Integrasi Wakaf Dana Masjid and Koperasi
INTEGRASI WAKAF-DANA MASJID-KOPERASI (Triangle
Sinergy) SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN
DESA PESISIR
(Studi Kasus Kampung Nelayan Pantai Siung, Kecamatan Tepus, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta)
Diusulkan Oleh:
Candra Kusuma Wardana NIM. 20150410248 (2015)
Rido Argo Mukti
NIM. 20140520098 (2014)
Meisya Rani
NIM. 20160430017
(2016)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
1
2017
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
Judul Karya : Integrasi Wakaf-Dana Masjid-Koperasi (Triangle Sinergy) Sebagai
Strategi Pengentaskan Kemskinan Desa Pesisir
Nama Penulis :
1. Candra Kusuma Wardana
2. Ridho Argo Mukti
3. Meisya Rani
Dengan ini, kami menyatakan bahwa benar karya tulis dengan judul tersebut diatas
merupakan karya orisinil saya dan belum pernah dipublikasikan dan/atau
memenangkan perlombaan sejenis di tempat lain. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya, dan apabila terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, maka
saya siap untuk didiskualifikasi dari kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab
saya.
Yogyakarta, 23 Juli 2017
Ketua Tim
(Candra Kusuma Wardana)
2
NIM. 20150410248
INTEGRASI WAKAF-DANA MASJID-KOPERASI (Triangle
Sinergy) SEBAGAI STRATEGI PENGENTASKAN KEMISKINAN
DESA PESISIR
(Studi Kasus Kampung Nelayan Pantai Siung, Kecamatan Tepus, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta)
Candra Kusuma Wardana, Rido Argo Mukti, Meisya Rani
Abstrak
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki panjang pantai
81.000 km dan memiliki 17.508 pulau serta dua pertiga wilayahnya berupa lautan.
Potensi sumber daya kelautan Indonesia didalamnya dapat digolongkan menjadi
empat kelompok yaitu renewable resources, nonrenewable resources, OTEC (Ocean
Thermal Energy Convertion), dan environmental services. Disisi lain Indonesia
memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia yang dapat menjadi modal
perkembangan ekonomi maritim. Dalam Islam terdapat berbagai sumber pendanaan
yang dapat diberdayakan untuk kepentingan masyarakat seperti dana wakaf dan dana
masjid dengan potensi dana wakaf mencapai Rp 3 triliun dan dana masjid mencapai
Rp 260 miliar. Tujuan penulisan ini adalah mengoptimalkan potensi wakaf tunai dan
dana masjid sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur produksi yang terintegrasi,
efisien, sumberdaya manusia berkualitas, berakselerasi tinggi dan sistem manajemen
yang baik pada sektor perikanan dan pariwisata berwawasan lingkungan (ekowisata).
Gagasan yang diajukan menggunakan peran Koperasi Pantai Siung sebagai pengelola
dana Wakaf tunai dan Dana Masjid dalam suatu sinergitas (Triangle Sinergy). Tulisan
ini bersifat library research yang disajikan secara deskriptif dan ditunjang oleh
beberapa literatur yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Selain itu
dikombinasikan dengan data observasi langsung (In-depth Interview) secara tatap
muka (Face to Face Relationship) kepada objek studi. Teknik pengolahan data
menggunakan Fishbone Diagram dan analisis deskriptif. Tentu, dalam penerapannya
dibutuhkan dukungan dari berbagai stakeholder, diantaranya Badan Wakaf Indonesia,
Bank Masjid, akademisi, praktisi, dan pemerintah agar implikasi yang timbul
berkelanjutan. Melalui optimalisasi wakaf dan dana masjid, masyarakat dapat lebih
mandiri dalam mengembangkan sektor perikanan dan pariwisata di wilayah pesisir
tanpa harus tergantung pada anggaran pemerintah serta menjadi suatu strategi
pengentasan kemiskinan bagi masyarakat pesisir.
Kata kunci: Dana Masjid, Ekonomi Maritim, Kemiskinan, Koperasi, Wakaf
3
4
Pendahuluan
Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer (terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada) yang meliputi 17.508 pulau. Sejak tahun 1982,
berdasar hukum laut internasional (United Nation Convention on the Laws of the Sea,
UNCLOS), luas lautan indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi (km2) termasuk
zone ekonomi eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 (Siham, Ramadhani & Intan 2016).
Wilayah pesisir merupakan suatu ekosistem khas yang kaya akan sumberdaya alam
baik yang berada didaratan maupun pada perairannya.
Kendati Indonesia memiliki wilayah pesisir dan sumberdaya kelautan yang
potensial namun fakta membuktikan bahwa, menurut Jannah (2014), berdasarkan data
dari Badan Pusat Stastisitik 2011, dari total 31,02 juta jiwa penduduk miskin
nasional, 7,87 juta jiwa diantaranya disumbang oleh nelayan. Dengan kata lain, dari
total penduduk miskin nasional, 25,14 persen berasal dari nelayan. Menurut
Kementrian Kelautan dan Perikanan (2014), isu utama dalam upaya pengembangan
ekonomi kelautan adalah pertama, rendahnya produktivitas dan daya saing usaha
kelautan dan perikanan yang disebabkan oleh belum terintegrasinya produksi yang
dibangun. Kedua, belum diperolehnya dukungan permodalan dalam rangka
pengembangan usaha kelautan. Ketiga, kualitas sumberdaya manusia yang rendah,
serta nimimnya keahlian. Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan ironi di negeri
ini. Melihat potensi sektor kelautan yang begitu besar, namun masyarakatnya tidak
dapat merasakan kekayaan negerinya sendiri.
Seperti salah satu wilayah yang memiliki potensi dalam pengembangan
ekonomi masyarakat pesisir yakni wilayah Pantai Siung, Kecamatan Tepus,
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Kawasan pantai Siung memiliki banyak
potensi sumber daya lokal yang cocok dikembangkan menjadi kawasan pariwisata
andalan daerah, seperti topografi berbukit-bukit yang menjorok kelaut, panorama
pantai Siung yang indah, goa yang berada tidak jauh dari pantai, area panjat tebing,
air terjun, area camp, pertunjukan seni seperti tari piring yang diiringi karawitan dan
1
pertunjukan wayang kulit, serta berbagai warung yang menyediakan jajanan seafood
yang menjadi sumber utama pendapatan penduduk di daerah tersebut.
Dalam upaya merealisasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, konsepkonsep baru pembangunan sektor perikanan terus bermunculan, sesuai dengan
inovasi dan kreatifitas daerah. Seharusnya masyarakat wilayah pantai Siung tak hanya
berprioritas pada pencapaian-pencapaian hasil komoditas perikanan saja, namun lebih
dari itu. Karena pada dasarnya sektor perikanan memiliki kompetensi normatif guna
melakukan pemanfaatan jasa lingkungan, pengelolaan ekosistem, dan keterampilan
berbudidaya, penelitian dan pengembangan teknologi serta promosi. Dengan beragam
sumber daya lokal yang potensial didaerahnya dan memiliki diversifikasi produk
lokal unggulan, menjadikan wilayah administrasi perikanan dapat “disulap” menjadi
kawasan wisata bahari yang memiliki daya tarik kepariwisataan.
