PERCOBAAN III KROMATOGRAFI KERTAS ASM AMINO

PERCOBAAN III

  Judul : Kromatografi Kertas Daripada Asam-Asam Amino Tujuan : Untuk mempelajari pemisahan asam amino dengan cara kromatografi kertas Hari/Tanggal : Rabu/23 Maret 2011 Tempat : Laboratorium Kimia FKIP Unlam Banjarmasin

I. DASAR TEORI Kromatografi Kertas

  Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase

  

diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak

  (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

  Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut; beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relative pada pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat.

  Jarak relative pada pelarut disebut sebagai nilai R f . Untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

  jarak yang ditempuh oleh senyawa Rf = jarak yang ditempuh oleh pelarut Posisi pelarut depan ditandai dengan pensil dan kromatogram lalu dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa berwarna, utamanya coklat atau ungu.

  Kromatografi Kertas pada Asam Amino

  Asam-asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin membentuk suatu produk yang disebut ungu Ruhmann. Reaksi ini biasanya digunakan sebagai uji bercak untuk mendeteksi adanya asam amino pada kertas kromatografi.

  Adapun reaksi umum secara keseluruhannya, adalah sebagai berikut :

  • ninhidrin

  anion ungu

  • RCHO + CO + 3H O + H

  2

  2

  Alanin

  Semua asam amino, kecuali glisin dapat dianggap sebagai derivat alanin. Alanin diperoleh untuk pertama kalinya oleh Weyl dari hasil hidrolisis fibroin, yaitu protein yang terdapat pada sutera. Struktur alanin :

  Treonin

  Treonin adalah homolog yang lebih besar dari erin dan termasuk dalam golongan asam amino esensial. Mula-mula treonin diisolasi dari hasil hidrolisis fibrin darah. Berikut struktur treonin :

  Glisin

  Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan terdapat pada skleroprotein. Pada tahun 1820 Braconnot menemukan glisin dari hasil hidrolisis gelatin. Adapun struktur glisin adalah :

  II. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan :

  1) Gelas ukur 10 mL : 1 buah 2) Pipet : 1 buah 3) Gelas kimia 100 mL : 3 buah 4) Batang pengaduk : 1 buah 5) Chamber : 2 buah 6) Corong pisah : 2 buah 7) Statif + klem : 1 buah 8) Kaca arloji : 1 buah

  Bahan yang digunakan :

  1) Fenol 2) Etanol 3) Aquadest 4) 1-butanol 5) HCl pekat 6) Pipa kapiler 7) Ninhidrin 0,25% 8) Asam cuka glasial 9) Asam amino (glisin, alanin, treonin) 10) Kertas kromatografi 2 lembar ukuran 19 x 8 cm (kertas saring) 11) Kertas kromatografi 2 lembar ukuran 8 x 5 cm (kertas saring)

  III. PROSEDUR KERJA

3.1 Membuat Eluen 1) Eluen 1

  Memasukkan pelarut (eluen) n-butanol : asam cuka glasial : aquadest dengan perbandingan 14 :8: 14 ke dalam gelas kimia. Mendiamkan hingga lapisan memisah, lapisan atas digunakan sebagai fase gerak dan lapisan bawah untuk menjenuhkan chamber.

2) Eluen 2

  Memasukkan pelarut (eluen) fenol : aquadest dengan perbandingan 3:1 ke dalam gelas kimia. Mendiamkan hingga lapisan memisah, lapisan atas digunakan sebagai fase gerak dan lapisan bawah untuk menjenuhkan chamber.

3.2 Membuat Larutan Standar Asam Amino

  1) Melarutkan 3 mg alanin dalam 1 mL etanol, kemudian menambahkan 1 tetes HCl pekat.

2) Mengulangi prosedur satu untuk glisin dan treonin.

3.3 Kromatografi Kertas Asam Amino 1) Menyiapkan kertas kromatografi ukuran 19 x 8 cm.

  2) Memasukkan dalam chamber, kemudian menjenuhkan dengan uap eluen 1. 3) Menyiapkan kertas kromatografi ukuran 8 x 5 cm. 4) Menotolkan larutan asam amino standar (alanin, glisin dan treonin) pada kertas kromatografi ukuran 19 x 8 cm dengan jarak 1 ½ cm pada ujung kertas

  5) Mendiamkan beberapa saat hingga kering kemudian memasukkan ke dalam chamber yang telah berisi kertas kromatografi jenuh dan eluen (fase gerak). 6) Mengeluarkan kertas kromatografi ketika larutan elusi berjalan cukup jauh. 7) Mengeringkan kertas kromatografi kemudian menyemprotkan dengan larutan ninhidrin. 8) Mengeringkan kembali, maka noda-noda asam amino yang berwarna akan terlihat.

  9) Mengulangi percobaan di atas dengan eluen 2.

