Analisis Yuridis terhadap Putusan Nomor 967/ Pdt.G/2012/PA.Mdn tentang Sengketa Ekonomi Syariah - Electronic theses of IAIN Ponorogo

  

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN

NOMOR 967/PDT.G/2012/PA.Mdn.

TENTANG SENGKETA EKONOMI SYARIAH

  

SKRIPSI

  Oleh :

  

PAWESTRI CAHYANING KARTINI

NIM 210214222

  Pembimbing :

  

UDIN SAFALA, M.H.I

NIP. 197305112003121001

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

  

ABSTRAK

Pawestri Cahyaning Kartini. 2018. Analisis Yuridis terhadap Putusan Nomor

  967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. tentang Sengketa Ekonomi Syariah. Skripsi.Jurusan Muamalah Jurusan Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Udin Safalla, M.HI.

  Kata Kunci : musha>rakah, gugatan, sengketa ekonomi syariah.

  Pada putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. terjadi sengketa musha>rakah dimana ibu dari nasabah menggugat bank, pihak asuransi dan KPKNL Medan karena anaknya sebagai nasabah Bank Sumut Syariah meninggal dan pihak bank tetap menagih pengembalian modal musha>rakah kepada ahli waris, padahal nasabah tersebut telah membayar uang titipan asuransi diawal musha>rakah. Pihak bank menerangkan bahwa nasabah tersebut belum perjanjian menyerahkan surat keterangan kesehatan sehingga dia belum terdaftar dalam polis asuransi. Dalam putusan ini dinyatakan bahwa bank telah lalai karena mengucurkan pembiayaan dengan persyaratan administrasi yang belum terpenuhi dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dan ahli waris dibebaskan dari pengembalian modal musha>rakah. Dalam gugatan pada putusan tersebut penggugat tidak menyebutkan nama tergugat, serta penggugat bukan merupakan orang yang ikut menandatangani perjanjian tetapi gugatan tersebut tetap diterima. Putusan tersebut juga membebaskan penggugat dan turut tergugat selaku ahli waris untuk mengembalikan modal musha>rakah senilai Rp. 752.000.000.

  Atas permasalahan di atas telah dilakukan penelitian terhadap Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Medan, untuk mengkaji bagaimana analisis hukum formil atau hukum acara perdata terhadap penerimaan gugatan tersebut serta analisis hukum materiil terhadap putusan tersebut.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis, yaitu pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan berdasarkan tata aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum yang dijadikan dasar hidup bermasyarakat yang dianut dan ditaati sebagai warga negara.

  Dalam penelitian ini dan pembahasan dihasilkan kesimpulan, bahwa gugatan dalam Putusan Nomor 976/Pdt.G/2012/PA.Mdn tidak sesuai dengan hukum formil, karena dalam gugatan tersebut yang dijadikan tergugat adalah Pimpinan Bank Sumut Syariah dan Pimpinan PT. Asuransi Bangun Askrida Syariah, tidak disebutkan nama terang tergugat. Padahal salah satu syarat gugatan adalah menyebutkan identitas kedua belah pihak secara jelas. Selain itu penggugat tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Putusan hakim untuk membebaskan pihak penggugat dari pengembalian modal akad musha>rakah senilai Rp. 752.000.000 dan memerintahkan pihak bank untuk mengembalikan agunan pada ahli waris kurang sesuai dengan hukum materiil, karena modal yang diberikan kepada nasabah adalah hak dari pihak bank dan seharusnya dikembalikan kepada pihak bank ketika nasabah tersebut meninggal dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992

  pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia semakin maju, ditandai dengan banyak bermunculan bank syariah maupun lembaga keuangan syariah.

  Islam menganjurkan cara yang baik dalam mengelola suatu usaha, tidak ba>t}il, tidak berlebih-lebihan, jauh dari unsur riba, maisir, dan gharar dalam mendapatkan harta. Selain itu, setiap perolehan harta harus mempertimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, sehingga nilai- illa<hiyyah tidak diabaikan. Dikarenakan mayoritas penduduk nilai

  Indonesia adalah muslim, maka bank-bank yang awalnya konvensional mendirikan unit usaha syariah, dengan semakin banyaknya bank dan lembaga keuangan syariah tersebut, maka kemungkinan terjadinya sengketa juga semakin besar, baik sengketa yang terjadi antara nasabah dan lembaga keuangan, antara lembaga keuangan yang satu dengan lembaga pembiayaan syariah, dan sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsi-prinsip

  1 syariah.

1 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), 134.

  Sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, kewenangan peradilan agama diperluas dari sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kewenangan Peradilan Agama yang semula hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah, maka sekarang berdasarkan Pasal 49 huruf i kewenangan Peradilan Agama diperluas termasuk perkara-perkara

  2

  ekonomi yaitu zakat, infak dan ekonomi syariah. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, maka seluruh nasabah lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dan atau bank-bank konvensional yang membuka sektor usaha syariah maka dengan sendirinya terikat dengan ketentuan ekonomi syariah, baik dalam hal pelaksanaan akadnya maupun hal

  3 penyelesaian perselisihannya.