Beberapa kendala belum berkembangnya wisata lokal ini dikarenakan
beberapa sebab seperti fasilitas yang masih terbatas, belum ada akses internet, dan
ketersediaan penunjang wisata seperti penginapan (homestay) yang terbatas. Selain
itu, kendala terpenting yakni belum terkonsepnya perencanaan struktural dari segi
pemasaran produk lokal yang meyebabkan potensi sumber daya yang ada belum
dikelola secara optimal. Permasalahan perencanaan struktural dari segi pemasaran
meliputi promosi ikan hasil tangkapan dan promosi destinasi wisata yang masih
minim. Sedangkan kendala sistem pengolahan perikanan dan konsep pariwisata
berwawasan lingkungan (ekowisata) masih belum dioptimalkan oleh masyarakat.
Dana wakaf tunai menjadi alternatif solusi karena tidak ada kewajiban
mengembalikan dana dan/atau memberikan keuntungan tertentu kepada wakif
(pemberi dana wakaf), tetapi setiap keuntungan akan disalurkan kembali bagi
kemaslahatan umat. Menurut Erwin sebagaimana dikutip dari www.bwi.or.id (22 Juli
2016), Indonesia memiliki potensi besar dalam membangun wakaf uang, melalui
penghitungan sederhana dari populasi umat Islam Indonesia kurang lebih 215 juta
jiwa dari sekitar 230 juta jiwa, 20 juta umat Islam berwakaf uang setiap orang per
bulan Rp. 100 ribu dalam setahun maka akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp. 24
2
trilyun. Jika melihat perhitungan yang dilakukan oleh Mustafa Nasution (2001),
mengungkapkan bahwa wakaf uang umat Islam di Indonesia saat ini diasumsikan bisa
mencapai Rp 3 trilyun setiap tahunnya bahkan bisa jauh lebih besar. Hal ini karena
lingkup sasaran pemberi wakaf uang (wakif) bisa sangat luas dibanding wakaf biasa.
Tabel 1. Potensi Aset Wakaf Indonesia Secara Variatif
Penghasilan per
Bulan
Rp 500.000
Rp 1juta -2 juta
Rp 2 juta – 5 juta
Rp 5 juta – 10 juta
Jumlah
Wakaf
Muslim
Uang/bulan
4 juta jiwa
Rp 5.000
3 juta jiwa
Rp 10.000
2 juta jiwa
RP 50.000
1 juta jiwa
Rp 100.000
TOTAL
Jumlah Wakaf
Uang/bulan
Rp 20 milyar
Rp 30 milyar
Rp 100 milyar
Rp 100 milyar
Jumlah Wakaf
Uang/tahun
Rp 240 milyar
Rp 360 milyar
Rp 1,2 trilyun
Rp 1,2 trilyun
Rp 3 trilyun
Sumber: Nasution, 2001 diolah
Sedangkan potensi dana masjid sebagaimana contoh di povinsi DI Yogyakarta
terdapat dana masjid yang terakumulasi menganggur. Padahal kita tahu bahwa dana
masjid akan terus terkumpul, karena sumbernya melalui infaq dan/atau sodakoh
melalui kotak amal setiap hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akhyar
Adnan, dengan judul penelitian “An Investigation of The Financial Management
Practise of The Mosques In The Special Region of Yogyakarta Province, Indonesia”
menemukan adanya temuan saldo dari sampel sebanyak 48 masjid di Yogyakarta
terdapat keseimbangan surplus sebesar Rp. 42.159.151 (sekitar USD $ 4.485) per
masjid. Jika agregat perkiraan dana masjid diseluruh Provinsi Yogyakarta, dalam
penelitiannya memperkirakan terdapat sebesar Rp. 269,9 milyar atau setara USD $ 30
juta dana masjid surplus atau menganggur. Berdasarkan temuan ini, peneliti melihat
adanya dana potensial yang dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan
pembangunan ekonomi kelautan. Dengan demikian, kedua dana publik Islam tersebut
dapat dijadikan sumber dana alternatif guna mempercepat pembangunan di desa
pesisir.
Metode Penulisan
3
Teknik pengumpulan data menggunakan dua metode yakni kualitatif dan
kuantitatif. Teknik kualitatif berupa wawancara langsung (in-depth interview) yang
dilakukan kepada warga dan petugas pengelola Pantai Siung, Desa Purwodadi,
Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul. Sementara teknik kuantitatif bersumber
dari media informasi online.
Metode pengolahan data dilakukan dengan metode fishbone diagram yang
merupakan suatu diagram untuk menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat.
Analisis sebab akibat dilakukan melalui Focus group discussion yang dapat
digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab itu kemudian.
Pembahasan
Sebagai langkah konkrit untuk mempercepat pembangunan sektor perikanan
dan ekowisata di wilayah Pantai Siung dapat dilakukan melaui konsep Triangle
Sinergy. Triangle Sinergy yang diusulkan merupakan gagasan pembangunan desa
pesisir di Yogyakarta dengan mengoptimalkan potensi wakaf tunai dan dana masjid
sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur produksi yang terintegrasi, sumberdaya
manusia berkualitas, berakselerasi tinggi dan sistem manajemen yang baik. Konsep
pembangunan wilayah pesisir tentunya memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Jika
pemerintahan daerah khususnya Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta hanya
bergantung pada anggaran daerah dan perimbangan, cukup sulit untuk merealisasikan
akselerasi pembangunan di wilayah pesisir. Maka, permasalahan anggaran dana yang
terbatas dapat diatasi dengan memanfaatkan dua dana publik Islam tersebut.
Konsep Triangle Sinergy merupakan suatu upaya pengembangan sektor
perikanan dan ekowisata yang disusul dengan program pemberdayaan masyarakat
pantai Siung agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Setelah
dana wakaf tunai dan dana masjid DI Yogyakarta terkumpul maka dana tersebut akan
dialokasikan sebagai sumber pembiayaan infrastruktur dan kegiatan pemberdayaan
pariwisata bahari.
