AGRARIAN CONFLICT IN WATMURI VILLAGE NIRUNMAS DISTRICT SOUTH EAST WEST OF MALUKU REGENCY

88

AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

KONFLIK AGRARIA DI DESA WATMURI KECAMATAN
NIRUNMAS KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT
AGRARIAN CONFLICT IN WATMURI VILLAGE NIRUNMAS DISTRICT
SOUTH EAST WEST OF MALUKU REGENCY
Adrana Batlajery, August E. Pattiselanno, Leunard O. Kakisina
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233
E-mail : Adranabatlajery@gmail.com
augustpattiselanno@gmail.com
Leunard_k@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya konflik, dampak yang
ditimbulkan akibat adanya konfik agraria serta resolusi konflik yang ditawarkan. Metodologi
wawancara dan observasi digunakan dalam penelitian ini dengan jumlah informan sebanyak 14 orang.
Sampel dipilih dengan menggunakan Snowball sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor penyebab konflik agraria yang terjadi di desa Watmuri adalah faktor ekonomi dan sosial.

Dampak yang ditimbulkan yaitu berhubungan dengan ladang berpindah. Resolusi konflik yang
ditawarkan adalah bersama-sama mencari dan mengupayakan solusi yang baik. Kesimpulan yang
dapat ditarik dari penelitian ini adalah konflik agraria yang terjadi di desa Watmuri merupakan konflik
yang bersifat horizontal dan perlu mediasi kembali untuk tercapainya kesepakatan untuk menghindari
terjadinya konflik dari kedua belah pihak.
Kata kunci: Dampak konflik; konflik agraria; resolusi konflik
Abstract
This study was aimed to determine the factors causing the conflict, the impact caused by the agrarian
conflict and conflict resolution offered. Interview and observation methodology were used in this study
with a sample size of 14 people. Samples were chosen by using Snowball sampling. The results of this
study indicated that the factors causing agrarian conflicts occurred in Watmuri village were economic
and social factors.The impact caused was related to shifting cultivation. Conflict resolution offered was
seeking a good solution together. Conclusion that can be drawn from this research are agrarian conflict
occurred in Watmuuri village was horizontal conflict and mediation was needed to reach agreement in
order to avoid conflict between both parties.
Keywords: Conflict impact; agrarian conflict; conflict resolution

Volume 5 No.2 Juni 2017

Pendahuluan

Konflik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang mendorong
terjadinya dinamika sosial baik itu politik dan budaya. Konflik bisa terjadi di mana
saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, baik bersifat vertikal ataupun horisontal. Konflik
dapat berbahaya jika menyebabkan terjadinya kerusuhan massa yang mengakibatkan
jatuhnya korban, baik itu secara sosial, psikis, maupun fisik. Banyak sekali jenis
konflik yang terjadi misalnya saja, konflik antar mahasiswa, konflik perebutan lahan,
konflik antar suporter sepak bola, maupun konflik antar partai politik. Konflik
merupakan bentuk interaksi sosial yang terjadi pada perorangan atau kelompok yang
berupaya untuk mencapai tujuannya sendiri dengan mengalahkan atau menundukkan
pihak lainnya.
Salah satu konflik yang disebabkan oleh faktor sumber daya alam adalah
konflik agraria. Konflik agaria merupakan hal yang tidak terhindarkan dalam
pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Alasannya sederhana, karena banyak
pihak yang berkepentingan terhadap alam, sementara masing-masing pihak berbeda
Kebutuhan dan tujuannya. Kebutuhan akan sumberdaya alam mengalami peningkatan
bersamaan dengan berbagai perkembangan yang terjadi, sedangkan tujuan adalah
masing-masing pihak mengklaim bahwa daerah berupa tanh yang dikonflik adalah
miliknya. Peningkatan standar hidup, turunnya angka kematian, dan perkembangan
infrastuktur yang pesathingga menimbulkan kesenjangan sosial dalam masyarakat,
kesenjangan dapat terjadi antara yang kaya dan miskin, kota dan desa, kawasan

