BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mutu Pelayanan Kesehatan - NELI PUJI ASTUTI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mutu Pelayanan Kesehatan

  1. Pengertian Mutu Pengertian tentang mutu dapat berbeda makna bagi tiap orang karena mutu memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa mutu atau kualitas menurut Bahasa Indonesia ialah ukuran, derajat, taraf tentang baik buruknya suatu produk barang atau jasa (Bustami, 2011). Menurut Wijono Mutu adalah gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam penggunaanya akan bertemu dengan harapan pelanggan (Riyadi, 2015).

  Effendi (2009) dalam Aji (2016), menyatakan mutu merupakan keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukan kemampuan dalam menentuka kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Mutu adalah kemampuan suatu produk, baik barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan pelanggan atau konsumen, sehingga setiap barang, jasa atau layanan selalu didorong untuk memenuhi yang diminta oleh pelanggan atau konsumen.

  2. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut kemenkes RI Mutu Pelayanan Kesehatan adalah kinerja yang menunjukan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata- rata penduduk tetapi juga sesuai standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Munijaya, 2010).

  Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat terpenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya yang wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Bustami, 2011).

  a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut Azwar (1994) dalam Endarwati (2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan proses.

  1. Unsur Masukan Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber daya manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka pelayanan kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan peningkatan fasilitas kesehatan (Muninjaya, 2004).

  2. Unsur Lingkungan Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.

  3. Unsur Proses Yang termasuk dalam Unsur proses adalah tindakan medis dan tindakan non-medis. Tindakan nonmedis salah satunya adalah penerapan manajemen rumah sakit yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan (Endarwati, 2012).

  b. Dimensi mutu pelayanan kesehatan Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan dan keamanan kenyamanan, kesinambungan pelayanan kompetensi teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standar WHO (Anonim, 2008). Mutu merupakan konsep yang komprehensif dan multidimensional. Lori DiPrete Brown et al. Dalam QA

  (1992) dalam Bustami (2011)

  Methodology Refirement Series

  mengemukakan bahwa kegiatan penjaminan mutu menyangkut satu atau beberapa dimensi mutu yaitu:

  1. Kompetensi teknik (technical competence), yaitu berupa keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf pendukung, serta bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal kepatuhan, ketepatan, kebenaran, dan konsistensi.

  2. Akses terhadap pelayanan (access to service), maksudnya adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial dan budaya, ekonomi, organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat diukur dengan jenis alat transportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi pelanggan memperoleh pelayanan

  3. Efektivitas (effectiveness) merupakan kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.

  4. Hubungan antar manusia (human relation), berkaitan dengan interaksi antara petugas dengan petugas dan petugas dengan pasien/masyarakat. Bentuk dari hubungan antar manusia ini antara lain dapat berupa menghargai, menjaga rahasia, menghormati, mendengarkan keluhan, responsif, dan memberikan perhatian.

  5. Efisiensi (efficiency), merupakan dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan. Apalagi sumber daya kesehatan pada umumnya terbatas. Efisiensi merujuk pada penggunan tenaga, waktu, sarana / alat, dan dana.

  6. Kelangsungan pelayanan (continuity of service), berarti pelanggan akan menerima pelayanan lengkap yang dibutuhkan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Dalam hal ini pelanggan juga harus mempunyai akses rujukan untuk pelayan spesialistis.

  7. Keamanan (safety), berarti mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.

  Apapun yang dilakukan dalam pelayanan baik di puskesmas, rumah sakit atau tempat pelayanan lainnya harus aman dari bahaya yang mungkin timbul.

  8. Kenyamanan (amenity), merupakan dimensi mutu yang tidak berkaitan langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (pasien) untuk mau datang memperoleh pelayanan berikutnya. Dimensi kenyamanan berkaitan dengan penampilan fisik tempat pelayanan, peralatan medis dan non-medis, kebersihan, sarana yang tersedia.

