ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DEN
ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK
DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA
TERHADAP PENERIMAAN TUNGGAKAN PAJAK DI
KPP
PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
TAHUN 2011-2014
SKRIPSI
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT
GUNA MENCAPAI GELAR SARJANA EKONOMI
Diajukan oleh :
Muhammad Aprianto
NIM : 201250188
NIRM : 20123366340350187
JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
JAKARTA
2015
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama
: Muhammad Aprianto
NIM/NIRM
: 201250188/20123366340350187
Jurusan
: Akuntansi
Konsentrasi Skripsi
: Perpajakan
Judul Skripsi
: Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan
Tunggakan Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
tahun 2011-2014.
Jakarta, 27 November 2015
Menyetujui
Pembimbing Skripsi
Meiriska Febrianti, SE.,Ak.,ME.,BKP.,CA.
2
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Muhammad Aprianto
NIM/NIRM
: 201250188/20123366340350187
Jurusan
: Akuntansi
Konsentrasi Skripsi
: Perpajakan
Judul Skripsi
: Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan
Tunggakan Pajak di KPP Pratama Penjaringan tahun
2011-2014.
TIM PENGUJI
Ketua
:
Pembimbing Skripsi
: Meiriska Febrianti,SE.,Ak.,ME.,BKP.,CA.
Anggota
:
Tanggal Ujian
:
Telah disetujui dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
Jakarta, 27 November 2015
Ketua Jurusan Akuntansi
Aan Marlinah, SE., M.Ak.
3
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar referensi.
Jakarta, 27 November 2015
Muhammad Aprianto
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil Alamin. Segala puji dan syukur tiada hentinya penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan keagungan-Nya telah melimpahkan
segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “ Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP
Pratama Jakarta Penjaringan tahun 2011-2014“. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa
pengarahan, bimbingan, bantuan, dan kerjasama semua pihak yang turut
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua Arnel Yasir dan Dra. Yelda yang tidak berhenti selalu
mendoakan, mendukung, dan memberikan perhatian sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
2.
Arya Pradipta, SE., Ak., ME., CA selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Trisakti.
3.
Aan Marlinah, SE., M.Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
4.
Meiriska Febrianti, SE., Ak., ME., BKP., CA selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
5
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
5.
Indra Arifin Djashan, SE., M.Ak. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan saran – saran yang berguna selama kuliah.
6.
Seluruh pegawai di KPP Pratama Jakarta Penjaringan yang telah
memberikan kemudahan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
7.
Julianto Theodora, Ronal, dan Hans Alvin teman seperjuangan sejak
semester awal sampai penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
8.
Pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu sehingga skripsi ini
dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan,
namun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang dimiliki agar
mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
digunakan untuk menambah wawasan berpikir, pengetahuan serta memberikan
manfaat bagi pembaca dan pihak – pihak yang membutuhkan informasi.
Jakarta, 27 November 2015
Penulis,
Muhammad Aprianto
6
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama
: Muhammad Aprianto
NIM
: 201250188
Program Studi/Jurusan
: S1/Akuntansi
Jenis Karya Ilmiah
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Noneexlusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya baik dalam bentuk Teks
lengkap maupun ringkasan yang berjudul :
Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan Tahun
2011-2014
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti /
Nonekslusif ini Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti berhak menyimpan,
mengalihmedia / formatkan, mengelola, dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 4 Desember 2015
Yang menyatakan
Muhammad Aprianto
7
ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION TAX COLLECTIONS
WITH A REPRIMAND LETTER AND FORCE LETTER
TOWARD REVENUES OF TAX ARREARS IN
KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
DURING 2011 - 2014
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the mechanism of tax collection with
a letter of reprimand and forced letter, the suitability of the implementation of tax
collection with a letter of reprimand and forced letter on KPP Pratama Jakarta
Penjaringan by Law - Act No. 19 of 2000, the amount of the issuance of the
warning letter and letters, the progress of the realization of tax collection with a
letter of reprimand and forced letter to the disbursement of tax arrears, the effect
of tax collection with a letter of reprimand and forced letter to tax revenues, know
the constraints that be faced and efforts made by KPP Pratama Jakarta
Penjaringan in order to optimize the disbursement of tax arrears.
The method used is descriptive or qualitative research where the authors
explain the subject and object of research based on facts. The data used for this
study consisted of a letter of reprimand and forced letter published and disbursed,
and tax revenue in KPP Jakarta Penjaringan during 2011 -2014.
Based on the analysis of data, the mechanism of tax collection with a letter
of reprimand and forced letter on KPP Pratama Jakarta Penjaringan is not in
accordance with the provisions of law - Act No. 19 of 2000. The number of
publishing a letter of reprimand and forced letter in nominal terms continues to
increase and the realization of the amount of tax arrears melted with a letter of
reprimand and forced letter in general continues to increase every year.
Constraints in the collection of taxes forced letter and letters of reprimand can be
overcome with good
Keywords:
Tax Collection, Reprimand Letter, Force Letter, Disbursement Tax
Arrears
8
ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN
SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP
PENERIMAAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP
PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
TAHUN 2011-2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme penagihan
pajak dengan surat teguran dan surat paksa, mengetahui kesesuaian pelaksanaan
penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di KPP Pratama
Penjaringan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000, mengetahui jumlah
penerbitan surat teguran dan surat, mengetahui perkembangan realisasi penagihan
pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak,
mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa
terhadap penerimaan pajak, dan mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dan
upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Penjaringan dalam rangka optimalisasi
pencairan tunggakan pajak.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif atau kualitatif
dimana penulis menjelaskan subyek dan obyek penelitian berdasarkan fakta. Data
yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari surat teguran dan surat paksa yang
diterbitkan dan dicairkan, dan penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan 2011 -2014.
Berdasarkan hasil analisis data, mekanisme penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan tidak sesuai dengan
ketentuan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000. Perkembangan jumlah
penerbitan surat teguran dan surat paksa dari segi nominal terus meningkat dan
realisasi jumlah tunggakan pajak yang dicairkan dengan surat teguran dan surat
paksa pada umumnya terus meningkat setiap tahunnya. Kendala dalam penagihan
pajak dengan surat paksa dan surat teguran dapat diatasi dengan baik.
