PERCOBAAN IV HIDROLISIS PATI

  

LAPORAN

PRAKTIKUM BIOKIMIA

(AKKC 382)

PERCOBAAN VI

  

”ISOLASI DAN HIDROLISIS PATI”

Dosen Pengasuh:

  

Dra. Sudarsih

Drs. Syahmani, M. Si

Asisten Dosen :

  

Kharis Fadillah

Sidik Prasetyo

Oleh :

  

Sogandi

A1C308045

Kelompok 5

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

  

PERCOBAAN V

  Judul : Isolasi dan Hidrolisa Pati Tujuan : 1. Mengetahui cara isolasi dari bahan umbi-umbian

  2. Melakukan hidrolisis terhadap pati Hari/Tanggal : Rabu / 27 April 2011 Tempat : Laboratorium FKIP Kimia Unlam Banjarmasin

I. DASAR TEORI

  Pada umumnya karbohidrat yang ditemukan di alam terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpanan monosakarida sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai unsur struktur di dalam didinding sel dan jaring-jaring pengikat.

  Pati atau dikenal juga dengan amilum adalah nutrien polisakarida yang ditemukan dalam sel tumbuhan dan beberapa mikroorganisme dan dalam beberapa hal mempunyai kesamaan dengan glikogen. Pati selalu dapat dalam sel tumbuhan dalam bentuk granula. Dalam tumbuhan seperti kentang, jagung, dll. Granula ini mempunyai diameter beberapa mikron, sedangkan dalam mikroorganisme hanya sekitar 0,5-2 mikron. Granula pati mengandung campuran dari dua polisakarida yang berbeda; amilosa dan amilopektin. Jumlah kedua polisakarida ini berbeda-beda tergantung dari jenis pati. Dalam kentang, jagung, dan tumbuhan lain yang banyak mengandung pati, kandungan amilopektin berkisar antara 75-80% dan amilosa 20-25%. Dalam protozoa persentase amilosa bervariasi antara 0-45%.

  Kacang hijau merupakan salah satu bahan makanan yang dimakan rakyat Indonesia pada umumnya. Kacang hijau mudah digunakan dan dimasak. Cukup banyak makanan yang divariasi dari kacang hijau misal:atau sebagai isi darin lain lain.

  Kecambah dari kacang hijau menjadi sayuran yang umum dimakan di kawasan bijinya akan keluar dan mengental, menjadi semacam

  

  serta

Tepung ini juga dapat diolah menjadi

  Kacang hijau sering digunakan dalam percobaan-percobaan di sekolah karena sifatnya yang mudah dan cepat tumbuh pada media kapas. Kacang hijau yang dibungkus daun pisang dengan kelembaban tinggi akan menghasilkan kecambah atau taoge.

  Klasifikasi kacang hijau adalah kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo fabales, famili fabaceae, genus vigna dan spesies vigna radiata. Berikut ini gambar kacang hijau :

  Gambar 1. Kacang Hijau Kacang hijau mempunyai nilai gizi yang cukup baik, mengandung vitamin

  B1 cukup tinggi (150-400 i.u.) dan vitamin A (9 i.u.). Kacang hijau yang sudah menjadi kecambah kaya kandungan vitamin E (tokoferol) yang penting sebagai anti oksidan, dalam mencegah penuaan dini, dan anti sterilitas. Kandungan protein kacang hijau mencapai 24%, dengan kandungan asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Kacang hijau mengandung karbohidrat sekitar 58%. Pemanfaatan sifat fungsional dari patinya dapat dibuat sebagai tepung bahan berbagai bentuk makanan bayi sampai orang dewasa. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa 28,8%, dan amilopektin 71,2%. Kegunaan lain tanaman kacang hijau adalah sebagai pupuk hijau dan

  Pati merupakan monopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak terlarut disebut amilopektin.

  Amilosa terdiri dari 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.

  Pati adalah polisakarida penyimpan energi pada tanaman. Pati dapat diendapkan menjadi dua bagian yaitu amilosa (20%) dan amilopektin (80%). amilosa membentuk warna biru bila dicampur dengan larutan I . Warna yang

  2

  timbul merupakan dasar bagi uji iod terhadap patil. Amilopektin mempunyai rantai utama 1,4-α-D-glukosa dan terdapat percabangan rantai dengan ikatan 1,6- glikosida.