  Berdasarkan pasal tersebut, maka seluruh nasabah lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dan atau bank-bank konvensional yang membuka sektor usaha syariah maka dengan sendirinya terikat dengan ketentuan ekonomi syariah, baik dalam hal pelaksanaan

  4 akadnya maupun hal penyelesaian perselisihannya.

  Dalam memutuskan suatu perkara, hakim pengadilan agama 2 memerlukan dasar hukum, baik dalam bentuk hukum formil maupun 3 Ibid

  Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 18. 4 Ibid . hukum materiil. Hukum materiil adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan dalam masyarakat yang apabila dilanggar akan ada sanksi atau hukuman. Hukum perdata formil atau yang sering disebut hukum acara perdata adalah kumpulan peraturan- peraturan hukum yang menetapkan cara memelihara hukum materiil karena pelanggaran hak-hak dan kewajiban yang timbul dari hukum perdata materiil itu, dengan kata lain hukum formil adalah kumpulan dari peraturan-peraturan hukum yang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada saat melangsungkan persidangan, supaya mendapat keputusan dan selanjutnya hakim yang menentukan cara pelaksanaan

  5 putusan hakim itu.

  Sebagaimana diketahui persoalan atau perkara dapat berupa persoalan yang mengandung konflik dan ada yang tidak mengandung konflik, hukum perdata memberikan dua pedoman yaitu perkara

  contentiosa (gugatan) dan perkara voluntaria. Perkara contentiosa adalah

  perkara yang di dalamnya terdapat sengketa dua pihak atau lebih, misalnya sengketa hak milik dan warisan, sedangkan dalam perkara voluntaria di dalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya semata-mata untuk kepentingan pemohon dan bersifat sepihak misalnya pengangkatan

  6 anak.

  5 6 Rasito, Panduan Belajar Hukum Acara Perdata (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 4.

  Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama dalam Tata Hukum di Indonesia (Bandung: Alumni, 2003), 129.

  Dalam menyusun gugatan Mahkamah Agung telah menyusun beberapa syarat, hal itu disebutkan dalam yurisprudensinya yaitu memberikan gambaran tentang kejadian atau peristiwa materiil yang menjadi dasar tuntutan, menyebutkan dengan jelas apa saja yang dituntut,

  7 mencantumkan dengan jelas identitas pihak-pihak yang berperkara.

  Apabila tidak memenuhi syarat tersebut, gugatan menjadi tidak sempurna, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima atau NO (niet ontvankelijk

  verklaad ), oleh karena itu penggugat harus teliti dan memenuhi syarat agar gugatannya dapat diterima oleh majelis hakim.

  Salah satu contoh putusan ekonomi syariah yang telah diputus adalah di Pengadilan Agama Medan, yaitu putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. Dalam perkara tersebut selaku penggugat adalah seorang Saripah Dalimunte yang berusia 66 tahun selaku ibu dari nasabah Ongku Sutan Harahap melawan Pimpinan cabang PT Bank Sumut Syariah Cabang Padangsidimpuan (Tergugat I), Direktur Utama PT. Bank Sumut (Tergugat II), Pimpinan PT Asuransi Bangun Askirda Syariah (Tergugat

  III), Pemerintah R.I c/q Departemen Keuangan RI c/q Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Kantor Wilayah I Medan c/q Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan, dan istri almarhum serta anak-anaknya menjadi turut tergugat.

  Duduk perkara pada kasus ini adalah pada 26 April 2011 almarhum 7 Ongku Sutan Harahap mengajukan penambahan modal kerja melalui

  Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 21. pembiayaan musha>rakahdari Bank Sumut Syariah Cabang Padangsidimpuan dengan jumlah pembiayaan senilai Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) dengan jangka waktu selama 12 bulan dengan agunan Sertifikat Hak Milik No.457/ Pasar Gunung Tua tanggal 19-12- 2008 dan sertifikat Hak Milik No. 395/ Pasar Gunung Tua tanggal 07-06- musha>rakah tersebut Almarhum Ongku Sutan 2007. Dalam permohonan Harahap telah membayar sejumlah Rp. 13.609.408 untuk pembayaran

  8 administrasi, notaris, asuransi jiwa, dan asuransi kebakaran.

  Pada saat berjalannya pembiayaan musha>rakahtersebut Almarhum Ongku Sutan Harahap meninggal dunia karena sakit pada tanggal 13 Juli 2011 dan menyebabkan tertunggaknya pengembalian modal musha>rakah kepada bank. Oleh karena itu pihak bank memberikan surat peringatan kepada ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap hingga surat peringatan ketiga yang menegaskan tunggakan pembiayaan sebesar Rp. 752.000.000 dan karena ahli waris almarhum belum menunjukkan itikad baik untuk membayar berkenaan dengan hal itu maka pihak bank memberikan kelonggaran waktu penyelesaian tunggakan tersebut paling lambat tanggal 25 Juni 2012 dan jika sampai dengan batas waktu tersebut belum juga menyelesaikan tunggakannya maka agunan yang diserahkan kepada pihak bank akan segera diajukan lelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan.