Kata Kunci: Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa, Pencairan
Tunggakan Pajak
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
ii
LEMBAR PENGESEHAN SKRIPSI
iii
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT vi
KATA PENGANTAR
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ABSTRACT viii
ABSTRAK
ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang Penelitian 1
1.2 Masalah Penelitian
3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
4
1.3.1 Tujuan Penelitian 4
1.3.2 Manfaat Penelitian 5
1.4 Sistematika Penulisan
6
BAB II KERANGKA TEORITIS 7
10
vii
2.1 Pengertian Pajak 7
2.2 Sistem Pemungutan Pajak8
2.3 Utang Pajak
10
2.3.1 Pengertian Utang Pajak
10
2.3.2 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
2.4 Pemeriksaan Pajak
10
12
2.4.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
12
2.4.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak 12
2.4.2 Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak 14
2.5 Penagihan Pajak 14
2.5.1 Pengertian Penagihan Pajak
2.5.2 Surat Tagihan Pajak
16
2.5.3 Dasar Penagihan Pajak
16
14
2.5.4 Tindakan Penagihan Pajak 17
2.5.5 Jangka Waktu Hak Penagihan
2.5.6 Daluwarsa Penagihan
18
18
2.5.7 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
2.6 Surat Teguran
20
2.6.1 Definisi dan Tujuan Surat Teguran 20
2.6.2 Tata Cara Penerbitan Surat Teguran
2.7 Penagihan Seketika dan Sekaligus
22
11
20
18
2.8 Surat Paksa
24
2.8.1 Pengertian Surat Paksa
24
2.8.2 Penerbitan Surat Paksa
24
2.8.3 Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
2.8.4 Surat Paksa Pengganti
25
28
BAB III METODE PENELITIAN 30
3.1 Bentuk Penelitian 30
3.2 Objek Penelitian 30
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.4 Metode Analisis Data
31
32
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
34
34
4.1.1 Sejarah Berdirinya KPP Pratama Jakarta Penjaringan
34
4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Jakarta Penjaringan 38
4.1.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan
39
4.2 Mekanisme Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa KPP
Pratama Jakarta Penjaringan
40
4.3 Kesesuaian Penagihan Pajak dengan UU No. 19 Tahun 2000
55
4.3.1 Kesesuaian Penagihan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama
Jakarta Penjaringan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun
2000
55
4.3.2 Kesesuaian Penagihan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama Jakarta
12
Penjaringan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000
4.4 Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa
57
58
4.5 Perkembangan Realisasi Penagihan Pajak terhadap Pencairan Tunggakan
Pajak
61
4.5.1 Perkembangan Realisasi Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
61
4.5.1 Perkembangan Realisasi Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
terhadapPencairan Tunggakan Pajak
62
4.6 Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap
Penerimaan Pajak
64
4.7 Kendala – kendala yang Dihadapi oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan
67
4.8 Upaya – upaya yang Dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Dalam Rangka Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak
BAB V PENUTUP
70
5.1 Kesimpulan
70
5.2 Keterbatasan
71
5.3 Rekomendasi
72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
13
68
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kesesuaian Pelaksanaan Surat Teguran
56
Tabel 4.2 Kesesuaian Pelaksanaan Surat Paksa
57
Tabel 4.3 Jumlah Surat Teguran yang Diterbitkan
58
Tabel 4.4 Jumlah Surat Paksa yang Diterbitkan
60
Tabel 4.5 Pencairan Pajak dengan Surat Teguran
62
Tabel 4.6 Pencairan Pajak dengan Surat Paksa
63
Tabel 4.7 Pencairan Surat Teguran dan Penerimaan Pajak
64
Tabel 4.8 Pencairan Surat Paksa dan Penerimaan Pajak
66
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan 39
Gambar 4.2 Mekanisme Penagihan Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
40
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Riset KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Lampiran 2
Mekanisme Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa
Lampiran 3
Sampel Surat Teguran dan Surat Paksa
Lampiran 4
Jumlah Penerbitan, Pencairan Surat Teguran dan Surat
Paksa, dan Realisasi Penerimaan Pajak
Lampiran 5
Hasil Wawancara dengan Bagian Penagihan Pajak
16
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pajak merupakan pendapatan negara yang sangat potensial untuk mencapai
keberhasilan pembangunan di Indonesia. Penerimaan pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan terbesar negara.
Dalam memungut pajak negara menggunakan sistem Self Assessment
dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu Wajib Pajak harus aktif
menghitung, menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang terutang pada Kantor
Pelayanan Pajak. Adanya kepercayaan yang sangat besar yang telah diberikan
pemerintah kepada Wajib Pajak, maka agar sistem Self Assessment ini berjalan
secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut diimbangi dengan
upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Self Assessment (Mardiasmo
2002:2) merupakan sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi
wewenang penuh dalam memperhitungkan, menyetorkan dan dan pelaporan pajak
kewajiban pajak yang sebenarnya. Meskipun demikian, dalam hal ini pemerintah
yang diwakili oleh Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) akan tetap melakukan anailisis
atas kewajaran pajak yang disetor oleh wajib pajak. Apabila dalam analisis, wajib
pajak dinyatakan tidak atau kurang bayar atas kewajiban pajaknya, maka
pemerintah akan melakukan tindakan.
1
2
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan perpajakan, upaya penagihan
dilakukan dengan memperhatikan optimalisasi jumlah wajib pajak yang ditagih.
Optimalisasi tersebut dimaksudkan agar dapat menghasilkan penerimaan pajak
dan juga mempertimbangkan segi keadilan dalam memperlakukan wajib pajak.
Oleh sebab itu, diupayakan agar setiap wajib pajak akan mendapatkan giliran
untuk diperiksa dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakannya. Jika
wajib pajak setelah ditagih pun belum memenuhi penagihan pajak maka KPP
berhak menagih dengan surat paksa pajak sesuai dengan pasal 8 ayat 1 UU PPSP.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengkaji lebih dalam
tentang bagaimana mekanisme penagihan pajak dengan surat teguran dan surat
paksa untuk optimalisasi penerimaan pajak. Dan berdasarkan hal tersebut maka
peneliti ingin menetapkan judul proposal ini sebagai berikut:
“ Analisis
Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan tahun 2011-2014. “
1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis akan mengangkat
dan membatasi lingkup permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan ?
3
2.
Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di
KPP Pratama Jakarta Penjaringan sudah sesuai dengan Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2000 ?
3.
Berapakah jumlah penerbitan surat teguran dan surat paksa yang telah
dikeluarkan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan periode tahun 2011 –
2014 ?
4.
Bagaimanakah perkembangan realisasi penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak ?
5.
Bagaimanakah pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat
paksa terhadap penerimaan pajak
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
periode 2011-2014 ?
6.
Apa saja kendala - kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan oleh
KPP Pratama Jakarta Penjaringan dalam rangka optimalisasi pencairan
tunggakan pajak ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan penulisan proposal ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui mekanisme penagihan pajak dengan surat teguran dan
surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
4
2.
Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan dengan Undang
– Undang Nomor 19 Tahun 2000.
3.
Untuk mengetahui jumlah penerbitan surat teguran dan surat paksa yang telah
dikeluarkan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan periode tahun 2011 –
2014.
4.
Untuk mengetahui perkembangan realisasi penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak.
5.
Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat
paksa terhadap penerimaan pajak
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
periode 2011-2014.
6.
Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan
oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan dalam rangka optimalisasi pencairan
tunggakan pajak.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan penelitian ini adalah :
1.
Manfaat bagi Akademis
Manfaat bagi ilmu pengetahuan agar dapat menjadi bahan penelitian lebih
lanjut sehubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
perpajakan terutama dalam tata cara penagihan pajak dengan mekanisme
surat paksa.
2.
Manfaat bagi Wajib Pajak
5
Manfaat bagi Wajib Pajak agar tidak lalai dan dapat meningkatkan kepatuhan
dan kesadaran di dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka
menghindari adanya penagihan dengan surat paksa.
3.
Manfaat bagi Praktisi Pajak
Manfaat bagi Praktisi Pajak agar dapat menjadi bahan pengetahuan tentang
tata cara penagihan pajak dengan mekanisme surat paksa.
1.4 Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi ini, terbagi dalam beberapa bab yaitu sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan Latar Belakang Penelitian,
Masalah Penelitian, dan Tujuan dan Manfaat Penelitian.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
Dalam bab ini penulis menjabarkan teori dan pemikiran dari literatur
yang berkaitan dengan masalah penelitian.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai metode penelitian yang
digunakan penulis, yang terdiri dari pendekatan penelitian, jenis atau
tipe penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, proses
penelitan, dan penentuan lokasi penelitian.
6
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai analisis data – data,
khususnya data penagihan pajak yang berkaitan dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa terhadap penagihan pajak serta melakukan
pembahasan dari analisa yang telah dibuat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan,
keterbatasan penelitian serta rekomendasi yang diharapkan dapat
berguna bagi pihak yang berkepentingan maupun untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1
Pengertian Pajak
Undang – undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang – undang No. 6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) bahwa :
Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang –
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat.
Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip dalam buku karangan Soemarso S.R
(2007:2) bahwa :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang –
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur – unsur
sebagai berikut :
1.
Iuran rakyat kepada negara
Yang berhak memungut iurang pajak rakyat hanyalah negara.
2.
Bersifat memaksa
Rakyat Indonesia sebagai Wajib Pajak wajib untuk membayar pajak
terutangnya.
7
8
3.
Berdasarkan undang – undang
Pajak dipungut berdasarkan ketentuan perundang – undangan serta aturan
4.
pelaksanaannya.
Tidak mendapatkan imbalan secara langsung
Dalam pembayaran pajak, rakyat tidak mendapat imbalan secara langsung
5.
secara individual.
Digunakan untuk kepentingan rakyat banyak atau umum
Digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga negara, yaitu
pengeluaran – pengeluaran untuk rakyat banyak seperti fasilitas umum.
2.2
Sistem Pemungutan Pajak
Resmi (2013:11) mengungkapkan dalam memungut pajak dikenal beberapa
sistem pemungutan, yaitu :
1.
Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah
pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang
berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan
memungut pajak, sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada aparatur perpajakan
2.
Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam sistem ini,
inisiatif serta kegiatan
9
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak.
Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami
undang-undang perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai kejujuran
yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak..
Adapun ciri-ciri dari self assesment system yaitu :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
3.
sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak. Adapun ciri-ciri dari with holding system
yaitu, wewenang
menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.3 Utang Pajak
2.3.1 Pengertian Utang Pajak
Menurut Pasal 1 angka 8 Undang – Undang No. 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut, yang dimaksud dengan “Utang
Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi adminisirasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan
Pajak aiau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundangundangan
perpajakan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:2 12).
2.3.2 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
10
Menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2009; 8) ada dua ajaran yang mengatur
timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak), yaitu:
1.
Ajaran Materiil
Ajaran
materiil
menyatakan
bahwa
utang
pajak
timbul
karena
diberlakukannya undang-undang perpajakan. Ajaran ini konsisten dengan
penerapan Self Assestment System.
2.
Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya
surat ketetapan oleh fiskus (pemerintah). Ajaran ini konsisten dengan
penerapan Official Assestment System.
Suandy (2011, 126) menyatakan bahwa utang pajak timbulnya karena
undang-undang, menurut ajaran materiil utang pajak timbul jika ada sesuatu yang
menyebabkan (tatbestand) yaitu rangkaian dari perbuatan-perbuatan, keadaankeadaan, dan peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak, adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
Perbuatan-perbuatan, misalnya: pengusahan melakukan impor barang
Keadaan-keadaan, misalnya: memiliki harta bergerak dan tidak bergerak
Peristiwa, misalnya: mendapat hadiah
Utang pajak akan berakhir atau jatuh tempo apabila terjadi hal – hal sebagai
berikut :
1.
2.
Pembayaran atau pelunasan Pajak
Penanggung Pajak membayar lunas utang pajaknya dengan Surat Setoran
Pajak (SSP) melalui bank atau tempat lain yang ditunjuk Menteri Keuangan.
Kompensasi
Menghapus utang pajak yang dilakukan melalui pemindahan kelebihan
pajak pada suatu jenis pajak ( pada tahun yang sama atau berbeda ) dengan
11
menutu kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak
3.
lain.
Daluwarsa
Menurut pasal 13 dan pasal 22 UU KUP No. 28 Tahun 2007, daluwarsa
pajak adalah 5 tahun. Artinya setelah batas waktu tersebut, Wajib Pajak
4.
tidak lagi mempunyai kewajiban untuk melunasi utang pajaknya.
Pembebasan/Pengahapusan
Umumnya tidak diberikan pembebasan terhadap pokoknya, tetapi hanya
pada sanksi administrasi.
2.4 Pemeriksaan Pajak
2.4.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Menurut Pasal 1 angka
199/PMK.03/2007,
pemeriksaan
2
Peraturan
didefinisikan
Menteri
sebagai
Nomor
serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang – undangan. Berdasarkan pengertian ini maka salah
satu fokus pemeriksaan pajak adalah pada ketaatan atau patuh
(compliance) Wajib Pajak dalam melaksanakan self assesment, yaitu
mengisi, menghitung, memperhitungkan, memungut, memotong, dan
melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang
berlaku.
2.4.2 Tujuan Pemeriksaaan Pajak
Menurut Wirawan B. Ilyas (2010,140) menyatakan bahwa tujuan
pemeriksaan pajak telah disebutkan dalam ketentuan pasal 29 UU KUP
dibedakan menjadi dua, yaitu :
12
1.
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib
2.
pajak.
Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan.
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatas,
dilakukan dalam hal – hal sebagai berikut :
1.
Surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk
2.
3.
yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh menunjukkan rugi.
Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu
4.
yang telah ditetapkan.
Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
5.
Direktur Jenderal Pajak.
Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka
tiga tidak terpenuhi.
Sementara itu, tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 diatas, dilakukan dalam hal – hal sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
Wajib Pajak mengajukan keberatan;
Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
6.
7.
8.
Neto;
Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi di daerah terpencil;
Penentuan satu (pemusatan) atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan
9.
Nilai;
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
13
10.
Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
11.
dan/atau
Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda.
2.4.3 Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Menurut Pasal 1 angka 3 dan 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
199/PMK.03/2007, tempat pemeriksaan pajak dapat diklasifikasikan
sebagai:
1.
Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal
2.
wajib pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
2.5 Penagihan Pajak
2.5.1 Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten, dan konsekuen
diharapkan akan dapat membawa pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam membayar utang pajaknya.
Sesuai dengan UU No.19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan Surat
Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang No.19 Tahun
2000 pasal 1 angka 9
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan pelaksanaan penagihan dan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan pencegahan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang
yang telah disita.
Contoh 1 :
14
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan SKPKB sebesar
Rp.10.000.000 diterbitkan pada tanggal 7 oktober 2012, dengan batas akhir
pelunasan tanggal 6 november 2012. Jumlah pembayaran sampai dengan 6
November 2012 sebesar Rp.6.000.000. Pada tanggal 1 Desember 2012 diterbitkan
Surat Tagihan Pajak dengan penghitungan sebagai berikut.
Pajak yang masih harus dibayar
Rp.10.000.000
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan
Rp. 6.000.000
Kurang Bayar
Rp. 4.000.000
Bunga (6 Nov s.d 1 Des 2012)
1 x 2% x Rp.4.000.000 = Rp.80.000
Contoh 2 :
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebesar Rp.10.000.000 diterbitkan pada tanggal 7 Oktober 2012,
dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2012. Wajib Pajak membayar
sebesar Rp.10.000.000 pada tanggal 3 Desember 2012 dan pada tanggal 5
Desember 2012 diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Sanksi administrasi berupa
bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar
Rp.10.000.000
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan
Rp.10.000.000
Kurang Bayar
Rp.
0
Bunga (6 Nov s.d 5 Des 2012):
1 x 2% Rp.10.000.000 = Rp.200.000
2.5.2 Surat Tagihan Pajak
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administratif bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak
menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
1.
2.
Pajak pengahasilan tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Dari hasil penelitian, terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah
3.
hitung dan/atau salah tulis.
Wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga.
15
4.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
2.5.3 Dasar Penagihan Pajak
Dalam buku KUP, dasar penagihan pajak pasal 18 ayat (1) UU KUP
menyebutkan dasar penagihan pajak adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Surat Tagihan Pajak (STP);
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
Surang Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2.5.4 Tindakan Penagihan Pajak
Dalam tindakan penagihan pajak, terdapat tahapan – tahapan dalam
pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tahapan Penagihan Pajak
Uruta
Tahapan kegiatan
Waktu pelaksanaan
n
penagihan
kegiatan
1
Penerbitan
Teguran
Dasar Hukum
Surat Tujuh hari sejak jatuh Pasal 8 s.d 11
atau
Surat tempo
utang
pajak Permenkeu
Peringatan atau surat penanggung pajak yang Nomor
2
lain yang sejenis
Penerbitan Surat Paksa
tidak dilunasi
24/PMK.03/2008
Dua puluh satu hari Pasal 7 UU No. 19
sejak
diterbitkannya Tahun 2000 dan
Surat Teguran atau Surat pasal 15 s.d 23
Peringatan
3
Penerbitan
surat pemenkeu Nomor
lain yang sejenis
24/PMK.03/ 2008
surat Setelah 2x24 jam Surat Pasal 12
UU
perintah melaksanakan Paksa
penyitaan
atau
kepada
pajak
diberitahukan Nomor 19/2000
penanggung
dan
utang
16
pajaknya belum dilunasi
Setelah lewat 14 hari
4
Pengumuman lelang
5
19 Tahun 2000
Penjualan / pelelangan Setelah lewat 14 hari Pasal 26 UU No
barang sitaan
sejak
Pasal 26 UU No
pengumuman 19
Tahun
2000
lelang dan penanggung dan pasal 18 PMK
pajak
tidak
melunasi nomor
utang pajaknya
24/PMK.03/2008
Sumber: Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010;80)
2.5.5 Jangka Waktu Hak Penagihan
Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk melakukan penagihan
pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa
setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Surat Tagihan Pajak
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Surat Keputusan Pembetulan
Surat Keputusan Keberatan
Putusan Banding
Putusan Peninjauan Kembali
Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan
Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa
penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.
