Adakah yang Tidak Percaya Tuhan

Lagi-lagi Tuhan
Abdul Ghafur
“aku tidak percaya tuhan...” jika ada yang berkata begini aku selalu terpancing untuk bertanya.
“lantas apa yang kamu percaya di dunia ini?” dan apapun jawabanya aku pasti sudah
mempersiapkan diriku untuk tersenyum dihadapan orang itu.
Pernyataan ini sebenarnya bukanlah hal baru dalam sejarah kehidupan manusia.
Nietzschen misalnya, seabad yang lalu ia berani mengatakan dengan tegas “gott is tot” (tuhan
sudah mati) istilah ini menjadi populer dan masih didebatkan hingga sekarang.
Pernyataan Nietzschen ini sebenarnya dapat dipahami sebagai pengumuman akan
kematian kehidupan spiritualnya beserta teman-teman yang senasib dengannya. Ini dikarenakan
warisan agama yang mereka pahami tentang tuhan bukanlah hal yang mampu mendekatkan
mereka pada keagungan, kedamaian, keindahan Ilahiah, melainkan suatu bentuk dongengdongeng, takhayul dan mitos yang tampak sebagai penghalang dalam kebebasan dan kreasi
berfikir serta otonomi manusia.
Sekarang kembali kepada pertanyaan “apa itu Tuhan?” kalau kita coba definisinkan
secara umum, Tuhan adalah dzat yang maha ada yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu
yang ada dialam semesta. Pengertian ini lebih bersifat eksistensi. Namun jika lebih menyelam
untuk pengertian yang lebih esensi, maka dari pengertian diatas juga terkandung bahwa Tuhan
adalah segala sesuatu yang manusia persepsikan memiliki kekuatan dan kuasa yang melebihi
manusia sendiri.
Dari persepsi tersebut akan muncul sebuah keyakinan. Keyakinan akan bermetamorfosa
menjadi keimanan ketika didalamnya tercakup kecintaan, ketakutan dan pengharapan.

Sehingga singkatnya, Tuhan adalah apa yang paling kita cintai, paling kita takuti dan
paling kita berharap padanya. Dan ketiga hal ini sangat tidak mungkin tidak dimiliki oleh
manusia di dunia. Ketiga hal ini bisa terpatri pada barang-barang dunia, seperti harta kekayaan,
istri, anak, orang tua, akal, pemikiran bahkan diri sendiri. Semua bisa saja menjadi berhalaberhala yang dituhankan. Seorang jendral yang mengaku atheis pun, ketika akan melepaskan
pasukannya ke medan pertempuran ia akan mengatakan “SEMOGA kita menang!!!” mungkin
jarang diperhatikan, namun kemana dan kepada siapa kata ‘Semoga’ yang bermuatan
pengharapan itu ditujukan?

Bagi saya penyataan sikap tidak berTuhan merupakan wujud dari sifat egosentris yang
meradang. Ego yang membutakan seseorang dari luasnya semesta kebenaran. Ego yang tanpa
mereka sadari memperjelas sikap penuhanan mereka terhadap kebodohohan. kebodohan karena
sikap tidak acuh dan lari dari bukti-bukti yang jelas dan nyata. Mereka adalah orang-orang yang
terjebak dalam kajian-kajian tanpa penghayatan.
Karena itu, hingga saat ini saya berpendapat tidak ada manusia yang tak berTuhan..
Namun pertanyaan yang lebih penting dari ini semua adalah “kepada apa kita berTuhan???”
Binjai, 14 Agustus 2014
Ditulis untuk menjawab pertanyaan Ikhsan