Sistem Parlemen Threshold (Ambang Batas) Tantangan Atau Ancaman Dalam Perkembangan Demokrasi Indonesia - Eprints UNPAM

  

Abstract

Indonesia is the state law and is not state power as regulated in the Article (1) Sub Article (3),

Indonesia Constitution of the year 1945. Its mean that the state and the government of Indonesia

is based the law not the power. To implementing the concept of rule of law of Indonesia

government and to accomodete all interest of the people, democracy constitutional and

parliamentary system are both of the other mechanism which used by Indonesia as mentioned in

the Constitution of 1945. Refering to the history of democracy development and the willingness

to make more effective and efficient of the parliament institution, since the year of 2009,

Indonesia started to use the parliament threshold (2.5%) in the public election, especially for

member of parliament . Eventhough, the implementation of the above system has been

complaining by the part of the people, the parliament of Indonesia (DPR) has confirmed to

increase the parliamentary threshold (becoming 3,5%) for the public election of the year 2014.

  Keywords : Parliamentary threshold, Public election, Democracy.

  1. PENDAHULUAN.

  a.

  Latar Belakang.

  Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 dengan tegas mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara

  1 Hukum (Rechtstaat) dan bukan Negara Kekuasaan (machstaat). Dengan telah dilakukannya

  amandemen terhadap UUD 1945 maka Penjelasan UUD 1945 tersebut telah ditiadakan. Isi serta muatan Penjelasannya telah dimasukan ke dalam Batang Tubuh UUD 1945.

  Sebagaimana disebutkan di atas, di dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 pasca amandemen

  2

  ketiga, mengatur bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya di dalam interaksi berbangsa dan bernegara senantiasa didasarkan kepada aturan-aturan hukum yang telah disepakati bersama oleh rakyat yang ada di dalam negara Indonesia.

  Penegasan tengang negara hukum di dalam UUD 1945 sebelum amandemen terdapat di

  3 dalam Penjelasan UUD 1945 dan tidak dicantumkan di dalam Batang Tubuh UUD 1945.

  Hal ini di dalam praktek ketatanegaraan dapat menimbulkan berbagai pemahaman (multi tafsir) terhadap UUD 1945. Oleh karena itu pada saat terjadinya amandemen dan untuk menghindari berbagai pemahaman (multi tafsir), maka Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) saat itu berupaya untuk memasukan istilah negara hukum yang tadinya di dalam Penjelasan UUD 1945 dimasukan ke dalam Batang Tubuh UUD 1945. Sebagai bagian dari pelaksanaan negara hukum dimaksud dalam praktek katatanegaraan di berbagai negara diimplementasikan dalam pembentukan lembaga parlemen sebagai lembaga perwakilan

  1 Penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen). Sistem Pemerintahan.

I. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat).

  1. 2 Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). 3 Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 (setelah amandemen). Negara Indonesia adalah negara hukum.

  Penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen). Sistem pemerintahan negara ialah : Indonesia negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat). Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). rakyat yang diharapkan akan mampu mengakomodir atau menampung aspirasi keinginan seluruh rakyat.

  Di Indonesia lembaga parlemen dilaksanakan dalam suatu lembaga Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang di dalamnya terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Di Amerika Serikat lembaga patlemen dilaksanakan dalam suatu lembaga Kongres Amerika Serikat yang di dalamnya terdiri dari lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representative) dan Dewan Negara Bagian (Senat). Dan begitu juga beberapa negara melengkapi kelembagaan parlemen dengan barbagai sistem.

  Di dalam mengisi kelembagaan parlemen tersebut dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara, sistem perekrutan anggota parlemen khususnya di bidang legislatif dilakukan dengan suatu sistem yang tanpa batas (parliamentary un-threshold) yaitu perekrutan anggota parlemen dibuka seluas-luasnya kepada calon-calon terpilih tanpa memperhatikan berapa persen hasil suara partai politiknya. Hal ini dimaksudkan agar keterwakilan rakyat dalam parlemen dapat dimaksimalkan dengan mengabaikan bagaimana efesiensi dari lembaga parlemen itu sendiri.

  Di sisi lain terdapat pula penggunaan dengan sistem terbatas (parliamentary threshold) yaitu perekrutan anggota parlemen tidak dibuka seluas-luasnya kepada calon-calon terpilih, akan tetapi akan diperhatikan berapa persen hasil suara partai politiknya. Hal ini tentu dimaksudkan agar lembaga parlemen dapat berjalan sangat efesien, di mana lembaga parlemen akan diisi oleh partai-partai yang memperoleh hasil pemilu yang telah sesuai dengan ambang batas (threshold) yang telah ditetapkan.

