TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BPR dan Ukuran Kinerja Keuangan BPR

Okky Andriyan

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga [email protected]

Supatmi

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga [email protected]

Abstract

This research is aimed to find out the influence of Corporate Governance (CG) mechanisms to the banking financial performance. As a regulated industry, this research wants to prove that the banking financial performance can be influenced by CG mechanisms, not just its complience to the banking regulations. The samples in this research are the non-governmental rural banks (Bank Perkreditan Rakyat) in Central Java. The financial performance of the BPR is measured by the ratio of NPL, KPMM, LDR, and ROA. CG mechanisms are measured by its managerial ownerships, the proportion of the outside directors, and the number of board of directors (BOD), while the control variables are the size of the BPR and the firm age of the BPR. This research finds the CG mechanisms simultaneously influence the ratio of NPL, KPMM, and ROA. The managerial ownerships and the proportion of the outside directors partially also show a negative influence to the ratio of NPL and ROA, and the number of BOD in partial shows a negative influence towards the ratio of LDR.

Keywords: corporate governance mechanism, financial performance, rural banks

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance (CG) terhadap kinerja keuangan perbankan. Sebagai industri yang teregulasi, penelitian ini ingin membuktikan bahwa kinerja keuangan perbankan dapat dipengaruhi oleh mekanisme CG-nya, bukan hanya sekedar pemenuhan ketentuan perbankan. Sampel penelitian adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) swasta di Jawa Tengah. Kinerja keuangan BPR diukur dengan rasio NPL, KPMM, LDR, dan ROA. Mekanisme CG diproksi dengan kepemilikan manajerial, proporsi outside directors, dan jumlah board of directors (BOD), dengan variabel kontrol ukuran BPR dan umur BPR. Hasil penelitian menemukan mekanisme CG secara simultan berpengaruh terhadap rasio NPL, KPMM, dan ROA. Secara parsial, kepemilikan manajerial dan proporsi outside directors menunjukkan pengaruh negatif terhadap rasio NPL dan ROA, sedangkan jumlah BOD berpengaruh negatif terhadap rasio LDR.

Kata kunci: mekanisme corporate governance, kinerja keuangan, BPR

PENDAHULUAN

BPR menyatakan bahwa perekonomian Indonesia bertumpu pada usaha mikro, kecil

Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat dan menengah (UMKM). Pembangunan (BPR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

yang terfokus pada pemberdayaan UMKM (BI) tahun 2006 melalui Direktorat Pengawasan

merupakan salah satu dasar penetapan strategi

188 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi saham (Brigham dan Houston 2006). Namun nasional. Karakteristik khusus yang dimiliki dalam upaya mencapai hal-hal di atas terdapat BPR dalam memberikan pelayanan perbankan

berbagai hambatan yang dihadapi oleh kepada UMKM di daerah pedesaan dan BPR, salah satunya yaitu munculnya konflik pinggiran kota sangat diharapkan dapat lebih keagenan sebagai akibat dari pemisahan antara meningkatkan peran dan kontribusinya dalam pemegang saham dan manajemen. pengembangan UMKM.

Struktur kepemilikan dalam BPR swasta Populasi UMKM menurut Dewan Riset dimana sahamnya dimiliki oleh beberapa Daerah di Jawa Tengah mencapai 90% dari pemegang saham yang secara individu total industri yang ada, jumlah UMKM yang mempunyai latar belakang, kompetensi cukup besar ini memberikan peluang bagi dan pemikiran yang berbeda diduga dapat BPR di Jawa Tengah untuk meningkatkan menimbulkan masalah keagenan dibandingkan pelayanan jasa keuangan terhadap UMKM. dengan BPR berbasis pemerintah. Moh’d et Namun perkembangan BPR di Jawa Tengah al. (1998) dalam Midiastuty dan Machfoedz menghadapi kendala akibat persaingan dengan

(2003) menilai kepemilikan saham oleh bank umum yang juga membidik UMKM investor institusional mampu mengendalikan sebagai sasaran penyaluran kredit. UMKM perilaku oportunistik manajer sehingga konflik dinilai memiliki kemampuan untuk menjadi keagenan menjadi berkurang. Pemerintah pilar penting bagi perekonomian masyarakat daerah dinilai merupakan sophisticated investor dalam menghadapi terpaan krisis ekonomi.

dan memiliki informasi yang banyak tentang Untuk dapat memaksimalkan peran BPR perusahaan ( informed investor), sehingga dalam menopang UMKM dan menghadapi manipulasi laba karena asimetri informasi persaingan di antara lembaga keuangan dapat dikurangi. Oleh karena itu penelitian ini lainnya, maka kinerja keuangan BPR perlu lebih berfokus pada BPR swasta yang diduga ditingkatkan. BPR sebagai lembaga di bawah lebih rentan terhadap konflik kepentingan pengawasan BI, diharuskan untuk menjaga antara manajemen dengan pemegang saham. kinerja keuangannya sesuai dengan ketentuan

Mekanisme corporate governance (CG) yang berlaku jika ingin tetap beroperasi. sebagai upaya penegakan praktik CG dalam Kondisi ini yang sering dianggap menjadi perusahaan diharapkan dapat mengurangi pendorong utama bagi BPR untuk menjaga konflik keagenan dan juga diharapkan mampu kinerja keuangannya, baik BPR berbasis swasta

untuk mengontrol biaya keagenan (Iturriaga ataupun pemerintah, sebagai bentuk kepatuhan

dan Sanz 1998 dalam Suranta dan Machfoedz terhadap peraturan. Di sisi lain, pelaksanaan 2003). Menurut Walsh dan Seward (1990) corporate governance dapat meningkatkan dalam Arifin (2005), mekanisme CG diarahkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja

untuk menjamin dan mengawasi berjalannya keuangan perusahaan, mengurangi risiko yang

sistem governance dalam sebuah organisasi. mungkin dilakukan oleh manajer dengan Sedangkan mekanisme CG menurut Boediono keputusan-keputusan yang menguntungkan diri

(2005) adalah suatu sistem yang mampu sendiri dan umumnya corporate governance mengendalikan dan mengarahkan kegiatan dapat meningkatkan kepercayaan investor operasional perusahaan serta pihak-pihak yang (Tjager et al. 2003).

terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan Penguatan kondisi internal BPR diharapkan

untuk menekan terjadinya masalah keagenan. dapat mewujudkan pengelolaan BPR yang

Wulandari (2006) melakukan penelitian lebih baik sehingga BPR dapat bersaing untuk menguji pengaruh mekanisme CG (yang dengan lembaga keuangan yang lain. Selain dilihat dari jumlah direktur, proporsi dewan itu salah satu tujuan penting dari pendirian komisaris independen, debt to equity ratio perusahaan adalah untuk meningkatkan (DER) dan kepemilikan institusional) terhadap kesejahteraan pemilik atau pemegang saham kinerja perusahaan yang memperoleh hasil dan memaksimalkan kekayaan pemegang bahwa hanya variabel DER yang berpengaruh

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 189

signifikan terhadap kinerja perusahaan. yang melaksanakan kegiatan usaha secara Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah juga menyatakan bahwa variabel mekanisme yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa CG (dalam hal ini kepemilikan manajerial dan

dalam lalu lintas pembayaran“. Tujuan umum ukuran dewan) berpengaruh terhadap kinerja BPR mengacu pada pasal 3 peraturan tersebut perusahaan dimana kepemilikan manajerial yaitu : “Perbankan Indonesia bertujuan

menunjukkan pengaruh negatif sedangkan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional ukuran dewan menunjukkan pengaruh positif dalam rangka meningkatkan pemerataan, terhadap kinerja perusahaan. Penelitian oleh pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional Sam’ani (2008) menemukan bukti empiris ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat adanya pengaruh indikator mekanisme CG banyak“. Sedangkan bentuk badan hukum terhadap kinerja keuangan perbankan.

BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (PD), Mengacu pada hasil-hasil penelitian di atas

Koperasi, Perseroan Terbatas (PT) dan bentuk maka penelitian ini bertujuan untuk menemukan

lain yang ditetapkan oleh pemerintah (Kasmir bukti empiris pengaruh mekanisme CG 2007, 45).

terhadap kinerja keuangan BPR, dengan obyek Kinerja keuangan adalah suatu hasil,

penelitian yaitu BPR swasta yang beroperasi prestasi atau keadaan yang telah dicapai oleh di Propinsi Jawa Tengah. Mekanisme CG akan perusahaan selama periode atau kurun waktu

dilihat dari aspek kepemilikan manajerial,

tertentu (Helfert 2008). Menurut Ujiyantho proporsi outside directors dan jumlah board of dan Pramuka (2007) penilaian terhadap

directors (BOD). Sedangkan kinerja keuangan kinerja suatu perusahaan dapat dilakukan

BPR akan diukur dari Non Performing Loan (NPL), Kewajiban Penyediaan Modal dengan melakukan analisis terhadap laporan

Minimum (KPMM), Loan to Deposit Ratio keuangannya. Laporan keuangan tahunan (LDR) dan

Return on Assets (ROA). yang disampaikan oleh pihak BPR kepada BI Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan memberikan manfaat bagi industri BPR analisis mengenai baik buruknya kinerja

khususnya mengenai pengaruh mekanisme keuangan suatu BPR. Dalam penelitian ini CG terhadap peningkatan kinerja BPR agar di

kinerja keuangan BPR diukur dengan rasio- masa yang akan datang industri BPR semakin

rasio keuangan sesuai dengan ketentuan PBI menyadari perlunya menerapkan CG yang No. 6/10/2004 tentang sistem penilaian tingkat

efektif dan efisien dalam aktivitas pengelolaan kesehatan bank. Berikut ini rasio keuangan perusahaan. Selain itu hasil penelitian ini yang digunakan sebagai ukuran kinerja

diharapkan dapat memberikan manfaat keuangan BPR: berupa tambahan kepustakaan atau referensi

a) Aspek dari Assets Quality diwakili oleh empiris mengenai pengaruh pelaksanaan CG

rasio Non Performing Loan (NPL). di Indonesia, khususnya mengenai pengaruh

Rasio NPL adalah perbandingan mekanisme CG terhadap kinerja keuangan

antara kredit yang bermasalah BPR.

dengan total kredit yang diberikan. Rasio NPL menunjukkan kemampuan

TINJAUAN LITERATUR DAN

manajemen BPR dalam mengelola

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

kredit bermasalah yang merupakan risiko yang dihadapi oleh BPR

BPR dan Ukuran Kinerja Keuangan BPR

karena menyalurkan dananya dalam Pengertian BPR menurut Undang-Undang

bentuk kredit kepada masyarakat. No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan

Semakin tinggi rasio NPL maka akan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah:

semakin buruk kualitas kredit bank “ Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

yang menyebabkan jumlah kredit

190 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

bermasalah semakin besar sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar yang dapat mengganggu kinerja bank (Nasser 2003). Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh BI, NPL adalah kredit yang termasuk dalam kategori kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet, dimana rasio NPL dalam suatu bank tidak boleh melebihi 5%.

b) Aspek dari Capital Adequacy diwakili oleh rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). KPMM menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi untuk menunjang kebutuhan BPR. Sesuai dengan Surat Edaran BI No. 8/28/DPBPR tahun 2006, maka KPMM untuk BPR ditetapkan tidak boleh kurang dari 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). ATMR adalah nilai total masing- masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut sesuai ketentuan BI.

c) Loan to Deposit Ratio (LDR) mewakili aspek likuiditas dalam industri BPR. Likuiditas suatu BPR berkaitan dengan ketersediaan dana BPR pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Pengaturan likuiditas BPR yang tercermin dalam rasio LDR dilakukan dengan tujuan supaya BPR dapat memenuhi kewajiban- kewajiban yang harus dibayar terutama kewajiban jangka pendek seperti simpanan masyarakat dalam bentuk tabungan atau deposito. Rasio LDR menunjukkan perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPR. BPR mempunyai kewajiban untuk menjaga LDR pada tingkat yang ideal, berdasarkan ketentuan BI besarnya LDR yang ideal yaitu antara 78%-100%.

d) Rasio Return On Assets (ROA) mewakili aspek earnings dalam

analisis kinerja keuangan BPR. Rasio ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset yang tersedia untuk mendapatkan laba bersih (Kuncoro dan Suhardjono 2002, 550). Semakin besar rasio ROA

menunjukkan tingkat pencapaian laba yang semakin besar sebagai indikator efisiensi operasional BPR.