IV. HASIL PENGAMATAN No Variabel yang diamati Hasil pengamatan Eluen 1 Eluen 2 1.

   Mengocok campuran  Mengambil lapisan eluen  Memasukkan kedalam chamber (menjenuhkan)

  Menotolkan ketiga larutan asam amino pada kertas kromatografi

   Mengelusi  Mengeringkan  Menyemprot dengan ninhidrin  Mengeringkan  Terbentuk 2 lapisan

   Lapisan atas, bening (+). Eluen 1

   Lapisan bawah bening (++).

2. Memasukkan pelarut (eluen)

   Warna ungu  A = 2,2 cm  G = 1,5 cm  T = 2 cm

   Bercampur  Eluen 2berwarna orange muda  bagian atas warna ungu  bagian bawah pink  A = 4,5 cm  G = 4,7 cm  T = 5 cm

V. ANALISIS DATA

  Pada percobaan ini digunakan metode pemisahan asam amino dengan cara kromatografi kertas. Kromatografi kertas merupakan pemisahan berdasarkan sistem partisi, dimana fase diamnya berupa kertas saring dan fase geraknya berupa cairan pelarut (eluen). Pelarut (eluen) yang digunakan merupakan campuran beberapa larutan.

  Dalam percobaan ini melakukan teknik kromatografi kertas dengan cara 2 dimensi, yaitu menggunakan dua macam larutan eluen yakni eluen pertama berupa n-butanol : asam cuka glasial : aquadest dengan perbandingan 14 mL : 8 mL : 14 mL, sedangkan eluen kedua adalah campuran dari fenol dan aquadest dengan perbandingan 3 : 1. Penggunaan cara 2 dimensi ini dikarenakan dalam percobaan ini menggunakan sampel dengan komponen yang cukup banyak yaitu 3 macam sampel (alanin, glisin, dan treonin).

  Eluen pertama terdiri atas 1-butanol, asam asetat dan air. Ketika larutan dicampurkan, terbentuk dua lapisan. Hal ini terjadi karena 1-butanol bersifat non polar sedangkan asam asetat dan air bersifat polar, jadi asam asetat dan air akan saling bercampur, sedangkan 1-butanol dan dua pelarut lain tidak akan saling campur. Eluen kemudian dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup selama beberapa waktu, tujuannya yaitu untuk menjenuhkan chamber dengan uap pelarut sehingga mempercepat pemisahan. Penjenuhan udara dalam chamber dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas.

  . Sedangkan eluen kedua terdiri atas fenol bersifat non polar dan air bersifat polar. Lapisan atas dari eluen digunakan sebagai fase gerak dalam kromatografi kertas karena pada lapisan tersebut merupakan pelarut yang bersifat nonpolar.

  Sampel asam amino yang akan digunakan yakni alanin, glisin dan treonin. Asam-asam amino ini dilarutkan ke dalam etanol dan ditambahkan setetes HCl pekat. Dalam hal ini terjadi reaksi esterifikasi. Adanya gugus karboksilat, menyebabkan asam amino dapat terjadi reaksi esterifikasi oleh adanya alkohol dalam kondisi asam, adapun persamaan reaksinya untuk tiap- tiap sampel asam amino adalah sebagai berikut :

  Alanin Glisin Treonin Tetapi hasil ester yang diperoleh ini tidak stabil karena dapat bereaksi lebih lanjut sesamanya menghasilkan siklis amida (diketopiperazina). Jadi, penambahan etanol dan HCl pekat bertujuan untuk melarutkan asam amino tersebut, sehingga mudah untuk dipisahkan lebih lanjut.

  Dalam percobaan ini alasan untuk menutup rapat botol reagent/chamber adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan kertas saring yang mengelilingi sisi chamber yang terbasahi oleh pelarut.Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai noda-noda asam amino yang berwarna.

  Masing-masing sampel larutan asam amino ditotolkan pada kertas kromatografi (kertas Whatman) dengan menggunakan pipa kapiler, penggunaan pipa kapiler pada saat penotolan adalah agar tetesan asam amino yang diteteskan tidaklah terlalu banyak sehingga dalam satu kertas saring mampu menampung tiga jenis sampel asam amino. Kemudian dimasukkan ke dalam chamber/botol reagent yang telah dijenuhi oleh uap eluen. Kemudian chamber ditutup rapat agar terjadi pemisahan yang sempurna. Pemisahan asam amino dengan cara kromatografi kertas disebabkan adanya perbedaan koefisien partisi antara air dan pelarut organik. Perbedaan koefisien partisi menunjukkan perbedaan laju rambatan pada permukaan kertas dari air dan pelarut organik yang merambat secara perlahan. Fase air akan tertahan dengan kuat di pori-pori kertas karena adanya interaksi yang kuat antara air dengan gugus hidroksil dari selulosa kertas saring.