4
Adapun langkah pertama yaitu dengan mengidentifikasi faktor penyebab
belum optimalnya potensi sumber daya lokal di kawasan tersebut melaui metode
Fishbone Diagram menggunakan analisis faktor 7P (product, price, place, promotion,
people, physical evidence dan process). Maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
permasalahan
pengembangan
Pantai
Siung,
Kecamatan
Tepus,
Kabupaten
Gunungkidul dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Product, belum adanya paket
wisata yang ditawarkan oleh masyarakat (pengelola). 2) Price, belum adanya
standarisasi harga antara satu pengunjung dengan pengunjung lainnya. 3) Place,
minimnya fasilitas homestay, guna mendukung keberadaan wisatawan yang ingin
tinggal lebih lama. Fasilitas penunjang lain yaitu belum ada jaringan internet. 4)
People, keterampilan pengelola wisata bahari maupun inovasi guna mengelola hasil
perikanan masih sangat rendah, seperti tata cara menyambut wisatawan dengan
ramah. 5) Promotion, belum terbentuknya pihak-pihak manajemen pemasaran yang
mempromosikan Pantai Siung secara berkelanjutan. 6) Phisical Evidence, bentuk
destinasi belum ditata secara baik, sehingga untuk menciptakan destinasi wisata yang
apik masih membutuhkan upaya dari pengelola atau masyarakat. 7) Process,
pelayanan yang akan diberikan kepada wisatawan/pengunjung belum berstandar SOP
(Standar Oprational Procedure) dan belum ada layanan menyeluruh baik dari segi
manajemen administrasi maupun customer sevice management.
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, kemudian dapat dirinci dan
ditetapkan penyebab-penyebab kurang dan/atau belum teroptimalkannya potensi yang
ada di kawasan pantai Siung. Penjelasan dapat diuraikan menggunakan Fishbone
Diagram, sebagai berikut.
5
Gambar 1. Fishbone Diagram Pengembangan Perikanan dan Ekowisata
Pantai Siung
Product
Promotion
Price
Gambaran
Fasilitas
Harga Tiap Paket
Produk Inti
Paket Wisata
Promosi Tidak
Maksimal
Rincian Harga
Organized
Produk
Perkembangan
Perikanan dan
Ekowisata Kurang
Maksimal
Komunikasi
Kurang
Penggunaan TIK
Expected
Produk
Penataan tempat
Minim
Pengetahuan
Kompleksitas
Fasilitan
pengukung
Pelatihan
Banyak sampah
Physical Evidence
Process
Tempat
Pengamatan
SOP Kerja
Konvergensi
People
Perbaikan
Fasilitas
Saluran
Distribusi
Penginapan
Place
Sumber: Analisis Penulis
Setelah diuraikan berbagai faktor penyebab hambatan terkait pengembangan
pantai Siung, langkah selanjutnya yakni mengetahui faktor-faktor utama (potensial)
yang paling dominan dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan. Focus group
discussion menjadi langkah untuk mengetahui hal tersebut. Hasil berupa kesimpulan
bahwa faktor yang paling dominan yakni promosi yang masih rendah, kurangnya
alokasi sumber dana, kemampuan SDM yang rendah, dan infrastruktur yang belum
memadai.
Kemudian, disusun langkah-langkah strategis pengembangan pariwisata
maupun sistem perikanan dan gagasan pemberdayaan masyarakat berbasis koperasi
dengan konsep 3E (Environment, Education dan Entrepreneur) melibatkan berbagai
stakeholder, diantaranya Badan Wakaf Indonesia, Bank Masjid, Koperasi Pantai
Siung, akademisi, praktisi, dan, pemerintah agar implikasi yang timbul berkelanjutan.
Sehingga mampu mengarahkan pada pencapaian sektor perikanan dan pariwisata
yang unggul berbasis sumber daya lokal.
6
Selama ini, pengetahuan umum tentang wakaf hanyalah sebuah aset (tanah).
Padahal, sejak zaman Rasulullah, wakaf tunai telah ada. Penerimaan dana wakaf tunai
memiliki potensi yang cukup besar bila kita bandingkan dengan dana sosial Islam
lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Agama Provinsi
Yogyakarta tahun 2014 jumlah masjid di Kabupaten Gunungkidul terdapat 1.863
masjid (https://simas.kemenag.go.id). Penulis meyakini tidak semua masjid tersebut
memiliki prosedur pemanfaatan dana yang ada untuk disalurkan ke sektor produktif.
Jadi dengan asumsi 30% dari jumlah keseluruhan masjid dan mushola yang ada di
kota Yogyakarta dengan keseimbangan dana yang menganggur misalkan hanya
mencapai Rp. 20 juta saja maka akan terkumpul potensi dana umat mencapai Rp.
11,178,000,000,00-.
Adapun skema penerapan Triangle Sinegy (sinergi tiga pihak) melalui peran
BWI (Badan Wakaf Indonesia), Bank Masjid (Inovasi lembaga pengakumulasi dana
masjid yang mengaggur di Daerah istimewa Yogyakarta) dan Koperasi Pantai Siung
dapat dilihat pada konsep dibawah ini:
Gambar 2. Skema Pembiayaan Triangle Sinergy Menggunakan Dana Wakaf dan
Dana Masjid
Wakif
Triangle Sinergy
1
Wakif
2
BWI
1
Masjid
2
Koperasi Pantai Siung
Bank Masjid
Masjid
Masjid
Wakif
V
Sumber: Analisis Penulis
Dari gambar 2. diatas, penerapan Triangle Sinergy dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Penyerahan harta wakaf oleh waqif kepada nazhir (Koperasi Pantai Siung) atau
dapat melaui perantara BWI regional daerah dan penyerahan dana masjid kepada
7
Bank Masjid. Dana yang terkumpul kemudian dikelola oleh Koperasi Pantai
Siung.
2.
Penyerahan harta wakaf dan dana masjid melalui Koperasi Pantai Siung kepada
masyarakat agar kemudian dapat dikelola secara produktif guna penunjang
pembangunan sektor perikanan dan pariwisata bahari. Aset wakaf yang berupa
uang tunai dapat dimanfaatkan untuk membeli lahan daerah pesisir dan tempat
untuk pengolahan ikan bagi nelayan, sebagiannya dana tersebut dapat
dimanfaatkan membangun infrastruktur, membeli alat pengolahan ikan dan
transportasi untuk menunjang produksi.
Agar dapat menunjang ekonomi masyarakat pesisir, maka dibutuhkan
partisipasi berbagai pihak untuk terlibat. Konsep yang dibangun berupa
pemberdayaan masyarakat lokal dan nelayan pantai Siung dalam pengembangan
wisata dan perikanan dengan tujuan mendukung nilai partisipasi antar elemen
penyelenggara
kegiatan
ekonomi
melalui
sebuah
pendekatan
yang
berkesinambungan.
Gambar 3. Bentuk Pemberdayaan Ekonomi dalam Konsep Triangle Sinergy
Akademisi dan
praktisi
BWI
Desa Purwodadi Gunungkidul
Pemerintah
Koperasi Pantai Siung
Bank Masjid
Research and
Development
Human Resource
Development
Fisik dan Pelembagaan
Inovasi, Teknologi dan
Diferensiasi
Peningkatan Skill
Sarana-prasarana dan
Modal Sosial
Sumber: Analisis Penulis
8
Adapun peran dari masing-masing elemen dalam realisasi program ini adalah:
1. Pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun daerah. Peran serta meliputi (1)
Regulation role, dalam wujud pembuatan kebijakan melalui perda yang dapat
dibuat. (2) Allocation role, dalam wujud distribusi sumber daya, seperti
infrastruktur pendukung, transfer teknologi dan tenaga ahli.