Mekanisme Corporate Governance

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan keagenan sebagai suatu bentuk kontrak antara satu atau lebih orang (principal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk melaksanakan beberapa pekerjaan bagi prinsipal dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Manajer yang dalam hal ini berlaku sebagai agen mempunyai kewajiban moral untuk mengelola perusahaan

secara efisien untuk mengoptimalkan laba bagi para pemilik selaku prinsipal. Konflik kepentingan antara pemilik saham dan manajer terjadi karena kemungkinan manajer (agent) tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan pemilik (principal), sehingga memicu biaya keagenan (agency cost) (Ujiyantho dan Pramuka 2007).

Ketidakseimbangan penguasaan informasi dimana manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham) akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja perusahaan (Richardson 1998).

Mekanisme CG diharapkan dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 191

dan pemegang saham dan diharapkan mampu yang berimplikasi pada biaya keagenan yang untuk mengontrol biaya keagenan. Mekanisme

rendah pula. Dalam penelitian ini konflik CG didefinisikan sebagai suatu aturan main,

keagenan yang rendah dapat direfleksikan prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak

pada tingginya prosentase KPMM dan ROA, yang mengambil keputusan dengan pihak yang

prosentase NPL yang semakin kecil dan melakukan kontrol atau pengawasan terhadap

besaran LDR yang sesuai dengan ketentuan keputusan tersebut (Arifin 2005). Mekanisme

yang disyaratkan oleh BI. Semakin tinggi governance diarahkan untuk menjamin dan kepemilikan manajerial, manajemen BPR akan mengawasi berjalannya sistem governance

berusaha memaksimalkan kepentingan para dalam sebuah organisasi (Walsh dan Seward

pemegang saham, karena manajemen BPR 1990 dalam Arifin 2005).

akan memperoleh keuntungan bila perusahaan

Selanjutnya Walsh dan Seward (1990) memperoleh laba. Maka dapat diduga bahwa dalam Arifin (2005) berpendapat bahwa

manajemen BPR akan mempunyai dorongan terdapat dua mekanisme untuk membantu untuk meningkatkan kinerjanya dengan menyamakan perbedaan kepentingan antara berupaya untuk mengelola kredit yang manajer dan pemegang saham dalam rangka disalurkan secara lebih hati-hati (prudent). penerapan CG. Dua mekanisme tersebut

Menurut Jensen (1993) seperti dikutip adalah mekanisme pengendalian internal dalam Faizal (2004), hipotesis pemusatan perusahaan dan mekanisme pengendalian kepentingan ( convergence of interest eksternal berdasarkan pasar. Beiner et al. hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan (2003) mengemukakan bahwa indikator saham manajerial dapat membantu penyatuan mekanisme CG internal dalam perusahaan kepentingan antara pemegang saham dengan antara lain proporsi direktur independen dan manajer. Sehingga permasalahan keagenan jumlah BOD. Sedangkan indikator mekanisme

diasumsikan akan hilang apabila seorang CG eksternal menurut Rezaee (2009) adalah manajer sekaligus sebagai seorang pemilik pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh

saham. Jensen (1993) dalam Faizal (2004) pasar ( market for corporate control).

berpendapat bahwa semakin meningkat Pelaksanaan corporate governance dapat

proporsi kepemilikan saham manajerial maka meningkatkan nilai perusahaan, dengan kinerja perusahaan juga akan meningkat. meningkatkan kinerja keuangan perusahaan,

Midiastuty dan Machfoedz (2003) dalam mengurangi risiko yang mungkin dilakukan penelitiannya terhadap perusahaan manufaktur oleh manajer dengan keputusan-keputusan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun yang menguntungkan diri sendiri dan umumnya

1995-1999 membuktikan bahwa kepemilikan corporate governance dapat meningkatkan manajerial mampu menjadi mekanisme

kepercayaan investor (Tjager et al. 2003). corporate governance yang mengontrol dan meminimalkan perilaku manipulasi laba oleh manajer dalam rangka untuk mengatur kinerja

Pengembangan Hipotesis

keuangan sesuai kepentingan manajemen.

Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Penelitian Siallagan dan Machfoedz Kinerja Keuangan BPR (2006) dengan menggunakan sampel 74

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Kepemilikan manajerial dalam BPR BEJ tahun 2000-2004 memperoleh bukti adalah besarnya porsi saham yang dimiliki

empiris dimana pengaruh kepemilikan oleh manajer terhadap total saham di

manajerial terhadap kinerja perusahaan adalah BPR. Menurut Jensen (1993) sebagaimana negatif. Sejalan dengan penelitian Lasfer dikutip Faizal (2004), perusahaan dengan

dan Faccio (1999), Suranta dan Machfoedz kepemilikan manajerial yang tinggi seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah (2003) juga menemukan hubungan negatif

antara kepemilikan manajerial dan kinerja

192 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

perusahaan. Hasil penelitian Soliha dan Taswan merangkap jabatan sebagai anggota Direksi sebagaimana dikutip dalam Christiawan dan pada BPR, BPRS dan/atau Bank Umum. Tarigan (2007) menemukan terdapat hubungan

Peran outside directors dalam struktur antara kepemilikan manajerial dan kinerja BOD sebagai upaya untuk mengurangi potensi perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka terjadinya conflict of interest antara prinsipal dan maka dapat diambil suatu hipotesis:

agen karena outside directors tersebut berperan

H 1 : Kepemilikan manajerial berpengaruh

dalam fungsi pengawasan (monitoring) dan positif terhadap kinerja keuangan pengendalian (controlling) terhadap berbagai

BPR.

kebijakan perusahaan. Fama (1980) dan Weir et al. (2000) berpendapat bahwa fungsi utama

Pengaruh Proporsi Outside Directors Terhadap

outside directors adalah untuk memastikan

Kinerja Keuangan BPR

dewan direksi melaksanakan atau mengikuti

Struktur BOD yang berkembang di kebijakan yang konsisten dengan kepentingan Indonesia sesuai dengan UU RI No. 40 tahun pemegang saham. Sehingga kepentingan para 2007 tentang Perseroan Terbatas terdiri dari pemegang saham dapat terwakili oleh peran

2 (dua) lapis ( two-tier board), yakni Dewan outside directors dengan beberapa persyaratan Direksi dan Dewan Komisaris.

independensi yang melekat didalamnya

Menurut Rezaee (2009, 99) struktur BOD yang dinilai memiliki pandangan yang lebih ini merupakan warisan tradisi hukum sipil obyektif dalam mempertimbangkan kebijakan Belanda yang mengenalkan sistem birokrasi perusahaan. dan administrasi secara berjenjang. Struktur

