3. BAB I V docx

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum menjadi tulang punggung atau jantungnya pendidikan dan
pengajaran di tingkat satuan pendidikan baik pendidikan dasar maupun
menengah, karena didalamnya terdapat keseluruhan rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi maupun bahan belajar mengajar serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai kompetensi tertentu sesuai dengan standar pendidikan
nasional. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal 1 ayat 1). Dalam proses pembelajaran kurikulum 2013
diharapkan paradigma pembelajaran berubah dari berpusat pada guru
(teacher centered learning) menjadi berpusat pada peserta didik (student
centered active learning), sifat pembelajaran yang berorientasi pada buku teks
menjadi sifat pembelajaran yang kontekstual (contextual teaching learning).

Dimana dalam penilaian proses pembelajaran menekankan kepada 3 aspek
penilaian, yaitu aspek spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan.
(penilaian pembelajaran, kurikulum 2013).
1

Selain itu juga, pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan
saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti pembelajaran
kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang
memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery
learning, project-based learning, problem-based learning, inquiry learning.
Namun demikian, kenyataan dilapangan masih dijumpainya kendala yang
dialami oleh kebanyakan guru dalam proses maupun penilaian hasil belajar
siswa. Terlebih-lebih lagi dengan harus dilakukannya penilaian autentik
(authentic assessment) beserta penilaian proses belajar yang menyeluruh baik
untuk ranah spiritual, sosial, pengetahuan maupun keterampilan. Di samping
itu, karakteristik mata pelajaran matematika bersifat abstrak yang meliputi
fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip membuatnya sulit bagi
sebagian siswa untuk dapat memahami konsep matematika. Tidak sedikit
siswa yang menjadikan matematika sebagai kambing hitam kegagalan dalam

penentuan kelulusan siswa, matematika bagi sebagian siswa jadi sangat
menakutkan dan bahkan momok dalam menentukan masa depan siswa untuk
dapat melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Indikasi ini merupakan bukti kegagalan dalam mengevaluasi mutu
pendidikan

mata

pelajaran

matematika.

Mempelajari

kecenderungan

pembelajaran matematika saat ini, penerapan keempat pilar UNESCO, yakni
belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan sesuatu (learning
to do), belajar menjadi sesuatu (learning to be), dan belajar hidup bersama
(learning to live together), serta pentingnya penguasaan kompetensi


2

matematika untuk kehidupan peserta didik masih sangat kurang dirasakan
oleh siswa. Lemahnya penguasaan metode pembelajaran, dan strategi
pembelajaran di dalam kelas adalah akibat dari gagalnya pembelajaran
matematika. Didalam buku kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran
matematika,

Pusat

Kurikulum

(2007)

menyatakan

diharapkan

guru


menggunakan metode atau strategi yang melibatkan siswa secara aktif,
pengajaran disesuaikan dengan tahap berfikir siswa dari yang paling rendah
lower order thinking (LOT) dan berfikir tingkat tinggi higher oreder thinking
(HOT),

menggunakan

buku

yang

sesuai

dengan

kompetensi

inti,


menggunakan sasaran yang tepat, menggunakan alat penilaian yang sesuai,
serta menuangkan Silabus dan RPP yang dituangkan dalam persiapan
mengajar. Oleh karena itu, pembelajaran matematika yang bersifat abstrak
maka pembelajaran di sekolah hendaknya lebih kreatif baik dalam
pengelolaan manajemen kelas, strategi, metode maupun dalam hal evaluasi
didalam kelas. Pada rinsipnya guru sebagai fasilitator, hendaknya guru dapat
memanfaatkan fasilitas dan sumber belajar dengan baik serta dapat mendesain
pembelajaran agar lebih bermakna.
Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa strategi dan kreatifitas
dalam pengelolaan pembelajaran didalam kelas menjadi sangat penting dalam
upaya meningkatkan kreatifitas matematika siswa dengan menggunakan
berbagai macam model maupun pendekatan pembelajaran, karena guru yang
efektif itu adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan yang simpatik
dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh dan penuh
perhatian, menguasai sepenuhnya bidang studi dan sejumah keterampilan

3

mengajar dan dapat memotivasi siswa-siswa untuk bekerja tidak sekedar
mencapai prestasi tetapi juga sebagai anggota masyarakat yang pengasuh

(Dimyati dan Mudjiono, 2002). Dengan pemilihan metode, strategi,
pendekatan dan teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari
mengingat (memorizing) atau mengahafal (rote learning) kearah berfikir
(thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke
pendekatan discovery learning, problem based learning, dan project based
learning, dari belajar individual ke pembelajaran kelompok (cooperatif
learning), dan dari pembelajaran berpusat pada siswa (subject centered) ke
pemebalajran clearer learning atau konstruksinya pengetahuan siswa.
Untuk itulah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berupa
penerapan model pembelajaran yang menarik dan pembelajaran bermakna
dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh siswa yaitu Auditory
Intellectually Repetition (AIR), melalui pendekatan pembelajaran kurikulum
2013 scientific learning sebagai upaya meningkatkan kreatifitas dan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika siswa.
B. Identifikasi Masalah
Dari analisis situasi di atas, kondisi yang ada saat ini adalah:
1. Proses belajar mengajar matematika di kelas X masih berjalan monoton
dan pemebelajaran berpusat pada guru.
2. Strategi pembelajaran, model pembelajaran dan pendekatan pembelajaran
masih dianggap lemah dan kurang memuaskan.

