BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Anteseden Kepuasan Konsumen Terhadap Niat Beli Ulang Pada Restoran Cepat Saji (Studi Pada Kfc Solo Square)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba di Indonesia mulai marak sejak 1970-an hal ini

  ditunjukkan dengan bermunculannya restoran-restoran cepat saji (fast

  food

  ) seperti Kentucky Fried Chicken, McDonald’s, Texas Fried Chicken, Pizza Hut, Hoka-Hoka Bento. Data waralaba menunjukkan peningkatan jumlah waralaba luar negeri per bulan Maret tahun 2013 sudah mencapai

  

400 waralaba. Tingkat pertumbuhan jumlah waralaba asing, dapat

mencapai antara 6-7 persen per tahun, dan itu melampaui pertumbuhan

waralaba lokal yang hanya 2 persen.

  Banyaknya restoran cepat saji yang berada di Indonesia menimbulkan persaingan ketat dalam kompetisi kualitas dari produk yang dihasilkan.

  Jumlah konsumen restoran cepat saji di Indonesia yang sangat besar, serta bervariasinya keinginan masing-masing konsumen merupakan salah satu kendala dalam menetapkan strategi pemasaran yang diambil. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan dan terus berkembang dalam persaingan tersebut, perusahaan harus mengetahui strategi pemasaran yang tepat agar dapat memberikan nilai tambah bagi produk restoran cepat saji tersebut serta kepuasan tersendiri bagi konsumen.

  KFC merupakan salah satu bisnis waralaba yang cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia. Hingga bulan Maret 2009, KFC mendominasi pangsa pasar sebesar 45%, selanjutnya disusul oleh Rumah Makan Sederhana dan McDonald’s masing-masing sebesar 37% dan 25% (Purnadi, 2009). KFC juga mendapatkan indeks kepuasan tertinggi diantara gerai waralaba berdasarkan survei majalah SWA bekerja sama dengan Business Digest yang melibatkan tak kurang dari 574 responden di wilayah Jabotabek (Hidayat, 2007).

  Secara khusus, penting untuk memahami dinamika industri ini dari perspektif pelanggan yang tujuannya untuk mengetahui seberapa banyak yang akan dibelanjakan, di mana, kapan dan apa yang harus makan. Oleh karena itu, pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli ulang sangat berguna dalam membantu pemilik restoran dan manajer untuk merancang dan memberikan penawaran yang tepat.

  Menurut para akademisi, kepuasan konsumen merupakan konstruk yang berdiri sendiri dan dipengaruhi oleh kualitas layanan (Oliver, 1980).

  Kualitas layanan mendorong pelanggan untuk komitmen kepada produk dan layanan suatu perusahaan sehingga berdampak kepada peningkatan

  

market share suatu produk. Kualitas layanan sangat krusial dalam

  mempertahankan pelanggan dalam waktu yang lama. Perusahaan yang memiliki layanan yang superior akan dapat memaksimalkan performa keuangan perusahaan (Gilbert et al., 2004).

  Semakin tingginya tingkat persaingan, akan menyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak alternatif produk, harga dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler, 2005). Kualitas yang rendah akan menimbulkan ketidakpuasan pada pelanggan, tidak hanya pelanggan yang makan di restoran tersebut tapi juga berdampak pada orang lain.

  Karena pelanggan yang kecewa akan bercerita paling sedikit kepada 15 orang lainnya. Dampaknya, calon pelanggan akan menjatuhkan pilihannya kepada pesaing (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

  Penawaran yang tepat dapat dilakukan dengan memberikan kualitas layanan yang baik terhadap konsumen. Kualitas layanan yang dirasakan konsumen sangat penting bagi keberhasilan organisasi karena langsung mengarah pada kepuasan konsumen dan niat beli ulang (Parasuraman et

  

al .,1985). Selain layanan, kualitas harga dan kualitas makanan juga

  mempengaruhi kepuasan konsumen (Andaleeb dan Conway, 2006; Parasuraman et al, 1994). Kualitas makanan juga dianggap berkaitan dengan kepuasan konsumen dalam restoran cepat saji (Johns dan Howard, 1998;. Kivela et al, 1999)

  Penelitian ini didasarkan pada lima variabel amatan yaitu niat beli ulang (behavioral intentions), kepuasan konsumen (costomer satisfaction),

  

SERVPERF (Service Performance) , kualitas makanan (food quality), nilai

  yang dipersepsikan (perceived value). Penggunaan kelima variabel tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Qin dan Prybutok (2009).