  Dari kedua sistem parlementariat tersebut di atas, memiliki sisi baik dan juga sisi buruknya. Sistem parlemen tanpa batas (parliamentary un-threshold) memiliki sisi kebaikan di mana semua aspirasi rakyat dalam skala kecil apapun akan duduk diparlemen dan ini mungkin merupakan implementasi demokrasi secara komprehensif. Namun demikian system ini memiliki sisi buruk, di mana dikarenakan semua anggota terpilih dari hasil pemilihan sekecil apapun dapat duduk di parlemen. Dan berakibat lembaga parlemen akan terdapat banyak faksi dan kepentingan, yang sudah pasti pelaksanaannya akan menjadi tidak efesien.

  Sementara itu parlemen dengan system terbatas (parliamentary threshold) memiliki sisi kebaikan, di mana para anggota parlemen dari partai yang telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan yang akan duduk di parlemen, sehingga di parlemen tidak terlalu banyak faksi dan kepentingan dan sudah tentu parlemen dapat berjalan lebih efisien. Namun demikian sistem ini memiliki sisi buruknya yaitu dengan diberikannya ambang batas tertentu bagi calon anggota parlemen yang akan duduk, maka bagi partai yang secara nasional tidak berhak duduk di parlemen, akan tetapi secara perseorangan hasil pemilihan umum memperoleh tempat di parlemen, akan menjadi tergusur haknya karena diakibatkan penerapan sistem parlemen threshold. Dan inilah sesungguhnya hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi secara umum.

  “Parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen sebesar 3,5 prosen yang berlaku secara nasional dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota Legislatif dianggap berbahaya, sehingga aturan PT tersebut dibatalkan MK. Selanjutnya Mahfud MD mengatakan bahwa MK setuju jika PT dinaikan dari 2,5 % menjadi 3,5 %. Langkah itu agar terjadi penyederhanaan parpol secara alami berdasarkan

  4

  seleksi rakyat. Namun pemberlakuan secara nasional melanggar konstitusi” Mahfud MD menjelaskan, bahaya pertama dari PT secara nasional, yakni kursi di DPRD Kabupaten/Kota akan hilang jika parpol tersebut tidak mampu mencapai 3,5% ditingkat 4 nasional. Sebagai contoh Partai Damai Sejahtera yang kuat di Sumatra Utara atau Nusa Mahfud MD. Kompas. Com. Tanggal 26 Januari 2012.

  Tenggara Timur”akan tetapi di pusat lemah, masa kursinya lalu dihabisi” jadi itu membunuh keberagaman di daerah”

5 Bahaya yang kedua, ada kemungkinan dengan PT 3,5%, kursi di DPRD Kabupaten/Kota

  tidak terbagi. Mahfud member contoh misalnya ada 30 parpol mengikuti pemilu. Jika perolehan masing-masing parpol ternyata merata, maka masing-masing parpol hanya mendapat 33,33%. Dengan demikian kursi tidak bisa dibagi lantaran tak memenuhi PT, atau misalnya dari 30 partai hanya tiga partai yang memenuhi mencapai PT, misalnya PDIP 7%, Demokrat 7%, Golkar 7%, jadi 21%. Nah yang lain jadi tidak terbagi karena tidak mencapai PT. Itu bertentangan dengan konstitusi kalau pemilu tidak menghabiskan kursi yang disediakan untuk diisi oleh rakyat.

  6 Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia, khususnya perkembangan

  lembaga legislative memiliki catatan yang tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan lembaga parlemen sejak period eke 1 (1945-1949), periode ke II (1949-1950), periode ke III (1950-1959) sampai period eke IV (1959-1998) belum menggambarkan adanya lembaga parlemen yang mampu memberikan keterwakilan secara demokratis. Hal ini dapat dilihat dari belum terlaksananya suatu pemilihan umum yang benar-benar terlaksana secara jujur, adil, bebas dan rahasia.

  Selanjutnya dengan bergeloranya era perubahan yang ditandai dengan adanya tuntutan reformasi di berbagai bidang, khususnya di bidang hukum, sejak period eke V (1998-2004) dimulailah wacana pembentukan lembaga parlemen yang dipilih secara demokratis. Dimulainya dengan membentuk Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD. Kemudian disempurnakan dengan Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD. Yang pada tahun 2012 ditetapkan kembali Undang-undang No. 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dari ketiga Undang-undang itulah sudah

  5 Mahfud MD. Ibid 6 Mahfud MD. Ibid mulai dirintis adanya penerapan sistem parliamentary threshold atau ambang batas untuk duduk di dalam lembaga parlemen.

  b.

  Permasalahan.

  Dari latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.

  Apakah sistem parlemen threshold merupakan bagian dari proses demokrasi.

  2. Sejauh manakah parlemen threshold memiliki peran dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.

  3. Bagaimanakah para elit politik di Indonesia menyikapi penerapan sistem parlemen threshold.

  c.

  Tujuan dan Manfaat 1.

  Tujuan Dengan penulisan ini diharapkan akan mampu memberikan informasi yang jelas kepada para stakeholders/masyarakat Indonesia, dalam menyikapi perkembangan demokrasi khususnya dengan diterapkannya sistem parlemen threshold dalam pemilihan umum.