  Ketika kertas kromatografi yang telah ditotolkan sampel asam amino, maka akan terjadi pemisahan, dimana pelarut organik merambat ke atas melalui kapiler kertas mengangkut campuran asam amino yang ada ditotolkan pada kertas kromatografi. Asam amino yang paling larut di dalam pelarut organik, akan diangkut paling cepat dan asam amino yang paling kurang larut akan tertinggal paling bawah. Pelarut yang digunakan adalah 1-butanol : asam asetat : air dan fenol : air bersifat nonpolar, maka dari ketiga sampel asam amino yang digunakan (alanin, treonin, glisin), dapat dilihat sifat kepolarannya.

  Molekul-molekul nonpolar dalam campuran akan memiliki sedikit interaksi dengan molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, dan karena akan menghabisakan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Maka sampel yang paling atas merupakan sampel yang paling larut dalam pelarut yang artinya bersifat paling non polar dibandingkan sampel asam amino lainnya. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. Mereka akan memiliki nilai R yang

  f relatif tinggi.

  Dengan kata lain, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Dan karenanya, cenderung untuk larut dalam lapisan tipis air sekitar serat lebih besar daripada pelarut yang bergerak. Karena molekul-molekul ini menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak, molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.

  Berdasarkan literatur, dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.Kromatogram dapat dikeringkan dan ditambahkan dengan larutan ninhidrin.Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa- senyawa berwarna khas ungu-biru sampai kecoklatan atau kuning.

  Asam amino merupakan jenis zat tidak berwarna, sehingga untuk mengetahui letak noda diperlukan pereaksi lokasi, maka pada kertas kromatografi disemprotkan larutan ninhidrin. Dalam percobaan ini digunakan larutan ninhidrin yang disemprotkan pada kertas kromatografi setelah dikeringkan, sehingga noda-noda pada kertas kromatografi dapat terlihat yakni noda yang berwarna ungu. Terbentuknya noda berwarna ungu ini disebabkan karena terjadinya reaksi antara hidrat dari triketon siklik (ninhidrin) dengan asam amino.

  Adapun persamaan reaksi yang terjadi untuk tiap sampel adalah : Alanin

  • anion ninhidrin
  • 3 ungu 2 2 +<
  • CH CHO + CO + 3H O +
Reaksi alanin dengan ninhidrin secara terperinci ialah : Glisin

  • ninhidrin

  anion ungu

  • HCHO + CO 2 + 3H
  • 2 O + + H ninhidrin

      ungu Reaksi treonin dengan ninhidrin secara terperinci ialah : Noda-noda ini kemudian diukur dengan membandingkan jarak komponen yang dipisahkan (analit) dengan jarak pergerakan pelarut, disimbolkan dengan

      Reaksi glisin dengan ninhidrin secara terperinci ialah : Treonin

    • CH
    • 3 CHOHCHO + CO 2 + 3H
      • + 2 O + anion

        jarak yang ditempuh oleh senyawa jarak noda

        Rf = Rf = jarak eluen jarak yang ditempuh oleh pelarut

        Rf. Rumusnya : Sering kali pengukuran diperoleh dari kertas untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.

        Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa masing-masing asam amino memiliki harga Rf yang berbeda. Untuk eluen pertama yaitu alanin Rf = 0,44; glisin Rf = 0,3; dan treonin Rf = 0,4. Sedangkan untuk eluen kedua, ialah harga Rf alanin = 0,9; Rf glisin = 0,94 dan Rf treonin =1. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keterikatan analit terhadap eluen. Karena eluen yang digunakan bersifat non polar maka senyawa yang lebih non polar akan terikat lebih kuat pada eluen sehingga harga Rf akan semakin besar.

        Jika dibandingkan dengan harga Rf asam-asam amino standar yakni untuk alanin (Rf=0,38), glisin (Rf=0,26) dan treonin (Rf=0,35) berbeda dengan harga Rf hasil percobaan. Hal ini karena harga Rf dipengaruhi oleh eluen, sedangkan pada harga Rf standar tidak diketahui eluen yang digunakan, bisa saja eluen yang digunakan berbeda sehingga hasil daripada harga Rf juga berbeda. Tapi bila dilihat antara harga Rf hasil percobaan dengan harga Rf standar diperoleh suatu urutan yang sama yakni harga Rf untuk alanin lebih besar daripada glisin dan treonin kemudian treonin lebih besar daripada glisin.