3. Belum ada kolaborasi yang serasi antara guru dan siswa dalam
pembelajaran matematika.
4. Rendahnya kreatifitas matematika siswa dalam memecahkan masalah
matematika.

4

C. Batasan Masalah
Menyadari akan terbatasnya kemampuan peneliti, latar belakang dan
luasnya permasalahan, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada
penerapan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)
dengan pendekatan saintific learning untuk meningkatkan kreatifitas dan
kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan barisan dan deret di
kelas X IPA 3.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan pembatasan masalah di atas,
maka rumusan masalah yang ingin ditemukan adalah:
1. Apakah penerapan pembelajaran model Auditory Intellectually Repetition
(AIR) dengan pendekatan scientific learning dapat meningkatkan
kreatifitas matematika?

2. Sejauh mana penerapan pembelajaran model Auditory Intellectualy
Repetition

(AIR)

dengan

pendekatan

scientific

learning

dapat

meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah pada mata
pelajaran matematika?
3. Bagaimana pengembangan pembelajaran model Auditory Intellectualy
Repetition (AIR) dengan pendekatan scientific learning pada mata
pelajaran matematika?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini diharapkan:
1. Untuk meningkatkan kreatifitas belajar matematika siswa.
2. Untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika siswa.
3. Untuk mengembangkan pembelajaran model Auditory Intellectualy
Repetition (AIR) dengan pendekatan scientific learning.
F.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Bagi Guru

5

Penelitian tindakan kelas ini bermanfaat untuk memperbaiki model
pembelajaran didalam kelas, dalam upaya untuk meningkatkan kreatifitas
dan keterampilan pemecahan masalah belajar siswa.
2. Bagi Siswa
Penelitian tindakan kelas ini bermanfaat untuk meningkatkan kreatifitas
dan kemampuan memecahkan masalah matematika, mengembangkan

jiwa kerjasama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, dan
membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah.
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran dan
bahan informasi bagi sekolah, dalam rangka perbaikan pembelajaran di
sekolah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis

6

1. Strategi Pembelajaran Matematika
Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam
kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran
yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pembelajaran matematika yang mengembangkan kemampuan potensi siswa
ternyata dapat membantu siswa dalam menumbuhkan kreatifitas siswa dalam
memecahkan masalah. Pembelajaran aktif yang akrab dikenal dengan istilah

Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Stuedent Active Learning (SAL),
sebenarnya dalam dunia pendidikan bukanlah barang baru, tetapi di Indonesia
baru sekitar tahun seribu sembilan ratus sembilan puluhan saat dipopulerkan
secara nasional. Keaktifan dalam pembelajaran aktif adalah lebih banyak
berupa keaktifan mental meskipun ada juga yang diwujudkan dengan
keaktifan fisik.
Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang
mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif.
Penerima sendiri juga harus mengkonstruksikan sendiri pengetahuan itu.
Semua yang lain entah obyek maupun lingkungan, hanyalah sarana untuk
terjadinya konstruksi tersebut. (Paul Suparno, 1997). Berangkat dari
pandangan ini maka seseorang siswa akan dapat memahami matematika hanya
apabila siswa secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan yang ada pada
dirinya lewat pengalamannya dengan lingkungan.
Teori belajar dari penganut psikologi tingkah laku (behaviorist)
memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara
rangsangan dari luar (stimulus) dan balasan dari siswa (response) yang dapat
diamati, semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi,

7

maka akan semakin kuat hubungan keduanya (low of excercise). Disamping
itu, kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan
yang menyertainya (low of effect).
Ahli belajar (learning theorist) Gagne telah membagi objek-objek
matematika menjadi objek langsung dan objek-objek tak langsung. Adapun
objek langsung mengenai fakta, konsep, prinsip dan keterampilan, sedangkan
objek tak langsung mengenai berfikir logis, kemampuan memecahkan
masalah, sikap positif terhadap matematika, ketekunan, ketelitian dan lainlain. Fakta dalam pembelajaran matematika adalah konvensi (kesepakatan)
dengan matematika seperti lambang, notasi ataupun aturan seperti 5 + 2  10 =
5 + 20, dimana operasi perkalian didahulukan dari operasi penjumlahan.
Lambang “1” untuk menyatakan banyaknya sesuatu yang tunggal merupakan
contoh dari fakta. Begitu juga lambang “+”, “–“, ataupun “” untuk
menyatakan penjumlahan, pengurangan ataupun tegak lurus. Jadi seseorang
siswa dikatakan telah menguasai fakta jika ia dapat menuliskan fakta tersebut
dan menggunakannya dengan benar, untuk itu cara untuk mengajarkan fakta
adalah dengan menghafal, driil, ataupun peragaan yang berulang-ulang.
Jika fakta adalah kesepakatan, maka konsep merupakan suatu ide
abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan
menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari
ide abstrak tersebut. Ada empat cara mengajarkan konsep, yaitu:
a. Dengan cara membandingkan objek matematika yang termasuk konsep
dan yang tidak termasuk konsep.
b. Pendekatan deduktif, dimana proses pembalajarannya dimulai dari definisi
dan diikuti dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya.
c. Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu mambahas definisinya.
8

d. Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas
definisinya, lalu kembali kecontoh, atau dimulai dari definisi lalu
membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya.
Prinsip adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua
konsep atau lebih. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip
matematika jika ia mengingat rumus atau prinsip yang bersesuaian, memahami
beberapa konsep yang digunakan serta lambang atau notasinya, dan dapat
menggunakan rumus atau prinsip yang bersesuaian pada situasi yang tepat.
Sementara itu, keterampilan (skill) adalah sutau prosedur atau aturan untuk
mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Sesoerang siswa
dinyatakan belum menguasai suatu keterampilan jika ia tidak menghasilkan
suatu penyelesaian yang benar atau tidak dapat menggunakan dengan tepat
suatu prosedur atau aturan yang ada.
Aliran kognitif menurut Meece teori kognitif adalah menekankan pada
bagaimana seseorang menyusun pemahaman mereka terhadap diri mereka dan
pemahaman dunia terhadap mereka (Schunk, 2012). Artinya bahwa proses
belajar seseorang sangat bergantung pada bagaimana mereka memahami
sesuatu dengan didasarkan pada pengetahuan-pengetahuan dasar yang telah
dimiliki sebelumnya.
Psikologi perkembangan kognitif Piaget mengatakan yang paling
penting

bagi para

guru matematika adalah

perkembangan

kognitif

(pengetahuan) seorang siswa sangat bergantung kepada seberapa jauh sianak
itu dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut
Piaget, ada tiga aspek pada perkembangan kognitif (pengetahuan) seseorang,
yaitu struktur, isi dan fungsinya. Piaget membagi empat tahap perkembangan

9

kognitif seseorang dari bayi sampai dewasa atas tahap seperti ditunjukkan
pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Perkembangan Kognitif Manusia
No
1
2
3
4

Umur (Tahun)
0–2
2–7
7 – 11
11 +

Tahap
Sensori Motor
Pra-operasional
Operasional Konkret
Operasional Formal

Pada umur 11 tahun keatas tahap operasional formal, kegiatan kognitif
seseorang tidak mesti menggunakan bena nyata. Hal ini dialami pada siswa
sekolah menengah atas (SMA), mereka sudah mampu melakukan abstraksi,
dalam arti menentukan sifat atau atribut khusus sesuatu tanpa menggunakan
benda nyata. Pada tahap ini, siswa SMA cenderung sudah memiliki
kemampuan bernalar secara abstrak meningkat, sehingga seseorang mampu
untuk berfikir secara deduktif. Namun bagi sebagian pendapat mengatakan,
tahap operasional formal mereka masih membutuhkan benda nyata ataupun
gambar/diagram. Karenanya faktor nyata, atau real pada proses pembelajaran
Ada kegagalan pembelajaran di
ini akan sangat menentukan keberhasilan ataupun
skema
yang
Anak
sesuai,
Berikut diagram yang menggambarkan bahwa proses perkembangan
dalam
sehingga
keadaan
Anak
pengalama
Adaptasi
kognitif (pengetahuan) seseorang anak melalui
proses adaptasi
dan organisasi.
equilibr
berusaha
n baru itu
Anak
ium
mengorgani
dapat di
Dihadap
Anak
sasi
asimilasi
kan
dalam
pengalaman
dengan
keadaan
baru dengan
keadaan
equilibr
mengaitkan
atau
Tidak ada
ium
pada yang
pengala
skema
yang
ada di
man baru
sesuai sehingga
skema
pengalaman
baru tidak dapat
di asimilasi

kelas.

Anak tidak
dapat
menerima hal
baru

Anak tidak
dalam
keadaan
equilibrium

Anak berusaha
mengakomodasi
melalui perubahan
10
skema yang ada atau
mengembangkannya
dengan skema baru

Gambar 2.1. Diagram Proses Perkembangan Kognitif
2. Model Pembelajaran AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
Model pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) adalah
model pembelajaran yang menganggap bahwa suatu pembelajaran akan efektif
jika memperhatikan tiga hal, yaitu Auditory, Intellectually, and Repetition.
Auditory berarti indera telinga digunakan dalam belajar dengan cara
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan
menanggapi. Intellectually berarti kemampuan berpikir perlu dilatih melalui
latihan bernalar, mencipta, memecahkan masalah, mengkonstruksi, dan
menerapkan. Repetition berarti pengulangan diperlukan dalam pembelajaran
agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas, siswa perlu dilatih melalui
pengerjaan soal, pemberian tugas, dan kuis.
Teori belajar yang mendukung model pembelajaran AIR salah satunya
adalah aliran psikologis tingkah laku serta pendekatan pembelajaran
matematika berdasarkan paham konstruktivisme. Tokoh-tokoh dalam aliran
psikologi tingkah laku diantaranya Ausubel dan Edwar L. Thorndike. Teori
Ausubel (Suherman, 2001) dikenal dengan belajar bermakna dan pentingnya
pengulangan sebelum pembelajaran dimulai. Teori Thorndike (Suherman,
2001) mengungkapkan

bahwa hukum pembelajaran (tingkah laku) pokok

adalah hukum efek (law of effect), hukum kesiapan (law of readiness) dan the
law of exercise (hukum latihan) yang pada dasarnya menyatakan bahwa