  Polisakarida dapat diubah menjadi monosakarida oleh reaksi hidrolisis. Jika dalam reaksi hidrolisis melibatkan air sebagai pereaksi, maka katalis akan berperan dalam tahap penentu kecepatan reaksi. Untuk mengamati berlangsungnya reaksi hidrolisis, dapat dilakukan dengan tes iodin. Campuran pati dan iodin akan memberikan warna biru tua. Produk antara dari reaksi hidrolisis pati diketahui sebagai dekstrin yang akan memberikan warna merah sampai coklat kemerahan. Hasil hidrolisis tidak memberikan warna terhadap iodin.

  Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan akan terjadi suatu larutan koloid yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau berah lembayung. Berikut ini gambar struktur amilosa dan amilopektin :

  Gambar 2. Unit glukosa dalam amilosa Gambar 3. Unit glukosa dalam amilopektin

  Hidrolisis sempurna oleh asam atau enzim spesifik terhadap polisakarida menghasilkan monosakarida atau senyawa turunannya. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Terbentuknya monosakarida pada hidrolisis pati dapat diketahui dengan uji benedict, iodin, dan fenilhidrazin.

  Pereaksi Benedict mengandung atom Cu yang terikat sebagai kompleks. Pereaksi ini dapat mengoksidasi gula pereduksi. Pereaksi Benedict dapat mendeteksi gula dengan konsetrasi 0,01%. Endapan Cu

  2 O dapat berwarna merah,

  kuning, atau hijau kekuningan bergantung pada warna asal dan jumlah gula pereduksi yang direaksikan.

II. ALAT DAN BAHAN

  2.1 Alat yang digunakan : b) Gelas kimia 500 mL 1 buah

  c) Thermolyn 1 buah

  d) Gelas ukur 10 mL 2 buah

  e) Gelas ukur 25 mL 1 buah

  f) Tabung reaksi 10 buah

  g) Rak tabung reaksi 1 buah

  h) Penangas air 1 buah i) Batang pengaduk 1 buah j) Pipet tetes 1 buah k) Spatula 1 buah l) Plat tetes 2 buah m)Neraca analitik 1 buah n) Kaca arloji 1 buah o) Serbet 1 buah

  2.2 Bahan yang digunakan :

  a) Pati kacang hijau

  b) HCl pekat

  c) Akuades

  d) Reagen Benedict

  e) Iodin

  f) HCl 6 M

  g) NaOH 6 M

  h) Etanol PA i) Kertas saring

III. PROSEDUR KERJA

3.1 Isolasi Pati

  1. Menghomogenkan 300 gram kacang hijau yang telah bersih dengan 200 mL dalam blender selama 30 detik.

  2. Menyaring campuran melalui secaring kain dan menampung cairan yang keruh ke dalam gelas kimia 500 mL sedangkan residu dibuang.

