KOMPONEN STRUKTUR BAJA CONCRETE-FILLED STEEL TUBE (CFT) SEBAGAI INOVASI ALTERNATIF STRUKTUR KUDA-KUDA UNTUK BANGUNAN GEDUNG

KOMPONEN STRUKTUR BAJA CONCRETE-FILLED STEEL TUBE (CFT) SEBAGAI INOVASI ALTERNATIF STRUKTUR KUDA-KUDA UNTUK BANGUNAN GEDUNG STEEL STRUCTURE COMPONENT WITH CONCRETE-FILLED STEEL TUBE AS AN ALTERNATIVE INNOVATION OF ROOF TRUSS STRUCTURE FOR BUILDINGS SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sarjana

pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh DIMAS ACHMAD AFFANDI MASYHAR

NIM I 0106050

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Dimas Achmad A.M, 2012, Komponen Baja Concrete-Filled Steel Tube (CFT) Sebagai Inovasi Alternatif Struktur Kuda-Kuda Untuk Bangunan Gedung

Makalah ini menjelaskan mengenai penggunaan Steel Tube (ST) sebagai komponen struktur kuda-kuda, dengan mengelaborasi penggunaan komponen struktur Concrete-Filled Steel Tube (CFT) sebagai batang tekan kuda-kuda baja,dimana batang baja CFT dibentuk dari ST yang pada umumnya digunakan masyarakat sebagai material mebel, (iron furniture), kemudian diisi beton dan Steel tube (ST) sebagai batang tarik. Penelitian ini berawal dari permasalahan mengenai sering terjadinya kasus runtuhnya atap baja ringan sebagai akibat kegagalan struktur yang disebabkan belum adanya Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur mengenai perancangan struktur baja ringan. Berawal dari masalah tersebut memberi peluang untuk mencari alternatif pengganti struktur tersebut yaitu dengan Concrete-Filled Steel Tube (CFT). Analisa SAP 2000 versi

11 untuk membandingkan struktur rangka batang ST dan CFT memberikan hasil bahwa dengan pembebanan yang sama, defleksi yang terjadi pada struktur rangka batang CFT lebih kecil 20,08% dari defleksi yang terjadi pada struktur rangka batang ST.

Kata kunci : concrete-filled steel tube (CST), steel tube (ST)

Dimas Achmad A.M, 2012,The Structural Component of Concrete-Filled Steel Tube as an Alternative Innovation of Roof Trusses Structure for Buildings

This article explains about the use of Steel Tube (ST) as the structural component of trusses, by elaborating the structural component of Concrete-Filled Steel Tube (CFT) as the compressive beam for steel trusses, in which CFT beam is made of CFT used widely within the society as the furniture material (iron furniture), and then is filled in with concrete and Steel tube (ST) as impressive beam. This study departs from the problems concerning the light steel roof collapse case frequently occurring due to the structural failure because there has been no Indonesian National Standard (SNI) governing about the light steel structure design. Departing from this problem, an opportunity emerges to find the alternative structure, with Concrete-Filled Steel Tube (CFT). SAP 2000 version 11 analysis was carried out to compare the structure of ST and CFT beams frame providing that in the same loading, deflection occurring in the CFT beam frame structure is 20.08% less than that occurring in ST beam frame structure.

Keywords : concrete-filled steel tube (CST), steel tube (ST)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Berkembangnya kemajuan zaman dan bertambahnya masalah terutama dalam bidang konstruksi atap bangunan di dunia teknik sipil membuat mahasiswa harus memberikan kontribusi dalam memberikan alternatif pilihan struktur atap bangunan. Penulis berharap skripsi mengenai Struktur Baja Concrete-Filled Steel Tube (CFT) Sebagai Inovasi Alternadtif Struktur Kuda-Kuda untuk Industri Perumahan ini dapat membantu dan memberikan alternatif dalam menentukan konstruksi struktur atap yang stabil dan kuat, sehingga dapat memberikan pengetahuan bagi penulis dan orang lain yang membacanya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr.Ir.Agus P.Rahmadi, MSCE selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen Pembimbing Akademik.

2. S.A.Kristiawan, ST, M.Sc, Ph D selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 3. Wibowo, ST, DEA dan Achmad Basuki, ST, MT selaku Dosen Penguji Sidang

Pendadaran. 4. (Almarhum) Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa bagi

penulis. 5. Teman-teman angkatan 2006 (Rieda, Mas Winda, Edo Maharu, Doni) yang telah

membantu dalam Penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penelitian yang akan datang.

Surakarta, Februari 2012

Penulis

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .................................................................................. 70

5.2. Saran ............................................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 72

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kondisi Tekuk Berdasar Jenis Tumpuan Ujung .............................. 14 Tabel 2.2. Tegangan Leleh Baja Struktural berdasar Mutu Baja ...................... 24 Tabel 4.1.Pengujian Kuat Tekan Terhadap 3 Sampel Silinder Beton ............... 35 Tabel 4.2. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 1 ................... 37 Tabel 4.3. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 2 ................... 38 Tabel 4.4. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 3 ................... 39 Tabel 4.5. Data Modulus Elastisitas Beton ...................................................... 39 Tabel 4.6. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Steel Tube ................................ 40 Tabel 4.7. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Concrete-Filled Steel Tube ....... 40 Tabel 4.8. Tabel Perhitungan Tegangan-Regangan Steel Tube ......................... 41 Tabel 4.9. Tabel Perhitungan Modulus Elastisitas Steel Tube .......................... 41

Tabel 4.10. Tabel Perhitungan Tegangan-Regangan Concrete- Filled Steel Tube .......................................................................... 42 Tabel 4.11. Tabel Perhitungan Modulus Elastisitas Concrete- Filled Steel Tube .......................................................................... 43