11

stimulus dan respons akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat jika
proses pengulangan sering terjadi. Hukum law effect menyatakan bahwa jika
sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan,
maka kemungkinan tindakan itu akan diulang kembali akan semakin
meningkat. Dengan kata lain, konsekuen-konsekuen dari perilaku seseorang
akan memainkan peran penting bagi terjadinya perilaku-perilaku yang akan
datang.
Sedangkan berdasarkan pendekatan paham konstruktivisme,
pembelajaran matematika adalah proses pemecahan masalah. Konstruktivisme
menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam
pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengkoordinasikan pengalaman
barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya,
sebagaimana dinyatakan Bodner (1986). Dengan demikian, pengetahuan tidak
dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya.
Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu didalam otaknya sendirisendiri. Paul (Uno, 2007) mengemukakan bahwa aliran kontruktivisme
memandang bahwa untuk belajar matematika yang terpenting adalah
bagaimana membentuk pengertian pada siswa. Dalam aliran ini siswa
mempelajari matematika senantiasa membentuk pengertian sendiri. Hal ini
menekankan bahwa pada saat belajar matematika yang terpenting adalah
proses belajar siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa, meluruskan, dan melengkapi sehingga konstruksi
pengetahuan yang dimilikinya menjadi benar sehingga siswa diberi

12

kesempatan menghayati proses penemuan atau penyususnan suatu konsep
sebagai suatu keterampilan.
a. Auditory
Auditory berarti indera telinga digunakan dalam belajar dengan cara
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan
menanggapi. Linksman (Alhamidi, 2006) mengartikan auditory dalam konteks
pembelajaran sebagai belajar dengan mendengar, berbicara pada diri sendiri,
dan juga mendiskusikan idea dan pemikiran pada orang lain.
Mendengar merupakan salah satu aktifitas belajar. Tidak mungkin
materi yang disampaikan secara lisan oleh guru dapat diterima dengan baik
oleh siswa apabila siswa tersebut tidak menggunakan indera pendengaran
dalam arti lain mendengar. Hal ini berarti bahwa auditory sangat penting
dalam memahami materi.
Rahman (2006) mengungkapkan bahwa ada beberapa kegiatan yang
dapat menunjang dalam auditory ini salah satunya adalah dengan membentuk
siswa kedalam beberapa kelompok dan kemudian masing-masing kelompok
diminta persentasi bergantian. Dalam persentasi tersebut ada kelompok yang
berbicara dan juga kelompok yang mendengarkan, sehingga auditory
terlaksana.
Selain itu Rahman (2006) mengungkapkan pula bahwa dalam KBM,
sebagian besar proses interaksi siswa dengan guru dilakuka dengan
komunikasi yang melibatkan indera telinga. Selama KBM berlangsung, guru
dapat meminta siswa untuk mendengarkan, menyimak, berbicara persentasi,

13

argumentasi, mengemukakan pendapat dan menaggapi dengan menciptakan
suasana

demikian.

Siswa

dituntut

untuk

berpartisipasi

aktif

dan

mengoftimalkan pemanfaatan indera telinga sehingga interaksi antara telinga
dan otak bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Dalam kegiatan pembelajaran sebagian besar proses interaksi siswa
dengan guru dilakukan dengan komunikasi secara lisan dan melibatkan indera
telinga. Guru harus mampu untuk mengondisikan siswa agar mengoptimalkan
indera telinganya, sehingga koneksi antara telinga dan otak dapat
dimanfaatkan secara optimal. Guru dapat meminta siswa untuk menyimak,
mendengar, berbicara, presentasi, berargumen, mengemukakan pendapat, dan
menanggapi sehingga menciptakan suasana belajar yang aktif.
Ada beberapa strategi belajar secara auditory yang dikemukakan oleh
Meier (Esa, 2005) diantaranya:
1) Mintalah siswa berpasang-pasangan membincangkan secara terperinci halhal yang mereka pelajari dan bagaimana menciptakannya.
2) Mintalah siswa untuk membentuk kelompok dan berbicara pada saat
mereka menyusun pemecahan masalah membuat model, mengumpulkan
informasi, atau menciptakan makna-makna belajar.
b. Intellectually
Intellectually diartikan sebagai belajar berfikir dan memecahkan
masalah. Intellectually yaitu belajar dengan berpikir untuk menyelesaikan
masalah, kemampuan berpikir perlu dilatih melalui latihan bernalar, mencipta,
memecahkan masalah, mengonstruksi, dan menerapkan. Menurut Meier (Esa,
2005) bahwa intelektual menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam

14

pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk
merenungkan suatu pengalaman tersebut. Intelektual adalah sebagian dari
merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna.
Intelektual adalah penciptaan makna dalam pikiran, sarana yang
digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman belajar.
Intelektual menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan gerak
tubuh untuk membuat makna baru bagi diri sendiri, sarana yang digunakan
pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, dan pengetahuan
menjadi pengalaman.
Meier (Esa, 2005) mengatakan bahwa belajar intelektual yaitu belajar
melalui

perenungan

(tafakur),

mencipta,

memecahkan

masalah

dan

membangun makna. Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa
diajak terlibat dalam aktivitas seperti memecahkan masalah, menganalisis
pengalaman, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan menyaring informasi,
merumuskan pertanyaan, dan menerapkan gagasan baru saat belajar.
Intelektual menunjukkan kegiatan pikiran siswa secara internal ketika mereka
menggunakan kecerdasan untuk merenungkan pengalamannya.
Menurut Meier (Esa, 2005) bahwa dalam intelektual ada beberapa
kegiatan diantaranya:
(a) Menganalisis, memecahkan masalah, fokus, perhatian.
(b) Menghubungkan informasi dan mensintesis.
(c) Menilai, membandingkan, memeriksa, dan mencocokkan.
Guru harus berusaha untuk merangsang, mengarahkan, memelihara,
dan meningkatkan intensitas proses berfikir siswa demi tercapainya