Hasil penelitian Chtourou et al. (2001) dan dewan yang pertama yaitu supervisory board,

Dechow et al. (1996) dalam Sam’ani (2008) di Indonesia disebut dengan dewan komisaris mendukung pernyataan bahwa proporsi outside atau board of commissioner (BOC) dimana directors berhubungan positif dengan kinerja chairman atau komisaris utama sebagai ketua perusahaan. Ini juga sejalan dengan hasil dewan komisaris tersebut. Struktur dewan yang

penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) kedua yaitu management board, disebut dengan

yang memperoleh bukti empiris dimana outside dewan direksi atau board of director (BOD) directors memiliki pengaruh positif terhadap dimana dewan direksi dipimpin oleh chief

kinerja perusahaan. Sebaliknya hasil penelitian executive officer (CEO) atau direktur utama.

oleh Baysinger et al. (1991) menyatakan bahwa

BI melalui Peraturan Bank Indonesia No. proporsi outside directors memiliki hubungan 8/26/PBI/2006 tentang BPR menyatakan negatif dengan kinerja perusahaan. Sedangkan bahwa independensi direksi BPR meliputi: (1)

pendapat yang menyatakan bahwa outside Anggota direksi dilarang memiliki hubungan directors bukan merupakan faktor dari kinerja keluarga dengan anggota direksi lainnya dan dikemukakan oleh Kesner dan Johnson (1990) anggota dewan komisaris, (2) Anggota direksi

dalam Wardhani (2006).

dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Keberadaan outside directors dalam direksi atau pejabat eksekutif pada lembaga komposisi BOD pada BPR diduga berpengaruh perbankan, perusahaan atau lembaga lain, terhadap kinerja BPR. Dengan meningkatnya (3) Anggota direksi dilarang memberikan jumlah outside directors dalam BPR diharapkan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan pengawasan terhadap manajemen BPR dalam tugas dan wewenang tanpa batas. Sedangkan melaksanakan kebijakan perusahaan menjadi untuk dewan komisaris independensi yang semakin kuat. Dengan monitoring yang disyaratkan oleh BI melalui PBI No. 8/26/ efektif tersebut diduga dapat mengendalikan PBI/2006 meliputi: (1) Anggota dewan manajer untuk tidak melakukan tindakan yang komisaris hanya dapat merangkap jabatan menguntungkan dirinya sendiri. Berdasarkan komisaris paling banyak pada 2 BPR/BPRS uraian di atas maka dapat diambil hipotesis: lain (2) Anggota dewan komisaris dilarang

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 193

H 2 : Proporsi outside directors berpengaruh

Hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai positif terhadap kinerja keuangan pengaruh jumlah BOD terhadap kinerja

BPR.

perusahaan masih menunjukkan adanya perbedaan. Yermack (1996) dalam Sam’ani

Pengaruh Jumlah Board of Directors

(2008), Beiner et al. (2003) menemukan

terhadap Kinerja Keuangan BPR

hubungan negatif antara jumlah BOD dengan Mizruchi (1983) dalam Wardhani (2006) kinerja perusahaan. Mereka juga berpendapat menyatakan bahwa BOD merupakan pusat bahwa sistem CG yang tidak berjalan dengan dari pengendalian dalam perusahaan serta baik dalam perusahaan juga dikarakteristikkan merupakan penanggung jawab utama dalam dengan jumlah BOD yang besar. Jumlah BOD tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan

yang besar dinilai dapat menimbulkan kesulitan secara jangka panjang. Struktur BOD yang dalam berkomunikasi dan mengkoordinir berkembang di Indonesia sesuai dengan UU RI

kerja dari masing-masing anggota dewan itu No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

sendiri serta dapat menimbulkan kesulitan terdiri dari 2 (dua) lapis ( two-tier board), yakni

dalam mengambil keputusan yang berguna dewan direksi dan dewan komisaris. Direksi bagi perusahaan (Yermack 1996; Jensen 1993 berwenang dan bertanggung jawab penuh dalam Sam’ani 2008). atas pengurusan perseroan untuk kepentingan

Bertolak belakang dengan pendapat di perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan atas penelitian Wardhani (2006) menemukan perseroan serta mewakili perseroan, baik di adanya hubungan yang positif antara jumlah dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan

BOD dengan probabilitas perusahaan dalam ketentuan anggaran dasar, sedangkan dewan menghadapi kesulitan keuangan. Hal ini sejalan komisaris bertugas melakukan pengawasan dengan penelitian Belkhir (2008) terhadap 174 secara umum dan/atau khusus sesuai dengan bank dan perusahaan simpan-pinjam yang anggaran dasar serta memberi nasihat kepada

terdaftar pada Standard & Poor’s 1500 dengan direksi.

data dari tahun 1995-2002 yang menemukan Banyak sedikitnya jumlah BOD

bukti adanya hubungan positif antara jumlah mempunyai pengaruh yang besar terhadap direktur dan kinerja perusahaan. mekanisme CG. Fungsi pengawasan dan

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pengendalian menjadi salah satu item dalam pandangan resources dependence dimana menilai kuatnya CG melekat dalam struktur jumlah dewan yang besar menguntungkan BOD, sehingga dengan jumlah direktur yang perusahaan (Pfefer 1973; Pearce dan Zahra 1992 optimal dapat mengendalikan setiap keputusan

sebagaimana dikutip Faizal 2004). Selanjutnya bisnis perusahaan (Raheja 2005).

juga diungkapkan bahwa peningkatan jumlah Jumlah BOD dalam BPR dinilai dapat dan diversitas dari dewan akan memberikan mempengaruhi kebijakan, strategi serta manfaat bagi perusahaan karena terciptanya prosedur pengendalian internal dalam rangka network dengan pihak luar perusahaan dan pengelolaan BPR yang sesuai dengan ketentuan

menjamin ketersediaan sumberdaya. prudential banking. Jika peran dan fungsi BOD

Jika dikaitkan dengan besaran perusahaan, dalam BPR dijalankan dengan baik, maka dapat

makin besar ukuran perusahaan, secara umum diduga pihak manajemen akan lebih berhati-

makin tinggi kompleksitas transaksinya. hati dalam pelaksanaan kegiatan operasional Terkait dengan perbankan, makin besar bank BPR, karena jumlah BOD dinilai berkaitan maka makin kompleks transaksi dan tekanan dengan kuat lemahnya pengawasan terhadap publik yang dihadapi oleh bank. Untuk itu manajemen BPR. Hal ini dapat mengurangi makin besar bank maka makin banyak jumlah potensi kerugian akibat resiko operasional BOD yang dibutuhkan. Hal ini mengingat BPR sehingga dapat mempengaruhi kinerja jumlah BOD berperan dalam memainkan fungsi BPR dari waktu ke waktu.