8 Salinan putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn

  Saripah Dalimunte selaku ibu dari Ongku Sutan Harahap tidak terima agunan berupa tanah tersebut harus dilelang untuk membayar pengembalian modal musha>rakah. Beliau merasa agunan tersebut adalah hak ahli waris. Lagi pula pada awal perjanjian Ongku Sutan Harahap telah membayar uang titipan asuransi jiwa, karena tidak terima dengan hal itu Saripah Dalimunte mengajukan gugatan pada Pengadilan Agama Kota Medan.

  Majelis hakim Pengadilan Agama Kota Medan memenangkan pihak penggugat salah satu amar putusannya dengan membebaskan penggugat dari segala hutang pembiayaan musha>rakah dari senilai Rp. 752.000.000. dikarenakan Bank Sumut Syariah lalai belum mengurus asuransi almarhum dan sudah mengucurkan pembiayaan

  9

  musha>rakahdengan persyaratan menyusul. Pertimbangan hakim yang digunakan sebagai sumber hukum dalam perkara ini adalah al- Qur’an dan al-Hadith, Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/III/2002 tentang Asuransi

  Syariah, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbanan Syariah dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), namun majelis hakim tidak mempertimbangkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/ DSN- MUI/VI/2000 tentang pembiayaan musha>rakah sebagai salah satu kaidah hukum majelis hakim. Lagipula modal Rp. 700.000.000 tersebut telah 9 digunakan Ongku Sutan Harahap sebagai modal usaha, tetapi dalam

  Salinan putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn putusan tersebut membebaskan ahli waris untuk mengembalikan modal tersebut.

  Pihak Bank Sumut Syariah kurang puas terhadap putusan pada tingkat pertama tersebut. Akhirnya pihak Bank mengajukan banding, majelis hakim tingkat banding menerima eksepsi pihak bank pada pengadilan tingkat pertama, yang menyatakan bahwa Saripah Dalimunte

  10

  tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Tidak puas dengan putusan hakim tingkat banding, Saripah Dalimunthe dan kuasa hukumnya mengajukan kasasi dengan alasan bahwa putusan majelis hakim pengadilan tinggi agama Medan yang telah menerima eksepsi-eksepsi tergugat (termohon kasasi) telah salah dan keliru serta tidak berdasar hukum.Saripah Dalimunthe dan kuasa hukumnya juga menerangkan bahwa menurut mereka pengadilan tinggi agama medan salah menerapkan hukum pembuktian yang berkenaan dengan pembebanan dan penilaian pembuktian. Permohonan kasasi tersebut ditolak, karena secara formal gugatan pemohon kasasi tersebut tidak jelas, antara posita gugatan dan petitum tidak menuntut kepada pihak siapa yan harus mengembalikan modal pembiayaan tersebut. Selain itu alasan kasasi pemohon mengenai pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak

  11 dilaksanakan atau ada kesalahan dalam penerapan hukum yang berlaku.

  10 11 Salinan Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn Salinan Putusan Nomor 715K/AG/2014

  Dalam skripsi ini penulis menganalisis Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn dengan hukum formil dan materiil. Dari segi formil penulis ingin menganalisis apakah sudah sesuai dengan hukum formil putusan majelis hakim tingkat pertama yang menerima gugatan Saripah Dalimunte karena menganggap beliau ahli waris dari Ongku Sutan Harahap dan memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan atau apakah putusan majelis hakim tingkat banding yang menganggap Saripah Dalimunte tidak memiliki legal standingkarena bukan merupakan pihak yang menandatangani perjanjian adalah yang lebih sesuai dengan hukum formil.

  Dari segi materiil penulis ingin menganalisis putusan hakim tersebut tidak disebutkan apakah akad musha>rakahtersebut sah atau tidak, dan tidak menggunakanFatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/ DSN- MUI/VI/2000 tentang pembiayaan musha>rakah sebagai sumber hukum dalam mempertimbangkan perkara tersebut, serta hakim menganggap pihak asuransi selaku Tergugat III telah lalai padahal memang persyaratan asuransi tersebut belum terpenuhi.Selain itu pada putusan tersebut membebaskan ahli waris dari Ongku Sutan Harahap dari pengembalian modal kerja Rp. 700.000.000 kepada Bank Sumut Syariah Cabang Padangsidimpuan, padahal uang tersebut telah dinikmati oleh nasabahsudah sesuai dengan sumber hukum materiil yang ada atau belum.

  Dalam putusan tersebut tidak diterangkan siapa yang seharusnya mengembalikan uang tersebut, karena hal-hal tersebut penulis ingin menyusun skripsi dengan judul “Analisis Yuridis terhadap Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. tentang Sengketa Ekonomi Syariah”.