Tabel 4.12. Hasil Pengujian Tarik Steel Tube .................................................. 44 Tabel 4.13. Perbandingan Modulus Elastisitas CFT Hasil

Analisis dengan Hasil Empiris.. ................................................... 46

Tabel 4.14. Variasi Panjang Benda Uji ........................................................... 46 Tabel 4.15. Pengujian Tekan Pada Masing-Masing Sampel ............................. 47 Tabel 4.16. Nilai Beban Kritis Hasil Pengujian Tekan Masing-

Masing Sampel ............................................................................. 49

Tabel 4.17. Nilai Sifat Material Concrete dan Steel ......................................... 50 Tabel 4.18. Perbandingan Nilai Defleksi ( ) ST dan CFT ................................ 55 Tabel 4.19. Beban Tekan Maksimum Untuk Batang ST dan Batang CFT ....... 55 Tabel 4.20. Rekapitulasi Gaya Batang dengan Variasi

Pembebanan untuk Struktur Rangka Batang ST ........................... 57 Tabel 4.21. Rekapitulasi Gaya Batang dengan Variasi Pembebanan untuk Struktur Rangka Batang CFT........ ............... 58

Tabel 4.22. Perbandingan Gaya Batang yang diijinkan dengan Gaya Batang yang Terjadi untuk Kuda-Kuda ST ......................... 59 Tabel 4.23. Perbandingan Gaya Batang yang diijinkan dengan Gaya Batang yang Terjadi untuk Kuda-Kuda CFT...................... 60

Tabel 4.24. Berat Penutup Atap masing-masing titik buhul............................ 62 Tabel 4.25. Berat Gording masing-masing titik buhul.....................................62 Tabel 4.26. Berat Plafond masing-masing titik buhul......................................63 Tabel 4.27. Beban Air Hujan dan Beban Pekerja masing-masing titik

buhul...............................................................................................64

Tabel 4.28. Beban Angin masing-masing titik buhul.......................................66 Tabel 4.29. Penguraian Beban Angin terhadap sumbu vertikal dan sumbu

horisontal masing-masing titik buhul..............................................67 Tabel 4.30. Defleksi yang terjadi pada kuda-kuda ST dan CFT (Joint Displacement )..................................................................................68

Tabel 4.31. Komponen Batang kuda-kuda yang mencapai beban kritis............69

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1. Jangkauan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan ......... 18 Grafik 2.2. Hubungan Kekuatan Kolom Terhadap Angka

Kelangsingan Untuk menentukan Euler Berdasar Panjang Batang.............................................................................. 18

Grafik 2.3. Bifurkasi dan Divergensi............................................................... 20 Grafik 4.1. Hubungan Regangan-Tegangan .................................................... 36 Grafik 4.2. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 1 ........................... 37 Grafik 4.3. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 2 ........................... 38 Grafik 4.4. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 3 ........................... 38 Grafik 4.5. Grafik Hubungan Panjang Batang dengan Beban Kritis ................ 49

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang sangat pesat mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan tempat tinggal atau perumahan. Sebagian masyarakat masih memiliki pemikiran konvensional, membangun rumah tempat tinggal menggunakan bahan dasar kayu untuk beberapa komponen struktur. Salah satunya struktur atap terutama pada konstruksi kuda-kuda. Kondisi saat ini pola penggunaan kayu untuk bahan konstruksi harus mulai dikurangi mengingat beberapa kondisi alam yang terjadi akhir-akhir ini akibat penebangan hutan.

Pemberitaan Antara News 70% dari luas daratan Indonesia adalah kawasan hutan atau sekitar 130 juta Ha. Dari jumlah tersebut,43 juta Ha merupakan hutan primer atau sekitar 42%. Namun kondisi saat ini 42 juta Ha sudah tak berhutan lagi alias gundul karena penebangan. Sehingga mulai sekarang ini perlu pembatasan penebangan hutan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi efek pemanasan global (global warming). Akibat dari pembatasan penebangan hutan tersebut, ketersediaan kayu di pasaran mulai langka dan kalaupun ada maka harganya relatif lebih tinggi dari harga normalnya.

Kondisi tersebut menyebabkan sebagian kalangan mulai beralih menggunakan baja ringan sebagai konstruksi rangka atap. Banyak merk dan produsen baja ringan menawarkan dengan berbagai keuntungan untuk menarik konsumen agar beralih menggunakan baja ringan. Beberapa keunggulan dari baja ringan dibandingkan kayu yaitu : baja ringan ditawarkan dengan harga lebih murah

berkisar Rp.140.000-Rp.200.000/m 2 , baja ringan beratnya sekitar 9-10 kg/m 2 lebih ringan daripada kayu 15-18 kg/m 2 , cara pemasangan relatif lebih cepat dan mudah karena proses penyambungan dilakukan dengan self driving screw,dan lebih tahan rayap.

Kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya fenomena kegagalan sistem atap baja ringan berupa runtuh atau ambruknya atap yang terbuat dari baja ringan karena tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus tentang keberadaan konstruksi baja ringan, dalam hal ini Standar Nasional Indonesia (SNI). Kegagalan sistem atap baja ringan bukan kebetulan semata, karena sering dijumpai bangunan runtuh setelah dibangun atau direnovasi yang menggunakan atap baja ringan. Hal ini menjadi bom waktu bagi para pemilik bangunan yang atapnya terbuat dari baja ringan.

Keruntuhan sistem atap baja ringan menurut Dr.Ir.Agus P.Rahmadi,MT diduga akibat profil baja ringan sendiri yang menggunakan profil jenis penampang terbuka (open section). Penggunaan material baja ringan open section memberi pengaruh besar terhadap kegagalan sistem baja ringan. Penampang open section memiliki pengertian bahwa penampang tersebut terbuka (profil C dan profil Z) sehingga tegangan maksimum yang terjadi meningkat hampir 70 kali lipat jika dibandingkan dengan penampang closed section.