bagian Barat dan Timur, dan juga antara laki-lakidan perempuan.
Konflik agraria yang terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir menurut
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Pada periode 2010-2014 menunjukkan
peningkatan. Jika di tahun 2010 terdapat sedikitnya 106 konflik agraria di berbagai
wilayah Indonesia, kemudian naik empat kali lipat lebih pada tahun 2014, yaitu
sebanyak 472 konflik agraria di Indonesia. Tahun 2015 turun menjadi 252 konflik,
kemudian naik drastis pada tahun 2016 sebanyak 450 konflik agraria Dengan rincian

89

90

AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

luasan wilayah konflik sekitar 1.265.027 hektar lahan, serta melibatkan 86.745
KK.Konflik agraris ini bukan hanya terjadi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, tetapi juga bisa terjadi antara kelompok dengan kelompok karena
sama-sama merasa tanah tersebut menjadi hak kepemilikan mereka(Setiarsih, 2012).
Indonesia merupakan negara agraris, sehingga tidak jarang konflik yang
terjadi adalah konflik dalam hal memperebutkan tanah sebagai salah satu lahan

produksi yang menunjang kehidupan manusia dan merupakan salah satu faktor
penentu kesejahteraan masyarakat di dalam suatu negara. Konflik agraris ini bukan
hanya terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, tetapi juga
bisa terjadi antara kelompok dengan kelompok karena sama-sama merasa tanah
tersebut menjadi hak kepemilikan mereka.Sengketa agraria ini bahkan seringkali
menimbulkan.konflik yang berkepanjangan dan memunculkan adanya kontak fisik
antara pelaku dan hingga pada akhirnya menyebabkan ketidakstabilan politik di
Indonesia.
Maluku merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak terlepas dari
berbagai masalah konflik, baik itu konflik antara suku dengan suku, konflik yang
berbau agama maupun konflik penguasaan lahan yang sering mengakibatkan berbagai
perpecahan yang terjadi di dalam masyarakat yang menimbulkan dampak yang
kurang baik bagi masyarakat lingkungan dimana terjadi konflik tersebut. Dilihat
sekarang ini banyak terjadi di daerah pedesaan karena di daerah pedesaan inilah
sering muncul berbagai polemik yang diakibatkan oleh kurangnya kemampuan
masyarakat pedesaan untuk menangani masalah yang terjadi, karena sebagian besar
masyarakat petani di Indonesia hidup di daerah pedesaan dan memaknai tanah atau
lahan sebagai suatu sumberdaya yang sangat di butuhkan untuk memulai suatu proses
produksi.
Seperti halnya yang terjadi di kepulauan Yamdena akhir-akhir ini, dimana

adanya konflik antara warga desa Watmuri dan warga Arma dalam memperebutkan
lahan yang masing-masing pihak mengklaim bahwa mereka memiliki hak atas tanah

Volume 5 No.2 Juni 2017

tersebut, konflik ini telah terjadi dari tahun 1977. Konflik perebutan lahan memang
konflik yang sering muncul dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian penjelasan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:bagaimana penyebab konflik, dampak konflik dan resolusi konflik, dengan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab, dampak konflik
dan resolusi konflik. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi bagi peneliti lain dalam penelitian tentang konflik agrarian.
Metode Penelitian
Lokasi penelitian di Desa Watmuri Kecamatan Nirunmas Kabupaten Maluku
Tenggara Barat. Metode penentuan sampel menggunakan metode snowball sampling
terhadap populasi (492 KK) yang dianggap mengetahui informasi tentang tema
penelitian. Terhadap penggunaan metode ini, informan yang terjaring sebanyak 14
orang. Prinsip penggunaan metode ini yakni data/ informasi yang dikumpulkan telah
sama atau jenuh dari informan. Data diperoleh