  2. Manfaat a.

  Teoritis.

  Akan mampu mengembangkan dan memperkaya referensi-referensi yang bersifat teoritis, berkenaan dengan demokrasi secara umum dan sistem parlemen threshold secara khusus.

  b.

  Praktis

  Akan mampu memberikan informasi yang jelas kepada para pelaku politik di Indonesia, dalam menyikapi perkembangan demokrasi khususnya penerapan sistem parlemen threshold di Indonesia.

  d.

  Kerangka Teori.

  Grand Theory (Teori Utama). Sebagai teori utama di dalam penelitian ini dapat diuraikan dengan mengacu kepada teori

  7

  8

  yang hukum dalam bentuk konsep “Rechtstaat”, dan konsep “Rule of Law”, berkembang dalah sejarah peradaban manusia, khususnya di bidang hukum. Di zaman modern, konsep negara hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Fichte dan lain-lain, dengan menggunakan istilah Jerman yaitu “Rechtstaat”, sedangkan dalam Anglo Amerika/Saxon, konsep negara hukum dikembangkan oleh A.V. Decey dengan “the Rule of Law”.

  Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah “Rechtsstaat” itu mencakup empat elemen penting yaitu :

  1. Perlindungan hak azasi manusia.

  2. Pembagian kekuasaan.

  3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.

  9 4. 7 Peradilan tata usaha negara.

  Op.Cit

Rechtstaat (German:Rechtstaat) is a concept in Constitutional European legal thinking, originally borrowed from

German jurisprudence, which can be translated as “legal state”, “state of law”, “state of justice”, or “state of

rights”. It is a “constitutional state” in with the exercise of government power is contrained by the law, and is

often tied to the Anglo American concept of the rule of law. (Rechtstaan adalah merupakan konsep pemikiran

hukum Eropa Kontinental, yang aslinya diambil dari jurisprudence German, yang dapat diterjemahkan sebagai

negara hukum, keadilan negara, hak-hak negara, merupakan konstitusi negara yang dilakukan pada kekuasaan

8 negara yang berkaitan dengan hukum, dan sering digunakan terhadap konsep aturan hukum Anglo Amerika.

  

Ibid. The rule of law is a legal maxim that the states no person is immune to law. (the rule of law adalah aturan

9 yang tertinggi dalam negara tidak ada seorangpun yang kebal terhadap hukum.

  Ibid

  Middle Theory (Teori Pendukung). Sebagai teori pendukung di dalam penelitian ini dapat diuraikan dengan mengacu kepada

  10

  11

  teori hukum dalam bentuk konsep “the supremacy of law”, “equality before the law”,

  12

  13

  “due process of law”, “limitation of power”, “independent and impartial judiciary

  14

  15 Dari konsep-konsep hukum tersebut diharapkan dan “protection of human rights”.

  10 Ibid

The supremacy of the law is a fundamental concept in the western democratic order. The rule of law requires

boths citizens and government to be subject to known and standing laws. The supremacy of law also requires

generality in the law. This principle is a further development of the principle of equality before the law. Laws

should not be made in respect of particular person . (supremasi hukum adalah konsep dasar dalam demokrasi

barat. Peraturan hukum membutuhkan keduanya, warga negara dan pemerintah untuk menjadi pihak yang

mengatahui dan melaksanakan hukum. Supremasi hukum juga membutuhkan pengembangan dalam hukum.

  

Prinsip-prinsip ini merupakan pengembangan yang berkelanjutan atas prinsip kesamaan dimuka hukum. Hukum

11 tidak harus dibuat dalam hal kepentingan orang/pribadi).

  Ibid.

  

Equality before the law or equality under the law or legal egalitarianism is the principle under which each

individual is subject to the same laws, with no invidual or group having special legal privileges. No one exempt or

included more than another. Article 7 of Universal Declaration of Human Rights, states that “All are equal before

the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law. The phrasa “equality before

the law “the motto of the state Nebraska and appears on it state seal. (kesetaraan di muka hukum atau

kesepahaman hukum, merupakan prinsip yang mengikat setiap individu sebagai subjek atas kesamaan hukum, di

mana tidak ada individu atau kelompok yang memiliki keberlakuan khusus terhadap hukum. Tidak ada

seorangpun melebihi atau melampaui hukum. Pasal 7 De klarasi PBB tentang HAM, bahwa “ semua sama di

depan hukum” dan tidak ada diskriminasi terhadap persamaan perlindungan hukum. Phrase “kesamaan di muka

12 hukum” merupakan “moto” dari Nebraska dan hadirnya pada negara maritime tersebut.

  Ibid.