2. Akademisi dan Praktisi. (1) Research and Development, terkait bagaimana
konsep manajemen pengelolaan dan diferensiasi produk. (2) Human Resource
Development, pengembangan kualitas SDM.
3. Masyarakat Pantai Siung. Sebagai elemen utama pemberdayaan.
4. Koperasi Pantai Siung. Sebagai lembaga intermediasi yang berisi aktor-aktor
pelaksana pemberdayaan serta sebagai lembaga audit serta pengelola dana
wakaf dan dana masjid.
5. BWI (Badan Wakaf Indonesia), berperan sebagai pihak yang menghimpun
dan menyalurkan dana wakaf tunai. Lebih dari itu, BWI perlu melakukan
kajian tentang wakaf produktif kepada masyarakat dengan jalan sosialisasi,
sehingga terciptaya kesadaran masyarakat terkait pengelolaan wakaf produktif
bagi peningkatan ekonomi masyarakat.
6. Bank Masjid. Konsep pembentukan bank masjid ditujukan untuk
mengakumulasi dana masjid yang menganggur. Bank masjid juga yang
nantinya akan mensosialisasikan terkait pentingnya keuangan potensial seperti
dana masjid ini agar dapat disalurkan bagi pengembangan dan kemajuan
ekonomi umat.
Selain dengan konsep pemberdayaan yang digagas dalam Triangle Sinergy
bagi Masyarakat Pantai Siung, ditanamkan juga nilai 3E (Environment, Education
dan Entrepreneur) yaitu :
1. Environment. Terkait permasalahan lingkungan yang menjadi tanggung jawab
bersama.
9
2. Education (Pendidikan dan Pelatihan) Memberikan pendidikan dan pelatihan
tentang
konsep
Triangle
Srtategy.
Edukasi
ditujukan
pula
untuk
pengembangan teknologi tepat guna baik untuk pengembangan wisata
maupun perikanan berupa pemasaran dan pengembangan produk.
3. Entrepreneur. Setiap hasil perikanan hendaknya tidak hanya dijual dalam
bentuk komoditas primer. Lebih dari itu, perlu diolah kembali sehingga
memiliki value added terhadap hasil olahan komoditas perikanan. Perlu juga
memperhatikan penggunaan media internet sebagai langkah menjangkau pasar
yang lebih luas dan memiliki daya saing ungulan.
Dampak dari penerapan konsep Triangle Sinergy dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, sebagai berikut: Pertama, mewujudkan strategi sebagai
solusi
pengentasan
kemiskinan,
kerusakan
lingkungan
dan
meningkatkan
produktivitas perdesaan yang terdiri dari interaksi ekonomi, sosial dan ekologi yang
saling melengkapi dan melindungi satu sama lainnya. Kedua, mendorong tumbuhnya
Social Capital di Indonesia. Triangle Sinegy bertujuan mengangkat potensi social
capital masyarakat desa pesisir sebagai investasi keberlanjutan pembangunan
perdesaan. Ketiga, peningkatan aktifitas ekonomi, dengan penyediaan sarana
infrastruktur
dampaknya
akan
meningkatkan
lapangan
kerja.
Mekanisme
pembangunan didorong melalui pendekatan aspek ekologi dan budaya tanpa
mengabaikan nilai agamis, sehingga dapat, menjadi strategi pengelolaan kawasan
perdesaan yang berkelanjutan.
Kesimpulan dan Saran
Triangle Strategy merupakan konsep pengembangan sektor perikanan dan
pariwisata pada daerah Pantai Siung, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta. Mengkombinasikan sektor perikanan dengan pariwisata berwawasan
lingkungan (ekowisata). Dengan demikian, masyarakat pantai Siung memiliki pilihan
dan ragam produksi tidak hanya dari usaha perikanan saja tetapi juga berasal dari
usaha jasa ekowisata. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan insentif tersendiri
10
untuk mengkonservasi sistem produksi perikanan, nilai-nilai tradisi dan budaya serta
kelestarian lingkungan hingga kemudian dapat menjadi suatu strategi pengentasan
kemiskinan di wilayah pesisir. Lebih dari itu, konsep Triangle Sinergy dapat dijadikan
rujukan bagi pembangunan wilayah pesisir Indonesia. Nantinya umat Islam dapat
lebih mandiri dalam mengembangkan sektor perikanan tanpa harus selalu tergantung
pada anggaran pemerintah.
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Muhammad. A. (2013) “An Investigation of The Financial Management
Practise of The Mosques In The Special Region of Yogyakarta Province,
Indonesia”. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Azra, Azyumardy (2001). “Berderma Untuk Semua”. Jakarta: PT. Mizan Pustaka.
Badan Wakaf Indonesia (BWI). “Data Based dan Potensi Wakaf” Diakses pada 18
Februari 2017 dari http://www.bwi.or.id”.
Direktorat Pemberdayaan dan Pulau-pulai Kecil. (2014). “Membangun Kelautan
untuk Mengembalikan Kejayaan Sebagai Negara Maritim”. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan dan Pulau-pulai Kecil
Jannah, K. M. (2014). 25 Persen Penduduk Nelayan adalah Miskin. Diakses pada 22
Juli 2017 dari http://m.okezone.com/read/2014/11/24/.
Sistem
Informasi Masjid. “Profil Masjid/Mushalla
https://simas.kemenag.go.id/. 22 Juli 2017.
2014”.
Diambil
dari
Morgan, Roystone. (2008). “How to Do a Force Filed Analysis-The Seven Steps”
diakses dari http://ezineraticles.com/?How-to-Do-a-Force-Filed-Analysis--The-Seven-Steps&id-175274.
Nasution, Mustaf Edwin. (2001). “Wakaf Tunai dan Sektor Volunter: Strategi untuk
Mensejahterakan Masyarakat dan Melepaskan Ketergantungan Hutang Luar
Negeri”. Makalah Disampaikan dalam Seminar Wakaf
Tunai-Inovasi
Finansial Islam: Peluang dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Sosial. Jakarta, 10 November 2001.
Nugroho, I. dan Dahuri, R. (2012). “Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi
Sosial dan Lingkungan”. LP3ES: Jakarta.
Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. (2016). “Sustainable Development
Goals (sdgs) Menuju Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia”. Jakarta:
Kementrian Kelautan dan Perikanan
PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center). (2007). Diakses dari
www.pirac.org
Priherdity, Hendro. (2015). “Ekowisata Indonesia, Besar Potensi Minim
Optimalisasi”. Diakses dari www.cnnindonesia.com pada 22 Juli 2017.