2.5.6 Daluwarsa Penagihan
Daluwarsa penagihan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan oleh
UU bahwa fiskus tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan penagihan terhadap
utang pajak Wajib Pajak.
17
UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk
melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang
ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi
daluwarsa.
2.5.7 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
1.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa
kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal demikian,
daluwarsa penagihan pajak terhitung sejak tanggal pemberitahuan Surat
2.
Paksa tersebut.
Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara, mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo daluwarsa. Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan
dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan
3.
pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan karena Wajib Pajak melakukan tindak
pidana perpajakan dan tindak pidana lain yang merugikan pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penerbitan
4.
Surat Ketetapan Pajak tersebut.
Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan penyidikan tindak pindana di
bidang perpajakan. Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan dihitung
sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan Tindak Pidana
Perpajakan.
18
2.6 Surat Teguran
2.6.1 Definisi dan Tujuan Surat Teguran
Tindakan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran.
Sesuai dengan pasa 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan
atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak
melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa:
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat
yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada
wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat teguran juga dimaksudkan untuk memperingatkan wajib pajak
untuk segera melunasi utang pajaknya, agar penanggung pajak mempunyai
kesempatan, sebelum dilakukan upaya paksa dengan diterbitkannya surat
paksa.
2.6.2 Tata Cara Penerbitan Surat Teguran
Penerbitan
Surat
Teguran
harus
dilakukan
dengan
mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum
keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008
menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak
menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam
pembahasan akhir, adalah sebagai berikut:
1.
Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah
pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan
permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat
Teguran disampaikan setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan
keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3 bulan sejak
19
diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib
2.
Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan.
Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah
pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya
permohonan banding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat
teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan
banding. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan
sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT
karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hak
3.
mengajukan permohonan banding.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan
a.
Wajib Pajak mengajukan:
Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan
setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan Keputusan
Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak
b.
tanggal penerbitan keputusan tersebut)
Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan
SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak
saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding
4.
adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut).
Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan
setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah
tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT)
20
5.
Dalam
hal
Wajib
Pajak
mencabut
pengajuan
keberatan
atas
SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak
tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lainnya yang sejenis tidak
diterbitkan apabila kepada Penanggung Pajak telah diberikan persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak
harus terlebih dahulu mengajukan surat permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran utang pajak.
2.7
Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis
pajak, masa pajak, dan tahun pajak (Penj UU 19/00, KMK 561/00).
Menurut Suandy (2011, 174) menyatakan
bahwa juru sita pajak
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
yang diterbitkan oleh pejabat apabila terjadi hal – hal berikut ini:
1.
Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama – lamanya
2.
atau berniat untuk itu.
Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai
3.
dalam
rangka
menghentikan
atau
mengecilkan
kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.
Terdapat tanda – tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
4.
melakukan perubahan bentuk lainnya.
Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
21
5.
Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda – tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang – kurangnya
memuat:
1.
Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan penanggung pajak;
2.
Besarnya utang pajak;
3.
Perintah untuk membayar;
4.
Saat pelunasan pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh
pejabat:
1.
2.
3.
Sebelum tanggal jatuh tempo pembayarannya;
Tanpa didahului Surat Teguran;
Sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran
4.
diterbitkan;
Sebelum penerbitan Surat Paksa.
2.8 Surat Paksa
2.8.1 Pengertian Surat Paksa
Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan
pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau
sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat
Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Surat paksa diterbitkan oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
pejabat yang berwenang yang merupakan modal utama bagi pelaksanaan
penagihan pajak yang efektif, hal ini karena penerbitan surat paksa memberikan
wewenang kepada petugas penagihan pajak khususnya Jurusita Pajak untuk
melaksanakan eksekusi langsung dalam penyitaan atas barang milik Penanggung
Pajak dan selanjutnya untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barangbarang yang disita untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di
pengadilan terlebih dahulu. Atau dengan kata lain, dalam hal ini Surat Paksa
22
mempunyai kekuatan eksekutorial serta mempunyai kedudukan yang sama
dengan putusan pengadilan perdata.
2.8.2 Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:
1.
Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau
2.
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika
3.
dan sekaligus.
Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Dalam Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat:
1.
Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak
2.
Dasar penagihan
3.
Besarnya utang pajak
4.
Perintah untuk membayar
2.8.3 Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU
PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan
dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam
berita acara.
Dalam berita acara penyampaian Surat Paksa sekurang-kurangnya berisi
hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama juru sita pajak, nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan surat paksa serta ditandatangani oleh juru
sita pajak dan penanggung pajak.
Sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan Sekaligus dan
23
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Paksa disampaikan kepada, jika penanggung pajak
adalah orang pribadi, maka Surat Paksa disampaikan oleh juru sita kepada:
1.
Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
2.
memungkinkan;
Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang
3.
bersangkutan tidak dapat dijumpai;
Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yag mengurus harta
peninggalannya, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta
4.
warisan belum dibagi; atau
Terhadap wajib pajak yang meninggal dunia dan meninggalkan warisan
yang telah dibagi, surat paksa diterbitkan dan diberitahukan kepada masingmasing ahli waris. Surat paksa dimaksud memuat, antara lain jumlah
tunggakan utang pajak yang telah dibagi sebanding dengan warisan yang
diterima oleh masing-masing ahli waris. Dalam hal ahli waris belum
dewasa, surat paksa diserahkan kepada wali.
Dalam hal Surat paksa terhadap wajib pajak badan, surat paksa
diberitahukan kepada berikut ini:
1.
Pengurus, kepala perwakilan, kepada cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan. Yang dimaksud
a.
dengan pengurus, misalnya:
Untuk perseroan terbatas kepada pengurus meliputi direksi, komisaris,
pemegang saham tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai
24
wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan
b.
dalam menjalankan perseroan.
Untuk bentuk usaha tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang, atau
c.
penanggung jawab.
Untuk badan usaha lainnya, seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan,
firma persekutuan komanditer adalah direktur, pemilik modal atau orang
yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung
d.
jawab atas perusahaan yang dimaksud.
Untuk yayasan adalah ketua dan orang yang melaksanakan dan
2.
mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan yang dimaksud.
Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila juru sita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
yang dimaksud dalam angka 1. Pegawai tetap adalah pegawai perusahaan
yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan
masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian.
Dalam kondisi – kondisi tertentu, pemberitahuan surat paksa adalah
sebagai berikut:
1.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada
kurator, hakim pengawas atau balai harta peninggalan, dan dalam hal wajib
pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan
kepada orang atau badan yang ditugaskan untuk melakukan pemberesan
2.
atau likuidator
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, surat paksa dapat
diberitahukan kepada penerima kuasa yang dimaksud. Penerima surat kuasa
khusus dapat berupa orang pribadi atau badan.
25
3.
Apabila pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak orang pribadi
dan penanggung pajak wajib pajak badan tidak dapat dilaksanakan karena
penanggung pajaknya tidak bisa diketemukan keberadaanya, surat paksa
disampaikan melalui pemerintah daerah setempat.
Aparat pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya setingkat sekretaris
kelurahan atau sekretaris desa dengan membuat berita acara, yang
selanjutnya salinan surat paksa yang dimaksud akan segera diserahkan
4.
kepada penanggung pajak yang bersangkutan.
Dalam hal penanggung pajak menolak menerima surat paksa dengan
berbagai alasan, misalnya, karena wajib pajak sedang mengajukan
keberatan, salinan surat paksa dimakusd ditinggalkan di tempat tinggal,
tempat usaha, atau tempat kedudukan penanggung pajak dan dicatat dalam
berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau atau menolak menerima
salinan surat paksa. Dengan demikian, surat paksa dianggap telah
diberitahukan.
2.8.4 Surat Paksa Pengganti
Dalam pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa diatur bahwa dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan
pejabat atau sebab lain, surat paksa pengganti dapat diterbitkan oleh
pejabat karena jabatan. Surat paksa pengganti mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan surat paksa.
Dengan demikian, undang-undang mengatur bahwa apabila terjadi
kekuasaan di luar kekuasan pejabat, seperti kecurian, kebanjiran,
kebakaran atau gempa bumi yang dapat menyebabkan asli surat paksa
rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat diketemukan lagi maka
26
pejabat karena jabatan dapat menerbitkan surat paksa pengganti yang
mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan surat
paksa.
DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA
TERHADAP PENERIMAAN TUNGGAKAN PAJAK DI
KPP
PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
TAHUN 2011-2014
SKRIPSI
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT
GUNA MENCAPAI GELAR SARJANA EKONOMI
Diajukan oleh :
Muhammad Aprianto
NIM : 201250188
NIRM : 20123366340350187
JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
JAKARTA
2015
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama
: Muhammad Aprianto
NIM/NIRM
: 201250188/20123366340350187
Jurusan
: Akuntansi
Konsentrasi Skripsi
: Perpajakan
Judul Skripsi
: Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan
Tunggakan Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
tahun 2011-2014.
Jakarta, 27 November 2015
Menyetujui
Pembimbing Skripsi
Meiriska Febrianti, SE.,Ak.,ME.,BKP.,CA.
2
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Muhammad Aprianto
NIM/NIRM
: 201250188/20123366340350187
Jurusan
: Akuntansi
Konsentrasi Skripsi
: Perpajakan
Judul Skripsi
: Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan
Tunggakan Pajak di KPP Pratama Penjaringan tahun
2011-2014.
TIM PENGUJI
Ketua
:
Pembimbing Skripsi
: Meiriska Febrianti,SE.,Ak.,ME.,BKP.,CA.
Anggota
:
Tanggal Ujian
:
Telah disetujui dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
Jakarta, 27 November 2015
Ketua Jurusan Akuntansi
Aan Marlinah, SE., M.Ak.
3
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar referensi.
Jakarta, 27 November 2015
Muhammad Aprianto
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil Alamin. Segala puji dan syukur tiada hentinya penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan keagungan-Nya telah melimpahkan
segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “ Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP
Pratama Jakarta Penjaringan tahun 2011-2014“. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa
pengarahan, bimbingan, bantuan, dan kerjasama semua pihak yang turut
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua Arnel Yasir dan Dra. Yelda yang tidak berhenti selalu
mendoakan, mendukung, dan memberikan perhatian sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
2.
Arya Pradipta, SE., Ak., ME., CA selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Trisakti.
3.
Aan Marlinah, SE., M.Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
4.
Meiriska Febrianti, SE., Ak., ME., BKP., CA selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
5
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
5.
Indra Arifin Djashan, SE., M.Ak. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan saran – saran yang berguna selama kuliah.
6.
Seluruh pegawai di KPP Pratama Jakarta Penjaringan yang telah
memberikan kemudahan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
7.
Julianto Theodora, Ronal, dan Hans Alvin teman seperjuangan sejak
semester awal sampai penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
8.
Pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu sehingga skripsi ini
dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan,
namun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang dimiliki agar
mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
digunakan untuk menambah wawasan berpikir, pengetahuan serta memberikan
manfaat bagi pembaca dan pihak – pihak yang membutuhkan informasi.
Jakarta, 27 November 2015
Penulis,
Muhammad Aprianto
6
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama
: Muhammad Aprianto
NIM
: 201250188
Program Studi/Jurusan
: S1/Akuntansi
Jenis Karya Ilmiah
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Noneexlusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya baik dalam bentuk Teks
lengkap maupun ringkasan yang berjudul :
Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan Tahun
2011-2014
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti /
Nonekslusif ini Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti berhak menyimpan,
mengalihmedia / formatkan, mengelola, dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 4 Desember 2015
Yang menyatakan
Muhammad Aprianto
7
ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION TAX COLLECTIONS
WITH A REPRIMAND LETTER AND FORCE LETTER
TOWARD REVENUES OF TAX ARREARS IN
KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
DURING 2011 - 2014
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the mechanism of tax collection with
a letter of reprimand and forced letter, the suitability of the implementation of tax
collection with a letter of reprimand and forced letter on KPP Pratama Jakarta
Penjaringan by Law - Act No. 19 of 2000, the amount of the issuance of the
warning letter and letters, the progress of the realization of tax collection with a
letter of reprimand and forced letter to the disbursement of tax arrears, the effect
of tax collection with a letter of reprimand and forced letter to tax revenues, know
the constraints that be faced and efforts made by KPP Pratama Jakarta
Penjaringan in order to optimize the disbursement of tax arrears.
The method used is descriptive or qualitative research where the authors
explain the subject and object of research based on facts. The data used for this
study consisted of a letter of reprimand and forced letter published and disbursed,
and tax revenue in KPP Jakarta Penjaringan during 2011 -2014.
Based on the analysis of data, the mechanism of tax collection with a letter
of reprimand and forced letter on KPP Pratama Jakarta Penjaringan is not in
accordance with the provisions of law - Act No. 19 of 2000. The number of
publishing a letter of reprimand and forced letter in nominal terms continues to
increase and the realization of the amount of tax arrears melted with a letter of
reprimand and forced letter in general continues to increase every year.
Constraints in the collection of taxes forced letter and letters of reprimand can be
overcome with good
Keywords:
Tax Collection, Reprimand Letter, Force Letter, Disbursement Tax
Arrears
8
ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN
SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP
PENERIMAAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP
PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
TAHUN 2011-2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme penagihan
pajak dengan surat teguran dan surat paksa, mengetahui kesesuaian pelaksanaan
penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di KPP Pratama
Penjaringan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000, mengetahui jumlah
penerbitan surat teguran dan surat, mengetahui perkembangan realisasi penagihan
pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak,
mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa
terhadap penerimaan pajak, dan mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dan
upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Penjaringan dalam rangka optimalisasi
pencairan tunggakan pajak.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif atau kualitatif
dimana penulis menjelaskan subyek dan obyek penelitian berdasarkan fakta. Data
yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari surat teguran dan surat paksa yang
diterbitkan dan dicairkan, dan penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan 2011 -2014.
Berdasarkan hasil analisis data, mekanisme penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan tidak sesuai dengan
ketentuan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000. Perkembangan jumlah
penerbitan surat teguran dan surat paksa dari segi nominal terus meningkat dan
realisasi jumlah tunggakan pajak yang dicairkan dengan surat teguran dan surat
paksa pada umumnya terus meningkat setiap tahunnya. Kendala dalam penagihan
pajak dengan surat paksa dan surat teguran dapat diatasi dengan baik.