  

Due process of law is a fundamental constitutional guarantee that all legal proceedings and an opportunity to be

heard before the government act to take away one’s life, or property, also a Constitutional guarantee that a law

shall not be un reasonable . (Proses hukum adalah dasar, jaminan konstitusi bahwa semua proses hukum akan

berjalan adil dan akan diberikan pemberitahuan atas kumpulan2, dan diberikan kesempatan untuk didegar

sebelum pemerintah mengambil tindakan terhadap kehidupan seseorang, atau kepemilikan seseorang, juga jamina

13 n konstitusi bahwa hukum akan memberikan alasan lagi.

  Ibid

Limitation the power is adefinition of power of the state, every function of institution of the state has a certainly a

job description and authority. (pembatasan kekuasaan merupakan definisi kekuasaan negara, sehingga setiap

14 fungsi institusi memiliki deskripsi pekerjaan tertentu dana kewenangannya.

  Ibid.

  

Independent and impartial judiciary is a fairly act of judiciary field, no one and no others can intervent to the

implementation of judiciary process. (peradilan yang bebas dan berdiri sendiri, merupakan tindakan yang adil

dalam lapangan peradilan, di mana tidak seorangpun dan orang lain pun dapat mengintervensi terhadap proses

15 peradilan.

  Ibid.

  

Protection of human rights is a obligation of the state to obey the protection to the rights of the privacy and

individual act of the people. (perlindungan hak azasi manusia adalah merupakan kewajiban negara untuk melaksanakan perlindungan terhadap hak-hak pribadi dan tindakan individu masyarakat). dapat memberikan gambaran dan mampu mendukung atas dapat terlaksananya konsep hukum dalam teori utama yaitu konsep “Rechtstaat” dan “the Rule of Law”.

  Applied Theory (Teori Pelaksanaan). Sebagai teori pelaksanaan di dalam penelitian ini dapat diuraikan dengan mengacu

  16

  kepada teori hukum dalam bentuk konsep “Democracy State”, “Parliament System”,

  17

  18

  “Public Ellection System”, dan “Parliament Threshold System”. Negara demokrasi secara umum dapat diartikan sebagai negara yang pemerintahan yang sungguh-sungguh melaksanakan kehendak rakyat yang sebenarnya. Akan tetapi pengertian kehendak rakyat

  19 dapat juga ditafsirkan menjadi suara terbanyak dari rakyat.

  Parliament sistem adalah merupakan suatu sistem pemerintahan yang dalam

  pembentukan lembaga legislatifnya menggunakan sistem perwakilan. Secara etimologi (tata bahasa) parliament berasal dari bahasa Yunani “parle” yaitu sesuatu yang ditempatkan. Kemudian secara istilah parlemen sebagai kata benda adalah merupakan

  20 tempat yang akan diduduki oleh para wakil rakyat yang terpilih.

  16 28 Januari 2012.

  

Democracy is a form of government in which all eligible citizens have an equal, say in the decision that affect

their lives. Democracy allows eligible citizens to participate equally, either direcly or through elected

representatives, in the proposal, development, and creation of law. It encompasses social, economic and culture

17 conditions that enable the free and equal practice of political self-determination.

  Ibid

A parliamentary system is a system of democratic government in which the executive branch (the government)

derives its legitimacy from and accountable to the legislature (the parliament), the executive ang legislative

branches are thus interconnected. In a parliamentary sysrem, the head of the state normally a different person

from the head of government. This is in contrast to a presidential system, where the head of state also serves as

18 head of government and where the executive branch doesn’t derive its legitimacy from the legislative.

  Ibid

An election is formal decisions-making process by which a population choose an individual to hold public office.

th

Election have been the usual mechanism by which modern representative democracy has operated sinc the 17

century.Elections may fill officers in the legislature, somtims in the executive and judiciary, and for regional and

local government. This process is also used in many other private and business organizations, from clubs to

19 voluntary associations and corporations. 20 C.S.T. Kansil. Et.al Ilmu Negara (Umum dan Indonesia0 Pradnya Paramita Jakarta 2001. Hlm 113 Ibid

  Selanjutnya Public Election adalah bahasa umum yang dipergunakan dalam bahasa pergaulan internasional. Secara eti mologi (tata bahasa) “public” artinya “umum” dan

  “election” artinya “pemilihan”. Secara istilah “public election” dapat diartikan suatu proses pemilihan umum yang akan menentukan siapa-siapa saja yang akan duduk dalam

  21 jabatan-jabatan kekuasaan negara.

  Parliament threshold secara etimologi (tata bahasa) terdiri dari dua kata yaitu

  22 “parliament” yang berarti “perwakilan” dan “threshold” yang berarti “ambang pintu”.

  23

  dapat diartikan sebagai ambang batas perolehan Secara istilah “parliament threshold” suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan

  24 kursi di DPR dan DPRD.

  2. TINJAUAN UMUM a.

  Konsep Negara Hukum.