dengan menggunakan metode

wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan secara langsung dengan informan
kunci, berpedoman pada daftar pertanyaan semi terstruktur untuk memperoleh
informasi. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang di peroleh
peneliti secara langsung dari lapangan, seperti wawancara mendalam dan pengamatan
lapangan berdasarkan kuesioner yang telah di persiapkan. Data sekunder di peroleh
dari kantor desa serta instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Hasil Dan Pembahasan
Sejarah Konflik Perebutan Lahan di Watmuri
Konflik yang yang terjadi di desa Watmuri tidak dapat dipisahkan dari sejarah
dan dialektika historis dari keberadaan desa yang menjadi dasar terjadinya konflik
warga masyarakat Watmuri dengan warga masyarakat Arma. Desa Watmuri
merupakan salah satu desa yang secara administratif berada di kecamatan Nirumas

91

92

AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan


Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang memiliki sejarah konflik agraria yang
panjang, sampai ke tingkat Mahkama Agung. Sebelum terjadinya konflik masyarakat
Watmuri dan Arma hidup saling berdampingan dan rukun. Hal tersebut terjadi karena
masyarakat Watmuri menganggap orang Arma seperti saudara sendiri karena orang
Arma tidak mempunyai tempat tinggal.hal tersebut terjadi hingga tahun 1977 dimana
terjadi persaingan antara kedua desa untuk memeperebutkan tanah disekitar petuanan
Ukur sampai Leyat. Setelah persaingan terjadi maka munculah konflik laten antara
kedua desa.
Konflik Laten (konflik tersembunyi) tersebut terjadi tepat pada tahun 1978
selang satu tahun setelah terjadinya persaingan, konflik laten terjadi dilihat dari
pembunuhan satu orang Arma oleh orang Watmuri dikarenakan pembukaan lahan
baru atau lading berpindah yang dilakukan oleh orang Arma dan sidang tertutup
pertama yang dilakukan oleh oleh kedua desa di Pengadilan Negeri Saumlaki dan
hasil dari persidangan tersebut Watmuri dinyatakan menang tetapi karena Arma tidak
menerima kekalahan tersebut mengajukan banding ke Mahkamah Agung di Jakarta.
Hasil sidang di Jakarta menyatakan bahwa Arma memenangkan persidangan.
Konflik laten terus berlenjut hingga tahun 1997. Pada tahun tersebut konflik
Manifest (konflik terbuka) pun terjadi yaitu yaitu peperangan dilaut (pada waktu itu
air surut) yang dilakukan oleh kedua desa sehingga menimbulkan korban jiwa dari

kedua belah pihak dari situlah konflik manifest terjadi hingga tahun 2005 sampai
dengan sekarang ini dan telah diketahui oleh banyak orang. Konflik tersebut dimulai
dari awal mula datangnya masyarakat Arma dan meminta tanah dari Watmuri untuk
ditinggali, sejak mereka tinggal bersama-sama mereka saling membantu dan saling
menghargai,

namun

pada

akhirnya

mereka

mulai

saling

menuduh


dan

memperebutkan tanah tersebut.
Berikut sari dari uraian informan mengenai sejarah konflik.; 1) Orang Arma
meminta kepada orang Watmuri untuk memberikan sebagian tanah atau petuanannya
untuk ditinggali orang Arma karena mereka tidak ada tempat tinggal; 2) Orang