  (Bustami, 2011) Diprete (1992) dalam Bustami (2011) menyatakan bahwa kegiatan penjamin mutu menyangkut satu atau beberapa dimensi mutu, yaitu: Technical competence (Kompetensi teknis), access to service

  (akses tehadap pelayanan), effectiveness (efektifitas), Human relation (hubungan antar manusia), Efficiency (efisiensi), Contiuity of series (kelangsungan pelayanan), safety (keamanan) dan Amenity (kenyamanan). Pasuraman (2005) menyatakan dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi kualitas jasa atau pelayanan,yaitu: a. Tangible (berwujud) : meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi.

  b. Realibility (keandalan): yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).

  c. Responsiveness (cepat tanggap): yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan (konsumen) dan menyediakan jasa atau pelayanan yang tepat dan tepat

  d. Assurance (kepastian): mencakup pengetahuan dan keramah tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang memiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan.

  e. Emphaty (empati): meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. c. Cara Mengukur kualitas (Mutu) Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu. Pada awal upaya pengukuran kualitas layanan kesehatan.

  Donabedian mengusulkan tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu struktur, proses dan keluaran (Pohan, 2006) a. Standar Struktur

  Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang-kadang disebut juga sebagai masukan dan struktur.

  Termasuk kedalamanya hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personal, peralatan gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan obat dan fasilitas. Standar struktur merupakan rule of the game.

  b. Standar proses Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan. Melakukan prosedur dan kebijakan. Standar proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan. Bagaimana melakukanya dan bagaimana sistem kerjanya engan kata lain, standar proses adalah playing the game.

  c. Standar keluaran Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (outcame) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan itu diukur.

B. Rumah Sakit

  1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Undang-Undang No 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Menurut American Hospital Association (1974), rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Adapun menurut Wolper dan Pena (1987), Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokeran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan (Adisasmito, 2010).

  Rumah Sakit berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No 983/Menkes/SK/XI/1992 adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik (Rustiyanto, 2010) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit merupakan bagian dari sitem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah. Dismping itu, rumah sakit berfungsi sebagai tempat pendidikan, pendidikan tenaga kesehatan dan tempat penelitian.

  2. Fungsi Rumah Sakit Fungsi utama rumah sakit menurut ketentuan Pasal 5 UU RS No.

  44 Tahun 2009 adalah:

  a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

  c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

  d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

  3. Klasifikasi rumah sakit Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 menyatakan Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

  a. Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada segala jenis penyakit umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (Ruang gawat darurat). Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat layanan rawat inap dan perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin, laboratorium, dan sarana-prasarana lain.

  b. Rumah Sakit Khusus Rumah Sakit Khusus atau Spesialis dari namanya sudah tergambar bahwa Rumah Sakit Khusus atau Rumah Sakit Spesialis hanya melakukan perawatan kesehatan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya, Rumah Sakit untuk trauma (trauma center), Rumah Sakit untuk Ibu dan Anak, Rumah Sakit Manula, Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Rumah Sakit Mata, Rumah Sakit Jiwa.

C. Instalasi Rawat Jalan

  A. Pengertian Rawat Jalan Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainya, tanpa mengharuskan pasien tersebut dirawat inap. Unit rawat jalan dapat dikatakan jantung pelayanan rumah sakit karena dari unit rawat jalan pasien bisa masuk ke unit pelayanan rawat inap, unit penunjang (laboratorium, radiologi, farmasi) dan rehabilitasi. Tugas pokok unit rawat jalan adalah melakukan perekaman dan pencatatan meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (laboratorium, rontgen, dan lain-lain), diagnosis, terapi, tindakan (bila ada), hasil akhir pelayanan. Selain itu mencatat hasil kegiatan pelayanan rawat jalan. Peran dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan klinis dan pencatatan hasil-hasilnya (Sudra, 2014).

  B. Standar Pelayanan Rawat Jalan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar pelayanan minimal rumah sakit, standar minimal rawat jalan adalah sebagai berikut:

  1. Dokter yang melayani pada Poliklinik Spesialis harus 100 % dokter spesialis.

  2. Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinik anak, klinik penyakit dalam, klinik kebidanan, dan klinik bedah.