  B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana analisis hukum formil terhadap diterimanya gugatan pada putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn.?

  2. Bagaimana analisis hukum materiil terhadap penyelesaian sengketa akad musha>rakah pada putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui analisis hukum formil terhadap diterimanya gugatan pada putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn.

  2. Untuk mengetahui analisis hukum materiil terhadap penyelesaian sengketa akad musha>rakahpada putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn D.

   Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis a.

  Bahan informasi ilmiah dalam ilmu syariah, khususnya dalam bidang penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

  b.

  Bahan kajian ilmiah untuk menambah khazanahpengembangan keilmuan pada kepustakaan IAIN Ponorogo.

  c.

  Bahan informasi bagi peneliti yang lain yang berkeinginan meneliti masalah ini dari aspek yang berbeda.

2. Manfaat Praktis a.

  Bagi Peneliti

  Peneliti dapat mengetahui bagaimana analisis hukum formil dan materil pada perkara Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn, apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan hukum yang semestinya atau belum.

  b.

  Bagi Masyarakat Untuk menambah wawasan bagi masyarakat terhadap perkembangan penegakan hukum di lembaga peradilan Indonesia, terutama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

  c.

  Bagi Pemerintah Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia dalam pengembangan pegadilan agama diseluruh Indonesia dalam menangani sengketa ekonomi syariah, sebagai referensi putusan berikutnya dengan pokok perkara yang sama.

E. Telaah Pustaka

  Telaah pustaka adalah telaah literatur/kajian terhadap penelitian

  12

  terdahulu yang relevan dengan topik dan masalah penelitian. Penulis telah melakukan kajian terhadap karya tulis yang memiliki kemiripan, yaitu sebagai berikut:

  Pertama, skripsi yang ditulis Mohammad Irham Maulana tahun 2013 yang berjudul Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Perkara No.

  882/Pdt.G/2010 PA Situbondo tentang Wanprestasi dalam Akad 12 Musha>rakah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui analisis Tim Penyusun Fakultas Syariah IAIN PonorogoPedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, 2017), 9.

  hukum Islam terhadap implementasi perjanjian pembiayaan yang menggunakan akad musha>rakahperkara No.882/Pdt.G/2010/PA.Sit dan analisis hukum Islam terhadap keputusan hakim menolak gugatan ganti rugi immateriil pada putusan perkara wanprestasi dalam akad musha>rakah Pengadilan Agama Situbondo. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Lalu dianalisis dengan mengemukakan musha>rakah dan akibat teori umum tentang perjanjian akad pembiayaan hukumnya ketika terjadi. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa dalam perjanjian pembiayaan pada perkara No.882/Pdt/G/2010/PA.Sit, akad yang tertulis dalam perjanjiannya adalah akad musha>rakah. Namun dalam perjanjian tidak disebutkan secara jelas jenis musha>rakah apa yang akan diimplementasikan kedalam pembiayaan tersebut. Majelis menentukan bahwa jenis musha>rakah dalam perjanjian pembiayaan ini adalah

  shirkah ‘Inan (serikat modal). Berdasarkan analisis hukum Islam terhadap keputusan Pengadilan Agama Situbondo No.

  882/Pdt.G/2010/PA.Sit tentang ditolaknya gugatan ganti rugi immateriil secara meteriil sudah benar karena sudah berdasarkan hukum yang ada yaitu Fatwa DSN No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi. Namun dalam mempertimbangkan Majelis tidak melihat Pasal 1246 KUHPerdata

  

13

  sebagai dasar pertimbangannya. Perbedaan penelitian yang dilakukan 13 penulis dengan penelitian karya Muhammad Irham adalah dalam Mohammad Irham Maulana, “Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Perkara No.

  882/Pdt.G/2010 PA Situbondo tentang Wanprestasi dalam Akad Musha>rakah ”, Skripsi (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013), iii. penelitian ini penulis ingin menganalisa putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. dengan analisa yuridis dari aspek hukum formil dan materiil, sedangkan karya Muhammad Irham putusan tersebut dianalisa dengan hukum Islam.

  Kedua, dalam skripsi yang ditulis Herdiansyah pada tahun 2008 dengan judul Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Mengenai

  

Sengketa Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang bertujuan untuk meneliti,

  mempelajari serta mengetahui bagaimana metode penyelesaian sengketa ekonomi sariā€Ÿah dalam peradilan agama, mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi sengketa ekonomi syariah dalam peradilan agama dan mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam rangka sengketa ekonomi syariah di peradilan agama. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-preskriptif. Hasil dan simpulan penelitian ini ialah, belum ada kesamaan pandangan di antara para hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam hal menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang merupakan kewenangan yang baru bagi lembaga peradilan agama sesuai dengan apa yang diamanatkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya masih adanya sebagian para hakim Pengadilan Agama yang kekurang memahami sumber-sumber hukum acara perdata serta kurang memahami hukum positif, sehingga berakibat terhadap kualitas putusan yang dibuatnya. Akan tetapi di dalam menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syariah, pada umumnya para hakim di lingkungan Peradilan Agama menggunakan baik hukum nasional, hukum Islam, maupun ajaran-ajaran/doktrin serta yurisprudensi yang diharapkan dapat mendatangkan manfaat, rasa keadilan dan kepastian

  

14

  hukum sebagai tujuan hukum. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian karya Herdiansyah di atas adalah penelitian penulis yang dianalisa fokus pada satu putusan, yaitu putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn, sedangkan pada karya tulis Herdiansyah ada beberapa putusan yang dianalisis.