Volume 5 No.2 Juni 2017

Watmuri tidak mengizinkan tetapi hanya satu Soa yaitu Soa Dabu-dabu yang
memberikan tanahnya untuk orang Arma dengan catatan hanya tinggal sementara; 3)
Seiring berjalanya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk orang Arma mereka
tidak mau meninggalkan daerah tersebut, tetapi mempertahankan dan klaim bahwa
daerah tersebut milik orang Arma dan hal itulah yang menyebaabkan terjadinya
konflik; 4) Awal konflik tahun 1977 orang Watmuri membunuh satu orang Arma
sedangkan orang Arma membakar kampung Watmuri; 5) Konflik berlanjut tahun
1978 kedua belah pihak mempertahankan tempat yang bernama Werbat, serta orang
Watmuri mempertahankan petuanan hasil lola teripang yang di ambil oleh orang
Arma; 6) Selang 19 tahun konflik terjadi dengan perang yang di lakukan kedua bela
pihak di laut dan menyebabkan orang watmuri 3 orang meninggal dan orang Arma 20

orang; 7) Konflik tahun 2005 menyebabkan dua orang Watmuri meninggal dan
konflik tidak terjadi lagi hingga sekarang. Artinya konflik berupa perang yang
dilakukan antara kedua desa baik Arma maupun Watmuri dari tahun 2005 tidak
terjadi lagi hingga sekarang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa konflik antara Watmuri dan
Arma tidak terjadi lagi hingga sekarang ini. Tetapi konflik masih terlihat jelas dari
kehidupan antara orang Watmuri dari awal terjadinya konflik hingga sekarang yaitu
antara warga masyarakat tidak saling bersuara, tidak makan makananan orang Arma
untuk keluarga ketua adat hal-hal inilah yang menyebabkan hilangnya solidaritas
antara sesama manusia.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Konflik
Tanah atau lahan digunakan petani untuk menanam berbagai jenis tanaman
agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, tanah merupakan
cerminan status sosial dalam masyarakat agraris, semakin luas lahan yang dimiliki
maka semakin tinggi status sosial seseorang dalam masyarakat artinya luas lahan
yang dimiliki berhubungan dengan Dusun kelapa yang ada didalamnya, oleh karena

93

94


AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

itu seringkali didalam masyarakat seseorang yang mempunyai Dusun kelapa banyak
selalu diartikan sebagai kalangan atas dengan memiliki uang yang banyak. Begitu
berharganya tanah sehingga seringkali menimbulkan konflik, baik yang bersifat
individual maupun konflik antar kelompok. Konflik perebutan lahan tersebut
seringkali mengakibatkan hilangnya mata pencaharian kelompok masyarakat yang
berbasis pada pertanian (Reskiawan, 2016).
Jenis-jenis konflik merujuk dari Soetopo, (1999) konflik agraria yang terjadi
seperti di Watmuri dipandang dari segi materinya adalah konflik tujuan. Desa Arma
dan Watmuri memiliki tujuan masing-masing yaitu berkonflik karena batas tanah
pertanian, disini terlihat jelas bahwa kedua desa tersebut masyarakatnya mayoritas
bekerja sebagai petani dan mngolah lahan untuk diatanami sehingga konflik pun tidak
dapat terhindarkan. Sedangkan berdasarkan polanya, konflik agraria yang terjadi,
tergolong konflik terbuka. Masyarakat desa Arma dan Watmuri, berkonflik sangat
nyata dengan akar penyebab yang jelas yaitu karena memperebutkan tanah pertanian.
Konflik ini memerlukan bantuan pihak lain untuk mengatasinya.
Faktor Ekonomi
Kesenjangan ekonomi dan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
sangat terlihat jelas. Salah satu penyebab konflik adalah kebutuhan atau kepentingan
manusia tidak terpenuhi atau terhalangi oleh pihak lain. Pemicu dan penyebab konflik
banyak disebabkan oleh perebutan sumber ekonomi sehingga setiap konflik terjadi,
persoalan mereka tertuju pada distribusi ekonomi dan kesenjangan sosial yang tidak
merata atau perebutan sumber-sumber ekonomi. Faktor ekonomi penyebab konflik di
Watmuri selain dari tanah yang merupakan tempat berkebunnya orang Arma dan
Watmuri. Konflik juga disebabkan karena pengambilan hasil laut oleh orang Arma.
Karena baik tanah maupun laut bagi orang Watmuri mempunyai arti dan nilai yang
sama penting.