pengawasan dan pengendalian terhadap setiap

194 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

Tabel 1 Hasil Pemilihan Sampel

Kriteria-Kriteria Sampel

Jumlah

1. BPR Swasta di Jawa Tengah yang terdaftar dalam Direktori Perbankan 199 Indonesia tahun 2010

2. BPR Swasta di Jawa Tengah yang tidak menerbitkan laporan keuangan (38) tahun 2009

3. BPR Swasta di Jawa Tengah yang umurnya tidak diketahui (20)

Sampel yang digunakan

aktivitas perusahaan, yang juga berhubungan

2. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan efisiensi dan efektivitas BOD (Rezaee

(KPMM), diukur dari perbandingan 2009, 103) dalam mempertimbangkan

antara jumlah modal sendiri dengan aktiva keputusan perusahaan. Berdasarkan uraian di

tertimbang menurut risiko. atas maka dapat diambil hipotesis:

3. Loan to Debt Ratio (LDR), diukur dari total

H 3 : Jumlah BOD berpengaruh positif

kredit yang disalurkan dibagi dengan total

terhadap kinerja keuangan BPR

dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPR.

METODE PENELITIAN

4 . Return on Assets (ROA), diukur dari perbandingan antara net income atau laba

Populasi dalam penelitian ini adalah bersih sebelum pajak dengan total aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) swasta yang

yang dimiliki oleh BPR

beroperasi di Propinsi Jawa Tengah menurut Data kinerja keuangan ini sudah tersedia Direktori Perbankan Indonesia 2010. Teknik dalam laporan keuangan BPR tahun 2009 yang pengambilan sampel yang digunakan dalam dipublikasikan dalam Direktori Perbankan penelitian ini adalah purposive sampling

Bank Indonesia. Sedangkan variabel dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu. independen yang digunakan dalam penelitian

Tabel 1 menunjukkan hasil pemilihan sampel ini adalah tiga komponen mekanisme corporate penelitian.

governance yaitu:

1. Kepemilikan manajerial, diukur dengan Direktori Perbankan Indonesia di wilayah

Dari 199 BPR swasta yang terdaftar dalam

menjumlahkan total saham yang dimiliki propinsi Jawa Tengah pada tahun 2010, 141

oleh manajemen BPR (dalam hal ini BPR memenuhi persyaratan untuk menjadi

direksi dan komisaris) dibagi dengan sampel dalam penelitian ini. Dengan demikian

total keseluruhan saham BPR (Diyah dan sampel penelitian tersebut mewakili 70,85%

Widanar 2009).

dari populasi.

2. Proporsi outside directors, diukur dari Penelitian ini menggunakan data sekunder

jumlah direktur independen (dalam hal yang diperoleh dari laporan keuangan BPR

ini mencakup komisaris independen swasta tahun 2009 yang bersifat kuantitatif

dan direktur independen) dibagi dengan dan dipublikasikan dalam Direktori Perbankan

keseluruhan jumlah BOD (Belkhir 2008). yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

3. Jumlah board of directors (BOD), adalah Variabel dependen dalam penelitian ini jumlah direksi dan komisaris yang dimiliki adalah kinerja keuangan BPR yang diukur dari oleh perusahaan yang tertera dalam empat rasio keuangan sebagai berikut: laporan keuangan perusahaan pada tahun

1. Non Performing Loan (NPL), diukur dari jumlah kredit yang bermasalah

penelitian.

dibandingkan dengan total kredit yang Penelitian ini juga menggunakan varia- diberikan.

bel kontrol ukuran BPR dan umur BPR.

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 195

Darmawati et al. (2004) menyatakan pengaruh ukuran perusahaan terhadap corporate governance masih belum jelas arahnya. Perusahaan yang besar mungkin terdapat masalah keagenan yang besar, sehingga membutuhkan corporate governance yang lebih baik. Sebaliknya perusahaan kecil dapat memiliki kesempatan bertumbuh yang tinggi, sehingga membutuhkan mekanisme yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja supaya dapat memperoleh kepercayaan dari investor maupun kreditor dalam hal pengumpulan dana. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan dijadikan sebagai variabel kontrol, dan diukur dengan logaritma natural dari total aset yang dimiliki oleh BPR (Darmawati et al. 2004).

Variabel kontrol yang kedua adalah umur perusahaan, dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih tua telah menikmati pembelajaran sehingga memiliki tingkat kematangan yang lebih tinggi. Sehingga perusahaan yang lebih tua dianggap lebih profitable atau memiliki kinerja yang relatif lebih baik karena terlebih dulu menguasai kondisi pasar yang mencakup karakteristik, proses dan dinamika yang terjadi di pasar tersebut (Majumdar 1997 dalam Tania 2009). Umur perusahaan dihitung dari tahun berdirinya BPR hingga tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik inferensia dengan menggunakan analisis regresi berganda, dengan persamaan sebagai berikut:

KK =α+β 1 MOWN +β 2 OUT +β 3 BOD +

β 4 SIZE +β 5 AGE + e Keterangan:

α : konstanta β

: koefisien ε

: error KK

: Kinerja keuangan BPR MOWN: Prosentase Kepemilikan Manajerial OUT : Proporsi Outside Directors BOD : Jumlah Board of Directors SIZE : Ukuran Perusahaan AGE : Umur Perusahaan

HASIL DAN ANALISIS PENGUJIAN Statistik Deskriptif

Tabel 2 menyajikan hasil statistik deskriptif data penelitian. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa secara umum BPR swasta di Jawa Tengah selama periode penelitian memiliki kinerja keuangan rata-rata yang baik, kecuali NPL. Rata-rata NPL dari sampel sebesar 8,54% yang menunjukkan bahwa rasio NPL tersebut melebihi batas maksimum yang disyaratkan oleh BI sebesar 5%. BPR dengan rasio NPL lebih dari 5% berjumlah 72 BPR dimana jumlah ini merupakan separuh dari total sampel dalam penelitian ini. Hal ini dapat diartikan rata-rata BPR swasta di Jawa Tengah memiliki tingkat risiko kredit bermasalah yang tinggi. Kondisi ini terjadi diduga sebagai dampak kenaikan suku bunga selama tahun 2009 yang cukup tinggi. Sedangkan rata-rata kinerja keuangan untuk KPMM, LDR dan ROA telah sesuai dengan ketentuan BI, yaitu rata-rata KPMM lebih dari 8%, rata-rata LDR berada di antara rentang 78%-100%, dan rata- rata ROA sebesar 4,44%.