  Pertama, SERVPERF. SERVPERF adalah kinerja dari pelayanan yang diterima oleh konsumen itu sendiri dan menilai kualitas dari pelayanan yang benar-benar mereka rasakan (Cronin dan Taylor, 1994). SERVPERF berawal dari kualitas layanan yang telah mengalami modifikasi. Menurut Lewis dan Boom (dalam Tjiptono & Chandra, 2005: 121) kualitas layanan merupakan ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan yang diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

  Kualitas layanan dirasakan sangat penting bagi keberhasilan organisasi karena terkait langsung dengan kepuasan konsumen dan niat beli ulang (Parasuraman et al., 1985). Bukti empiris menyatakan bahwa instrumen SERVPERF melebihi skala SERVQUAL di empat industri: fast

  

food , dry cleaning, bank dan pengendalian hama. Ukuran kinerja yang

  digunakan dan disarankan oleh banyak akademisi di berbagai industri (Gilbert et al., 2004;. Parasuraman et al, 1994).

  Jain dan Gupta (2004) telah membandingkan versi tertimbang dan tidak tertimbang dari instrumen SERVQUAL dan SERVPERF dengan melakukan survei pada pelanggan restoran cepat saji di India. Jain dan Gupta (2004) menemukan bahwa skala SERVPERF lebih efektif dalam menjelaskan konstruksi kualitas layanan dan variasi dalam skor kualitas layanan dalam industri restoran.

  Penelitian ini didasarkan pada temuan Cronin dan Taylor (1992) dengan model konseptual dan menggunakan kinerja hanya untuk mengukur kualitas layanan. Sehingga dalam penelitian ini digunakan alat uji SERVPERF karena skala tersebut dinilai lebih efisien dibandingkan dengan SERVQUAL (Cronin dan Taylor, 1992). Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa modifikasi SERVPERF diperlukan untuk aplikasi untuk industri jasa yang berbeda (Andaleeb dan Conway, 2006; Olorunniwo et al, 2006.). Variabel SERVPERF ini terdiri dari enam dimensi utama, yaitu : tangibility, reliability, assurance, responsiveness,

  emphaty, dan recovery .

  Kedua, kualitas makanan didefinisikan sebagai kemampuan suatu barang untuk memberikan hasil atau kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang diinginkan pelanggan (Kotler, 2003). Variabel ini penting untuk diteliti karena dianggap berkaitan dengan kepuasan konsumen (Johns dan Howard, 1998;. Kivela et al, 1999) dan dalam penelitian ini diuji sebagai penentu potensi kepuasan konsumen.

  Ketiga, nilai yang dipersepsikan dapat didefinisikan sebagai hasil dari perbandingan pribadi antara manfaat keseluruhan yang dipersepsikan dengan pengorbanan atau biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan (Zeithaml, 1988). Variabel ini penting untuk diteliti karena dianggap mempengaruhi kepuasan konsumen. Patterson dan Spreng (1997) juga menegaskan bahwa nilai yang dipersepsikan memiliki hubungan yang positif dan langsung dengan kepuasan konsumen.

  Keempat, kepuasan konsumen didefinisikan sebagai respon pemenuhan konsumen. Ini adalah penilaian bahwa fitur produk atau jasa, atau produk atau layanan itu sendiri, menyediakan tingkat menyenangkan terkait pemenuhan konsumsinya. Dengan kata lain, ini terkait dengan tingkat pemenuhan kepuasan dengan pengalaman layanan atau produk (Oliver, 1997). Sejumlah penelitian mengkonfirmasi hubungan positif dan langsung antara kepuasan konsumen dengan niat beli ulang, karena kepuasan yang didapatkan oleh konsumen akan menghasilkan pembelian kembali dan komunikasi word of mouth yang menguntungkan (Kivela et al, 1999;. Oliver, 1999; Ryu et al, 2010;. Ryu dan Han, 2011).