  Ketiga, dalam skripsi yang ditulis Mijan tahun 2017 dengan judul

  Analisis Yuridis Hakim yang Menolak Gugatan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Perkara No.119/Pdt.G/2015/PN. YK) . Dalam penelitian ini

  penulis bermaksud ingin meneliti bagaimana analisis yuridis pertimbangan hakim dalam putusan perkara No.119/Pdt.G/ 2015/PN.YK serta bagaimana analisis putusan perkara No. 119/Pdt.G/ 2015/PN.YK ditinjau dari aspek yuridis, filosofis dan sosiologis. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam putusan perkara No.119/Pdt.G/2015/PN.YK yang menolak seluruh gugatan penggugat 14 dengan pertimbangan hukumnya menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3

  Herdiansyah, “Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Mengenai Sengketa

Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama,” Skripsi(Bengkulu: Universitas Bengkulu, 2008), iii. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi kurang lengkap tanpa memperhatikan ketentuan pasal 1338 dan pasal 1397 KUH Perdata.

15 Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian

  karya Mijan adalah dalam penelitian ini penulis ingin menganalisa putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. dengan analisa yuridis dari aspek hukum formil dan materiil, sedangkan karya Mijan putusan tersebut dianalisa dari aspek yuridis, filosofis dan sosiologis.

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah jenis penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata bukan angka.

16 Secara spesifik jenis penelitian ini adalah penelitian

  kepustakaan yang bersifat studi literatur (library research), yaitu dengan mempelajari dan mengkaji atau menelaah secara mendalam terhadap sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah.

  17 Dalam penelitian ini fokus pada putusan, yaitu Putusan No.

  967/Pdt.G/2012/PA.Mdn, bukan pada hakim selaku pembuat keputusan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis, yaitu pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan berdasarkan tata aturan perundang-undangan yang berlaku di

  15 Mijan, “Analisis Yuridis Hakim yang Menolak Gugatan Wanprestasi (Studi Kasus

Putusan Perkara No.119/Pdt.G/2015/PN. YK)”, Skripsi(Yogyakarta: Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga, 2017), ii. 16 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), 51. 17 Bahruddin ash-Shafa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), 52.

  Indonesia, yaitu hukum yang dijadikan dasar hidup bermasyarakat yang dianut dan ditaati sebagai warga negara.

2. Data dan Sumber Data

  Dalam penyusunan karya ilmiah ini dipakai data yang relevan dengan pokok pembahasan, yaitu gugatan pada Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn serta pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa tersebut dan amar putusannya.

  a.

  Sumber data primer Sumber data primer adalah rujukan utama dalam suatu penelitian. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah salinan Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 976/Pdt.G/2012/PA.Mdn.

  b.

  Sumber data sekunder Sumber data sekunder digunakan untuk melengkapi sumber data primer. Dalam penelitian ini penulis menggunakan:

  1) Pertimbangan dan amar putusan hakim pada salinan

  Putusan Pengadilan Tinggi Agama Medan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn.

  2) Pertimbangan dan amar putusan hakim salinan Putusan Mahkamah Agung Nomor 715 K/Ag/2014.

  3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn.Selain itu penulis juga menggunakandokumentasi, metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah inisehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan,

  18

  yang dalam hal ini adalah gugatan, duduk perkara, pertimbangan serta amar putusan hakim pada Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn.

  4. Analisis Data Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu dengan menguraikan teori-teori tentang gugatan dalam hukum positif dan teori serta dalil tentang musha>rakahdalam Islam yang digunakan untuk menganalisa putusan hakim dalam perkara Nomor

  967/Pdt.G/2012/PA.Mdn mengenai alasan dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara serta dasar hukumnya sehingga didapatkan suatu kesimpulan.

  18 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 147.

G. Sistematika Pembahasan

  Penyusunan skripsi ini terdiri dari empat bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

  BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan penelitian ini menguraikan tentang latar belakang diangkatnya permasalahan penelitian ini berkaitan dengan penjelasan duduk perkara pada Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. lalu ditetapkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kemudian disusun manfaat penelitian. Selanjutnya terdapat telaah pustaka untuk menjelaskan karya lain yang relevan dengan judul skripsi ini dan menjelaskan perbedaan penelitian ini dengan penelitian pada karya tersebut. Lalu untuk melakukan penelitian terhadap data yang digali maka disusunlah metode penelitian, dan disusunlah sistematika penelitian ini untuk menggambarkan keseluruhan susunan penelitian.