15

pemahaman konsep yang maksimal pada siswa. Guru harus berusaha
mendorong siswa agar belajar secara berhasil.
c. Repetition
Belajar adalah pengulangan, prinsip dasar pembelajaran adalah
pengulangan. Dimyati dan Mudjiono, (2002) mengemukakan bahwa ada tiga
teori yang menekankan pentingnya pengulangan, yaitu:
1) Teori psikologi daya. Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat,
mengkhayal, dan berfikir.
2) Teori psikologi dan asosiasi atau koneksionisme. Dengan hukum belajarnya
law of exercise yang mengungkapkan bahwa belajar adalah pembentukan
hubungan antara stimulasi dan respon, serta pengulangan terhadap
pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.
3) Teori psikologi conditioning respon. Belajar adalah pembentukan hubungan
stimulasi dan respon.
Pengulangan yang dilakukan tidak berarti dilakukan dengan bentuk
pertanyaan ataupun informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi
yang bervariatif sehingga tidak membosankan. Dengan pemberian soal dan
tugas, siswa akan mengingat informasi-informasi yang diterimanya dan
terbiasa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematis.
Dalam belajar masih diperlukan pengulangan. Pengulangan sangat
diperlukan dalam mendukung proses mengingat. Mengingat merupakan salah
satu proses yag cukup sulit, sehingga diperlukan suatu cara khusus untuk dapat

16

melakukan kegiatan tersebut. Hal-hal yang telah dipelajari terkadang sulit
untuk dimunculkan kembali atau bahka tidak diproduksi lagi dalam daya ingat
kita, maka ini dinamakan lupa.
Pengulangan beberapa kali dalam belajar dapat membantu proses
pemahaman yang mendalam dan mengatasi lupa, selain itu pengulangan
diharapkan dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Penguasaan secara
penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih
berarti, maka pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Dimyati dan Mudjiono (2002) mengungkapka bahwa implikasi adanya
prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran sswa untuk bersedia
mengerjakan latihan-latihan yang berulang. Dengan kesadaran ini diharapkan
siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk prilaku
pembelajaran yang merupakan implikasi pengulangan diantaranya menghapal.
3. Pendekatan Scientific Learning
Pada penerapan (Implementasi Kurikulum 2013) di lapangan (baca:
sekolah), guru salah satunya harus menggunakan pendekatan ilmiah
(scientific), karena pendekatan ini lebih efektif hasilnya dibandingkan
pendekatan tradisional. Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran
langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional).
Pembelajaran

langsung

adalah

pengetahuan,

kemampuan

pembelajaran

berpikir

dan

yang

mengembangkan

keterampilan

menggunakan

pengetahuan peserta didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar

17

yang dirancang dalam silabus dan RPP. Dalam pembelajaran langsung peserta
didik

melakukan

kegiatan

informasi/mencoba,
Pembelajaran

mengamati,

menalar/mengasosiasi,

langsung

menghasilkan

menanya,
dan

pengetahuan

mengumpulkan

mengomunikasikan.
dan

keterampilan

langsung, yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect).
Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang terjadi selama proses
pembelajaran langsung yang dikondisikan menghasilkan dampak pengiring
(nurturant

effect).

Pembelajaran

tidak

langsung

berkenaan

dengan

pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam KI-1 dan KI-2.
Pengembangan nilai dan sikap sebagai proses pengembangan moral dan
perilaku, dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan
yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan intrakurikuler, kokurikuler,
dan ekstrakurikuler baik yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat (luar
sekolah) dalam rangka mengembangkan moral dan perilaku yang terkait
dengan nilai dan sikap.
Setidaknya terdapat tujuh kriteria sebuah pendekatan pembelajaran
dapat dikatakan sebagai pembelajaran scientific, yaitu:
a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.

18

b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
f. Berbasis

pada

konsep,

teori,

dan

fakta

empiris

yang

dapat

dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran yanag mengimplementasikan pendekatan
scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan
(kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang
demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan yang terintegrasi. Perhatikan diagram berikut:

19

Gambar 2.2. Diagram pembelajaran pendekatan scientific
Adapun penjelasan dari diagram pendekatan pembelajaran scientific
(pendekatan ilmiah) dengan menyentuh ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
(a) Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu mengapa”.
(b) Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu bagaimana”.
(c) Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa.”
(d) Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
(e) Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
(f) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana
dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk
jejaring untuk semua mata pelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran scientific meliputi