  Istilah negara hukum merupakan genus begrip, dalam penelitian telah ditemukan dalam

  25

  kepustakaan terdapat lima macam konsep negara hukum. Sebagai genus begrip yaitu : (i) negara hukum menurut

  Al Qur’an dan As-Shunah ; (ii) negara hukum menurut konsep

  Eropa Kontinental; dengan “Rechtstaat” misalnya Perancis, German, Belanda; (iii) negara hukum menurut konsep di negara-negara Anglo Saxon, dengan “the Rule of Law”, misalnya antara lain Inggris Amerika Serikat dan negara-negara persemakmuran; (iv) suatu konsep negara hukum yang disebut dengan “Sociality Legality” yang diterapkan antara lain di negara-negara yang tergabung dalam Uni Soviet, RRC, Korea Utara, Kuba, 21 Vietnam dan sebagai negara komunis; (v) konsep negara hukum Pancasila sebagaimana 22 Ibid. 23 John M. Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia Jakarta 2005. 24 Ibid. 25

  28 Januari 2013 Muhammad Taher Azhari. Op,Cit. Hlm 83 yang dianut oleh Negara Republik Indonesia, dan ditegaskan di dalam ketentuan UUD 1945.

  b.

  Konsep Negara Demokrasi.

  Negara demokrasi adalah suatu negara yang di dalam pelaksanaannya senantiasa didasarkan kepada kekuasaan rakyat atau kekuasaan yang tertinggi (souvereignity) dari rakyat tidak didasarkan kepada kekuasaan kelompok, golongan atau rejim tertentu. Kedaulatan (souvereignity) sepenuhnya berada pada kedaulatan rakyat dan rakyatlah yang berdaulat. Kedaulatan rakyat diatur secara konstitusional dalam kesepakatan bersama yang dibentuk dalam suatu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi. Misalnya di

26 Indonesia dengan UUD 1945 dan Amerika Serikat dengan Konstitusi Amerika Serikat.

  Di dalam pelaksanaan demokrasi mengacu kepada praktek negara-negara secara umum dikenal dengan istilah “demokrasi konstitusional”, yaitu demokrasi yang mencita-citakan sebuah pemerintahan yang terbata s kekuasaanya yaitu dibatasi oleh “hukum”. Dan “demokrasi totaliter” yaitu demokrasi yang mencita-citakan pemerintah yang tidak

  27

  dibatasi kekuasannya. Selain itu dikenal pula bentuk-bentuk demokrasi yang dibuat sesuai dengan keinginan penguasa dalam suatu negara.

  c.

  Lembaga Parlemen.

  Demokrasi adalah suatu system di mana rakyat dapat mensepakati semua keinginan bersama, bagaimana cara mengaturnya, bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana penyelesaiannya jika terdapat permasalahan diantara mereka. Salah satu cara bagaimana rakyat dapat mensepakati dan mengakomodir semua keinginannya, maka dibentuklah 26 suatu lembaga yang akan mewadahi setiap keinginannya, karena pada dasarnya bahwa 27 Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 (kedaukatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UuD). tidaklah mungkin dalam suatu proses demokrasi akan mampu memenuhi kenginan rakyat, karena pada dasarnya bahwa tidaklah mungkin dalam suatu proses demokrasi akan mampu memenuhi keinginan semua rakyat. Karena itu di dalam hukum tata negara dikenal dengan yang namanya “lembaga parlemen” yaitu suatu lembaga yang menjadi tempat perwakilan rakyat dan diharapkan akan mampu mewakili keinginan rakyat.

  Di dalam praktek-praktek ketatanegaraan di berbagai negara, lembaga parlemen dilaksanakan dengan sistem satu kamar (unicameral) seperti RRC. Misalnya dua kamar (bicameral) seperti Indonesia, Amerika Serikat dan United Kingdom. dan banyak kamar (multicameral), walaupun sistem ini jarang digunakan dalam praktek-prektek ketatanegaraan. Penggunaan sistem parlementariat seperti ini, sesungguhnya adalah merupakan bagaimana semua keinginan rakyat di dalam suatu negara dapat diakomodir semaksimal mungkin.

  d.

  Lembaga Partai Politik.

  Partai politik adalah merupakan salah satu alat atau jembatan untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk bersepakat memilih wakil-wakilnya yang akan ditempatkan di lembaga parlemen. Dengan partai politiklah rakyat yang memiliki keinginan dan kepentingan yang sama untuk bersepakat membentuk suatu organisasi politik yang bertujuan untuk mengisi jabatan-jabatan kekuasaan di dalam negara. Di dalam praktek berpolitik diberbagai negara pada dasarnya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem banyak partai (multi-parties), dua partai (bi-parties) dan satu (single

  party ). Penggunaan sistem partai politik tersebut ditentukan oleh kesepakatan diantara para wakil yang ada di dalamnya.

3. PELAKSANAAN PARLEMEN THRESHOLD

  a.

  UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

  Di dalam ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tidak mengatur tentang ambang batas (parliament threshold) suatu partai politik untuk duduk di lembaga legislative atau

  28 parlemen.