Berawal dari permasalahan tersebut lahir sebuah ide untuk mencari solusi alternatif pengganti baja ringan yang lebih stabil. Akhirnya memilih material yang mudah diperoleh di pasaran dan memiliki harga yang relatif murah yaitu baja non- struktural yang pada masyarakat umum biasa digunakan untuk bahan mebeler atau pagar rumah.

Penelitian ini mengangkat topik penggunaan tabung baja persegi non-struktural (Steel Tube) atau yang disingkat ST untuk komponen utama struktur rangka batang dan selanjutnya mengkombinasikan beton diisikan ke dalam baja tabung (Concrete-Filled Steel Tube) atau yang disingkat CFT untuk menaikkan kaspasitas pikul beban material.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang muncul sebagai berikut :

1. Bagaimana modus kegagalan batang tekan yang terjadi pada sampel Steel Tube dan Concrete-Filled Steel Tube?

2. Bagaimana pengaruh pengisian beton pada Concrete-Filled Steel Tube dibandingkan Steel Tube?

3. Apakah material baja non-struktural dapat digunakan sebagai komponen utama struktur rangka batang (truss)?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Merancang suatu struktur rangka batang (truss) menggunakan baja non- struktural sebagai komponen utama struktur.

2. Mengetahui batas kekuatan tekan masing-masing elemen batang tekan berdasar uji tekan laboratorium, selanjutnya menentukan jenis keruntuhan batang tekan.

3. Memberikan pengetahuan mengenai pengaruh akibat pengisian beton ke dalam Steel tube.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan gambaran mengenai perancangan komposit baja non- struktural berisi beton (concrete-filled steel tube).

2. Memberikan pengetahuan mengenai sifat batang tekan pada material steel tube dan concrete-filled steel tube berdasarkan variasi panjang.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar penelitian dapat terarah sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini antara lain :

1. Kuda-kuda dirancang dengan menggunakan struktur rangka batang (truss) dengan bentang 6 m dan sudut kemiringan 25˚.

2. Struktur rangka pada penelitian ini menggunakan model dengan perletakan sendi-rol.

3. Struktur rangka merupakan struktur statis tertentu.

4. Baja yang digunakan adalah baja furniture (non struktural), metode concrete-filled steel tube.

5. Jenis baja adalah baja tabung persegi dimensi 40 mm x 40 mm dengan ketebalan ± 1,4 mm.

6. Cara pengisian beton dilakukan ke dalam tabung baja untuk batang tekan.

7. Beban yang bekerja adalah beban aksial tekan

8. Analisis 2 dimensi menggunakan SAP 2000

9. Uji pembebanan dilakukan secara bertahap dan akan dihentikan apabila salah satu batang mengalami keruntuhan, sehingga beban yang bekerja pada saat runtuh dianggap beban maksimum dan simpangan yang terjadi merupakan tekuk maksimum.

10. Tekuk yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah tekuk global.

11. Susut dalam sifat beton yang menjadi pengisi baja tidak diperhitungkan atau dibahas secara mendetail.

12. Sambungan yang digunakan kuda-kuda pada proses simulasi pembebanan dengan menggunakan program SAP 2000 versi 11 dianggap aman sampai mencapai beban kritis tertentu karena dalam penelitian ini tidak menyinggung mengenai bentuk sambungan joint.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Umum

Perencanaan suatu struktur dengan material komponen baru harus memiliki tujuan yang jelas agar dapat memenuhi persyaratan fungsi (functional requirement), persyaratan ekonomis (economical requirement) dan persyaratan keindahan (aesthetical requirement) . Ditinjau dari segi konstruksi perencanaan harus memenuhi 3 syarat yaitu aman, kuat, dan stabil.(Novianto Budi Nugroho,2008).

Rangka batang merupakan susunan elemen-elemen linier yang membentuk segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga menjadi bentuk rangka yang tidak dapat berubah bentuk bila diberi beban eksternal tanpa adanya perubahan bentuk pada satu atau lebih batangnya. Setiap elemen tersebut dianggap tergabung pada titik hubungnya dengan sambungan sendi, sedangkan batang-batang tersebut dihubungkan sedemikian rupa sehingga semua beban dan reaksi hanya terjadi pada titik hubung.

Prinsip yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur pemikul beban adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan bentuk stabil. Pada bentuk segiempat atau bujursangkar apabila dibebani maka akan terjadi deformasi masif dan menyebabkan struktur tidak stabil. Berbeda halnya dengan konfigurasi segitiga yang tidak dapat berubah bentuk atau runtuh, sehingga dapat dikatakan bahwa bentuk tersebut stabil. (Dian Ariestadi,2008)

Rangka batang baja umumnya merupakan struktur yang dibangun dari anggota- anggota individual yang secara bersama membentuk suatu rangka segitiga. Titik hubung bisa baut, las, atau dipasak. Tapi dalam pembahasan sekarang ini titik hubung diandaikan berfungsi sebagai sendi-sendi licin, dengan demikian anggota- Rangka batang baja umumnya merupakan struktur yang dibangun dari anggota- anggota individual yang secara bersama membentuk suatu rangka segitiga. Titik hubung bisa baut, las, atau dipasak. Tapi dalam pembahasan sekarang ini titik hubung diandaikan berfungsi sebagai sendi-sendi licin, dengan demikian anggota-

Sambungan dapat dilakukan dengan las, baut, ataupun paku keling yang kemungkinan akan memberikan pengaruh sekunder karena garis berat alat sambung umumnya tidak selalu berhimpit secara tepat dengan garis berat batang. Eksentrisitas alat sambung ataupun tidak sempurnanya garis berat bertemu pada titik buhul, memberikan efek sekunder yang bersifat lokal, namun lazimnya cukup kecil dan dapat diabaikan dalam praktek. (Binsar Hariandja, 1996)