  BAB II : KETENTUAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MENURUT HUKUM FORMIL DAN MATERIL Pada bab ini berisikan tentang hukum formil dan materil yang berkaitan dengan rumusan masalah. Karena pada rumusan masalah membahas mengenai analisa terhadap gugatan dan sengketa akad musha>rakah. Dalam bab ini dibagi menjadi dua sub bab, pertama memuat definisi hukum formil, sumber hukum formil dan gugatan. Sub bab yang kedua berisi pengertian hukum materiil, sumber hukum materiil, pembiayaan musha>rakah dalam KHES dan Fatwa Dewan Syariah Nasional, serta asuransi syariah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional.

  BAB III : GAMBARAN UMUM PUTUSAN NOMOR 967/PDT.G/2012/PA.MDN Penyajian data yang berisi gugatan, putusan hakim Pengadilan Agama Medan terhadap sengketa kasus pada putusan Nomor 976/Pdt.G/2012/PA.Mdn yang juga memuat alasan dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara serta dasar hukumnya, serta bagaimana putusan pada tingkat banding dan kasasi.

  BAB IV : ANALISIS HUKUM FORMIL DAN MATERIIL TERHADAP PUTUSAN NOMOR 967/PDT.G/2012/PA. MDN. Bab ini membahas mengenai analisis hukum formil dan materiil terhadap putusan Nomor 967/Pdt.g/2012/PA. Mdn apakah diterimanya gugatan pada putusan tersebut telah sesuai dengan hukum formil atau belum, serta apakah penyelesaian musha>rakahtersebut telah sesuai dengan hukum sengketa materiil atau belum.

  BAB V: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi jawaban atas rumusan masalah, sedangkan saran adalah kritik dan masukan penulis dari pembahasan yang telah dipaparkan.

BAB II HUKUM FORMIL DAN MATERIIL DI PENGADILAN AGAMA A. Hukum Formil di pengadilan Agama 1. Pengertian Hukum Formil Hukum formil atau yang sering disebut hukum acara perdata

  adalah kumpulan peraturan-peraturan hukum yang menetapkan cara memelihara hukum materiil karena pelanggaran hak-hak dan kewajiban yang timbul dari hukum perdata materiil itu, dengan kata lain hukum formil adalah kumpulan dari peraturan-peraturan hukum yang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada saat melangsungkan persidangan, supaya mendapat keputusan dan selanjutnya hakim yang menentukan cara pelaksanaan putusan hakim

  19 itu.

  Ketentuan mengenai hukum acara di pengadilan agama baru ada sejak lahirnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan jo. PP. No. 9 tahun 1975 tentang peraturan Pelaksanaannya, ini pun hanya diatur sebagian kecil saja yang diatur dalam kedua peraturan ini.

  Ketentuan tentang hukum acara di peradilan agama baru disebutkan secara tegas sejak diterbitkan Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Dalam undang-undang tersebut selain 19 disusun tentang susunan dan kekuasaan peradilan agama, di dalamnya

  Rasito, Panduan Belajar Hukum Acara Perdata (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 4. juga diatur tentang hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan

  20

  agama. Dalam pasal 54 Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama pun tela disebutkan bahwa hukum acara yang berlaku di Peradilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan

  21 pengadilan umum.

  2. Sumber Hukum Formil di Pengadilan Agama a.

  HIR (Het Herziene Inlandsch Reglement)

  Het Herziene Inlandsch Reglement adalah hukum acara

  perdata yang berlaku untuk Pulau Jawa dan Madura. Hukum acara perdata dalam HIR dituangkan pada Pasal 115-235 yang termuat dalam BAB IX, serta beberapa pasal yang tersebar antara Pasal 372-394.

  b.

  RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten)

  Reglement Op de Burgelijke Rechtsvordering (Rv) adalah

  hukum perdata Eropa yang dibawa ke Indonesia, tetapi ternyata tidak cocok dengan Indonesia, oleh karena itu kemudian diadakan penyesuaian dan dibentuklah HIR, kemudian setelah beberapa lama terjadi ketidaksesuaian dengan daerah luar Jawa dan Madura, maka dibentuklah RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten). 20 RBg adalah hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah-

  Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia : Gemuruh Politik Hukum (Hukum Isam,

Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga

Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam di Aceh (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 158. 21 Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama daerah di luar Pulau Jawa dan Madura. RBg terdiri dari lima bab dan tujuh ratus dua puluh tiga pasal yang mengatur peradilan pada umumnya.

  c.

  Bugerlijk Wetboek (BW)

  Bugerlijk Wetboek dalam bahasa Indonesia disebut Kitab

  Undang-Undang Hukum Perdata, didalamnya juga terdapat sumber hukum acara perdata yang terdapat pada Buku IV tentang pembuktian yang teruat dalam Pasal 1865 sampai dengan 1993.

  d.