  UU No. 12 Tahun 2003 menyebutkan.

  Pasal 105. Ayat (1) Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dari setiap Partai Politik peserta pemilu didasarkan atas seluruh hasil perhitungan suara yang sah yang diperoleh Partai Politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 99 ayat (1), Pasal 100 Ayat (1), dan Pasal 101 ayat (3).

  Ayat (2) Dari hasil perhitungan seluruh suara yang sah diperoleh Partai Politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan angka BPP dengan cara membagi jumlah suara yang sah seluruh Partai Politik peserta pemilu dengan jumlah kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan.. Ayat (3) Tata cara penentuan BPP untuk setiap daerah pemilihan ditetapkan oleh KPU. namun demikian sejarah lahirnya UU di atas adalah merupakan suatu pemenuhan harapan masyarakat dan rakyat Indonesia dalam melakukan suatu perubahan dalam sistem demokrasi di Indonesia khususnya dalam pelaksanaan pemilu legislative. Di mana dalam UU tersebut telah dilaksanakan suatu sistem pemilihan umum dengan sistem pencalonan anggota legislative proporsional walaupun masih tertutup.

  b. 28 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPR dan DPRD

  Berbekal kepada pengalaman pemilu legislative tahun 2004 yang dirasakan masih belum mampu memberikan keterwakilan rakyat secara maksimal, maka dibentuklah UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota legislative. Undang-undang di atas telah mengatur tentang ambang batas (parliament threshold) suatu partai politik untuk duduk di lembaga legislative adalah partai politik yang mendapatkan suara sekurang-kurangnya

  29 2,5% (duasetengah persen) dari jumlah suara yang sah secara nasional.

  UU No. 10 Tahun 2008.

  Pasal 200 Ayat (1) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk anggota DPD ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu. Ayat (2) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD Provinsi ditetapkan oleh KPU Provinsi dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu Provinsi. Ayat (3) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan oleh KPU Kabupaten dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu Kabupaten/Kota

  Pasal 2001 Ayat (1) KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah hari pemungutan suara.

  Ayat (2) KPU Provinsi menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD Provinsi, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah hari pemungutan suara. Ayat (3) KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD Kabupaten/Kota paling lambat 12 (dua belas) hari setelah hari pemungutan suara.

  Pasal 202 Ayat (1) Partai Politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 (duasetengan koma lima persen) dari jumlah suara yang sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan suara anggota DPR. Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam penentuan perolehan suara kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

  Pasal 203 Ayat (1) Partai Politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1), tidak disertakan pada perhitungan perolehan kursi DPR di masing-masing daerah pemilihan. Ayat (2) Suara untuk perhitungan perolehan kursi DPR di suatu daerah pemilihan ialah jumlah suara sah seluruh partai politik peserta pemilu dikurangi jumlah suara sah partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 Ayat (1).

  c.

  Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

  Mengacu kepada hasil pemilihan umum tahun 2009 dan dengan memperhatikan penerapan parlemen threshold 2,5% (duasetengah persen) kali suara yang sah secara nasional, yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008, masih dirasakan belum efisiennya lembaga parlemen di mana masih banyaknya partai politik yang duduk di parlemen.

  Maka dari itu dibentuklah uU No. 8 Tahun 2012 yang mengatur tentang ambang batas

  

parliament threshold suatu partai politik untuk duduk di lembaga legislative adalah partai

  politik yang mendapatkan suara sekurang-kurangnya 2,5% (duasetengah persen) dari jumlah suara yang sah secara nasional, dinaikan menjadi 3,5% (tiga setengah persen) dari

  30 jumlah suara yang sah secara nasional.

  UU No. 8 Tahun 2012

  Pasal 206 Ayat (1) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu. Ayat (2) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu Provinsi. Ayat (3) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan bawaslu.Kabupaten/Kota

  Pasal 207

  Ayat (1) KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah hari pemungutan suara. Ayat (2) KPU Provinsi menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD Provinsi, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah hari pemungutan suara Ayat (3) KPU Kabupaten/Kota menetapkan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota paling lambat 12 (dua belas) hari setelah hari pemungutan suara.

  Secara yuridis UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Kabupaten/Kota, khususnya yang mengatur tentang ambang batas (parliament

  

threshold ) sebagaimana diatur dalam pasal 208, telah dilakukan uji formil dan materil dengan

  risalah perkara nomor : 51/PUU-X/2012, telah diputuskan bahwa pasal 208 UU No. 8 Tahun 2012 dalam beberapa bagian dinyatakan bertentangan dengan UUD. Dengan putusan MK tersebut mencerminkan bagaimana secara hukum sistem ambang batas (parliament threshold ) untuk duduk di lembaga parlemen telah mendapatkan pengujian secara yuridis.