Dalam membentuk batang tersusun diperlukan penghubung berupa plat atau batang. Penghubung berfungsi menahan gaya lintang sepanjang kolom sehingga batang tersusun dapat bekerja sebagai satu kesatuan dalam mendukung beban. Batang-batang susun dapat disusun melintang, transversal, diagonal atau kombinasi keduanya. (Padosbajoyo, 1991)

2.1.2. Stabilitas Rangka

Prinsip utama yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur pemikul adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan bentuk stabil. Hal ini mengakibatkan konfigurasi segitiga pada batang-batang dan sudut yang terbentuk di antara dua batang tidak akan berubah meskipun struktur stabil tersebut dibebani. (Scholdek, L.D, 1999)

Struktur rangka batang (truss) terdiri dari tiga elemen batang, yaitu batang tekan, batang tarik dan batang netral. Rangka batang merupakan struktur yang terbangun dari anggota-anggota elemen yang secara bersamaan membentuk suatu rangka segitiga. Penyusunan elemen yang menjadikan konfigurasi segitiga akan Struktur rangka batang (truss) terdiri dari tiga elemen batang, yaitu batang tekan, batang tarik dan batang netral. Rangka batang merupakan struktur yang terbangun dari anggota-anggota elemen yang secara bersamaan membentuk suatu rangka segitiga. Penyusunan elemen yang menjadikan konfigurasi segitiga akan

Syarat untuk suatu konstruksi rangka batang menjadi statis tertentu adalah dengan menentukan reaksi tumpuan dan gaya batang masing-masing dengan syarat keseimbangan. Suatu konstruksi dengan jumlah titik simpul (k) akan mempunyai dua kali ketentuan keseimbangan untuk menentukan gaya batang (s) masing- masing dan reaksi tumpuan (a) masing-masing, Frick Heinz menemukan persamaan :

Efek dari beban eksternal menyebabkan keadaan tarik murni atau tekan murni pada setiap batang. Batang tarik merupakan batang yang menerima beban tarik aksial pada ujung-ujung elemen, sedangkan batang tekan merupakan batang yang menerima beban tekan aksial. Untuk batang tekan kemungkinan keruntuhan yang terjadi disebabkan karena keruntuhan tekuk (buckling) akibat pengaruh batang panjang yang menerima gaya tekan. Hal itu disebabkan kapasitas beban batang tekan berbanding terbalik dengan kuadrat panjang batang. Gaya tarik atau tekan ini dapat timbul pada setiap batang dan mungkin saja terjadi pola bergantian antara tarik dan desak.

2.1.3. Concrete-Filled Steel Tube (CFT)

Nilai kekuatan ikatan antara baja dan beton pada struktur Concrete-Filled Steel Tube (ICST) bervariasi sekitar 0,4-1,0 MPa. Peneliti menyimpulkan bahwa ikatan tersebut tidak berhubungan dengan umur, kekuatan beton, panjang interface atau diameter tabung melainkan mikro-makro penguncian dan kekasaran permukaan baja. Peneliti mengusulkan kekuatan ikatan baja-beton sebesar 1 MPa untuk desain. (Virdi dan Dowling, 1975)

Perilaku tabung baja diisi beton, hasil eksperimen menunjukkan bahwa beton pengisi dapat menunda terjadinya tekuk dari tabung baja dan meningkatkan sifat daktililasnya. Perbandingan eksperimen dengan hasil prediksi yang ditentukan berdasarkan metode yang mendukung menunjukkan bahwa kapasitas beban aksial hasil perhitungan prediksi mencakup hasil kapasitas beban (kekuatan tinggi baja tabung diisi beton) memiliki tingkat akurasi 85 % terhadap kuat tekan baja tabung diisi beton. Eksperimen ini menunjukkan bahwa daktilitas kelengkungan balok kolom-kekuatan tinggi menurun secara signifikan dengan peningkatan beban aksial atau rasio b / t (lebar/ketebalan) tabung baja. (A. H. Varma ; J. M. Ricles ; R. Sause ; B. K. Hull ; and L. W. Lu, 2000)

Tabung diisi beton adalah anggota struktural komposit yang terdiri dari tabung baja dan beton pengisi. Komposit struktur ini mengoptimalkan kontribusi kedua komponen dengan meningkatkan efisiensi geometris mereka dan menggabungkan kekuatan yang melekat dari keduanya. Dinding pengisi beton dibatasi oleh tabung baja, sehingga dalam keadaan triaksial kompresi dapat meningkatkan kekuatan dan kapasitas regangan beton. Pengisian beton pada baja perimeter secara optimal, dapat menunda terjadinya local-global buckling tabung. Struktur ini

mudah dan cepat dibangun dan menghasilkan kompresi yang signifikan. (Charles W. Roeder, Dawn E. Lehman, Erik Bishop, 2010)

Penggunaan tabung baja yang diisi beton dalam berbagai bidang konstruksi tidak hanya memberi solusi yang menarik, tetapi juga menyediakan peningkatan beban daya dukung tinggi, menghemat anggaran biaya dan menyajikan konstruksi yang cepat. Penggunaannya dalam bangunan bertingkat telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena manfaat kapasitas yang mampu memikul beban yang besar untuk penampang yang relatif lebih diperkecil.

Penggunakan pengekangan dalam bentuk tabung baja dapat meningkatkan daktilitas dari kondisi normal atau menjaga kekakuan beton. Bekisting atau penguatan beton terutama bagian permukaan untuk menjaga dari bentuk permukaan beton dan mengurangi abrasi permukaan. Tekuk lokal yang terjadi pada bagian dinding baja yang relatif lebih tipis dapat ditunda atau dicegah,

Keuntungan dari tabung baja diisi beton Concrete-Filled Steel Tube (CFT), antara lain:

1. Menggabungkan sifat kekakuan material baja dan sifat tekan beton sehingga memperoleh kekuatan yang lebih besar dan lebih kaku.