  3. Menambahkan 10 tetes HCl pekat dan mendidihkannya.

  2. Melarutkan pati dengan 25 mL akuades dalam gelas kimia sehingga diperoleh larutan pati 1 %.

  3.1 Uji Iodin 1. Menimbang pati kacang hijau sebanyak 0,25 g.

  7. Mendinginkan tabung-tabung tersebut dan mengamati reduksi yang terjadi.

  6. Memanaskan tabung-tabung yang berisi pereaksi Benedict dalam air mendidih.

  5. Pekerjaan dilakukan sampai menit ke-20 ( jadi ada 10 tabung reaksi berisi 5 mL pereaksi Benedict ).

  4. Pada selang waktu 2 menit mengambil 3 tetes campuran dan menambahkan 5 mL pereaksi Benedict dalam tabung reaksi.

  2. Melarutkan pati dengan 25 mL akuades dalam gelas kimia sehingga diperoleh larutan pati 1 %.

  3. Menambahkan lagi 200 mL air pada larutan yang keruh, mengocok, dan membiarkan campuran mengendap.

  3.2 Uji Benedict 1. Menimbang pati kacang hijau sebanyak 0,25 g.

  9. Menimbang pati yang diperoleh.

  8. Mengeringkan pati dengan cara penyebaran pada suhu kamar.

  7. Menyaring campuran melalui corong Buchner.

  6. Mensusupensi lagi dengan 50 mL etanol 95% dan mendekantasi cairan atasnya

  5. Mensuspensi pati (endapan) dengan 200 mL air dan mendekantasi cairan atasnya.

  4. Mendekantasi cairan atas.

  3. Menambahkan 10 tetes HCl pekat dan mendidihkannya.

4.1 Isolasi Pati Kacang hijau No Variabel yang Diamati Hasil Pengamatan 1.

  Campuran homogen

  5. Uji iodin : tiap 1 tetes campuran di teteskan pada plat tetes yang masing- masing berisi akuades, HCl 6 M dan NaOH 6 M, lalu ditambahkan setetes larutan iodin.

  6. Pekerjaan dilakukan sampai menit ke-20 (jadi ada tiga plat tetes tiap menit).

  7. Mengamati perubahan warna yang terjadi.

  8. Membandingkan percobaan yang dilakukan dengan uji benedict.

IV. HASIL PENGAMATAN

  2.

  4. Pada selang waktu 2 menit mengambil 1 tetes campuran dan melakukan uji Iodin.

  • Filtrat
  • Endapan dibuang Terbentuk endapan
  • Filtrat
  • Endapan berwarna putih kehijauan Terbentuk endapan
  • Filtrat
  • Endapan hijau muda Terbentuk endapan hijau muda Filtrat dan endapan memisah Endapan hijau muda (pati) Endapan mongering

  6.

  7.

  8.

  9. Menghomogenkan 300 gram kacang hijau yang bersih dengan 200 mL Menyaring dengan kain jarang Filtrat + 200 mL, mengaduk dan membiarkan Mendekantasi Endapan + 200 mL air, mengaduk dan membiarkan Mendekantasi Endapan + 100 mL etanol 95%, mengaduk dan membiarkan Mendekantasi Menyaring dengan corong Buchner

  5.

  3.

  4.

  11. Menimbang pati kacang hijau m = 32, 8284 g

4.2 Hidrolisis Pati No Variable yang Diamati Hasil Pengamatan

  A Uji Benedict Menimbang pati 0,2543 g 25 mL akuades + 0,25 g Larutan pati 1%, keruh, kuning pati kacang hijau Menambahkan 10 tetes Larutan tetap keruh HCl pekat dan mendidihkannya 3 tetes larutan + 5 mL larutan benedict Menit ke-2 (I) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-4 (II) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-6 (III) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-8 (IV) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-10 (V) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-12 (VI) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-14 (VII) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-16 (VIII) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-18 (IX) Endapan diatas mengapung, putih kuning Menit ke-20 (X) Memanaskan tabung dalam air mendidih Tabung I Larutan biru, endapan merah sedikit Tabung II Larutan biru Tabung III Larutan biru Tabung IV Larutan biru Tabung V Larutan biru Tabung VI Larutan biru, endapan merah sedikit Tabung VII Larutan biru endapan merah sedikit

  B Tabung VIII Tabung IX Tabung X Uji Iodin Pemanasan Menit ke-2 Menit ke-4 Menit ke-6 Menit ke-8 Menit ke-10 Menit ke-12 Menit ke-14 Menit ke-16 Menit ke-18

  Larutan biru belau (++), endapan merah (+++) Larutan biru belau (+++), endapan merah (++++++) Larutan biru belau (++++), endapan merah (+++++) Pati yang ditambahkan iodin

  Akuades HCl NaOH Hijau kekuningan biru tua Coklat tua (+) Coklat tua (+) Coklat muda (+) Coklat muda (+) Coklat muda (+) Coklat muda (+) Kuning

  Hijau kebiruan Ungu tua Coklat tua Coklat (+) Coklat muda (++) Coklat muda (++) Coklat muda (+) Coklat tua (++) Coklat muda

  Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening

  Dengan benedict makin lama waktunya warnanya semakin bertambah, sedangkan pada iodin makin lama waktunya warna ungu semakin pudar