Rata-rata kepemilikan manajerial dalam BPR swasta di Jawa Tengah sebesar 36,207%. Meski demikian, terdapat 41 BPR yang tidak ada kepemilikan manajerial alias seluruh kepemilikan BPR oleh pihak di luar manajemen, namun sebaliknya ada 7 BPR dengan kepemilikan penuh oleh manajemen. Sedangkan untuk proporsi outside directors, rata-rata BPR swasta memiliki proporsi outside directors yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,89% atau sebesar tiga direktur independen. Dari Tabel 2 juga dapat diketahui jumlah rerata BOD (dalam hal ini direksi dan komisaris) yaitu sebesar 4 (empat) direktur. BPR swasta di Jawa Tengah rata-rata berumur 11 tahun, yang berarti BPR-BPR tersebut sudah cukup lama beroperasi.

Hasil uji korelasi (lihat Tabel 3) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki hubungan negatif dengan proporsi outside directors namun berhubungan positif dengan jumlah BOD. Ini berarti makin tinggi kepemilikan manajerial di BPR maka makin

196 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

Tabel 2 Statistik Deskriptif

Std. Dev.

Tabel 3 Ringkasan Hasil Pearson Correlation

Variabel NPL

BOD SIZE AGE

-.168 * -.166 * -.038 KPMM

.042 -.280 ** -.026 LDR

-.162 -.095 .001 ROA

.357 ** -.088 .075 OUT

1 -.309 ** .156 -.010 BOD

1 .065 -.015 SIZE

-.095 * .114 .156 .065 1 -.202 AGE

-.015 -.202 * 1 Keterangan: *), **), masing-masing signifikan pada 5% dan1%

sedikit jumlah outside directors namun makin KPMM ditemukan berhubungan negatif dengan banyak jumlah BOD. Tabel 3 menyajikan hasil

ukuran BPR, dimana makin besar ukuran uji korelasi untuk setiap variabel penelitian:

BPR maka makin rendah rasio kecukupan Tabel 3 juga menunjukkan bahwa ada modal minimumnya. Hasil uji korelasi ini hubungan antara rasio-rasio keuangan yang menunjukkan ada indikasi hubungan yang menjadi ukuran kinerja keuangan BPR. erat antara mekanisme corporate governance Rasio NPL ditemukan berhubungan positif dengan kinerja keuangan BPR. dengan rasio LDR dan berhubungan negatif

dengan rasio ROA. Ini berarti bahwa makin Pengujian Data

tinggi risiko kredit bermasalah yang dihadapi Dari tiga uji asumsi klasik yang dilakukan oleh BPR, maka akan makin tinggi likuiditas dalam penelitian ini (uji normalitas, uji perusahaan namun makin rendah earnings

heteroskedastisitas dan uji multikolonieritas), BPR. Selain itu, rasio NPL juga berhubungan hasil pengujian menunjukkan hanya uji negatif dengan jumlah BOD dan ukuran BPR,

multikolonieritas yang lolos sedangkan uji yaitu makin sedikit jumlah BOD dan makin normalitas tidak lolos dan terdapat masalah

kecil ukuran BPR maka makin tinggi risiko heteroskedastisitas. Dengan demikian data kredit bermasalah BPR. Sedangkan untuk rasio

residual tidak terdistribusi secara normal serta

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 197

faktor gangguan memiliki varians yang tidak yang dilihat dari kepemilikan manajerial, sama (heteroskedastisitas).

proporsi outside directors dan jumlah BOD, Dengan menggunakan asumsi central

berserta variabel kontrol ukuran dan umur limit theorem, dimana data cross section yang

perusahaan berpengaruh terhadap kinerja diambil dengan metode purposive sampling

keuangan BPR swasta yang diukur melalui dengan sendirinya dianggap berdistribusi NPL, KPMM, dan ROA. Ini berarti bahwa normal jika sampel yang digunakan telah mekanisme CG mempengaruhi kemampuan mendekati populasi (Anggono dan Baridwan

BPR swasta di Jawa Tengah dalam mengelola 2003). Data yang digunakan sebagai sampel tingkat kredit bermasalah, besaran modal sendiri,

penelitian ini berjumlah 141 (70,85% dari total dan pencapaian profitabilitasnya. Namun hasil populasi) dimana sampel penelitian ini cukup

penelitian ini menemukan mekanisme CG mendekati populasi sehingga berdasarkan tidak mempengaruhi kemampuan BPR swasta asumsi central limit theorem data sampel dalam aspek likuiditasnya yang diukur dengan dianggap memiliki residual yang berdistribusi

LDR.

normal. Mekanisme CG yang diukur dengan Mengacu pada Gujarati (2006) suatu model

kepemilikan manajerial ditemukan regresi yang mengandung heteroskedastisitas berpengaruh positif terhadap rasio NPL dan tidak merusak sifat unbiased dari koefisien-

berpengaruh negatif terhadap rasio ROA. koefisien metode kuadrat terkecil (OLS) dari Makin tinggi rasio NPL berarti kinerja BPR

model tersebut. Akan tetapi koefisien-koefisien makin buruk mengingat makin tinggi tingkat tersebut tidak lagi efisien sehingga dapat

kredit bermasalah (macet). Ini sejalan dengan menyebabkan inferensi dan prediksi mengenai

pernyataan Nasser (2003) bahwa semakin koefisien-koefisien populasinya akan keliru.

tinggi rasio NPL berpotensi menimbulkan Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perbaikan

masalah akibat buruknya kualitas kredit yang terhadap model regresi tersebut sehingga tidak

mengganggu kinerja bank. Sehingga hasil lagi mengandung heteroskedastisitas.