  Kelima, niat beli ulang merupakan hasil dari proses kepuasan konsumen (Anderson et al, 1994). Variabel ini merupakan variabel tujuan yang dinilai penting untuk diteliti, guna memberikan suatu prediksian mengenai niat beli ulang pada restoran cepat saji. Diharapkan penelitian ini dapat membantu dalam menemukan variabel-variabel yang membentuknya. dalam penelitian ini adalah KFC sebagai salah satu restoran

  Setting

  cepat saji yang populer di Indonesia. Pemilihan setting ini karena menurut Knutson (2000) terbatasnya pendapatan mahasiswa (yang umumnya belum bekerja) menjadikan restoran cepat saji sebagai pilihan tempat makan. Namun, berbeda dengan budaya makan masyarakat Indonesia, khususnya di kota Surakarta pemilihan tempat makan di restoran cepat saji lebih karena nilai prestige. Alasan kedua yakni terdapat semacam trend bahwa perilaku makan dan minum bukan lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan rasa lapar, tetapi sudah menjadi gaya hidup tersendiri (Wijaya, 2005). Restoran menjadi tempat untuk bertemu dan bersosialisasi dengan kenalan atau teman baru dan menjalin hubungan bisnis.

  B.

  Perumusan Masalah Penelitian ini secara garis besar meneliti tentang pengaruh

  SERVPERF, kualitas makanan, dan nilai yang dipersepsikan terhadap kepuasan konsumen dan niat beli ulang pada restoran cepat saji.

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan penelitian secara rinci sebagai berikut :

  1. Apakah SERVPERF secara langsung dan positif mempengaruhi kepuasan konsumen ?

  2. Apakah kualitas makanan secara langsung dan positif mempengaruhi kepuasan konsumen?

  3. Apakah nilai yang dipersepsikan secara langsung dan positif mempengaruhi kepuasan konsumen?

4. Apakah kepuasan konsumen secara langsung dan positif

  C.

  Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Menguji secara empiris pengaruh SERVPERF pada kepuasan konsumen

  2. Menguji secara empiris pengaruh kualitas makanan pada kepuasan konsumen

  3. Menguji secara empiris pengaruh nilai yang dipersepsikan pada kepuasan konsumen

  4. Menguji secara empiris pengaruh kepuasan konsumen pada niat beli ulang D.

  Manfaat Penelitian Mengacu pada tujuan penelitian, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan masalah SERVPERF, kualitas makanan dan nilai yang dipersepsikan agar dapat meningkatkan kepuasan konsumen sehingga berpengaruh pada niat beli ulang pelanggan khususnya pada restoran cepat saji.

2. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman kepada akademisi terkait dengan proses terbentuknya niat beli ulang pelanggan pada restoran cepat saji, serta memberikan penjelasan tentang hubungan antara SERVPERF, kualitas makanan, nilai yang dipersepsikan, kepuasan konsumen dan niat beli ulang.

  E.

  Justifikasi Penelitian Justifikasi penelitian ini bermanfaat untuk memahami arti penting penelitian dan relevansinya. Berikut merupakan penjelasan dari justifikasi penelitian : 1.

  Isu penelitian Penelitian ini mengungkapkan isu pokok mengenai restoran cepat saji (fast food). Hal ini dikarenakan penelitian ini bersifat applied

  research yang didesain untuk memberikan pertimbangan secara

  empiris terkait fenomena perkembangan restoran cepat saji, secara spesifik terkait dengan hal-hal apa saja yang mempengaruhi niat beli ulang pada restoran cepat saji.

2. Obyek penelitian

  Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah konsumen restoran cepat saji. Obyek penelitian yang dipilih didasarkan pertimbangan mengenai homogenitas sampel yang diuji. Hal ini dimaksudkan agar model yang diuji dapat menjelaskan fenomena dengan baik.

3. Prinsip generalisasi model

  Penelitian ini bertumpu pada ruang lingkup metode riset yang terbatas sesuai dengan bidang kajian dan objek penelitian yang diteliti.

  Sehingga perlu adanya pengkajian ulang apabila akan diterapkan pada konteks penelitian yang berbeda. Hal ini menjadi pertimbangan penting, karena apabila diabaikan akan mengakibatkan adanya pembiasan hasil-hasil penelitian, yang pada akhirnya akan berdampak pada ketidaktepatan dalam perumusan strategi pemasaran yang dituju.