V. ANALISIS DATA

5.1 Isolasi Pati Pada percobaan ini akan ditentukan kadar amilum dalam kacang hijau.

  Kacang hijau yang mula-mula dihomogenkan dengan air dalam blender sehingga terbentuk suspensi. Sampel perlu dihaluskan terlebih dahulu, penghalusan sampel bertujuan agar semakin besar kontak dengan pelarut maka akan semakin banyak pati yang dapat diperoleh. Kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dari residu, penyaringan campuran dilakukan dengan menggunakan kain jarang (serbet) untuk memisahkan antara ampas dan pati yang telah dilarutkan oleh air sehingga ketika disaring, air bersama-sama dengan pati akan keluar dalam sampel dan dihasilkan filtrat. Selain itu juga penyaringan dapat berlangsung lebih cepat. Filtrat tersebut ditampung dan residunya dibuang.

  Cairan keruh dicampurkan sebanyak 2 kali dengan aquades, karena air dapat mengikat kotoran dan melarutkan zat-zat yang bersifat polar dalam sampel. Kemudian didiamkan beberapa saat, didiamkan selama beberapa menit ini bertujuan agar terjadi pengendapan yang maksimal dimana pati akan terendap seluruhnya dan terpisah dari air karena pati merupakan makromolekul dengan berat molekul yang besar dan berakibat pada pengendapan pati. Kemudian didekantasi, fungsi dekantasi adalah untuk memisahkan filtrat dengan residu atau memurnikan.

  Endapan yang telah dipisahkan ditambahkan dengan etanol 95%. Penambahan ini berfungsi untuk memisahkan pati dari air sehingga pati akan terpisah dari dalam larutannya. Air dan etanol memiliki sifat kepolaran yang sama yakni sama-sama polar sehingga air yang ada dalam pati akan larut dalam etanol dan setelah endapan mengendap, mendekantasi kembali cairan diatasnya untuk membuang cairan air dan etanol sehingga yang tersisa endapannya saja (endapan

  Kemudian endapan disaring dengan menggunakan corong Buchner agar endapan terpisah dari pelarutnya karena corong Buchner dilengkapi dengan penyedot sehingga mampu menyedot air yang terdapat dalam endapan dan diperoleh endapan pati yang lebih kering dan bebas dari pelarutnya.

  Endapan yang diperoleh dikeringkan pada suhu kamar sehingga diperoleh endapan pati kering yang sudah bebas dari air ataupun etanol. Dan ketika ditimbang diperoleh pati dari kacang hijau sebanyak 32,8284 g dengan kadar sebesar 10,9428 %. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa 28,8%, dan amilopektin 71,2%. Hal ini berarti pada pati kacang hijau yang diperoleh saat percobaan mengandung amilosa sebesar 9,45 gram dan amilopektin sebesar 23,37 gram.

5.2 Uji Benedict

  Pada percobaan pertama, melarutkan pati kacang hijau dalam akuades sehingga terbentuk larutan pati 1%, lalu menambahkan dengan HCl pekat. Penambahan asam klorida pekat ini bertujuan untuk menghidrolisis pati karena pati dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Setelah itu larutan dipanaskan, pemanasan bertujuan untuk mempercepat terjadinya hidrolisis dimana dengan meningkatnya suhu makaenergi kinetik partikel akan semakin besar sehingga gerak partikel akan semakin cepat maka kemungkinan terjadinya tumbukan efektif akan semakin meningkat dan reaksi hidrolisis akan berjalan lebih sempurna. Juga semakin lama pemanasan, maka semakin banyak pati yang akan terhidrolisis menjadi monosakaridanya yakni glukosa.

  Berikut ini reaksi hidrolisis pati dengan HCl :

  Amilopektin atau Amilosa

  • -

    + HCl + Cl Glukosa Untuk mengetahui apakah terbentuk glukosa atau tidak dari reaksi hidrolisis tersebut, maka dilakukan uji benedict. Pereaksi benedict merupakan larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat

  2+

  mereduksi ion Cu dari kupri sulfat menjadi ion Cu yang kemudian mengendap

  • sebagai Cu 2 O.