Kata Kunci: Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa, Pencairan
Tunggakan Pajak
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
ii
LEMBAR PENGESEHAN SKRIPSI
iii
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT vi
KATA PENGANTAR
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ABSTRACT viii
ABSTRAK
ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang Penelitian 1
1.2 Masalah Penelitian
3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
4
1.3.1 Tujuan Penelitian 4
1.3.2 Manfaat Penelitian 5
1.4 Sistematika Penulisan
6
BAB II KERANGKA TEORITIS 7
10
vii
2.1 Pengertian Pajak 7
2.2 Sistem Pemungutan Pajak8
2.3 Utang Pajak
10
2.3.1 Pengertian Utang Pajak
10
2.3.2 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
2.4 Pemeriksaan Pajak
10
12
2.4.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
12
2.4.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak 12
2.4.2 Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak 14
2.5 Penagihan Pajak 14
2.5.1 Pengertian Penagihan Pajak
2.5.2 Surat Tagihan Pajak
16
2.5.3 Dasar Penagihan Pajak
16
14
2.5.4 Tindakan Penagihan Pajak 17
2.5.5 Jangka Waktu Hak Penagihan
2.5.6 Daluwarsa Penagihan
18
18
2.5.7 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
2.6 Surat Teguran
20
2.6.1 Definisi dan Tujuan Surat Teguran 20
2.6.2 Tata Cara Penerbitan Surat Teguran
2.7 Penagihan Seketika dan Sekaligus
22
11
20
18
2.8 Surat Paksa
24
2.8.1 Pengertian Surat Paksa
24
2.8.2 Penerbitan Surat Paksa
24
2.8.3 Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
2.8.4 Surat Paksa Pengganti
25
28
BAB III METODE PENELITIAN 30
3.1 Bentuk Penelitian 30
3.2 Objek Penelitian 30
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.4 Metode Analisis Data
31
32
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
34
34
4.1.1 Sejarah Berdirinya KPP Pratama Jakarta Penjaringan
34
4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Jakarta Penjaringan 38
4.1.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan
39
4.2 Mekanisme Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa KPP
Pratama Jakarta Penjaringan
40
4.3 Kesesuaian Penagihan Pajak dengan UU No. 19 Tahun 2000
55
4.3.1 Kesesuaian Penagihan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama
Jakarta Penjaringan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun
2000
55
4.3.2 Kesesuaian Penagihan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama Jakarta
12
Penjaringan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000
4.4 Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa
57
58
4.5 Perkembangan Realisasi Penagihan Pajak terhadap Pencairan Tunggakan
Pajak
61
4.5.1 Perkembangan Realisasi Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
61
4.5.1 Perkembangan Realisasi Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
terhadapPencairan Tunggakan Pajak
62
4.6 Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap
Penerimaan Pajak
64
4.7 Kendala – kendala yang Dihadapi oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan
67
4.8 Upaya – upaya yang Dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Dalam Rangka Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak
BAB V PENUTUP
70
5.1 Kesimpulan
70
5.2 Keterbatasan
71
5.3 Rekomendasi
72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
13
68
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kesesuaian Pelaksanaan Surat Teguran
56
Tabel 4.2 Kesesuaian Pelaksanaan Surat Paksa
57
Tabel 4.3 Jumlah Surat Teguran yang Diterbitkan
58
Tabel 4.4 Jumlah Surat Paksa yang Diterbitkan
60
Tabel 4.5 Pencairan Pajak dengan Surat Teguran
62
Tabel 4.6 Pencairan Pajak dengan Surat Paksa
63
Tabel 4.7 Pencairan Surat Teguran dan Penerimaan Pajak
64
Tabel 4.8 Pencairan Surat Paksa dan Penerimaan Pajak
66
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan 39
Gambar 4.2 Mekanisme Penagihan Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
40
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Riset KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Lampiran 2
Mekanisme Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa
Lampiran 3
Sampel Surat Teguran dan Surat Paksa
Lampiran 4
Jumlah Penerbitan, Pencairan Surat Teguran dan Surat
Paksa, dan Realisasi Penerimaan Pajak
Lampiran 5
Hasil Wawancara dengan Bagian Penagihan Pajak
16
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pajak merupakan pendapatan negara yang sangat potensial untuk mencapai
keberhasilan pembangunan di Indonesia. Penerimaan pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan terbesar negara.
Dalam memungut pajak negara menggunakan sistem Self Assessment
dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu Wajib Pajak harus aktif
menghitung, menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang terutang pada Kantor
Pelayanan Pajak. Adanya kepercayaan yang sangat besar yang telah diberikan
pemerintah kepada Wajib Pajak, maka agar sistem Self Assessment ini berjalan
secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut diimbangi dengan
upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Self Assessment (Mardiasmo
2002:2) merupakan sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi
wewenang penuh dalam memperhitungkan, menyetorkan dan dan pelaporan pajak
kewajiban pajak yang sebenarnya. Meskipun demikian, dalam hal ini pemerintah
yang diwakili oleh Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) akan tetap melakukan anailisis
atas kewajaran pajak yang disetor oleh wajib pajak. Apabila dalam analisis, wajib
pajak dinyatakan tidak atau kurang bayar atas kewajiban pajaknya, maka
pemerintah akan melakukan tindakan.
1
2
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan perpajakan, upaya penagihan
dilakukan dengan memperhatikan optimalisasi jumlah wajib pajak yang ditagih.
Optimalisasi tersebut dimaksudkan agar dapat menghasilkan penerimaan pajak
dan juga mempertimbangkan segi keadilan dalam memperlakukan wajib pajak.
Oleh sebab itu, diupayakan agar setiap wajib pajak akan mendapatkan giliran
untuk diperiksa dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakannya. Jika
wajib pajak setelah ditagih pun belum memenuhi penagihan pajak maka KPP
berhak menagih dengan surat paksa pajak sesuai dengan pasal 8 ayat 1 UU PPSP.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengkaji lebih dalam
tentang bagaimana mekanisme penagihan pajak dengan surat teguran dan surat
paksa untuk optimalisasi penerimaan pajak. Dan berdasarkan hal tersebut maka
peneliti ingin menetapkan judul proposal ini sebagai berikut:
“ Analisis
Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan tahun 2011-2014. “
1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis akan mengangkat
dan membatasi lingkup permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan ?
3
2.
Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di
KPP Pratama Jakarta Penjaringan sudah sesuai dengan Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2000 ?
3.
Berapakah jumlah penerbitan surat teguran dan surat paksa yang telah
dikeluarkan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan periode tahun 2011 –
2014 ?
4.
Bagaimanakah perkembangan realisasi penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak ?
5.
Bagaimanakah pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat
paksa terhadap penerimaan pajak
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
periode 2011-2014 ?
6.
Apa saja kendala - kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan oleh
KPP Pratama Jakarta Penjaringan dalam rangka optimalisasi pencairan
tunggakan pajak ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan penulisan proposal ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui mekanisme penagihan pajak dengan surat teguran dan
surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
4
2.
Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta Penjaringan dengan Undang
– Undang Nomor 19 Tahun 2000.
3.
Untuk mengetahui jumlah penerbitan surat teguran dan surat paksa yang telah
dikeluarkan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan periode tahun 2011 –
2014.
4.
Untuk mengetahui perkembangan realisasi penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak.
5.
Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat
paksa terhadap penerimaan pajak
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
periode 2011-2014.
6.
Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan
oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan dalam rangka optimalisasi pencairan
tunggakan pajak.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan penelitian ini adalah :
1.
Manfaat bagi Akademis
Manfaat bagi ilmu pengetahuan agar dapat menjadi bahan penelitian lebih
lanjut sehubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
perpajakan terutama dalam tata cara penagihan pajak dengan mekanisme
surat paksa.
2.
Manfaat bagi Wajib Pajak
5
Manfaat bagi Wajib Pajak agar tidak lalai dan dapat meningkatkan kepatuhan
dan kesadaran di dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka
menghindari adanya penagihan dengan surat paksa.
3.
Manfaat bagi Praktisi Pajak
Manfaat bagi Praktisi Pajak agar dapat menjadi bahan pengetahuan tentang
tata cara penagihan pajak dengan mekanisme surat paksa.
1.4 Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi ini, terbagi dalam beberapa bab yaitu sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan Latar Belakang Penelitian,
Masalah Penelitian, dan Tujuan dan Manfaat Penelitian.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
Dalam bab ini penulis menjabarkan teori dan pemikiran dari literatur
yang berkaitan dengan masalah penelitian.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai metode penelitian yang
digunakan penulis, yang terdiri dari pendekatan penelitian, jenis atau
tipe penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, proses
penelitan, dan penentuan lokasi penelitian.
6
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai analisis data – data,
khususnya data penagihan pajak yang berkaitan dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa terhadap penagihan pajak serta melakukan
pembahasan dari analisa yang telah dibuat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan,
keterbatasan penelitian serta rekomendasi yang diharapkan dapat
berguna bagi pihak yang berkepentingan maupun untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1
Pengertian Pajak
Undang – undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang – undang No. 6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) bahwa :
Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang –
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat.
Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip dalam buku karangan Soemarso S.R
(2007:2) bahwa :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang –
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur – unsur
sebagai berikut :
1.
Iuran rakyat kepada negara
Yang berhak memungut iurang pajak rakyat hanyalah negara.
2.
Bersifat memaksa
Rakyat Indonesia sebagai Wajib Pajak wajib untuk membayar pajak
terutangnya.
7
8
3.
Berdasarkan undang – undang
Pajak dipungut berdasarkan ketentuan perundang – undangan serta aturan
4.
pelaksanaannya.
Tidak mendapatkan imbalan secara langsung
Dalam pembayaran pajak, rakyat tidak mendapat imbalan secara langsung
5.
secara individual.
Digunakan untuk kepentingan rakyat banyak atau umum
Digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga negara, yaitu
pengeluaran – pengeluaran untuk rakyat banyak seperti fasilitas umum.
2.2
Sistem Pemungutan Pajak
Resmi (2013:11) mengungkapkan dalam memungut pajak dikenal beberapa
sistem pemungutan, yaitu :
1.
Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah
pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang
berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan
memungut pajak, sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada aparatur perpajakan
2.
Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam sistem ini,
inisiatif serta kegiatan
9
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak.
Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami
undang-undang perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai kejujuran
yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak..
Adapun ciri-ciri dari self assesment system yaitu :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
3.
sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak. Adapun ciri-ciri dari with holding system
yaitu, wewenang
menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.3 Utang Pajak
2.3.1 Pengertian Utang Pajak
Menurut Pasal 1 angka 8 Undang – Undang No. 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut, yang dimaksud dengan “Utang
Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi adminisirasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan
Pajak aiau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundangundangan
perpajakan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:2 12).
2.3.2 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
10
Menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2009; 8) ada dua ajaran yang mengatur
timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak), yaitu:
1.
Ajaran Materiil
Ajaran
materiil
menyatakan
bahwa
utang
pajak
timbul
karena
diberlakukannya undang-undang perpajakan. Ajaran ini konsisten dengan
penerapan Self Assestment System.
2.
Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya
surat ketetapan oleh fiskus (pemerintah). Ajaran ini konsisten dengan
penerapan Official Assestment System.
Suandy (2011, 126) menyatakan bahwa utang pajak timbulnya karena
undang-undang, menurut ajaran materiil utang pajak timbul jika ada sesuatu yang
menyebabkan (tatbestand) yaitu rangkaian dari perbuatan-perbuatan, keadaankeadaan, dan peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak, adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
Perbuatan-perbuatan, misalnya: pengusahan melakukan impor barang
Keadaan-keadaan, misalnya: memiliki harta bergerak dan tidak bergerak
Peristiwa, misalnya: mendapat hadiah
Utang pajak akan berakhir atau jatuh tempo apabila terjadi hal – hal sebagai
berikut :
1.
2.
Pembayaran atau pelunasan Pajak
Penanggung Pajak membayar lunas utang pajaknya dengan Surat Setoran
Pajak (SSP) melalui bank atau tempat lain yang ditunjuk Menteri Keuangan.
Kompensasi
Menghapus utang pajak yang dilakukan melalui pemindahan kelebihan
pajak pada suatu jenis pajak ( pada tahun yang sama atau berbeda ) dengan
11
menutu kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak
3.
lain.
Daluwarsa
Menurut pasal 13 dan pasal 22 UU KUP No. 28 Tahun 2007, daluwarsa
pajak adalah 5 tahun. Artinya setelah batas waktu tersebut, Wajib Pajak
4.
tidak lagi mempunyai kewajiban untuk melunasi utang pajaknya.
Pembebasan/Pengahapusan
Umumnya tidak diberikan pembebasan terhadap pokoknya, tetapi hanya
pada sanksi administrasi.
2.4 Pemeriksaan Pajak
2.4.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Menurut Pasal 1 angka
199/PMK.03/2007,
pemeriksaan
2
Peraturan
didefinisikan
Menteri
sebagai
Nomor
serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang – undangan. Berdasarkan pengertian ini maka salah
satu fokus pemeriksaan pajak adalah pada ketaatan atau patuh
(compliance) Wajib Pajak dalam melaksanakan self assesment, yaitu
mengisi, menghitung, memperhitungkan, memungut, memotong, dan
melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang
berlaku.
2.4.2 Tujuan Pemeriksaaan Pajak
Menurut Wirawan B. Ilyas (2010,140) menyatakan bahwa tujuan
pemeriksaan pajak telah disebutkan dalam ketentuan pasal 29 UU KUP
dibedakan menjadi dua, yaitu :
12
1.
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib
2.
pajak.
Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan.
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatas,
dilakukan dalam hal – hal sebagai berikut :
1.
Surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk
2.
3.
yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh menunjukkan rugi.
Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu
4.
yang telah ditetapkan.
Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
5.
Direktur Jenderal Pajak.
Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka
tiga tidak terpenuhi.
Sementara itu, tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 diatas, dilakukan dalam hal – hal sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
Wajib Pajak mengajukan keberatan;
Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
6.
7.
8.
Neto;
Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi di daerah terpencil;
Penentuan satu (pemusatan) atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan
9.
Nilai;
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
13
10.
Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
11.
dan/atau
Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda.
2.4.3 Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Menurut Pasal 1 angka 3 dan 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
199/PMK.03/2007, tempat pemeriksaan pajak dapat diklasifikasikan
sebagai:
1.
Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal
2.
wajib pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
2.5 Penagihan Pajak
2.5.1 Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten, dan konsekuen
diharapkan akan dapat membawa pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam membayar utang pajaknya.
Sesuai dengan UU No.19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan Surat
Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang No.19 Tahun
2000 pasal 1 angka 9
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan pelaksanaan penagihan dan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan pencegahan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang
yang telah disita.
Contoh 1 :
14
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan SKPKB sebesar
Rp.10.000.000 diterbitkan pada tanggal 7 oktober 2012, dengan batas akhir
pelunasan tanggal 6 november 2012. Jumlah pembayaran sampai dengan 6
November 2012 sebesar Rp.6.000.000. Pada tanggal 1 Desember 2012 diterbitkan
Surat Tagihan Pajak dengan penghitungan sebagai berikut.
Pajak yang masih harus dibayar
Rp.10.000.000
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan
Rp. 6.000.000
Kurang Bayar
Rp. 4.000.000
Bunga (6 Nov s.d 1 Des 2012)
1 x 2% x Rp.4.000.000 = Rp.80.000
Contoh 2 :
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebesar Rp.10.000.000 diterbitkan pada tanggal 7 Oktober 2012,
dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2012. Wajib Pajak membayar
sebesar Rp.10.000.000 pada tanggal 3 Desember 2012 dan pada tanggal 5
Desember 2012 diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Sanksi administrasi berupa
bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar
Rp.10.000.000
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan
Rp.10.000.000
Kurang Bayar
Rp.
0
Bunga (6 Nov s.d 5 Des 2012):
1 x 2% Rp.10.000.000 = Rp.200.000
2.5.2 Surat Tagihan Pajak
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administratif bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak
menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
1.
2.
Pajak pengahasilan tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Dari hasil penelitian, terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah
3.
hitung dan/atau salah tulis.
Wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga.
15
4.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
2.5.3 Dasar Penagihan Pajak
Dalam buku KUP, dasar penagihan pajak pasal 18 ayat (1) UU KUP
menyebutkan dasar penagihan pajak adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Surat Tagihan Pajak (STP);
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
Surang Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2.5.4 Tindakan Penagihan Pajak
Dalam tindakan penagihan pajak, terdapat tahapan – tahapan dalam
pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tahapan Penagihan Pajak
Uruta
Tahapan kegiatan
Waktu pelaksanaan
n
penagihan
kegiatan
1
Penerbitan
Teguran
Dasar Hukum
Surat Tujuh hari sejak jatuh Pasal 8 s.d 11
atau
Surat tempo
utang
pajak Permenkeu
Peringatan atau surat penanggung pajak yang Nomor
2
lain yang sejenis
Penerbitan Surat Paksa
tidak dilunasi
24/PMK.03/2008
Dua puluh satu hari Pasal 7 UU No. 19
sejak
diterbitkannya Tahun 2000 dan
Surat Teguran atau Surat pasal 15 s.d 23
Peringatan
3
Penerbitan
surat pemenkeu Nomor
lain yang sejenis
24/PMK.03/ 2008
surat Setelah 2x24 jam Surat Pasal 12
UU
perintah melaksanakan Paksa
penyitaan
atau
kepada
pajak
diberitahukan Nomor 19/2000
penanggung
dan
utang
16
pajaknya belum dilunasi
Setelah lewat 14 hari
4
Pengumuman lelang
5
19 Tahun 2000
Penjualan / pelelangan Setelah lewat 14 hari Pasal 26 UU No
barang sitaan
sejak
Pasal 26 UU No
pengumuman 19
Tahun
2000
lelang dan penanggung dan pasal 18 PMK
pajak
tidak
melunasi nomor
utang pajaknya
24/PMK.03/2008
Sumber: Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010;80)
2.5.5 Jangka Waktu Hak Penagihan
Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk melakukan penagihan
pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa
setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Surat Tagihan Pajak
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Surat Keputusan Pembetulan
Surat Keputusan Keberatan
Putusan Banding
Putusan Peninjauan Kembali
Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan
Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa
penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.