Siham, Ramadhani & Lestari. (2016). Integrasi Wakaf Dan Ecotourism Minapolity
Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Prosiding The 15th
SECOND, hal 246-269. Universitas Indonesia
Sinergy) SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN
DESA PESISIR
(Studi Kasus Kampung Nelayan Pantai Siung, Kecamatan Tepus, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta)
Diusulkan Oleh:
Candra Kusuma Wardana NIM. 20150410248 (2015)
Rido Argo Mukti
NIM. 20140520098 (2014)
Meisya Rani
NIM. 20160430017
(2016)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
1
2017
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
Judul Karya : Integrasi Wakaf-Dana Masjid-Koperasi (Triangle Sinergy) Sebagai
Strategi Pengentaskan Kemskinan Desa Pesisir
Nama Penulis :
1. Candra Kusuma Wardana
2. Ridho Argo Mukti
3. Meisya Rani
Dengan ini, kami menyatakan bahwa benar karya tulis dengan judul tersebut diatas
merupakan karya orisinil saya dan belum pernah dipublikasikan dan/atau
memenangkan perlombaan sejenis di tempat lain. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya, dan apabila terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, maka
saya siap untuk didiskualifikasi dari kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab
saya.
Yogyakarta, 23 Juli 2017
Ketua Tim
(Candra Kusuma Wardana)
2
NIM. 20150410248
INTEGRASI WAKAF-DANA MASJID-KOPERASI (Triangle
Sinergy) SEBAGAI STRATEGI PENGENTASKAN KEMISKINAN
DESA PESISIR
(Studi Kasus Kampung Nelayan Pantai Siung, Kecamatan Tepus, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta)
Candra Kusuma Wardana, Rido Argo Mukti, Meisya Rani
Abstrak
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki panjang pantai
81.000 km dan memiliki 17.508 pulau serta dua pertiga wilayahnya berupa lautan.
Potensi sumber daya kelautan Indonesia didalamnya dapat digolongkan menjadi
empat kelompok yaitu renewable resources, nonrenewable resources, OTEC (Ocean
Thermal Energy Convertion), dan environmental services. Disisi lain Indonesia
memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia yang dapat menjadi modal
perkembangan ekonomi maritim. Dalam Islam terdapat berbagai sumber pendanaan
yang dapat diberdayakan untuk kepentingan masyarakat seperti dana wakaf dan dana
masjid dengan potensi dana wakaf mencapai Rp 3 triliun dan dana masjid mencapai
Rp 260 miliar. Tujuan penulisan ini adalah mengoptimalkan potensi wakaf tunai dan
dana masjid sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur produksi yang terintegrasi,
efisien, sumberdaya manusia berkualitas, berakselerasi tinggi dan sistem manajemen
yang baik pada sektor perikanan dan pariwisata berwawasan lingkungan (ekowisata).
Gagasan yang diajukan menggunakan peran Koperasi Pantai Siung sebagai pengelola
dana Wakaf tunai dan Dana Masjid dalam suatu sinergitas (Triangle Sinergy). Tulisan
ini bersifat library research yang disajikan secara deskriptif dan ditunjang oleh
beberapa literatur yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Selain itu
dikombinasikan dengan data observasi langsung (In-depth Interview) secara tatap
muka (Face to Face Relationship) kepada objek studi. Teknik pengolahan data
menggunakan Fishbone Diagram dan analisis deskriptif. Tentu, dalam penerapannya
dibutuhkan dukungan dari berbagai stakeholder, diantaranya Badan Wakaf Indonesia,
Bank Masjid, akademisi, praktisi, dan pemerintah agar implikasi yang timbul
berkelanjutan. Melalui optimalisasi wakaf dan dana masjid, masyarakat dapat lebih
mandiri dalam mengembangkan sektor perikanan dan pariwisata di wilayah pesisir
tanpa harus tergantung pada anggaran pemerintah serta menjadi suatu strategi
pengentasan kemiskinan bagi masyarakat pesisir.
Kata kunci: Dana Masjid, Ekonomi Maritim, Kemiskinan, Koperasi, Wakaf
3
4
Pendahuluan
Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer (terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada) yang meliputi 17.508 pulau. Sejak tahun 1982,
berdasar hukum laut internasional (United Nation Convention on the Laws of the Sea,
UNCLOS), luas lautan indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi (km2) termasuk
zone ekonomi eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 (Siham, Ramadhani & Intan 2016).
Wilayah pesisir merupakan suatu ekosistem khas yang kaya akan sumberdaya alam
baik yang berada didaratan maupun pada perairannya.
Kendati Indonesia memiliki wilayah pesisir dan sumberdaya kelautan yang
potensial namun fakta membuktikan bahwa, menurut Jannah (2014), berdasarkan data
dari Badan Pusat Stastisitik 2011, dari total 31,02 juta jiwa penduduk miskin
nasional, 7,87 juta jiwa diantaranya disumbang oleh nelayan. Dengan kata lain, dari
total penduduk miskin nasional, 25,14 persen berasal dari nelayan. Menurut
Kementrian Kelautan dan Perikanan (2014), isu utama dalam upaya pengembangan
ekonomi kelautan adalah pertama, rendahnya produktivitas dan daya saing usaha
kelautan dan perikanan yang disebabkan oleh belum terintegrasinya produksi yang
dibangun. Kedua, belum diperolehnya dukungan permodalan dalam rangka
pengembangan usaha kelautan. Ketiga, kualitas sumberdaya manusia yang rendah,
serta nimimnya keahlian. Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan ironi di negeri
ini. Melihat potensi sektor kelautan yang begitu besar, namun masyarakatnya tidak
dapat merasakan kekayaan negerinya sendiri.
Seperti salah satu wilayah yang memiliki potensi dalam pengembangan
ekonomi masyarakat pesisir yakni wilayah Pantai Siung, Kecamatan Tepus,
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Kawasan pantai Siung memiliki banyak
potensi sumber daya lokal yang cocok dikembangkan menjadi kawasan pariwisata
andalan daerah, seperti topografi berbukit-bukit yang menjorok kelaut, panorama
pantai Siung yang indah, goa yang berada tidak jauh dari pantai, area panjat tebing,
air terjun, area camp, pertunjukan seni seperti tari piring yang diiringi karawitan dan
1
pertunjukan wayang kulit, serta berbagai warung yang menyediakan jajanan seafood
yang menjadi sumber utama pendapatan penduduk di daerah tersebut.
Dalam upaya merealisasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, konsepkonsep baru pembangunan sektor perikanan terus bermunculan, sesuai dengan
inovasi dan kreatifitas daerah. Seharusnya masyarakat wilayah pantai Siung tak hanya
berprioritas pada pencapaian-pencapaian hasil komoditas perikanan saja, namun lebih
dari itu. Karena pada dasarnya sektor perikanan memiliki kompetensi normatif guna
melakukan pemanfaatan jasa lingkungan, pengelolaan ekosistem, dan keterampilan
berbudidaya, penelitian dan pengembangan teknologi serta promosi. Dengan beragam
sumber daya lokal yang potensial didaerahnya dan memiliki diversifikasi produk
lokal unggulan, menjadikan wilayah administrasi perikanan dapat “disulap” menjadi
kawasan wisata bahari yang memiliki daya tarik kepariwisataan.