2. Pengikatan beton ke dalam baja meningkatkan kekuatan beton.

3. mengurangi ukuran penampang batang yang diperlukan.

4. tabung baja selain sebagai fungsi struktur, menjadi bekisting permanen untuk beton.

5. Tahan gempa karena keuletan yang tinggi dan sifat menyerap enegi. Kekurangan utama adalah degradasi sifat baja ketika terkena api, tetapi elemen-

elemen ini mungkin dilindungi oleh penyemprotan retardants api ke permukaan luar tabung baja atau dengan eternit menggunakan dan isolasi rock wol. Selain itu, kapasitas dukung beban di bawah api dapat ditingkatkan dengan menggunakan batang tulangan internal.

2.1.3. Desain Struktur Rangka Batang

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mendesain struktur rangka batang adalah konfigurasi eksternal, pola segitiga, penggunaan material dan cara mendesain. Efisiensi struktural perlu diperhatikan untuk meminimalkan jumlah bahan yang digunakan.

Apabila bahan dan ukuran penampang melintang telah ditentukan maka yang perlu menjadi perhatian khusus adalah mengenai gaya batang. Batang yang hanya memikul gaya tarik atau batang tarik dapat direncanakan terhadap penampang melintang yang lebih kecil daripada batang yang memikul gaya tekan atau batang tekan yang besarnya sama. Batang tarik membutuhkan luas penampang yang diperlukan sama dengan gaya tarik dibagi tegangan ijin. Batang tekan perlu diperhitungkan secara mendalam karena adanya efek keruntuhan tekuk (buckling) yang akan terjadi jika batang yang terlalu panjang memikul gaya tekan. Batang tekan yang panjang memiliki kapasitas pikul beban batang tekan berbanding

Teori tersebut untuk mendesain suatu struktur rangka batang agar memiliki lebih banyak batang yang memikul gaya tarik atau apabila terdapat batang tekan maka sebisa mungkin menggunakan batang tekan yang pendek untuk menghindari terjadinya tekuk.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Analisa Batang

Batang yang menyusun sebuah struktur dikategorikan ke dalam dua jenis batang berdasarkan panjangnya yaitu batang pendek dan batang panjang. Batang pendek diartikan sebagai jenis batang yang kegagalannya berupa kegagalan material (ditentukan oleh kekuatan material), dapat juga dikatakan bahwa batang pendek adalah elemen struktur batang yang mempunyai nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Sedangkan batang panjang adalah batang yang kegagalannya ditentukan oleh tekuk (buckling), jadi kegalannya karena ketidakstabilan (Instability), bukan karena kekuatan. Dengan kata lain elemen struktur tekan yang semakin panjang akan semakin langsing yang disebabkan oleh proporsinya, hal ini pun merupakan definisi dari batang panjang.

2.2.2. Tekuk Kolom (Buckling)

Masalah stabilitas struktur yang paling klasik adalah masalah tekuk kolom. Bahaya tekuk timbul jika kolom diberi gangguan kecil pada arah lateral. Keseimbangan kolom tersebut dapat diilustrasikan sebagai dua bola yang terletak pada puncak dan lembah sebuah gelombang.

Bola (a) yang terletak pada puncak akan tergelincir akibat gangguan kecil, tapi bola (b) tetap stabil dan kembali pada posisi semula setelah gangguan kecil. Tanpa gangguan kecil kedua bola tetap pada posisi seimbang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stabilitas adalah ukuran yang menyatakan apakah dapat terjadi perubahan posisi dari seimbang menjadi tidak seimbang. Sedangkan kesimbangan menyatakan apakah terjadi perpindahan atau tidak. Jadi fenomena stabil dan tidak stabil berbeda dengan fenomena seimbang dan tidak seimbang. Jika seimbang dan tidak seimbang disebut fenomena stabilitas statik maka masalah teknik dan tidak tertekuk disebut fenomena stabilitas geometri. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Keseimbangan dinamis dan statis Gambar 2 (a) adalah keadaan seimbang dinamik dan tidak seimbang statik. Dan

Gambar 2 (b) adalh keadaan seimbang statik dan dinamik. Keadaan seimbang statik terdiri dari seimbang netral, seimbang tidak stabil dan seimbang stabil. Batas kemampuan batang untuk memikul beban tekan sangat bergantung pada panjang dan dimensi melintang penampang, selain itu juga sangat dipengaruhi sifat material yang digunakan.(Dewi, Sri Murni, dkk, 2007) Konsep stabilitas sering dijelaskan dengan mempertimbangkan pada kesetimbangan bola dalam 3 posisi. Posisi pertama (a) jika bola mendapatkan sedikit gaya yang bekerja pada bola tersebut maka bola akan bergerak sebagai bentuk reaksi dari gaya yang ditimbulkan. Tetapi jika gaya tersebut dihilangkan maka posisi bola akan kembali ke posisi semula. Kondisi tersebut dikatakan sebagai kesetimbangan yang stabil. Sebagai perbandingan, jika bola dalam posisi yang kedua (b) mendapatkan sedikit gaya, bola tersebut akan terus menerus Gambar 2 (b) adalh keadaan seimbang statik dan dinamik. Keadaan seimbang statik terdiri dari seimbang netral, seimbang tidak stabil dan seimbang stabil. Batas kemampuan batang untuk memikul beban tekan sangat bergantung pada panjang dan dimensi melintang penampang, selain itu juga sangat dipengaruhi sifat material yang digunakan.(Dewi, Sri Murni, dkk, 2007) Konsep stabilitas sering dijelaskan dengan mempertimbangkan pada kesetimbangan bola dalam 3 posisi. Posisi pertama (a) jika bola mendapatkan sedikit gaya yang bekerja pada bola tersebut maka bola akan bergerak sebagai bentuk reaksi dari gaya yang ditimbulkan. Tetapi jika gaya tersebut dihilangkan maka posisi bola akan kembali ke posisi semula. Kondisi tersebut dikatakan sebagai kesetimbangan yang stabil. Sebagai perbandingan, jika bola dalam posisi yang kedua (b) mendapatkan sedikit gaya, bola tersebut akan terus menerus