2.5.6 Daluwarsa Penagihan
Daluwarsa penagihan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan oleh
UU bahwa fiskus tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan penagihan terhadap
utang pajak Wajib Pajak.
17
UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk
melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang
ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi
daluwarsa.
2.5.7 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
1.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa
kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal demikian,
daluwarsa penagihan pajak terhitung sejak tanggal pemberitahuan Surat
2.
Paksa tersebut.
Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara, mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo daluwarsa. Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan
dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan
3.
pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan karena Wajib Pajak melakukan tindak
pidana perpajakan dan tindak pidana lain yang merugikan pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penerbitan
4.
Surat Ketetapan Pajak tersebut.
Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan penyidikan tindak pindana di
bidang perpajakan. Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan dihitung
sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan Tindak Pidana
Perpajakan.
18
2.6 Surat Teguran
2.6.1 Definisi dan Tujuan Surat Teguran
Tindakan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran.
Sesuai dengan pasa 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan
atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak
melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa:
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat
yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada
wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat teguran juga dimaksudkan untuk memperingatkan wajib pajak
untuk segera melunasi utang pajaknya, agar penanggung pajak mempunyai
kesempatan, sebelum dilakukan upaya paksa dengan diterbitkannya surat
paksa.
2.6.2 Tata Cara Penerbitan Surat Teguran
Penerbitan
Surat
Teguran
harus
dilakukan
dengan
mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum
keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008
menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak
menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam
pembahasan akhir, adalah sebagai berikut:
1.
Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah
pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan
permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat
Teguran disampaikan setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan
keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3 bulan sejak
19
diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib
2.
Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan.
Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah
pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya
permohonan banding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat
teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan
banding. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan
sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT
karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hak
3.
mengajukan permohonan banding.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan
a.
Wajib Pajak mengajukan:
Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan
setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan Keputusan
Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak
b.
tanggal penerbitan keputusan tersebut)
Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan
SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak
saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding
4.
adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut).
Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan
setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah
tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT)
20
5.
Dalam
hal
Wajib
Pajak
mencabut
pengajuan
keberatan
atas
SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak
tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lainnya yang sejenis tidak
diterbitkan apabila kepada Penanggung Pajak telah diberikan persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak
harus terlebih dahulu mengajukan surat permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran utang pajak.
2.7
Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis
pajak, masa pajak, dan tahun pajak (Penj UU 19/00, KMK 561/00).
Menurut Suandy (2011, 174) menyatakan
bahwa juru sita pajak
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
yang diterbitkan oleh pejabat apabila terjadi hal – hal berikut ini:
1.
Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama – lamanya
2.
atau berniat untuk itu.
Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai
3.
dalam
rangka
menghentikan
atau
mengecilkan
kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.
Terdapat tanda – tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
4.
melakukan perubahan bentuk lainnya.
Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
21
5.
Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda – tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang – kurangnya
memuat:
1.
Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan penanggung pajak;
2.
Besarnya utang pajak;
3.
Perintah untuk membayar;
4.
Saat pelunasan pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh
pejabat:
1.
2.
3.
Sebelum tanggal jatuh tempo pembayarannya;
Tanpa didahului Surat Teguran;
Sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran
4.
diterbitkan;
Sebelum penerbitan Surat Paksa.
2.8 Surat Paksa
2.8.1 Pengertian Surat Paksa
Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan
pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau
sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat
Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Surat paksa diterbitkan oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
pejabat yang berwenang yang merupakan modal utama bagi pelaksanaan
penagihan pajak yang efektif, hal ini karena penerbitan surat paksa memberikan
wewenang kepada petugas penagihan pajak khususnya Jurusita Pajak untuk
melaksanakan eksekusi langsung dalam penyitaan atas barang milik Penanggung
Pajak dan selanjutnya untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barangbarang yang disita untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di
pengadilan terlebih dahulu. Atau dengan kata lain, dalam hal ini Surat Paksa
22
mempunyai kekuatan eksekutorial serta mempunyai kedudukan yang sama
dengan putusan pengadilan perdata.
2.8.2 Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:
1.
Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau
2.
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika
3.
dan sekaligus.
Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Dalam Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat:
1.
Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak
2.
Dasar penagihan
3.
Besarnya utang pajak
4.
Perintah untuk membayar
2.8.3 Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU
PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan
dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam
berita acara.
Dalam berita acara penyampaian Surat Paksa sekurang-kurangnya berisi
hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama juru sita pajak, nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan surat paksa serta ditandatangani oleh juru
sita pajak dan penanggung pajak.
Sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan Sekaligus dan
23
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Paksa disampaikan kepada, jika penanggung pajak
adalah orang pribadi, maka Surat Paksa disampaikan oleh juru sita kepada:
1.
Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
2.
memungkinkan;
Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang
3.
bersangkutan tidak dapat dijumpai;
Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yag mengurus harta
peninggalannya, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta
4.
warisan belum dibagi; atau
Terhadap wajib pajak yang meninggal dunia dan meninggalkan warisan
yang telah dibagi, surat paksa diterbitkan dan diberitahukan kepada masingmasing ahli waris. Surat paksa dimaksud memuat, antara lain jumlah
tunggakan utang pajak yang telah dibagi sebanding dengan warisan yang
diterima oleh masing-masing ahli waris. Dalam hal ahli waris belum
dewasa, surat paksa diserahkan kepada wali.
Dalam hal Surat paksa terhadap wajib pajak badan, surat paksa
diberitahukan kepada berikut ini:
1.
Pengurus, kepala perwakilan, kepada cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan. Yang dimaksud
a.
dengan pengurus, misalnya:
Untuk perseroan terbatas kepada pengurus meliputi direksi, komisaris,
pemegang saham tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai
24
wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan
b.
dalam menjalankan perseroan.
Untuk bentuk usaha tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang, atau
c.
penanggung jawab.
Untuk badan usaha lainnya, seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan,
firma persekutuan komanditer adalah direktur, pemilik modal atau orang
yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung
d.
jawab atas perusahaan yang dimaksud.
Untuk yayasan adalah ketua dan orang yang melaksanakan dan
2.
mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan yang dimaksud.
Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila juru sita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
yang dimaksud dalam angka 1. Pegawai tetap adalah pegawai perusahaan
yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan
masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian.
Dalam kondisi – kondisi tertentu, pemberitahuan surat paksa adalah
sebagai berikut:
1.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada
kurator, hakim pengawas atau balai harta peninggalan, dan dalam hal wajib
pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan
kepada orang atau badan yang ditugaskan untuk melakukan pemberesan
2.
atau likuidator
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, surat paksa dapat
diberitahukan kepada penerima kuasa yang dimaksud. Penerima surat kuasa
khusus dapat berupa orang pribadi atau badan.
25
3.
Apabila pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak orang pribadi
dan penanggung pajak wajib pajak badan tidak dapat dilaksanakan karena
penanggung pajaknya tidak bisa diketemukan keberadaanya, surat paksa
disampaikan melalui pemerintah daerah setempat.
Aparat pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya setingkat sekretaris
kelurahan atau sekretaris desa dengan membuat berita acara, yang
selanjutnya salinan surat paksa yang dimaksud akan segera diserahkan
4.
kepada penanggung pajak yang bersangkutan.
Dalam hal penanggung pajak menolak menerima surat paksa dengan
berbagai alasan, misalnya, karena wajib pajak sedang mengajukan
keberatan, salinan surat paksa dimakusd ditinggalkan di tempat tinggal,
tempat usaha, atau tempat kedudukan penanggung pajak dan dicatat dalam
berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau atau menolak menerima
salinan surat paksa. Dengan demikian, surat paksa dianggap telah
diberitahukan.
2.8.4 Surat Paksa Pengganti
Dalam pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa diatur bahwa dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan
pejabat atau sebab lain, surat paksa pengganti dapat diterbitkan oleh
pejabat karena jabatan. Surat paksa pengganti mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan surat paksa.
Dengan demikian, undang-undang mengatur bahwa apabila terjadi
kekuasaan di luar kekuasan pejabat, seperti kecurian, kebanjiran,
kebakaran atau gempa bumi yang dapat menyebabkan asli surat paksa
rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat diketemukan lagi maka
26
pejabat karena jabatan dapat menerbitkan surat paksa pengganti yang
mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan surat
paksa.