20

Gambar 2.3. Langkah-langkah pembelajaran scientific
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkahlangkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran
meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi,
dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan
mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada
kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan
nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat
nonilmiah.
Pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut.
Tabel 2.2. Deskripsi Langkah Pembelajaran
Langkah Pembelajaran
Deskripsi Kegiatan
Bentuk Hasil Belajar
Mengamati (observing)
mengamati dengan indra perhatian pada waktu
(membaca,
menyimak,
menonton,

mendengar, mengamati
melihat, objek/membaca

suatu
suatu

dan tulisan/mendengar suatu

sebagainya) dengan atau penjelasan, catatan yang
tanpa alat

dibuat

tentang

yang

21

diamati,

kesabaran,

waktu (on task) yang
digunakan
Menanya (questioning)

untuk

mengamati
dan jenis,
kualitas,

membuat

dan

mengajukan pertanyaan, jumlah pertanyaan yang
tanya jawab, berdiskusi

diajukan peserta didik

tentang informasi yang (pertanyaan
belum

dipahami, konseptual,

informasi

tambahan dan hipotetik)

yang

diketahui,

ingin

Mengumpulkan

atau sebagai klarifikasi.
mengeksplorasi,

informasi/mencoba

mencoba,

(experimenting)

mendemonstrasikan,
meniru

jumlah

faktual,
prosedural,

dan

berdiskusi, sumber

kualitas
yang

dikaji/digunakan,

bentuk/gerak, kelengkapan informasi,

melakukan eksperimen, validitas informasi yang
membaca sumber lain dikumpulkan,
selain

buku

teks, instrumen/alat

mengumpulkan data dari digunakan
nara

sumber

dan
yang
untuk

melalui mengumpulkan data.

angket, wawancara, dan
memodifikasi/
menambahi/mengem-

22

Menalar/Mengasosiasi

bangkan
mengolah

(associating)

yang

informasi mengembangkan
sudah interpretasi, argumentasi

dikumpulkan,

dan

kesimpulan

menganalisis data dalam mengenai

keterkaitan

bentuk

dari

membuat informasi

kategori,
atau

mengasosiasi fakta/konsep,

menghubungkan interpretasi argumentasi

fenomena/informasi
yang

terkait

pola,

menyimpulkan.

dan

kesimpulan

dalam mengenai

rangka menemukan
suatu

dua

keterkaitan

lebih dari dua
dan fakta/konsep/teori,
menyintesis

dan

argumentasi

serta

kesimpulan

keterkaitan

antarberbagai

jenis

fakta/konsep/teori/
pendapat;
mengembangkan
interpretasi,

struktur

baru, argumentasi, dan
kesimpulan

yang

menunjukkan hubungan
fakta/konsep/teori

dari

23

dua sumber atau lebih
yang tidak bertentangan;
mengembangkan
interpretasi,

struktur

baru, argumentasi dan
kesimpulan

dari

konsep/teori/penda-pat
yang
Mengomunikasikan

menyajikan

(communicating)

dalam

berbeda

dari

berbagai jenis sumber.
laporan menyajikan hasil kajian

bentuk

bagan, (dari mengamati sampai

atau

grafik; menalar) dalam bentuk

diagram,
menyusun

laporan tulisan,

grafis,

media

tertulis; dan menyajikan elektronik, multi media
laporan meliputi proses, dan lain-lain
hasil, dan kesimpulan
secara lisan
Sumber: Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
Secara rinci pembelajaran kurikulum 2013 pendekatan ilmiah
dijelaskan sevagai berikut:
a) Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti

24

menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang,
dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi
pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran
memiliki kebermaknaan yang tinggi.
b) Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas
kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat,
disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk
dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan
objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta,
konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
c) Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari
bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta
didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena
atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen.
d) Mengolah Informasi (mengasosiasi)
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan
pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik
terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari
kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan

25

informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari
solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai
kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari
keterkaitan informasi tersebut.
e) Menarik Kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik
merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah
menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola
dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu
kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan
f) Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa
yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru
sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
(Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81a Tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum 2013).

26

4. Langkah-langkah

Pembelajaran

AIR

dengan

Pendekatan

Pembelajaran Ilmiah (scientific appoach)
Tahap-tahap penerapan model pembelajaran AIR, adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Auditory
1) Kegiatan guru, yaitu:
a) Guru memberikan contoh soal kepada siswa.
b) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil.
c) Guru memberi LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara
berkelompok.
d) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
soal LKS yang kurang dipahami.
2) Kegiatan siswa, yaitu:
a) Siswa mendengarkan serta menyimak contoh soal yang diberikan
oleh guru (mengamati).
b) Siswa menuju kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk
oleh guru.
c) Siswa menerima LKS yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan
secara berkelompok.
d) Siswa bertanya soal LKS yang kurang dipahami kepada guru
(menanya).
b. Tahap Intellectually
1) Kegiatan guru, yaitu:
a) Guru membimbing kelompok belajar siswa untuk berdiskusi
dengan rekan dalam satu kelompok sehingga dapat menyelesaikan
LKS (mengumpulkan dan mengolah informasi).
b) Guru memberi kesempatan kepada beberapa kelompok untuk
mempersentasikan hasil kerjanya (menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan).
c) Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk
bertanya dan mengemukakan pendapatnya.

27

2) Kegiatan siswa, yaitu:
a) Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok dengan mencermati
contoh-contoh soal yang telah diberikan oleh guru (mengamati,
menanya, mengumpulkan dan mengolah informasi).
b) Siswa mempersentasikan hasil kerjanya secara bekelompok yang
telah selesai mereka kerjakan (menarik kesimpulan).
c) Siswa dari kelompok lain bertanya dan mengungkapkan
pendapatnya,

sedangkan

menjawab

dan

kelompok

yang

mempertahankan

mempersentasikan
hasil

kerjanya

(mengkomunikasikan).
c. Tahap Repetition
1) Kegiatan guru, yaitu:
a) Guru memberikan latihan soal individu kepada siswa (mengamati).
b) Dengan diarahkan oleh guru, siswa membuat kesimpulan secara
lisan tentang materi yang telah dibahas (menanya, mengumpulkan
dan mengolah informasi).
2) Kegiatan siswa, yaitu:
a) Siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru secara
individu (mengamati, menanya, dan mengumpulkan informasi).
b) Siswa menyimpulkan secara lisan tentang materi yang telah
dibahas (menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan).