  3. Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00

  • – 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari Jumat pukul 08.00 – 11.00.

  4. Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit.

  5. Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %.

  C. Pelayanan Rawat Jalan di Klinik Rumah Sakit Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitanya dengan rumah sakit (hospital based ambulatory care). Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu: a. Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk menangani pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak.

  b. Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient

  service) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai dengan kebutuhan pasien.

  c. Pelayanan rujukan (referral services) yakni hanya melayani pasien- pasien rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh sarana kesehatan yang merujuk.

  d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.

D. Waktu Tunggu Pelayanan

  Menurut Kemenkes RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 waktu tunggu pelayanan adalah waktu yang diperlukan pasien mendaftar di tempat pendaftaran pasien rawat jalan sampai dilayani oleh dokter di poliklinik tujuan, dengan standar waktu pelayanan rawat jalan yang ditetapkan yaitu ≤60 menit (Kemenkes, 2008). Tujuan Waktu menurut Azwar (2010) dalam Yulia dan Adriani (2017), adalah untuk mencapai hasil yang baik dari suatu kerja yang dikerjakan yang memerluka koordinasi, tampak semakin jelas bahwa waktu adalah hal yang sangat penting. Banyak yang mempengaruhi manajemen waktu, seperti tentang disiplin dan pelaksanaan baik secara positif maupun negatif seperti ketidakpuasan terhadap penggunaan waktu sehingga masalah dalam manajemen pelayanan. Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi waktu tunggu. Waktu tunggu pasien dibagi menjadi tiga, yaitu : a.

   First waiting time

  Adalah waktu yang dikeluarkan pasien sejak datang sampai jam perjanjian.

  b.

   True waiting time

  Adalah waktu yang dikeluarkan pasien sejak jam perjanjian sampai pasien diterima atau diperiksa dokter.

  c.

   Total primary waiting time

  Adalah waktu tunggu pasien keseluruhan sebelum bertemu dengan dokter.

  Faktor yang berhubungan dengan waktu tunggu yaitu, variasi

  appointment interval , waktu pelayanan yang panjang, pola kedatangan

  pasien, pasien tidak datang pada waktu perjanjian (no show rate), jumlah pasien yang datang tanpa perjanjian, pola kedatangan dokter, terputusnya pelayanan pasien karena keinginan dokter untuk berhenti sebentar selama jam praktek.

E. Kerangka Teori

  Waktu tunggu Mutu Pelayanan

  Pelayanan Kesehatan

  Dimensi Mutu pelayanan Kesehatan :

  Faktor yang mempengaruhi waktu

  1. Tangible (berwujud)

  2. Reability (keandalan)

  tunggu pelayanan :

  3. Responsivenees

  1.Kecepatan pelayanan

  (cepat tanggap)

  2.Ketersediaan petugas kesehatan

  4. Assurance

  ( termasuk dokter)

  (kepastian)

  3.Fasilitas sarana kesehatan

  4. Perubahan pelayanan yang

  5. Emphaty (empati)

  selalu mengikuti keinginan konsumen

  = Yang diteliti = Yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka teori

  ( Sumber: KeMenKes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008,Bustani, 2011 )

F. Kerangka Konsep

  Variabel bebas Variabel terikat Mutu Pelayanan

  Waktu Tunggu Pelayanan Kesehatan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep G.

   Hipotesis Hiipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

  penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. (Sugiyono, 2014). Berdasarkan kerangka teori dan krangka konsep diatas, maka ditetapkan hipotesis penlitian ini adalah : Ha : Terdapat Hubungan Waktu Tunggu Pelayanan dengan Mutu

  Pelayanan Pada Pasien Instalasi Rawat Jalan Poli Syaraf di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

  Ho : Tidak Terdapat Hubungan Waktu Tunggu Pelayanan dengan Mutu Pelayanan Pada Pasien Instalasi Rawat Jalan Poli Syaraf di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

  \