Volume 5 No.2 Juni 2017

Faktor ekonomi penyebab konflik antara Watmuri dan Arma adalah karena
hasil laut berupa lola dan teripang orang Watmuri di ambil oleh orang Arma,
mengingat

sumberdaya

laut

selain

merupakan

sumber

makanan

bagi

masyarakat, juga diambil untuk dijual karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi
(teripang, lola); 1) Tanah yang diperebutkan oleh Orang Watmuri dan Arma tersebut
merupakan tempat berkebunnya orang Watmuri, dari hasil pertanian dan
perkebunannya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga untuk menyekolahkan
anak-anak; 2) Orang Watmuri menganggap bahwa tanah tersebut merupakan hidup
orang Watmuri karena dari tanah tersebut dapat digunakan untuk menanam tanaman
yang dapat dijual untuk menopang perekonomian keluarga;
Masyarakat Desa Watmuri terlibat langsung dalam konflik agraria ini sejak
dulu, mereka telah kehilangan mata pencaharian, baik sebagai petani maupun sebagai
buruh (Sebagian dari mereka tidak lagi berkebun, tapi berusaha sebagai pedagang
menjual minyak tanah (Bapak AB). Ada yang membuka usaha kios (Bapak YS dan
bapak AK). Tuntutan ekonomi dan kesenjangan sosial yang mendesak bagi mereka
tidak terpenuhi, sementara sebagian dari mereka yang tidak memiliki lahan bekerja
secara umum. Masyarakat menginginkan penyelesaian sengketa lahan secepatnya.
Masyarakat sudah lelah berkonflik selama berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan
hak mereka. Walaupun tidak menjadikan pendapatan, tetapi tanah sebagai sumber
pendapatan masih sulit diakses. Oleh karena itu masyarakat cenderung mengusahakan
sumber-sumber mata pencaharian lain.
Faktor Sosial
Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial antara individu atau
kelompok dengan salah satu pihak bertujuan untuk membuat pihak lain mejadi tidak
berdaya atau menghancurkannya dengan dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri
individu seperti perbedaan yang menyangkut fisik, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain-lain. Konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antar
individu atau kelompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta

95

96

AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

adanya usaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan
ancaman atau kekerasan yang sering kali menimbulkan korban. Korban tersebut dari
kedua pihak masyarakat yang berkonflik.
Konflik lahan ini menggunakan teori dari Fisher (2001) teori kebutuhan
manusia, bahwa konflik yang muncul ditengah masyarakat disebabkan perebutan
kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan fisik, mental dan sosial yang tidak
terpenuhi dalam perebutan tersebut. Berdasarkan teori konflik menurut Simon, maka
konflik yang terjadi di masyarakat Watmuri disebabkan karena perebutan lahan yang
menjadi kebutuhan sosial masyarakat karena tanah merupakan tempat berkebun, dan
menjadi suatu symbol bagi orang Watmuri, karena tanah inilah hubungan antara
orang Arma dan Watmuri masyarakat hidup dan makan dari tanah tersebut sehingga
membuat masyarakat harus mempertahankannya.
Konflik agraria atau perebutan lahan/tanah dengan pola pengklaiman
kepemilikan lahan/tanah di desa Watmuri ini, yang tidak adil dan merata, secara
subtansi berpengaruh pada aspek pemanfaatan tanah oleh petani. Ketidakdilan dalam
pemanfaatan lahan tersebut akan menambah jumlah masyarakat miskin diakibatkan
faktor ekonomi dan kesenjangan sosial yaitu katidakseimbangan social yang ada di
masyarakat