B. Hasil Kajian Yang Relevan
Terdapat beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini, diantaranya adalah penelitian Qurotuh Aina (2012) yang
berjudul “Eksperimentasi Model Pembelajaran AIR Terhadap Prestasi Belajar
Dalam Pembelajaran Matematika Di Tinjau Dari Karakter Belajar Siswa”,
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dengan menggunakan model
28

pembelajaran model AIR lebih baik dari pada model pembelajaran
konvensional.

Sedangkan

Sisca

Purniawati

(2013)

yang

berujudul

“Implementasi Model Pembelajaran AIR Pada Materi Bangun Datar Terhadap
Hasil Belajar Siswa”, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan model
pembelajaran AIR dengan

model pembelajaran

konvensional

dalam

menentukan hasil belajar siswa, meskipun perbedaan model konvensional
tidak jauh berbeda dengan model AIR.
Sedangkan penelitian Mustaqimah (2012) yang berjudul “Efeketikfitas
Model Pembelajaran AIR Dengan Setting Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TGT Terhadap Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar Matematika
Siswa” menunjukkan adanya perbedaan model pembelajaran konvensional
dan lebih efektif terhadap pemahaman matematika siswa.

C. Kerangka Berpikir
Matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), strukturstruktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga
metamatika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
Proses belajar itu akan terjadi dengan lancar apabila belajar itu sendiri
dilakukan secara kontinu, dan memanfaatkan kelompok-kelompok kecil untuk
dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Djahiri K (2004),
menyebutkan belajar bersama (cooperatif learning) menuntut diterapkannya
pendekatan belajar siswa yang sentris, humanistik, dan demokratis yang
disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Model pembelajaran AIR adalah model pembelajaran yang
menganggap bahwa suatu pembelajaran akan efektif jika memperhatikan tiga

29

aspek, yaitu Auditory, Intellectually, dan Repetition. Aspek auditory berkaitan
dengan indera pendengaran siswa, dimana siswa belajar dengan mendengar,
berdiskusi, dan presentasi. Intellectually adalah siswa belajar untuk berfikir
dan memecahkan masalah. Repetition yang berarti siswa perlu diberi kegiatan
pengulangan melalui latihan soal, pemberian tugas, atau kuis dengan tujuan
pemahaman siswa terhadap materi lebih mendalam.
Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific appoach) akan lebih
efektif

apabila

aspek-aspek

pendekatan

ilmiah

dilaksanakan

secara

berkesinambungan, diantaranya: (1) Mengamati merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca hal
terpenting dari suatu objek atau benda. Adapun kompetensi yang diharapkan
adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. (2) Menanya
adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari
apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan
dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang
perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. (3) Aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber
lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara
dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan
adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang
Implementasi
Hasil Belajar mengumpulkan
Pembelajaran
lain, Model
kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan
AIR
30
Pendekatan
Scientific Appoach

Terampil

Mampu
memecahkan
masalah

informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan
belajar dan belajar sepanjang hayat. (4) Mengolah informasi adalah
memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi. Adapun kompetensi yang diharapkan
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
deduktif dalam menyimpulkan. (5) Menarik kesimpulan merupakan kegiatan
menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari
keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan
kelompok, atau

secara individual membuat kesimpulan. (6) Kegiatan

mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun
kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap
jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar. Secara umum, pendekatan scientific appoach
(pendekatan limiah) siswa diarahkan pada pembelajaran berbasis riset.
Karakteristik pembelajaran berbasis riset merupakan implementasi perpaduan
dari

karakteristik

tindakan

penelitian

dan

pembelajaran

bermakna.

Pembelajaran berbasis riset memiliki tujuh karakteristik, meliputi (1)
sistematik, (2) aktif, (3) kreatif, (4) inovatif, (5) efektif, (6) objektif, dan (7)
ilmiah.

31

Gambar 2.4. Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berfikir, maka
dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan dan
memecahkan masalah model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition
(AIR) dengan pendekatan (pemebelajaran ilmiah) Scientific Appoach lebih
baik dari pada model pembelajaran konvensional.

32

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
partisipan. Aqib (2007), mengatakan suatu penelitian dikatakan sebagai PTK
partisipan apabila peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak
awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan.
Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa
terlibat secara langsung, selanjutnya peneliti memantau, mencatat dan
mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta terakhir dengan melaporkan
hasil penelitiannya. Penelitian tindakan secara garis besar ada empat langkah
penting, yaitu pengembangan plan (perencanaan), act (tindakan), observe
(pengamatan) dan reflect (perenungan), atau disingkat dengan PAOR.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 3 SMA Negeri 1
Nunukan, sementara objek penelitian adalah model pembelajaran Auditory
Intellectualy Repetition (AIR) dengan pendekatan pembelajaran ilmiah
(scientific appoach).