Beberapa kendala belum berkembangnya wisata lokal ini dikarenakan
beberapa sebab seperti fasilitas yang masih terbatas, belum ada akses internet, dan
ketersediaan penunjang wisata seperti penginapan (homestay) yang terbatas. Selain
itu, kendala terpenting yakni belum terkonsepnya perencanaan struktural dari segi
pemasaran produk lokal yang meyebabkan potensi sumber daya yang ada belum
dikelola secara optimal. Permasalahan perencanaan struktural dari segi pemasaran
meliputi promosi ikan hasil tangkapan dan promosi destinasi wisata yang masih
minim. Sedangkan kendala sistem pengolahan perikanan dan konsep pariwisata
berwawasan lingkungan (ekowisata) masih belum dioptimalkan oleh masyarakat.
Dana wakaf tunai menjadi alternatif solusi karena tidak ada kewajiban
mengembalikan dana dan/atau memberikan keuntungan tertentu kepada wakif
(pemberi dana wakaf), tetapi setiap keuntungan akan disalurkan kembali bagi
kemaslahatan umat. Menurut Erwin sebagaimana dikutip dari www.bwi.or.id (22 Juli
2016), Indonesia memiliki potensi besar dalam membangun wakaf uang, melalui
penghitungan sederhana dari populasi umat Islam Indonesia kurang lebih 215 juta
jiwa dari sekitar 230 juta jiwa, 20 juta umat Islam berwakaf uang setiap orang per
bulan Rp. 100 ribu dalam setahun maka akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp. 24
2
trilyun. Jika melihat perhitungan yang dilakukan oleh Mustafa Nasution (2001),
mengungkapkan bahwa wakaf uang umat Islam di Indonesia saat ini diasumsikan bisa
mencapai Rp 3 trilyun setiap tahunnya bahkan bisa jauh lebih besar. Hal ini karena
lingkup sasaran pemberi wakaf uang (wakif) bisa sangat luas dibanding wakaf biasa.
Tabel 1. Potensi Aset Wakaf Indonesia Secara Variatif
Penghasilan per
Bulan
Rp 500.000
Rp 1juta -2 juta
Rp 2 juta – 5 juta
Rp 5 juta – 10 juta
Jumlah
Wakaf
Muslim
Uang/bulan
4 juta jiwa
Rp 5.000
3 juta jiwa
Rp 10.000
2 juta jiwa
RP 50.000
1 juta jiwa
Rp 100.000
TOTAL
Jumlah Wakaf
Uang/bulan
Rp 20 milyar
Rp 30 milyar
Rp 100 milyar
Rp 100 milyar
Jumlah Wakaf
Uang/tahun
Rp 240 milyar
Rp 360 milyar
Rp 1,2 trilyun
Rp 1,2 trilyun
Rp 3 trilyun
Sumber: Nasution, 2001 diolah
Sedangkan potensi dana masjid sebagaimana contoh di povinsi DI Yogyakarta
terdapat dana masjid yang terakumulasi menganggur. Padahal kita tahu bahwa dana
masjid akan terus terkumpul, karena sumbernya melalui infaq dan/atau sodakoh
melalui kotak amal setiap hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akhyar
Adnan, dengan judul penelitian “An Investigation of The Financial Management
Practise of The Mosques In The Special Region of Yogyakarta Province, Indonesia”
menemukan adanya temuan saldo dari sampel sebanyak 48 masjid di Yogyakarta
terdapat keseimbangan surplus sebesar Rp. 42.159.151 (sekitar USD $ 4.485) per
masjid. Jika agregat perkiraan dana masjid diseluruh Provinsi Yogyakarta, dalam
penelitiannya memperkirakan terdapat sebesar Rp. 269,9 milyar atau setara USD $ 30
juta dana masjid surplus atau menganggur. Berdasarkan temuan ini, peneliti melihat
adanya dana potensial yang dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan
pembangunan ekonomi kelautan. Dengan demikian, kedua dana publik Islam tersebut
dapat dijadikan sumber dana alternatif guna mempercepat pembangunan di desa
pesisir.
Metode Penulisan
3
Teknik pengumpulan data menggunakan dua metode yakni kualitatif dan
kuantitatif. Teknik kualitatif berupa wawancara langsung (in-depth interview) yang
dilakukan kepada warga dan petugas pengelola Pantai Siung, Desa Purwodadi,
Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul. Sementara teknik kuantitatif bersumber
dari media informasi online.
Metode pengolahan data dilakukan dengan metode fishbone diagram yang
merupakan suatu diagram untuk menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat.
Analisis sebab akibat dilakukan melalui Focus group discussion yang dapat
digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab itu kemudian.
Pembahasan
Sebagai langkah konkrit untuk mempercepat pembangunan sektor perikanan
dan ekowisata di wilayah Pantai Siung dapat dilakukan melaui konsep Triangle
Sinergy. Triangle Sinergy yang diusulkan merupakan gagasan pembangunan desa
pesisir di Yogyakarta dengan mengoptimalkan potensi wakaf tunai dan dana masjid
sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur produksi yang terintegrasi, sumberdaya
manusia berkualitas, berakselerasi tinggi dan sistem manajemen yang baik. Konsep
pembangunan wilayah pesisir tentunya memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Jika
pemerintahan daerah khususnya Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta hanya
bergantung pada anggaran daerah dan perimbangan, cukup sulit untuk merealisasikan
akselerasi pembangunan di wilayah pesisir. Maka, permasalahan anggaran dana yang
terbatas dapat diatasi dengan memanfaatkan dua dana publik Islam tersebut.
Konsep Triangle Sinergy merupakan suatu upaya pengembangan sektor
perikanan dan ekowisata yang disusul dengan program pemberdayaan masyarakat
pantai Siung agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Setelah
dana wakaf tunai dan dana masjid DI Yogyakarta terkumpul maka dana tersebut akan
dialokasikan sebagai sumber pembiayaan infrastruktur dan kegiatan pemberdayaan
pariwisata bahari.