Gambar 2.3. Konsep Stabilitas Akibat karakteristik ketidakstabilan tersebut akan terjadi perubahan geometri yang

dihasilkan oleh kehilangan kemampuan memikul beban tersebut. Apabila beban P < Pcr, maka kondisi struktur masih berada dalam keadaan stabil, dan sebaliknya jika P > Pcr maka struktur berada pada kondisi tidak stabil. Nilai Pcr adalah suatu nilai yang menjadi batasan kondisi struktur stabil atau tidak stabil. Apabila penerapan beban melebihi Pcr, maka struktur akan mengikuti pola keruntuhannya dan tidak dapat kembali lagi pada kondisinya semula, dengan kata lain telah terjadi perubahan geometri dan sifat tegangan regangan bahan tersebut. Masalah ini menjadi isyarat bagi perencana struktur untuk diterapkan selain pertimbangan tercapainya kekuatan, kekakuan juga harus mempertimbangkan kondisi kestabilan.

Gambar 2.4. Konsep Batang Tertekuk

Kondisi a

Kondisi b

Kondisi c

P<P cr

P=P cr P>P cr Kolom memikul beban lebih kecil dari beban kolom

mencapai beban tekuk kritis

Kolom memikul beban lebih besar dari beban tekuk.

Apabila kolom mengalami defleksi

kecil,

masih

dimungkinkan kembali ke konfigurasi semula apabila bebannya dihilangkan.(kondisi elastic).

Apabila kolom mengalami defleksi linier, maka akan tetap pada konfigurasi baru meskipun beban dihilangkan.

Kolom akan terus terdeformasi pada pembebanan konstan sampai mencapai keruntuhan total.

Sumber : Schodek Daniel L. Struktur, Cetakan Pertama

Tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban. Saat kondisi tekuk terjadi, tingkat gaya internal yang timbul sebagai reaksi pembebanan dapat sangat rendah. Kondisi tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur, sehingga dapat dikatakan bahwa suatu elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan elemen yang kekakuannya besar. Semakin langsing suatu elemen struktur, semakin kecil kekakuannya.

(a)

(b)

(c)

Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk atau beban kritis (P cr ) antara lain panjang kolom, perletakan kedua ujung kolom, dimensi dan bentuk penampang kolom. Kemampuan pikul beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat penampang kolom. Selain itu,faktor lain yang menentukan nilai P cr adalah yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material, bentuk serta dimensi penampang). Kolom cenderung menekuk ke arah sumbu terlemah. Tetapi, elemen tersebut dapat juga mempunyai kekakuan cukup pada sumbu lainnya untuk menahan tekuk. Dengan demikian, kapasitas pikul beban elemen tekan bergantung juga pada bentuk dan dimensi penampang. Ukuran penampang ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia (I). Faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi besarnya beban tekuk P cr adalah kondisi ujung elemen struktur. Apabila ujung-ujung suatu kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul beban yang lebih kecil dibandingkan dengan kolom yang sama yang kedua ujungnya dalam kondisi dijepit. Terdapat empat kondisi yang umum ditemui pada batang panjang dengan penampang melintang yang relatif kecil dalam menerima gaya aksial dan mengalami peristiwa tekuk seperti gambar di bawah ini: Tabel 2.1. Kondisi Tekuk Berdasar Jenis Tumpuan Ujung

b. kolom jepit-jepit b. kolom jepit-bebas a. kolom sendi-sendi b. kolom jepit-bebas A B C D

Pernyataan untuk beban kritis dari kolom dengan kondisi seperti pada gambar telah ditemukan oleh ahli matematika Swiss L.Euler pada tahun 1783 yakni dengan melakukan penurunkan dari persamaan differensial garis elastic.

Sebagai contoh diambil kondisi kedua dari empat kondisi di atas yakni : kolom langsing panjang sama dengan l pada bagian bawahnya dijepit sedangkan pada ujungnya yang lain bebas diberikan gaya tekan aksial P. Maka pada sebuah titik yang berjarak X dari dasar akan terjadi momen lentur sebesar :

Berdasarkan persamaan garis elastik

"# $sehingga diperoleh %

Dengan menggunakan elastik

"# , maka persamaan menjadi:

Penyelesaian persamaan tersebut akan memperoelh persamaan matematik umum yaitu:

Untuk mengetahui konstanta C 1 dan C 2 maka menggunakan syarat-syarat batas sebagai berikut:

1. Untuk titik A berlaku bila x = 0; y = 0 berarti C 2 = -d

2. Untuk titik A berlaku bila x = 0; = 0 berarti C 1 =0

Dari kedua syarat batas tersebut persamaan ' ( )*+ % ' ,-) % Menjadi

,-) %

3. Untuk titik B berlaku bila % .; didapat ,maka persamaan menjadi

,-) .

atau ,-) . atau

,-) .

Dari persamaan tersebut menunjukkan ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu:

1. bila ujung kolom tetap ditempat atau kolom tetap tegak dalam kondisi seimbang.

2. ,-) .

berarti diperoleh nilai . / atau

4. Nilai

disubstitusikan ke dalam persamaan

"# akan menghasilkan persamaan rumus gaya tekuk menurut Euler, yaitu:

Bila rumus ini disubstitusikan ke dalam persamaan ,-) % akan menghasilkan persamaan Elastis untuk kolom. Dengan cara yang sama didapat rumus gaya tekuk euler untuk empat kondisi sebagai berikut:

Kondisi tekuk 1 sendi-sendi dimana panjang tekuk .