C. Setting Penelitian

33

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai dengan November
2014. Rancangan PTK ini disusun dengan dua siklus, tiap-tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Ide Utama

Peninjauan

PTK Model Eliot
Monitor
Tindakan 2 Gambar 3.1. Siklus

Perencanaan

Tindakan 1

Prosedur pelaksanaan PTK dalam penelitian yang berhubungan
dengan masalah yang akan diteliti yaitu dalam bentuk persiapan. Secara rinci,
setiap fase atau putaran akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Ide Utama
Permasalahan yang dihadapi adalah kurang terampilnya siswa dalam
memecahkan masalah matematika sehingga memperngaruhi hasil belajar
siswa.
2. Peninjauan (Reconnaisance)
Pada tahap peninjauan, peneliti mengamati gejala dilapangan dan
melakukan studi kelayakan untuk mensinkronkan antara ide utama dan
perencanaan.
3. Perencanaan
a. Membuat skenario pembelajaran.
b. Membuat lembar observasi.
c. Membuat lembar kegiatan siswa dan alat bantu dalam mengajar.
d. Membuat alat evaluasi.
4. Tindakan (Acting)
Setelah diperoleh rencana yang baik dan sesuai dengan keadaan
dilapangan, peneliti melakukan tindakan dengan melakukan skenario
pembelajaran yang telah direncanakan terlebih dahulu.
a. Mengkondisikan siswa dan memberi penjelasan tentang strategi
pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.

34

b. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan skenario
pembelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
5. Monitor
Di akhir tindakan, peneliti melakukan monitoring terhadap efek tindakan
yang mungkin berupa keberhasilan dan hambatan disertai dengan faktorfaktor penyebabnya. Atas dasar hasil monitoring tersebut, peneliti dapat
menggunakannya sebagai bahan perbaikan yang dapat diterapkan pada
langkah tindakan kedua dan seterusnya sampai diperoleh informasi atau
kesimpulan

apakah

permasalahan

yang

telah

dirumuskan

telah

terpecahkan.
D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian ini dirancang dengan pedoman penilaian tentang
kinerja dan portofolio siswa. Teknik pengumpulan data berupa tes dan
dokumentasi serta penilaian otentik (assesment otentic). Tes digunakan untuk
memperoleh data hasil belajar matematika siswa yang terdiri dari tes hasil
belajar, pemberian tugas, observasi, dan dokumentasi nilai. Dokumentasi di
gunakan untuk mengetahui kegiatan pembelajaan yang dilakukan oleh guru
dan siswa selama di kelas.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang berupa
kata-kata bukan rangkaian angka. Data yang diperoleh melalui observasi dan
nilai hasil belajar dipaparkan dalam bentuk paparan naratif dan kuantitatif.
Analisis data kuantitatif menggunakan analisis data statistik deskriptif dengan
menggunakan rata-rata dan grafik.

35

F. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition)
Model pembelajaran AIR adalah model pembelajaran yang diterapkan
pada objek penelitian yaitu kelas X IPA 3. Model pembelajaran ini terdiri
atas tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Auditory
Kegiatan guru, yaitu membagi siswa kedalam beberapa kelompok,
dimana

masing-masing

kelompok

beranggotakan

6-7

orang,

memberikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara berkelompok
dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai soal
LKS yang kurang dipahami. Kegiatan siswa adalah siswa menuju
kelompoknya masing-masing yang telah ditentukan oleh guru. Siswa
mengerjakan LKS untuk dikerjakan secara berkelompok dan siswa
bertanya soal LKS yang kurang dipahami.
b. Tahap Intellectualy
Kegiatan guru yaitu membimbing kelompok belajar siswa untuk
berdiskusi

dengan

rekan

dalam

satu

kelompok

untuk

mempresentasikan hasil kerjanya, serta memberikan kesempatan
kelompok lain untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya.
Sedangkan kegiatan siswa yaitu mengerjakan soal LKS secara
berkelompok dengan mencermati contoh-contoh soal yang diberikan,
mempresentasikan hasil kerjanya secara berkelompok dan kelompok
lain menanggapi dan memberikan pendapatnya.

36

c. Tahap Repetition
Kegiatan guru yaitu memberikan latihan soal kepada siswa, dengan
dibimbing oleh guru siswa secara lisan menarik sebuah kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas. Kegiatan siswa diantaranya
memberikan soal kepada siswa secara individu dan siswa membuat
kesimpulan untuk materi yang telah dibahas.

2. Pendekatan Pembelajaran Ilmiah (Scientific Appoach)
a. Mengamati (observing)
Kegiatan guru: siswa diarahkan untuk membaca, mengamati, dan
menyimak permasalahan yang diberikan oleh guru dengan alat peraga
matematika yaitu menara hanoi. Kegiatan siswa: siswa menuju
kelompoknya untuk berdiskusi untuk mengerjakan LKS
b. Menanya (questioning)
Kegiatan guru: guru memancing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan
sederhana untuk membantu proses pemecahan masalah. Kegiatan
siswa: siswa diberikan kesempatan untuk bertanya terkait dengan soal
yang diberikan.
c. Mengumpulkan informasi/ mencoba (experimenting)
Kegiatan guru: siswa diminta untuk berdiskusi sesama kelompoknya,
mendemonstrasikan dan mencoba menyelesaikan masalah yang
diberikan oleh guru. Kegaiatn siswa: siswa