  Wetboek van Koophandel (WvK)

  Wetboek van Koophandel dalam bahasa Indonesia disebut

  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. WvK diberlakukan dengan Stbl. 1847 No.23. Didalamnya juga terdapat sumber hukum acara perdata sebagai sumber penerapan acara dalam praktik peradilan yang diatur dalam Failissements Verordering atau aturan

  22 kepailitan.

  e.

  Perundang-Undangan 1)

  Undang-Undang No. 20 tahun 1947 tentang Acara Perdata dalam hal banding bagi pengadilan tinggi di Jawa dan Madura sedangkan untuk daerah luar Jawa diatur dalam RBg. 2)

  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang Nomor 35 tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 22 tentang tentang kekuasaan kehakiman.

  Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 21.

  3) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang mahkamah agung.

  4) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum. 5) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 6)

  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

  23

  7) Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

  f. Yurisprudensi

  Yurisprudensi adalah pengumpulan yang sistematis dari keputusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi yang diikuti oleh hakim lain dalam memberikan keputusan sosial yang sama. Beberapa yurisprudensi terutama dari Mahkamah Agung menjadi sumber hukum acara perdata yang sangat penting, terutama untuk mengisi kekosongan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang banyak terdapat dalam peraturan perundang-undangan hukum acara perdata peninggalan zaman Hindia Belanda.

  g. Surat Edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung

  Sepanjang menyangkut hukum acara perdata dapat dijadikan hukum acara dalam praktik peradilan terhadap suatu 23 persoalan hukum yang dihadapi hakim. Surat Edaran Mahkamah Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, 164. Agung dan Peraturan Mahkamah Agung tidak mengikat hakim sebagaimana undang-undang, untuk itu para pakar berpendapat bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung tidak mengikat seperti undang-undang, namun dapat

  24 dijadikan salah satu rujukan oleh para hakim.

  3. Perihal Gugatan a.

  Pengertian Gugatan Gugatan adalah suatu tuntutan seseorang atau beberapa orang selaku penggugat yang berkaitan dengan permasalahan perdata yang mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih yang diajukan kepada ketua pengadilan dimana salah satu pihak

  25 sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain sebagai tergugat.

  Menurut Profesor Sudikno Mertokusumo, gugatan adalah tuntutan perdata tentang hak yang mengandung sengketa dengan pihak lain.

  Menurut Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata pada

  Pasal 1 angka (2) gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Dapat disimpulkan bahwa gugatan adalah suatu tuntutan yang disampaikan kepada ketua pengadilan yang berwenang oleh seseorang mengenai suatu hal akibat adanya persengketaan dengan 24 pihak lainnya yang kemudian mengharuskan hakim memeriksa

  Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012), 51. 25 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 39. tuntutan tersebut menurut tata cara tertentu yang kemudian

  26 melahirkan keputusan terhadap gugatan tersebut.

  Bertitik tolak dari penjelasan di atas gugatan perdata adalah gugatan contentiosa yang mengandung sengketa diantara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadilan dengan posisi pihak yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat, sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian

  

27

disebut sebagai tergugat.

  b.

  Pihak-pihak dalam gugatan Dalam perkara perdata terdapat dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Dalam hukum perdata terdapat istilah legal standing yang berarti pihak yang berhak mengajukan gugatan dalam perkara

  28

  perdata. Berikut adalah beberapa ketentuan mengenai pihak- pihak dalam gugatan: 1)

  Pihak dalam perkara yang timbul dari perjanjian Pihak yang sah sebagai pihak penggugat atau tergugat dalam perkara yang timbul dari perjanjian terbatas pada diri pihak yang langsung terlibat dalam perjanjian tersebut, hal ini sesuai asas yang ditegaskan dalam Pasal 1340 Kitab Undang- 26 Undang Hukum Perdata Pasal 1340 yang berbunyi bahwa 27 Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata, 19.

  Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 47. 28 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2017), 106. persetujuan hanya mengikat atau berlaku antara pihak yang membuatnya. Pihak ketiga yang tidak ikut terlibat menjadi pihak dalam perjanjian tidak dapat bertindak menuntut pembatalan atau mengajukan tuntutan wanprestasi.

  2) Pihak ketiga dari siapa tanah dibeli harus ditarik sebagai tergugat

  Hal ini diterapkan dalam kasus sengketa tanah, apabila tanah yang disengketakan didapat dari pihak ketiga, untuk menghindari terjadinya kekurangan pihak dalam gugatan. 3)

  Tidak semua ahli waris jadi pihak Apabila harta warisan dikuasai pihak ketiga tanpa alasan yang sah, maka seorang ahli waris saja yang bertindak sebagai penggugat. Tetapi jika pada kasus sengketa pembagian harta warisan diantara ahli waris, maka seluruh ahli waris ikut

  29 terlibat sebagai pihak.