penelitian ini menunjukkan bahwa dengan Langkah perbaikan terhadap model regresi

meningkatnya kepemilikan manajerial akan yang mengandung heteroskedastisitas dapat menyebabkan meningkatnya non performing dilakukan dengan melakukan transformasi loan (tingkat kredit bermasalah) yang model awal dengan menggunakan metode dihadapi oleh BPR dan semakin rendah tingkat kuadrat terkecil tertimbang ( WLS) (Gujarati profitabilitas BPR. 2006). Weight variable digunakan untuk

Dengan kepemilikan saham yang tinggi membagi masing-masing observasi dari (rerata kepemilikan manajerial 36,20%) variabel dependen dan variabel independen, terdapat dugaan manajemen hanya berfokus dimana nilai estimasi variabel dependen mengejar target untuk mendapatkan bonus untuk masing-masing model dipakai sebagai dan keuntungan yang tinggi dari kegiatan

weight variable. Dengan melakukan regresi operasional BPR tanpa memperhatikan prinsip menggunakan metode WLS tersebut maka kehati-hatian sehingga dapat meningkatkan masalah heteroskedastisitas dapat diatasi.

jumlah kredit bermasalah (rerata NPL 8,54%). Meningkatnya jumlah kredit bermasalah akan

berdampak pada berkurangnya profit yang dapat dicapai oleh BPR di masa yang akan

Pengujian Hipotesis

Tabel 4 menunjukkan ringkasan hasil uji datang. Di samping itu dengan kepemilikan regresi dengan metode WLS untuk pengujian manajerial yang tinggi dapat diduga manajemen hipotesis. Berdasarkan Tabel 4, hasil uji F atas

dapat mempengaruhi proses pemilihan dewan persamaan regresi penelitian menunjukkan komisaris sesuai dengan keinginan manajemen

bahwa secara bersama-sama mekanisme CG tersebut sehingga dapat mengganggu objektivitas dari dewan komisaris tersebut.

198 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

Tabel 4 Ringkasan Hasil Regresi

Variabel Dependen

Adj. R 2 0,709

Keterangan: *), **), masing-masing signifikan pada 5% dan10% Tingginya rata-rata tingkat bunga atas kredit 5%-25% justru berhubungan negatif dengan

yang diberikan serta kemudahan pemberian kinerja perusahaan. kredit oleh BPR dibandingkan bank umum,

Mekanisme CG yang diukur dengan juga menjadi pendorong tingginya tingkat proporsi outside directors juga ditemukan kredit bermasalah.

berpengaruh positif terhadap rasio NPL dan Hasil penelitian ini mendukung penelitian berpengaruh negatif terhadap rasio ROA. Lasfer dan Faccio (1999), Suranta dan Ini berarti bahwa dengan semakin besarnya

Machfoedz (2003), Siallagan dan Machfoedz proporsi direksi yang bukan manajemen BPR (2006) yang membuktikan adanya hubungan ( outside directors) maka makin tinggi tingkat negatif antara kepemilikan manajerial dan kredit bermasalah yang dihadapi BPR dan kinerja perusahaan. Namun hasil ini tidak makin rendah kemampuan profitabilitasnya. sesuai dengan prediksi dan penelitian terdahulu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa oleh Jensen dan Meckling (1976), Iturriaga dan

proporsi outside directors yang cukup tinggi Sanz (1998) dalam Siallagan dan Machfoedz dalam komposisi BOD belum berperan secara (2006) yang menyatakan ada hubungan positif

maksimal dalam fungsi pengawasan terhadap antara kepemilikan manajerial dan kinerja manajemen perusahaan. Ada kemungkinan perusahaan.

keberadaan outside directors hanyalah Temuan ini juga mendukung penelitian sekedar untuk memenuhi ketentuan BI akan

Morck et al. (1998), McConnel dan Servaes keberadaan komisaris independen, tanpa (1990, 1995) sebagaimana dikutip dalam mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki.

Faizal (2005) yang mengemukakan bahwa Hal tersebut sejalan dengan penelitian Siregar dan Utama (2006) yang meng-

terdapat hubungan yang non monotonik ungkapkan bahwa pengangkatan direktur antara kepemilikan manajerial dengan kinerja independen oleh perusahaan mungkin hanya

perusahaan. Dalam penelitiannya Morck et al. (1998) dalam Faizal (2005) menyatakan dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi

tidak dimaksudkan untuk menegakkan praktik bahwa kepemilikan manajerial pada level 0%- 5% akan berhubungan positif terhadap kinerja, CG dalam perusahaan. Menurunnya kinerja

perusahaan dengan proporsi outside directors sedangkan kepemilikan manajerial pada level yang tinggi diduga karena peran dan fungsi

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 199

outside directors belum dijalankan dengan maksimal, sehingga pengawasan terhadap manajemen menjadi lemah. Selain itu terdapat dugaan bahwa meskipun outside directors tidak memiliki saham di BPR tersebut, namun outside directors tersebut diduga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemegang saham mayoritas sehingga dapat mempengaruhi sifat independensi outside directors. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh salah satu pihak untuk melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri yang dapat mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian oleh Baysinger et al. (1991), Godstein and Boeker (1991) dalam Wardhani (2006) yang membuktikan bahwa proporsi outside directors memiliki hubungan yang negatif dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini berlawanan dengan pandangan Beasley (1996) dalam Nasution dan Setiawan (2007) yang menyatakan masuknya dewan yang berasal dari luar perusahaan (outside directors) dapat meningkatkan efektivitas BOD dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Meskipun jumlah outside directors meningkat namun akibat adanya intervensi dari pemegang saham mayoritas menyebabkan peran outside directors dalam pengawasan pada manajemen menjadi lemah. Dengan kondisi ini ada kemungkinan manajemen melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri dengan mengabaikan prinsip prudential banking sehingga kinerja perusahaan menjadi turun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah BOD berpengaruh negatif terhadap rasio LDR. Ini membuktikan bahwa makin banyaknya personil yang duduk dalam jajaran komisaris dan direksi BPR, maka akan makin rendah kemampuan likuiditas BPR. Peraturan BI mengharuskan BPR menjaga tingkat LDR pada level 78-100%, sedangkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa kenaikan jumlah BOD membuat rasio LDR berkurang yang dapat menyulitkan BPR untuk memenuhi aturan BI tersebut. Ini berarti fungsi BPR

sebagai lembaga intermediasi tidak berjalan dengan maksimal. Akibatnya jumlah dana yang menganggur semakin besar sehingga dapat mengurangi kesempatan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Yermack (1996) dalam Sam’ani (2008) dan Beiner et al. (2003) yang mem- buktikan bahwa pengaruh dari jumlah BOD terhadap kinerja perusahaan adalah negatif signifikan. Jumlah BOD yang besar dinilai dapat menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri, serta dapat menimbulkan kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan termasuk keputusan manajemen yang berkaitan dengan LDR.