  Bunyi pasal 208 UU No. 8 Tahun 2012 pasca putusan MK : Beberapa bagian dari isi pasal 208 yang menyebutkan “DPRD provinsi, DPRD

  Kabupaten/Kota ” tidak diberlakukan karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sebagai kesimpulan dari telah diputuskannya tentang pengujian pasal 208 UU No. 8 tahun 2012, maka sistem ambang batas (parliament threshold) yang akan diterapkan untuk pemilu legislative pada tahun 2014 adalah 3,5% kali suara sah secara nasional, yang akan menentukan siapa-siapa saja calon anggota legislative yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat RI Senayan Jakarta.

4. PEMBAHASAN a.

  Sistem Parlemen Threshold Dalam Hubungannya dengan Domokrasi.

  Demokrasi adalah merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang dikembangkan di dalam sistem ketatanegaraan diberbagai negara di dunia. Demokrasi pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan kepada rakyat agar memiliki kedaulatan dalam negara. Indikator-indikator suatu pemerintahan dapat dikatakan sebagai suatu pemerintahan yang demokratis diantaranya : (a) menjadikan hukum sebagai panglima, (b) kesetaraan di muka hukum, (c) setiap penerapan sanksi atas suatu pelanggaran hukum harus di dasarkan kepada hukum, (d) tersedianya sistem peradilan yang independen, dan (e) terjaminnya hak azasi manusia. Dari berbagai macam, bentuk dan sistem demokrasi, sesungguhnya tujuan yang paling utama dari demokrasi adalah terjaminnya hak-hak individual rakyat maupun hak-hak kolektifitas masyarakat untuk dapat turut serta dan berpartisipasi dalam menentukan keputusan-keputusan dalam negara. Bagaimana macam, bentuk dan sistemnya dalam pelaksanaan demokrasi tidaklah penting. Namun demikian, karena demokrasi adalah merupakan suatu teori yang dihasilkan oleh suatu ide, gagasan, pemikiran, dari seorang filsuf, sudah barang tentu demokrasi memiliki berbagai macam, bentuk maupun sistem di dalam implementasinya.

  Demokrasi adalah merupakan teori yang di dalam pelaksanaanya memerlukan suatu sarana pendukung, hal mana sangat diperlukan agar dapat mengakomodir seluruh keinginan maupun kepentingan semua orang. Menampung semua keinginan orang tidaklah mudah, karena itu diperlukan suatu wadah yang akan mewakili keinginan maupun kepentingan tersebut. Wadah yang lazim dipergunakan dalam sistem ketatanegaraan disebut lrmbaga perwakilan atau lembaga parlemen.

  b.

  Sistem Parlemen Threshold dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia.

  Indonesia adalah suatu bentuk negara yang menganut bentuk pemerintahan yang demokratis. Di mana kedaulatan atau kekuasaan yang tertinggi di dalam negara Indonesia

  31 berada di tangan rakyat, sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2.

  Di dalam sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia, telah mengalami beberapa kali percobaan yang dilaksanakan berkaitan dengan keadaan politik dikala itu. zaman Presiden Soekarno berkembang dengan istilah “Demokrasi Terpimpin”, zaman Presiden Soeharto berkembang dengan istilah “Demokrasi Pancasila”, zaman menjelang era reformasi berke mbang dengan istilah “Demokrasi Liberal”, dan zaman pasca era reformasi berkembang dengan istilah “Demokrasi Konstitutional”.

  Seiring dengan zaman dan era tersebut di atas, Indonesia juga telah mengalami beberapa kali melakukan proses pemilihan umum. Pada era orde lama tahun 1955 telah dilaksanakan pemilu pertama yang melibatkan banyak partai, selanjutnya pada era orde baru, khususnya pada tahun 1971 telah dilaksanakan pemilihan umum dengan 3 (tiga) partai, sampai pada era reformasi, khususnya pada tahun 2004 sampai sekarang Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum dengan banyak partai. Indikasi ini sesungguhnya telah memberikan gambaran kepada kita bahwa Indonesia telah mencoba untuk setahap demi setahap ingin melaksanakan proses demokrasi kea rah yang lebih baik lagi, sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Dari perkembangan pelaksanaan proses demokrasi di Indonesia, khususnya dalam 31 pelaksanaan pemilihan umum dari waktu ke waktu telah tumbuh keinginan dari para elit politik bangsa, agar pelaksanaan pemilu ke pemilu akan senantiasa mencapai hasil yang lebih baik lagi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya usulan tentang bagaimana pemilu mampu menghasilkan lembaga parlemen yang efektif dan efisien. Diantaranya dengan penerapan sistem ambang batas parlemen (parliament threshold).

  c.

  Sistem Parlemen Threshold dan Hubungannya dengan Elit Politik.