  4) Yang sah mewakili Perseroan Terbatas (PT)

  Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, PT adalah badan hukum (legal entity) yang berkuasa mutlak atau persona standi

  injudicio bertindak di depan pengadilan. Apabila telah

  mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman, oleh karena itu 29 apabila terjadi sengketa, yang bertindak sebagai tergugat adalah Yahya Harahap, Hukum Acara, 121. perseroan itu sendiri sedangkan direksi hanya bertindak mewakili di depan pengadilan. Kedudukan dan kapasitas direksi di depan pengadilan itu bersifat demi hukum (legally), kedudukan tersebut disebut perwakilan atau kuasa menurut

  30 hukum atau legal mandatory.

  c.

  Pengajuan gugatan 1)

  Gugatan diajukan kepada ketua pengadilan di wilayah hukum tempat kediaman atau tempat tinggal tergugat. Tempat kediaman biasa dikenal dengan domisili, sedangkan tempat tinggal adalah alamat sebagaimana tercantum dalam KTP.

  Misalnya tergugat bekerja dan kos di Surabaya, tetapi memiliki alamat KTP di Jakarta Barat, berarti penggugat dapat memilih mengajukan gugatan kepada pengadilan surabaya atau pengadilan Jakarta Barat. (Pasal 118 ayat 1 HIR/RIB)

  2) Jika tergugat lebih dari satu orang, sedangkan alamat atau tempat tinggalnya berbeda, maka penggugat dapat memilih pengadilan mana yang dianggap lebih efektif. (Pasal 118 ayat 2 HIR/RIB)

  3) Apabila alamat atau tempat tinggal tergugat tidak diketahui, tetapi tempat tinggal domisili terakhir diketahui, maka gugatan dapat diajukan di pengadilan yang memiliki wilayah hukum

30 Yahya Harahap, Hukum Acara, 123.

  pada tempat tinggal terakhir tergugat. (Pasal 118 ayat 3 HIR/RIB)

  4) Jika alamat tempat tinggal terakhir juga tidak diketahui, maka gugatan dapat diajukan di pengadilan di wilayah hukum alamat penggugat.Jika objek gugatan adalah barang tidak bergerak atau benda tetap, misalnya tanah maka penggugt dapat memilih mengajukan gugatan kepada ketua pengadilan di alamat tergugat atau di tempat barang tidak bergerak itu ada.

  Misalnya tergugat bertempat tinggal di Surabaya, namun tanah yang menjadi objek gugatan berada di Kota Bandung, maka gugatan dapat diajukan di Surabaya atau Kota Bandung. Jika alamat tergugat tidak diketahui, maka gugatan harus diajukan kepada alamat benda tidak bergerak itu berada. (Pasal 118 ayat

  3 HIR/RIB) 5)

  Penggugat dapat mengajukan gugatan sebagaimana

  31

  dicantumkan dalam perjanjian(Pasal 118 ayat 4 HIR/RIB) d. Syarat sah gugatan

  Dalam HIR dan RBg, tidak disebutkan secara tegas dan rinci tentang bagaimana surat gugatan itu disusun. Oleh karena itu, orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatannya asal cukup memberikan keterangan tentang kejadian materiil yang 31 menjadi dasar gugatan. Pada praktik peradilan dewasa ini, surat

  Bambang Sugeng, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata (Jakarta: Prenada Media Grup, 2009), 25. gugatan dibuat menurut syarat yang ditentukan Pasal 8 ayat (3) Rv, yaitu surat gugat harus dibuat secara sistematis dengan unsur-unsur identitas para pihak, dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar gugatan serta petitum atau apa yang diminta/dituntut. Dalam hukum acara perdata dikenal dua teori tentang cara menyusun gugatan kepada pengadilan, yaitu :

  1) Substabtiering theorie, teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan juga harus menyebut kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut. 2) Individualiserings theorie, teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut peristiwa-peristiwa atau kejadian- kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian- kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian tersebut.

  32 Agar gugatan dapat diterima, maka gugatan harus memenuhi

  syarat-syarat formil gugatan, meskipun formulasi gugatan tidak diatur secara limitatif dalam suatu pasal tertentu. Gugatan dianggap tepat jika memenuhi syarat berikut ini:

  33 32 Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum (Jakarta: Pustaka Kartini, 2008), 22. 33 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), 193.

  1) Pencantuman tanggal gugatan

  Pencantuman tanggal gugatan dapat ditulis di bagian depan halaman pertama, atau di halaman terakhir di atas tanda tangan penggugat. Kealpaan mencantumkan tanggal tidak mempengaruhi keabsahan gugatan, karena bukan merupakan syarat formal surat gugatan. 2)

  Pencantuman alamat pengadilan Sesuai dengan ketentuan pasal 118 ayat (1) HIR atau pasal 142 ayat (1) Rbg, surat gugatan dialamatkan kepada ketua pengadilan. Hal ini juga bukan merupakan syarat formal gugatan, sehingga jika tidak dicantumkan tidak mengakibatkan gugatan tidak sah. 3)