Kondisi tekuk 2 jepit-bebas dimana panjang tekuk .

Kondisi tekuk 3 jepit-jepit dimana panjang tekuk .

Kondisi tekuk 4 jepit-sendi dimana panjang tekuk .

Ke empat rumus gaya tekuk euler tersebut dapat dihitung tegangan kritis yang berlaku sampai batas berlakunya hukum hooke, yaitu:

Dengan menggunakan jari-jari inersia 9 345 # :;<

4 :;< merupakan angka kelangsingan , sehingga rumus tegangan kritis menjadi:

7 ABC $ Tegangan ini menggambarkan suatu diagram lengkung asimtuth

Karena tegangan kritis berlaku dalam bats hokum hooke, maka :

7 /" D E 7F atau B G /" HI

Grafik 2.1. Jangkauan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan

Sumber : Salmon, Charles G, Struktur Baja Desain dan Perilaku, Jilid I Edisi Kedua

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pada tiang-tiang yang mempunyai faktor kerampingan yang besar, tekuk akan timbul sebelum tegangan tekan mencapai batas elastisitas p , jadi dalam hal ini kekuatan kolom ditentukan oleh rumus Euler, sehingga dapat dengan gambar sebagai berikut :

Grafik 2.2. Hubungan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan Untuk menentukan Euler Berdasar Panjang Batang

200 150 100 50 100

4000 3000

2000 1000

Tetramayer

Euler

2.2.3. Batas Berlaku Persamaan Euler

Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom.

Dari persamaan berikut apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang,maka diperoleh:

8 8 Dimana i 2 = #

= maka diperoleh :

8J 9K Dimana L M

adalah angka kelangsingan ( ) maka diperoleh

B Batang tekan panjang akan runtuh akibat tekuk elastic, dan batang tekan pendek

dapat dibebani sampai bahan tersebut meleleh atau sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada kondisi umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk in elastic (tidak elastis).

Kondisi umum kolom merupakan satu kesatuan dan tidak dapat berlaku secara bebas tetapi kenyataannya tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dan tak stabil yang terjadi pada batang tekan. Sehingga penentuan beban maksimum tidak selaras dengan hasil percobaan. Hasil percobaan meliputi pengaruh bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tak terduga, tekuk setempat dan tegangan sisa.

2.2.4. Keadaan Pasca Tekuk

Deformasi tekuk yang besar berakibat menimbulkan tegangan atau gaya dalam yang melebihi kekuatan nominal bahan. Kondisi akhir dari deformasi tekuk adalah menimbulkan leleh atau plastis. Pada kondisi struktur statis tertentu, leleh atau plastis akan menimbulkan keruntuhan, tetapi pada beberapa struktur yang lain setelah terjadi leleh akan timbul keseimbangan baru yang disebut keadaan pasca tekuk. Keseimbangan baru yang terjadi dapat berupa keseimbangan stabil dan dapat pula keseimbangan yang tidak stabil. Hubungan P-keadaan denganperilaku pasca tekuk dapat dilihat pada gambar

B ifu rk a s i

D iv e rg e n s i

Grafik 2.3. Bifurkasi dan Divergensi

Kondisi stabilitas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tekuk bifurkasi dan tekuk divergensi. Tekuk bifurkasi adalah tekuk yang terjadi akibat pengaruh gaya tekan yang bekerja sendiri. Sedangkan tekuk divergensi adalah tekuk yang terjadi akibat pengaruh gaya tekan yang bekerja bersamaan dengan gaya lateral (gaya pada arah perpindahan tekuk).

Perpindahan tekuk dibedakan menjadi dua yaitu perpindahan lateral (tegak lurus dengan gaya tekan), perpindahan rotasi atau torsi (terjadi pada tekuk puntir atau warping pada balok dan kolom tipis / open section.

Batang jika dikategorikan berdasar gaya yang diterima, dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

2.2.4.1. Batang Tekan

Batang tekan adalah elemen struktur yang memikul gaya tekan aksial. Batang tekan dapat berupa batang tepi, batang diagonal, batang vertikal, dan batang- batang pengekang (bracing). Kondisi sebenarnya batang tekan tidak hanya memikul gaya tekan aksial melainkan juga bekerja gaya-gaya lain seperti momen lentur, gaya lintang maupun torsi.

Perencanaan batang tekan sedikit lebih sulit daripada perencanaan batang tarik karena efek tekuk lateral yang menimbulkan momen sekunder (secondary moment) selain gaya aksial tekan. Efek tekuk lateral ini dipengaruhi oleh kelangsingan kolom yaitu perbandingan antara panjang efektif kolom dengan jari- jari girasi penampang kolom. Keadaan dimana nilai kelangsingan sangat kecil (kolom pendek), maka serat-serat bahan pada penampang akan mengalami kegagalan tekan. Tetapi bila keadaan menunjukkan bahwa nilai kelangsingan sangat besar (kolom langsing), maka akan mengalami kegagalan tekuk dan serat- serat bahannya belum mencapai kuat tekannya atau masih berada dalam keadaan elastik (lateral bucling failure). Perencanaan batang tekan biasanya menggunakan nilai kelangsingan di antara kedua nilai tersebut atau yang dikenal dengan intermediate column.