  Demokrasi sangat berhubungan dengan kepentingan dari orang-orang yang berkeinginan untuk duduk dalam jabatan-jabatan negara. Orang tersebut secara umum dapat disebut sebagai “Elit Politik”. Bagaimana caranya agar semua elit politik dapat diakomodir dalam suatu kelembagaan, maka dibuatlah Undang-undang tentang Partai Politik. Sebagai negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi adalah diberikannya kebebasan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berkumpul dan berserikat. Yang diantaranya dibentuknya partai-partai politik. Partai adalah merupakan sarana untuk menjaring (recruitment) para calon yang akan duduk di dalam jabatan-jabatan di dalam kekuasaan negara. suatu cara yang dipergunakan dalam melakukan seleksi agar para calon pemimpin adalah benar-benar memiliki kompetensi dan kredibel, maka dengan kompetisi partai politiklah salah satu cara yang paling paling relevan untuk saat ini, agar semua kepentingan dan keinginannya dari rakyat dan masyarakat secara umum setidak-tidaknya dapat terakomodir dengan semaksimal mungkin. “Parliament Threshold” adalah merupakan salah satu cara agar partai-partai politik melakukan seleksi yang sangat ketat terhadap calon-calon pemimpin yang akan mengisi jabatan-jabatan kekuasaan dalam negara. Partai politik yang melakukan seleksinya sangat baik, maka dipastikan akan berhasil sangat baik, karena akan selalu mendapat kepercayaan masyarakat. Dan sebaliknya jika partai politik melakukan seleksinya tidak baik, maka dipastikan tidak akan berhasil lebih, karena tidak akan mendapat kepercayaan masyarakat.

5. PENUTUP a.

  Kesimpulan 1.

  Penerapan sistem ambang batas (parliament threshold) untuk duduk di parlemen adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu proses demokrasi yang diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di beberapa negara.

  2. Penerapan sistem ambang batas (parliament threshold) diterapkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dimulai pada pemilu anggota legislative tahun 2009 (2,5% x suara sah nasional). dan akan diterapkan kembali pada pemilu legislative tahun 2014 (3,5 % x suara sah nasional), yang didasarkan kepada suatu keinginan agar tercipta suatu lembaga parlemen yang efektif dan efisien.

  b.

  Saran.

  1. Penerapan sistem ambang batas (parliament threshold) untuk duduk di parlemen khususnya di Indonesia, agar dipertahankan karena secara yuridis formil maupun materil dengan keputusan MK tidak bertentangan dengan konstitusi.

  2. Penerapan sistem ambang batas (parliament threshold) untuk duduk di parlemen khususnya di Indonesia, presentasinya dapat ditingkatkan menjadi 5% misalnya, agar lembaga parlemen dapat berjalan secara efektif dan efisien, karena lembaga parlemen hanya akan ditempati oleh sedikit elit saja.

  3. Kepada para elit partai yang berkeinginan untuk menduduki jabatan sebagai anggota legislative di parlemen, agar selektif dalam memilih kendaraan politik, hal ini dengan penerapan sistem ambang batas (parliament threshold) hanya partai yang berkualitas saja yang akan dipilih oleh rakyat.

  6. Daftar Pustaka C.S.T. Kansil, Et.al. Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Pradnya Paramita Jakarta 2001.

  Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada. Jakarta 2007. Muhammad Taher Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya,

  Dilihat dari segi hukum Islam, Implementasinya pada periode negara Madinah dan Masa

  . Kencana Prenada Media Group. Jakarta 1997

  Kini) John M Echols, Hassan Shadilly, Kamus Inggris Indonesia. Gramedia Jakarta 2005.

  Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara di Indonesia, Konstitusi Press Jakarta 2007. M. Machfud MD. Parliament Threshord. Com Undang-Undang Dasar 1945.

  Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 Undang-Undang No. 8 Tahun 2012.

  7. Riwayat Hidup Penulis.

  Dr. Yoyon Mulyana Darusman, S.H., M.M, menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta pada tahun 1986, melanjutkan studi pada Program Studi Magister Manajemen (S2) pada STIE IPWIJ Jakarta pada tahun 2000, kemudian melanjutkan studi pada Program Doktor Ilmu Hukum (S3) Pascasarjana Universitas Islam Bandung pada tahun 2012. Pernah bekerja sebagai Kepala Bagian Personalia P.T. Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tahun 1981 sampai dengan tahun 1989, sebagai Human Resources Manager

  P.T. Asuransi AIU Indonesia Jakarta pada tahun 1989 sampai tahun 1995. Kemudian sebagai HRD Manager pada P.T. Asuransi Samsung Tugu Jakarta, mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 2001. Sekarang sebagai Dosen Tetap Fakultas Hukum dengan mengampu mata kuliah Ilmu Negara, Hukum Tata Negara dan Filsafat Hukum. Menjadi anggota Majlis Pengawas Notaris (MPD) Daerah Kabupaten Tangerang. Dalam jabatan strukturan pernah menjabat Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Dekan Fakultas Hukum, dan Wakil Rektor II.