4
Adapun langkah pertama yaitu dengan mengidentifikasi faktor penyebab
belum optimalnya potensi sumber daya lokal di kawasan tersebut melaui metode
Fishbone Diagram menggunakan analisis faktor 7P (product, price, place, promotion,
people, physical evidence dan process). Maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
permasalahan
pengembangan
Pantai
Siung,
Kecamatan
Tepus,
Kabupaten
Gunungkidul dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Product, belum adanya paket
wisata yang ditawarkan oleh masyarakat (pengelola). 2) Price, belum adanya
standarisasi harga antara satu pengunjung dengan pengunjung lainnya. 3) Place,
minimnya fasilitas homestay, guna mendukung keberadaan wisatawan yang ingin
tinggal lebih lama. Fasilitas penunjang lain yaitu belum ada jaringan internet. 4)
People, keterampilan pengelola wisata bahari maupun inovasi guna mengelola hasil
perikanan masih sangat rendah, seperti tata cara menyambut wisatawan dengan
ramah. 5) Promotion, belum terbentuknya pihak-pihak manajemen pemasaran yang
mempromosikan Pantai Siung secara berkelanjutan. 6) Phisical Evidence, bentuk
destinasi belum ditata secara baik, sehingga untuk menciptakan destinasi wisata yang
apik masih membutuhkan upaya dari pengelola atau masyarakat. 7) Process,
pelayanan yang akan diberikan kepada wisatawan/pengunjung belum berstandar SOP
(Standar Oprational Procedure) dan belum ada layanan menyeluruh baik dari segi
manajemen administrasi maupun customer sevice management.
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, kemudian dapat dirinci dan
ditetapkan penyebab-penyebab kurang dan/atau belum teroptimalkannya potensi yang
ada di kawasan pantai Siung. Penjelasan dapat diuraikan menggunakan Fishbone
Diagram, sebagai berikut.
5
Gambar 1. Fishbone Diagram Pengembangan Perikanan dan Ekowisata
Pantai Siung
Product
Promotion
Price
Gambaran
Fasilitas
Harga Tiap Paket
Produk Inti
Paket Wisata
Promosi Tidak
Maksimal
Rincian Harga
Organized
Produk
Perkembangan
Perikanan dan
Ekowisata Kurang
Maksimal
Komunikasi
Kurang
Penggunaan TIK
Expected
Produk
Penataan tempat
Minim
Pengetahuan
Kompleksitas
Fasilitan
pengukung
Pelatihan
Banyak sampah
Physical Evidence
Process
Tempat
Pengamatan
SOP Kerja
Konvergensi
People
Perbaikan
Fasilitas
Saluran
Distribusi
Penginapan
Place
Sumber: Analisis Penulis
Setelah diuraikan berbagai faktor penyebab hambatan terkait pengembangan
pantai Siung, langkah selanjutnya yakni mengetahui faktor-faktor utama (potensial)
yang paling dominan dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan. Focus group
discussion menjadi langkah untuk mengetahui hal tersebut. Hasil berupa kesimpulan
bahwa faktor yang paling dominan yakni promosi yang masih rendah, kurangnya
alokasi sumber dana, kemampuan SDM yang rendah, dan infrastruktur yang belum
memadai.
Kemudian, disusun langkah-langkah strategis pengembangan pariwisata
maupun sistem perikanan dan gagasan pemberdayaan masyarakat berbasis koperasi
dengan konsep 3E (Environment, Education dan Entrepreneur) melibatkan berbagai
stakeholder, diantaranya Badan Wakaf Indonesia, Bank Masjid, Koperasi Pantai
Siung, akademisi, praktisi, dan, pemerintah agar implikasi yang timbul berkelanjutan.
Sehingga mampu mengarahkan pada pencapaian sektor perikanan dan pariwisata
yang unggul berbasis sumber daya lokal.
6
Selama ini, pengetahuan umum tentang wakaf hanyalah sebuah aset (tanah).
Padahal, sejak zaman Rasulullah, wakaf tunai telah ada. Penerimaan dana wakaf tunai
memiliki potensi yang cukup besar bila kita bandingkan dengan dana sosial Islam
lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Agama Provinsi
Yogyakarta tahun 2014 jumlah masjid di Kabupaten Gunungkidul terdapat 1.863
masjid (https://simas.kemenag.go.id). Penulis meyakini tidak semua masjid tersebut
memiliki prosedur pemanfaatan dana yang ada untuk disalurkan ke sektor produktif.
Jadi dengan asumsi 30% dari jumlah keseluruhan masjid dan mushola yang ada di
kota Yogyakarta dengan keseimbangan dana yang menganggur misalkan hanya
mencapai Rp. 20 juta saja maka akan terkumpul potensi dana umat mencapai Rp.
11,178,000,000,00-.
Adapun skema penerapan Triangle Sinegy (sinergi tiga pihak) melalui peran
BWI (Badan Wakaf Indonesia), Bank Masjid (Inovasi lembaga pengakumulasi dana
masjid yang mengaggur di Daerah istimewa Yogyakarta) dan Koperasi Pantai Siung
dapat dilihat pada konsep dibawah ini:
Gambar 2. Skema Pembiayaan Triangle Sinergy Menggunakan Dana Wakaf dan
Dana Masjid
Wakif
Triangle Sinergy
1
Wakif
2
BWI
1
Masjid
2
Koperasi Pantai Siung
Bank Masjid
Masjid
Masjid
Wakif
V
Sumber: Analisis Penulis
Dari gambar 2. diatas, penerapan Triangle Sinergy dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Penyerahan harta wakaf oleh waqif kepada nazhir (Koperasi Pantai Siung) atau
dapat melaui perantara BWI regional daerah dan penyerahan dana masjid kepada
7
Bank Masjid. Dana yang terkumpul kemudian dikelola oleh Koperasi Pantai
Siung.
2.
Penyerahan harta wakaf dan dana masjid melalui Koperasi Pantai Siung kepada
masyarakat agar kemudian dapat dikelola secara produktif guna penunjang
pembangunan sektor perikanan dan pariwisata bahari. Aset wakaf yang berupa
uang tunai dapat dimanfaatkan untuk membeli lahan daerah pesisir dan tempat
untuk pengolahan ikan bagi nelayan, sebagiannya dana tersebut dapat
dimanfaatkan membangun infrastruktur, membeli alat pengolahan ikan dan
transportasi untuk menunjang produksi.
Agar dapat menunjang ekonomi masyarakat pesisir, maka dibutuhkan
partisipasi berbagai pihak untuk terlibat. Konsep yang dibangun berupa
pemberdayaan masyarakat lokal dan nelayan pantai Siung dalam pengembangan
wisata dan perikanan dengan tujuan mendukung nilai partisipasi antar elemen
penyelenggara
kegiatan
ekonomi
melalui
sebuah
pendekatan
yang
berkesinambungan.
Gambar 3. Bentuk Pemberdayaan Ekonomi dalam Konsep Triangle Sinergy
Akademisi dan
praktisi
BWI
Desa Purwodadi Gunungkidul
Pemerintah
Koperasi Pantai Siung
Bank Masjid
Research and
Development
Human Resource
Development
Fisik dan Pelembagaan
Inovasi, Teknologi dan
Diferensiasi
Peningkatan Skill
Sarana-prasarana dan
Modal Sosial
Sumber: Analisis Penulis
8
Adapun peran dari masing-masing elemen dalam realisasi program ini adalah:
1. Pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun daerah. Peran serta meliputi (1)
Regulation role, dalam wujud pembuatan kebijakan melalui perda yang dapat
dibuat. (2) Allocation role, dalam wujud distribusi sumber daya, seperti
infrastruktur pendukung, transfer teknologi dan tenaga ahli.