  Dalam percobaan, larutan pati yang telah dipanaskan tiap-tiap 2 menit diambil dan diuji dengan benedict. Hasil positif untuk benedict ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Perlakukan ini dilakukan hingga menit kedua puluh. Setelah itu, campuran pati dengan pereaksi benedict dipanaskan hingga muncul perubahan warna atau timbul endapan. Ketika percobaan, endapan merah

  Timbulnya endapan merah ini membuktikan bahwa pati mengalami hidrolisis selama pemanasan dengan adanya penambahan HCl pekat. Hal ini dapat terjadi karena hidrolisis pati akan membentuk monosakaridanya yaitu glukosa, dimana glukosa akan bereaksi dengan reagen benedict sehingga membentuk endapan merah bata, adapun reaksinya adalah sebagai berikut :

  Adapun pati merupakan polisakarida dan bersifat bukan sebagai gula pereduksi sehingga tidak mampu mereduksi ion tembaga(II) menjadi ion tembaga(I) dari reagen benedict, akibatnya tidak dapat membentuk endapan merah, Cu

2 O.

  Sewaktu percobaan, setelah larutan pati yang telah ditambahkan HCl pekat dan dipanaskan selama 2 menit, larutan tersebut langsung diambil dan diuji dengan benedict. Seharusnya larutan dipanaskan hingga mendidih terlebih dahulu lalu diuji dengan benedict karena dengan mendidihnya larutan maka pati telah mengalami hidrolisis yang lebih sempurna untuk membentuk glukosa dibandingkan tanpa pendidihan terlebih dahulu. Akibatnya ketika percobaan didapatkan data bahwa pada pemanasan menit ke 4, 6 dan 8, setelah diuji dengan benedict tidak timbul endapan merah. Hal ini mungkin dikarenakan hidrolisis pati masih belum sempurna sehingga masih belum terbentuk glukosa, dan akibatnya larutan tidak mampu mereduksi reagen benedict sehingga tidak muncul endapan merah Cu

2 O. Sedangkan pada tabung yang pertama (pemanasan selama 2 menit),

  muncul endapan merah, dimana seharusnya belum terbentuk endapan merah, hal tersebut mungkin terjadi karena adanya kesalahan sewaktu praktikum ataupun kekurang telitian dalam mengamati hasil percobaan.

  Pada reaksi ini, semakin lama waktu pemanasan larutan pati, semakin banyak endapan merah yang terbentuk ketika direaksikan dengan benedict. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pemanasan maka semakin banyak pati yang terhidrolisis menjadi monosakarida penyusun pati yaitu glukosa. Sehingga semakin banyak endapan merah bata yang terbentuk karena jumlah gula pereduksi yang direaksikan semakin banyak pula.

  Ketika uji benedict, endapan merah yang dihasilkan semakin banyak ketika pemanasan semakin lama, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pemanasan maka semakin banyak tembaga yang tereduksi atau semakin banyak glukosa yang teroksidasi sehingga semakin banyak pula endapan merah bata yang terbentuk.

5.3 Uji Iodin

  Pada uji ini, larutan pati dibuat dengan perlakuan yang sama seperti dalam uji benedict. Penambahan HCl berfungsi untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa dan pemanasan bertujuan agar proses reaksi hidrolisis berjalan dengan cepat karena adanya bantuan suhu. Larutan pati dipanaskan hingga mendidih. Pada menit ke-2 setelah mendidih, larutan pati diambil dan dilakukan uji iodin. Dalam uji iodine, memberikan hasil yang positif apabila terbentuk larutan warna ungu. Perlakukan ini dilakukan tiap-tiap 2 menit sampai pada menit kedua puluh.

  Dari percobaan diperoleh data, bahwa larutan pati yang ditambahkan dengan akuades dan iodin serta HCl dan iodin membentuk larutan berwarna ungu. Sedangkan pada penambahan NaOH dan iodin larutan tidak menunjukkan perubahan warna (bening). Terbentuknya larutan berwarna ungu pada penambahan akuades dan HCl disebabkan karena pati dapat bereaksi dengan iodin dalam suasana asam, dan tidak dapat bereaksi apabila dalam suasana basa (NaOH).