2.2.4.2. Batang Tarik

Batang tarik merupakan batang yang direncanakan untuk menahan gaya aksial tarik yang dikerjakan oleh gaya tarik aksial pada ujung-ujung batang. Kestabilan gaya tarik sangat baik sehingga dalam perencanaannya tidak serumit pada perencanaan batang tekan. Yang menjadi catatan adalah pada daerah sambungan, distribusi tegangan tarik akan terjadi secara tidak merata, hal ini kemungkinan dikarenakan terjadi pengurangan luas tampang bahan akibat penempatan alat sambung. Kekuatan batang tarik dapat dijelaskan menurut keadaan batas. Keadaan batas di sini sangat berpengaruh bagi batang tarik berupa: pelelehan penampang lintang Batang tarik merupakan batang yang direncanakan untuk menahan gaya aksial tarik yang dikerjakan oleh gaya tarik aksial pada ujung-ujung batang. Kestabilan gaya tarik sangat baik sehingga dalam perencanaannya tidak serumit pada perencanaan batang tekan. Yang menjadi catatan adalah pada daerah sambungan, distribusi tegangan tarik akan terjadi secara tidak merata, hal ini kemungkinan dikarenakan terjadi pengurangan luas tampang bahan akibat penempatan alat sambung. Kekuatan batang tarik dapat dijelaskan menurut keadaan batas. Keadaan batas di sini sangat berpengaruh bagi batang tarik berupa: pelelehan penampang lintang

2.2.5. Sifat-Sifat Mekanis Baja Struktural

Sifat mekanisme pada baja struktur diperoleh berdasarkan hukum eksperimental tegangan dan regangan yang didapatkan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. Jika benda mengalami pembebanan, didapatkan bahwa untuk bahan tertentu perpanjangannya berbanding lurus dengan beban yang dipasang. Jika bahan terbuat dari bahan terbuat dari bahan elastik yang penampangnya sama dibebani menurut sumbunya, tegangannya sama pada seluruh penampang dan besarnya sama dengan besar beban dibagi dengan luas penampangnya. Regangan sumbu sama dengan pertambahan panjang dibagi dengan panjang semula, sehinggga dapat ditulis:

78 N

OP

7N Keterangan: P = gaya aksial yang bekerja pada penampang.

A = luas penampang. Lo = panjang awal. L = panjang setelah pembebanan.

E = modulus elastisitas. Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) kurang dari 0.15 %.

2. Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) sekitar 0.15 % -

3. Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel) sekitar 0.30 % - 0.59 %.

4. Baja dengan persentase zat arang tinggi (High carbon steel) sekitar 0.60 % -

Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :

1. Modulus Elastisitas ( E ) Modulus elastisitas untuk semua baja struktur (yang secara relatif tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa. Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus

elastisitas baja adalah 2,1 x 10 6 kg/cm² atau 2,1 x 10 5 MPa.

2. Modulus Geser ( G ) Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :

" A(RSC

Dimana = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa. Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai

modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 10 6 kg/cm² atau 0,81 x 10 5 MPa.

3. Koefisien Ekspansi ( ) Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja diambil sebesar 12 x 10 -6 per 0 C.

4. Tegangan Leleh ( 1 ) Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja. Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas 4. Tegangan Leleh ( 1 ) Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja. Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas

Tabel 2.2. Tegangan Leleh Baja Struktural berdasar Mutu Baja Mutu

Baja

Tegangan putus minimum, fu (MPa)

Tegangan leleh minimum, fy (MPa)

Peregangan minimum (%) BJ 34

13 Sumber : PPBBG Tahun 1987

5. Sifat – sifat lain yang penting. Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau 7,850

t/m 3 , atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85 t/m 3 . Untuk mengetahui

hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Harga konstanta – konstanta diatas untuk baja structural adalah :

• Modulus Elastisitas E = 2,1 x 10 6 kg/cm² • Modulus Geser G = 0,81 x 10 6 kg/cm²

• Angka Poison = 0,30

• Koefisien Muai 1 = 12 x 10 -6 per º C

Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya : • Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat

• Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu • Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas • Daktilitas yang tinggi • Mudah untuk diadakan pengembangan struktur

Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal : • Biaya perawatan yang besar • Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost ) • Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil • Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang / periodik, hal

ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.

2.2.6. Sifat Beton

Beton dapat dipakai dengan mencampurkan bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Semen berfungsi sebagai pengikat, agregat sebagai bahan pengisi, serta air sebagai bahan penyatu bahan-bahan tersebut.

Semen Portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai serta merupakan jenis semen hidrolik yang penting. Semen Portland dipergunakan dalam semua jenis struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagian yang diperkuat dengan tulangan atau tanpa tulangan. Kekuatan beton tergantung dari banyak faktor, seperti:

- Proporsi campuran - Kondisi temperatur dan kelembaban dari tempat dimana campuran

ditempatkan dan mengeras

- Jumlah air yang relatif terhadap semen serta cara pengolahannya.

Faktor air semen (fas) sangat mempengaruhi kekuatan beton, fas merupakan perbandingan antara berat air dengan semen dalam adukan beton. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai fas, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun fas yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai fas yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton Faktor air semen (fas) sangat mempengaruhi kekuatan beton, fas merupakan perbandingan antara berat air dengan semen dalam adukan beton. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai fas, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun fas yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai fas yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton

Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis bahan campur. Kekuatan beton cukup tinggi, dengan pengolahan khusus dapat mencapai 700 kg/cm2. Kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, yaitu kuat tarik beton antara 9 – 15 % kuat tekannya. Selain itu, beton merupakan bahanyang bersifat getas.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

3.1.1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental, yaitu metode penelitian dengan melakukan percobaan dengan program komputer. Penelitian ini direncanakan menggunakan pengujian struktur rangka dengan memberikan beban sentries secara bertahap.

3.1.2. Benda Uji Penelitian

Penelitian yang berjalan saat ini menggunakan benda uji tekuk berupa batang tekan jenis Steel Tube dan Concrete-Filled Steel Tube sebanyak 7 variasi panjang (0,3meter, 0,54 meter, 0,8 meter, 1 meter, 1,24 meter, 1,4 meter, 1,5 meter dan 1,6 meter). Masing-masing variasi panjang terdiri dari 3 Steel Tube dan 3 Concrete- Filled Steel Tube .

3.1.3. Variabel yang Digunakan