2. Akademisi dan Praktisi. (1) Research and Development, terkait bagaimana
konsep manajemen pengelolaan dan diferensiasi produk. (2) Human Resource
Development, pengembangan kualitas SDM.
3. Masyarakat Pantai Siung. Sebagai elemen utama pemberdayaan.
4. Koperasi Pantai Siung. Sebagai lembaga intermediasi yang berisi aktor-aktor
pelaksana pemberdayaan serta sebagai lembaga audit serta pengelola dana
wakaf dan dana masjid.
5. BWI (Badan Wakaf Indonesia), berperan sebagai pihak yang menghimpun
dan menyalurkan dana wakaf tunai. Lebih dari itu, BWI perlu melakukan
kajian tentang wakaf produktif kepada masyarakat dengan jalan sosialisasi,
sehingga terciptaya kesadaran masyarakat terkait pengelolaan wakaf produktif
bagi peningkatan ekonomi masyarakat.
6. Bank Masjid. Konsep pembentukan bank masjid ditujukan untuk
mengakumulasi dana masjid yang menganggur. Bank masjid juga yang
nantinya akan mensosialisasikan terkait pentingnya keuangan potensial seperti
dana masjid ini agar dapat disalurkan bagi pengembangan dan kemajuan
ekonomi umat.
Selain dengan konsep pemberdayaan yang digagas dalam Triangle Sinergy
bagi Masyarakat Pantai Siung, ditanamkan juga nilai 3E (Environment, Education
dan Entrepreneur) yaitu :
1. Environment. Terkait permasalahan lingkungan yang menjadi tanggung jawab
bersama.
9
2. Education (Pendidikan dan Pelatihan) Memberikan pendidikan dan pelatihan
tentang
konsep
Triangle
Srtategy.
Edukasi
ditujukan
pula
untuk
pengembangan teknologi tepat guna baik untuk pengembangan wisata
maupun perikanan berupa pemasaran dan pengembangan produk.
3. Entrepreneur. Setiap hasil perikanan hendaknya tidak hanya dijual dalam
bentuk komoditas primer. Lebih dari itu, perlu diolah kembali sehingga
memiliki value added terhadap hasil olahan komoditas perikanan. Perlu juga
memperhatikan penggunaan media internet sebagai langkah menjangkau pasar
yang lebih luas dan memiliki daya saing ungulan.
Dampak dari penerapan konsep Triangle Sinergy dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, sebagai berikut: Pertama, mewujudkan strategi sebagai
solusi
pengentasan
kemiskinan,
kerusakan
lingkungan
dan
meningkatkan
produktivitas perdesaan yang terdiri dari interaksi ekonomi, sosial dan ekologi yang
saling melengkapi dan melindungi satu sama lainnya. Kedua, mendorong tumbuhnya
Social Capital di Indonesia. Triangle Sinegy bertujuan mengangkat potensi social
capital masyarakat desa pesisir sebagai investasi keberlanjutan pembangunan
perdesaan. Ketiga, peningkatan aktifitas ekonomi, dengan penyediaan sarana
infrastruktur
dampaknya
akan
meningkatkan
lapangan
kerja.
Mekanisme
pembangunan didorong melalui pendekatan aspek ekologi dan budaya tanpa
mengabaikan nilai agamis, sehingga dapat, menjadi strategi pengelolaan kawasan
perdesaan yang berkelanjutan.
Kesimpulan dan Saran
Triangle Strategy merupakan konsep pengembangan sektor perikanan dan
pariwisata pada daerah Pantai Siung, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta. Mengkombinasikan sektor perikanan dengan pariwisata berwawasan
lingkungan (ekowisata). Dengan demikian, masyarakat pantai Siung memiliki pilihan
dan ragam produksi tidak hanya dari usaha perikanan saja tetapi juga berasal dari
usaha jasa ekowisata. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan insentif tersendiri
10
untuk mengkonservasi sistem produksi perikanan, nilai-nilai tradisi dan budaya serta
kelestarian lingkungan hingga kemudian dapat menjadi suatu strategi pengentasan
kemiskinan di wilayah pesisir. Lebih dari itu, konsep Triangle Sinergy dapat dijadikan
rujukan bagi pembangunan wilayah pesisir Indonesia. Nantinya umat Islam dapat
lebih mandiri dalam mengembangkan sektor perikanan tanpa harus selalu tergantung
pada anggaran pemerintah.
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Muhammad. A. (2013) “An Investigation of The Financial Management
Practise of The Mosques In The Special Region of Yogyakarta Province,
Indonesia”. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Azra, Azyumardy (2001). “Berderma Untuk Semua”. Jakarta: PT. Mizan Pustaka.
Badan Wakaf Indonesia (BWI). “Data Based dan Potensi Wakaf” Diakses pada 18
Februari 2017 dari http://www.bwi.or.id”.
Direktorat Pemberdayaan dan Pulau-pulai Kecil. (2014). “Membangun Kelautan
untuk Mengembalikan Kejayaan Sebagai Negara Maritim”. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan dan Pulau-pulai Kecil
Jannah, K. M. (2014). 25 Persen Penduduk Nelayan adalah Miskin. Diakses pada 22
Juli 2017 dari http://m.okezone.com/read/2014/11/24/.
Sistem
Informasi Masjid. “Profil Masjid/Mushalla
https://simas.kemenag.go.id/. 22 Juli 2017.
2014”.
Diambil
dari
Morgan, Roystone. (2008). “How to Do a Force Filed Analysis-The Seven Steps”
diakses dari http://ezineraticles.com/?How-to-Do-a-Force-Filed-Analysis--The-Seven-Steps&id-175274.
Nasution, Mustaf Edwin. (2001). “Wakaf Tunai dan Sektor Volunter: Strategi untuk
Mensejahterakan Masyarakat dan Melepaskan Ketergantungan Hutang Luar
Negeri”. Makalah Disampaikan dalam Seminar Wakaf
Tunai-Inovasi
Finansial Islam: Peluang dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Sosial. Jakarta, 10 November 2001.
Nugroho, I. dan Dahuri, R. (2012). “Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi
Sosial dan Lingkungan”. LP3ES: Jakarta.
Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. (2016). “Sustainable Development
Goals (sdgs) Menuju Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia”. Jakarta:
Kementrian Kelautan dan Perikanan
PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center). (2007). Diakses dari
www.pirac.org
Priherdity, Hendro. (2015). “Ekowisata Indonesia, Besar Potensi Minim
Optimalisasi”. Diakses dari www.cnnindonesia.com pada 22 Juli 2017.
Siham, Ramadhani & Lestari. (2016). Integrasi Wakaf Dan Ecotourism Minapolity
Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Prosiding The 15th
SECOND, hal 246-269. Universitas Indonesia