Penelitian ini juga menemukan bahwa secara menyeluruh mekanisme CG tidak ditemukan berpengaruh terhadap rasio KPMM. Ini berarti keberadaan mekanisme CG di BPR tidak mempengaruhi kemampuan BPR dalam aspek permodalannya. Caprio dan Levine (2002) sebagaimana dikutip dalam Sam’ani (2008) berpendapat bahwa tingkat regulasi yang tinggi merupakan salah satu faktor yang menghambat berkembangnya mekanisme CG dalam industri perbankan. Dalam penelitian ini tingkat regulasi yang tinggi dari BI diduga menyebabkan tidak berpengaruhnya mekanisme CG terhadap kinerja keuangan BPR yang diukur dari rasio KPMM. Dari data penelitian dapat diketahui bahwa rerata rasio KPMM dari BPR sampel adalah sebesar 25,9% dimana nilai tersebut jauh melebihi rasio minimum yang ditetapkan oleh BI.

Berdasarkan nilai rerata tersebut dapat diartikan bahwa usaha manajemen dalam menjaga tingkat KPMM yang layak lebih dipengaruhi oleh upaya pemenuhan aturan BI dan tidak dipengaruhi oleh besarnya kepemilikan manajerial, jumlah outside directors maupun jumlah BOD. Namun

koefisien negatif dari kepemilikan manajerial dan proporsi outside directors mengindikasikan

bahwa dengan meningkatnya kepemilikan manajerial dan proporsi outside directors

200 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2010, Volume 7 - No. 2, hal 187 - 204

menyebabkan rasio KPMM BPR menjadi turun. Hal ini dapat dimaknai bahwa dengan persentase kepemilikan manajerial yang tinggi (36,2%) terdapat dugaan bahwa manajemen cenderung mengabaikan kelayakan penyediaan modal minimum akibat dari fokus utama manajemen adalah untuk mengejar bonus dan keuntungan yang tinggi.

Dari hasil regresi dapat diketahui bahwa kepemilikan manajerial dan proporsi outside directors tidak berpengaruh terhadap rasio LDR. Hasil ini berarti perubahan rasio LDR tidak dipengaruhi oleh kedua mekanisme CG tersebut dan diduga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi. Penelitian Nasiruddin (2005) mengungkapkan bahwa rasio LDR pada BPR sangat dipengaruhi oleh besarnya tingkat bunga pinjaman pada masing-masing BPR tersebut. Sehingga dapat diduga tidak berpengaruhnya kepemilikan manajerial dan proporsi outside directors terhadap rasio LDR karena jumlah kredit yang disalurkan oleh BPR lebih dipengaruhi oleh tingkat suku bunga pinjaman yang berlaku, di mana suku bunga pinjaman ini lebih banyak ditentukan oleh BI sebagai regulator.

Dari hasil regresi diketahui bahwa variabel jumlah BOD tidak berpengaruh terhadap rasio ROA. Hasil ini menunjukkan besar kecilnya jumlah BOD tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya rasio ROA pada BPR. Pengaruh yang tidak signifikan dari jumlah BOD terhadap rasio ROA dalam penelitian ini dapat diduga karena BPR sampel dinilai memiliki jumlah BOD yang optimal dalam mengelola perusahaan. Dari data penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah BOD BPR sampel adalah sebesar 4 (empat) orang dan ROA yang dihasilkan memiliki rata- rata sebesar 4,4% yang menunjukkan bahwa dengan jumlah BOD tersebut dinilai mampu menghasilkan kinerja yang baik pada BPR.

Namun koefisien negatif dari jumlah BOD terhadap rasio ROA mengindikasikan bahwa jumlah BOD yang besar menyebabkan rasio

ROA menjadi turun. Jumlah BOD yang besar diduga dapat menimbulkan kesulitan dalam

berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri, serta dapat menimbulkan kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan. Selain itu bertambahnya jumlah BOD pada BPR akan memperbesar biaya agensi, antara lain biaya gaji, biaya rapat dan koordinasi serta biaya-biaya lain terkait dengan BOD, sehingga beban perusahaan menjadi lebih berat yang dinilai dapat menghambat kinerja perusahaan.

Variabel ukuran perusahaan yang merupakan variabel kontrol dalam penelitian

ini menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan BPR swasta yang diukur dari rasio NPL, KPMM dan ROA,

namun hal tersebut tidak berlaku terhadap rasio LDR. Koefisien negatif variabel ukuran perusahaan terhadap rasio NPL dan koefisien

positif variabel ukuran perusahaan terhadap rasio ROA mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, pengawasan yang dilakukan oleh pelaku pasar juga meningkat yang mendorong perusahaan untuk mengelola

perusahaan dengan lebih baik. Koefisien negatif variabel ukuran perusahaan terhadap

rasio KPMM menunjukkan bahwa semakin besar perusahaan menjadikan struktur modal perusahaan lebih didominasi oleh dana dari pihak ketiga dibandingkan dengan modal sendiri.

Sedangkan variabel umur perusahaan yang juga merupakan variabel kontrol dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap rasio NPL dan ROA. Koefisien negatif umur perusahaan terhadap rasio NPL mengindikasikan semakin lama perusahaan beroperasi maka akan menurunkan rasio kredit bermasalah karena perusahaan yang lebih tua dianggap menguasai kondisi pasar dan dinamika yang terjadi didalamnya. Penelitian ini juga menemukan makin tua umur perusahaan, makin rendah kinerja

profitabilitasnya. Hal ini diduga terkait dengan siklus hidup suatu perusahaan atau bisnis dimana makin lama perusahaan

sudah beroperasi, maka perusahaan tersebut menjadikan profitabilitas bukan sebagai

Okky Andriyan, Supatmi, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan… 201

prioritas utama pencapaian kinerja perusahaan, namun lebih kepada keberlanjutan perusahaan di masa yang akan datang, misalnya dengan meningkatkan aktivitas corporate social responsibility.

SIMPULAN

Dari hasil uji regresi yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa mekanisme CG yang diwakili oleh kepemilikan manajerial, proporsi outside directors, dan jumlah BOD

secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan BPR swasta yang