  Terbentuknya warna ungu ini disebabkan oleh terbentuknya kompleks berwarna biru-hitam dengan iodin. Iodin membentuk kompleks polisakarida yang terperangkap atau terikat molekul spiral dari amilum. Terbentuknya warna ungu ketika ditambahkan HCl, karena dalam suasana asam amilum dapat terhidrolisis sehingga memudahkan untuk bereaksi dengan iodin membentuk kompleks berwarna ungu pada amilopektin dan biru pada amilosa. Adapun reaksi uji positif terhadap iodin:

  (C H O )n + H O + I H O )nI + H

  6

  10

  5

  2 2  (C

  6

  10

  5

  2 Berikut ini gambar amilum dengan iodin dan membentuk kompleks

  berwarna : Ketika percobaan, larutan berwarna ungu yang terbentuk dan tidak terlihat adanya larutan yang berwarna biru. Hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan pati kacang hijau terdapat amilopektin. Karena amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu sedangkan amilosa dengan iodium akan menghasilkan warna biru. Tidak nampaknya amilosa dalam larutan pati tersebut mungkin disebabkan karena kadar amilosa yang lebih sedikit dibandingkan amilopektin (amilosa (20%) dan amilopektin (80%)) ataupun juga warna biru tertutup oleh warna ungu yang dihasilkan oleh amilopektin dengan iodium.

  Dari data percobaan terlihat bahwa semakin lama waktu pemanasan larutan pati, warna ungu yang dihasilkan ketika uji iodin juga semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pemanasana maka pati semakin banyak terhidrolisis membentuk glukosa sehingga semakin berkurang pula terbentuknya kompleks antara amilum dengan iod yang berwarna ungu, akibatnya warna ungu larutan akan semakin pudar, karena larutan iod tidak dapat bereaksi dengan glukosa untuk membentuk kompleks yang berwarna ungu.

  Jadi, dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan uji benedict dan uji iodin, hidolisis pati memberikan hasil yang berbanding terbalik antara uji benedict dan iodin. Dimana dalam uji benedict semakin lama waktu pemanasan larutan pati, maka semakin banyak endapan merah yang terbentuk (menunjukkan hasil yang semakin positif). Sebaliknya dalam uji iodin, semakin lama waktu pemanasan larutan pati, maka larutan berwarna ungu yang dihasilkan semakin pudar atau semakin menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini terjadi karena larutan pati dengan semakin lama pemanasan maka akan semakin terhidrolisis menjadi monosakaridanya yaitu glukosa oleh adanya asam klorida pekat, sehingga uji benedict untuk menunjukkan positif ada glukosa akan semakin kuat, dan uji iodin yang memberikan hasil positif dengan adanya amilum akan semakin berkurang.

  VI. KESIMPULAN

  1. Pati dari kacang hijau yang dihasilkan dari 300 g adalah 32,8284 atau sebesar 10,9428% yang terdiri dari amilosa sebesar 9,45 g dan amilopektin sebesar 23,37 gram.

  2. Hidrolisis pati oleh asam akan menghasilkan monosakaridanya yaitu glukosa.

  3. Identifikasi reaksi hidrolisis pati dengan membentuk monosakarida dapat melalui uji benedict ataupun uji iodin.

  4. Pada uji benedict, semakin lama waktu pemanasan larutan pati, maka semakin banyak endapan merah yang terbentuk.

  5. Pada uji iodin, semakin lama waktu pemanasan larutan pati, maka warna ungu pada larutan semakin berkurang.

  VII. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Kacang Kedelai.

  diakses tanggal 29 April 2011. Anonim. 2009. Iodin Test. Diakses tanggal 30 April 2011. Anwar, Chairil, Bambang Purnowo, Harno Dwi Pranowo dan Tutik Dwi Wahyuningsih. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Depdikbud, Jakarta.

  Fessenden dan Fessenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. Matsjeh, Sabirin, Hardjono Sastrihamidjojo dan Respati Sastrosajdono. 1996.

  Kimia Organik II. Depdikbud, Jakarta.

  Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI- Press, Jakarta

  Somantri, Ida Hanarida, Maharani Hasanah, Soenartono Adisoemarto, Machmud Thohari, Agus Nurhadi dan Ida N. Orbani. 2008. Mengenal Plasma Nutfah

  Tanaman Pangan.

  iakses tanggal 29 April 2011. Syahmani dan Sudarsih. 2011. Penuntun Praktikum Biokimia. FKIP UNLAM, Banjarmasin.