        Pada eluen pertama, harga Rf masing-masing sampel asam amino menunjukkan alanin lebih larut dalam eluen pertama, yaitu 1-butanol yang bersifat non polar sehingga dapat dikatakan bahwa alanin bersifat lebih non polar dibandingkan dengan kedua sampel lainnya. Treonin bersifat lebih nonpolar daripada glisin. Sedangkan eluen kedua digunakan pelarut fenol yang bersifat non polar, sehingga senyawa yang lebih larut urutannya adalah alanin terlebih dahulu lalu treonin dan glisin karena dilihat dari strukturnya alanin bersifat lebih non polar dibandingkan kedua asam amino lainnya, dan treonin bersifat lebih non polar dibandingkan dengan asam amino glisin atau dapat dikatakan bahwa glisin merupakan asam amino yang paling polar dibandingkan kedua sampel asam amino yang digunakan.

        Sifat kepolaran asam amino tersebut dapat dibuktikan dari struktur masing-masing asam amino, berikut :

        Alanin Glisin Treonin Alanin mempunyai gugus R non polar, glisin dan threonin mempunyai gugus R polar, tetapi gugus R pada glisin, yaitu suatu atom hidrogen terlalu kecil untuk mempengaruhi derajat polaritas gugus α-amino dan α-karboksil yang tinggi sehingga treonin lebih non polar dibandingkan dengan glisin. Hal ini sesuai dengan hasil Rf yang diperoleh dari kedua eluen untuk masing- masing asam amino. Sehingga urutan kepolarannya dari yang paling polar adalah :

        Glisin &gt; Threonin &gt; Alanin

      VI. KESIMPULAN

      1) Kromatografi kertas dapat digunakan untuk

        mengidentifikasi/memisahkan asam amino dalam suatu campuran 2) Harga Rf masing-masing analit untuk eluen 1 adalah :

        a) Alanin = 0,44

        b) Treonin = 0,4

        c) Glisin = 0,3 Harga Rf masing-masing analit untuk eluen 2 adalah :

        a) Alanin = 0,9

        b) Treonin = 1

        c) Glisin = 0,94 3) Dengan eluen organik yang bersifat polar maka semakin besar harga

        Rf, semakin bersifat polar sampel asam amino tersebut. Jadi, urutan kepolaran sampel asam amino untuk eluen 1 adalah :

        Glisisn &gt; Treonin &gt; Alanin Sedangkan untuk eluen 2 adalah :

        Alanin &gt; Glisin &gt; Treonin

      VII. DAFTAR PUSTAKA

        Anwar, Chairil, Bambang Purnowo, Harno Dwi Pranowo dan Tutik Dwi Wahyuningsih. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Depdikbud.

        Clark, Jim. 2007. Kromatografi Kertas (online). Diakses pada tanggal 27 Maret 2011.

        Fessenden dan Fessenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Harborne, J. B. 1996. MetodeFitokimia. Bandung: ITB Matsjeh, Sabirin, Hardjono Sastrihamidjojo dan Respati Sastrosajdono. 1996.

        Kimia Organik II. Jakarta: Depdikbud.

        Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia.

        Jakarta: UI-Press. Syahmani dan Sudarsih. 2011. Petunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin: FKIP UNLAM. (Tidak dipublikasikan).

        

      LAMPIRAN I

      PERHITUNGAN

        Pengukuran harga Rf untuk tiap noda pada kromatografi kertas melalui rumus: Sehinnga,

        a. Untuk eluen pertama (campuran 1-butanol : asam cuka glasial : aquadest dengan perbandingan 18 mL : 4 mL : 18 mL) diperoleh data sebagai berikut : Jarak alanin 2,2 cm Jarak glisin 1,5 cm Jarak treonin 2 cm Jarak pelarut 5 cm

        Maka dapat ditentukan harga Rf masing-masing noda adalah sebagai berikut :

        jarak noda 2,2 cm

        Rf Alanin =

        jarak eluen= 5 cm = 0,44 cm jarak noda 1,5 cm

        Rf Glisin =

        jarak eluen= 5 cm =0,3 cm jarak noda 2 cm

        Rf Treonin =

        jarak eluen= 5 cm =0,4 cm

        b. Uuntuk eluen kedua (campuran fenol : aquadest dengan perbandingan 30 mL : 10 mL) diperoleh data sebagai berikut : Jarak alanin 4,5 cm Jarak glisin 4,7 cm Jarak treonin 5 cm Jarak pelarut 5 cm

        Maka dapat ditentukan harga Rf masing-masing noda adalah sebagai berikut :

        jarak noda 4,5 cm

        Rf Alanin =

        jarak eluen= 5 cm =0,9 cm jarak noda 4,7 cm

        Rf Glisin =

        jarak eluen= 5 cm =0,94 cm jarak noda 5 cm

        Rf Treonin =

        jarak eluen= 5 cm =1 cm

        Berdasarkan hasil perhitungan harga Rf di atas dapat dibandingkan dengan harga Rf asam-asam amino standar ternyata menunjukkan bahwa komponen- komponen asam amino dalam larutan meliputi alanin, glisin, dan treonin.