebabkan karena flavonoid tersebut mampu menghambat metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (Middleton et al., 2000).

D. Uji Antiagregasi Platelet

  Pada pengujian antiagregasi platelet terdapat beberapa parameter yang dapat diamati, antara lain:

  1. Waktu pendarahan Waktu pendarahan diamati untuk melihat pengaruh bahan uji terhadap proses pembentukan sumbat hemostatic sementara, yaitu proses hemostasis fase platelet. Waktu dari mulai terjadinya luka sampai terbentuknya sumbat hemostatic sementara pada daerah yang luka disebut waktu pendarahan.Adanya efek ditunjukan oleh waktu pendarahan yang semakin panjang setelah pemberian bahan uji (Yulinah, 2008).

  2. Waktu koagulasi Pengamatan pada waktu koagulasi bertujuan untuk melihat pengaruh bahan uji terhadap proses pembentukan sumbat hemostatik sekunder, yaitu proses hemostasis fase koagulasi. Selama fase koagulasi, berbagai enzim dan proenzim berinteraksi.Aktivasi pada satu proenzim umumnya membentuk suatu enzim yang mengaktivasi suatu proenzim kedua dan seterusnya dalam suatu reaksi berantai.Tahapan dalam fase koagulasi menyebabkan perubahan fibrinogen yang bersirkulasi menjadi fibrin yang tidak larut dan fibrin menutup permukaan sumbatan platelet.Platelet diperangkap di dalam suatu struktur yang sangat berserabut, membentuk suatu bekuan darah yang menutup secara efektif bagian yang terluka dari pembuluh.Adanya efek ditunjukkan oleh waktu koagulasi yang semakin panjang setelah pemberian bahan uji (Yulinah, 2008).

  3. Penurunan serapan plasma Faktor pengaktivasi platelet atau aggregating agent dilepaskan oleh sel-sel endotelial pada daerah yang luka selama fase vaskular.Agregating

  

agent menyebabkan agregasi platelet melalui pengikatan pada reseptor protein

  yang terdapat pada membran platelet. Platelet yang teraktivasi akanmelepaskan isi granul yang akan meningkatkan agregasi dengan platelet yang lain. Aktivitas platelet tersebut dapat terlihat dari perubahan serapan plasma yang diukur secara turbidimetri dengan spektrofotometer uv. Serapan plasma awal menunjukkan kekeruhan plasma yang mengandung platelet yang belum teragregasi. Setelah pemberian aggregating agent, serapan plasma akan menurun karena platelet-platelet dalam plasma mulai membentuk agregat kemudian mengendap sehingga kekeruhan plasma berkurang. Pada obat yang berefek antikoagulan akan menghambat penurunan serapan plasma sehingga penurunannya lebih sedikit (Yulinah, 2008).

E. Turbidimetri

  Analisis secara turbidimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran turbiditas atau kekeruhan. Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang bervarisasi dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar, tergantung dari derajad turbulensinya. Pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisi sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdispersi adalah dasar dari analisis turbidimetri (Bassett, 1994).

  Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimetri. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel.

  Setiap instrument spektroskopi absorpsi dapat digunakan untuk turbidimetri. Aplikasi teknik turbidimetri cukup luas, misalkan dalam studi pencemaran air, jumlah sulfat dalam air dapat diukur dengan turbidimetri. Penentuan sulfat dalam air laut, dapat dilakukan dengan mengubah sulfat menjadi suatu partikel yang tersuspensi dalam air laut tersebut, sehingga memungkinkan dilakukannya analisa secara turbidimetri. (Bassett, 1994).

  Turbidimetri juga merupakan sifat optik akibat dispersi sinyal dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisis-kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokan dalam tiga golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang, pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh. Turbidimetri meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombangnya (Yanti, 2011).

  Massa sel dapat diukur secara optis dengan menentukan jumlah cahaya yang dipancarkan oleh suspensi sel. Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa partikel memancarkan cahaya yang jumlahnya proporsional dengan konsentrasi. Ketika cahaya dilewatkan pada suspensi organisme, terjadi pengurangan jumlah cahaya yang diteruskan. Penentuan semacam ini biasa digunakan pada spektrofotometri, dan terbaca sebagai Absorbansi. Absorbansi adalah logaritma dari ratio intensitas cahaya yang mengenai suspensi (Io) dengan intensitas cahaya yang diteruskan oleh suspensi (I). Kalibrasi dilakukan dengan mengukur absorbansi sampel yang diketahui konsentrasinya. Pengukuran biasanya dilakukan pada panjang gelombang 600-700 nm. Pengukuran dalam pita frekuensi yang sempit membutuhkan spektrofotometer yang sesuai dan mempunyai sumber cahaya panjang gelombang yang dapat diubah untuk pengukuran serapan pada pengujian dengan cara turbidimetri (Harmita dan Radji, 2008).