yang menjadikan suatu perbedaan

yang sangat mencolok sehingga

menyebabkan terjadinya konflik. Seperti yang terlihat jelas dari konflik yang terjadi
di desa Arma dan Watmuri yaitu terjadi ketidakadilan yang dirasakan masyarakat
Watmuri terhadap masyarakat Arma hal tersebut memungkinkan terjaadinya suatu
perbedaan yang sangat besar dari kedua desa tersebut. Adanya klaim yang dilakukan
masyarakat arma terhadap tanah yang dimiliki oleh masyarakat Watmuri turut
mendukung konflik yang berkepanjangan. Kejelasan status kepemilikan tanah
memang sangat penting, agar tidak terjadi konflik seperti di Desa Watmuri ini. Selain
itu, juga harus berlandasakan hukum yang mempertimbangkan rasa keadilan serta
melindungi hak dan kewajiban semua pihak serta melihat pada kondisi sosial dan
budaya yang ada pada masyarakat.

Volume 5 No.2 Juni 2017

Dampak Terjadinya Konflik Agraria Di Watmuri
Konflik adalah suatu kenyataan hidup yang tidak terhindarkan dan sering
bersifat kreatif.Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa
kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagaian besar atau
semua pihakyang terlibat (Fisher, et. al., 2001: 4).Terjadinya konflik perebutan lahan
antara masyarakat desa Watmuri dan Arma telah berdampak besar bagi kedua belah
pihak yang telah berkonflik.Dampak yang sangat besar terjadi pada desa Watmuri
adalah (1) berpindahnya Soa Sorluri untuk berkebun di tempat lain, (2) hubungan
komunikasi antara dua Desa menjadi tergganggu.
Strategi manajemen konflik menurut Thoha (2006:134), ialah: strategi
menang – kalah (lose-win), strategi kalah-kalah (lose-lose), dan strategi menangmenang (win-win). Dalam kasus ini masyarakat Watmuri sebagai pihak yang kalah
sedangkan masyarakta Arma pada pihak yang menang, kekalahan ini memberikan
banyak dampak, salah satu dampak negatif adalah mendatangkan kesengsaraan dan
kesenjangan sosial bagi masyarakat, kesengsaraan yang dirasakan masyarakat
Watmuri adalah ada masyarkat yang tidak berani ke kebun karena merasa takut dan
terancam akibat perang yang dilakukan, serta hubungan komunikasi antara kedua
desa yang tidak lagi harmonis.
Resolusi Penyelesaian Konflik
Melalui strategi tersebut resolusi konflik di masyarakat pedesaan lebih kepada
upaya

pengembangan

proses

analisis

dan

penyelesaian

masalah

yang

mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu, komunitas dan kelompok seperti
identitas dan pengakuan, juga perubahan-perubahan kelembagaan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan masyarakat (Kolopaking,
Lubis, Pattiselanno, 2007)
Menurut Boedi Harsono hapusnya hak atas tanah (termasuk hak milik),
disebabkan oleh Adanya berbagai peristiwa hukum yang dapat mengakibatkan

97

98

AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

hapusnya hak atas tanah sesuai ketentuan Pasal 27, 34 dan 40 UUPA.jadi berdasarkan
hasil penelitian yang di lakukan, orang Arma yang memenangkan persidangan yang
di lakukan Mahkama Agung di Jakarta dan keputusannya orang Arma yang
mempunyai hak atas tanah tersebut. Jadi hak orang Watmuri atas tanah tersebut
terhapus dengan sendirinya karena dalam proses hukum orang Arma yang
memenangkan persidangan,(Sukardi, 2016).
Konflik yang terjadi di Watmuri membutuhkan proses pengakuan dari orang
Arma bahwa tanah yang di perebutkan tersebut merupakan milik kepunyaan orang
Watmuri agar kebutuhan-kebutuhan orang Arma berupa berkebun di tempat tersebut
di pertimbangkan oleh orang Watmuri. Berdasarkan hasil kajian dari beberapa jurnal
mengenai resolusi penyelesaian konflik berdasarkan Nasikun (1993), dapat dilihat
bahwa

semua

pola

penyelesaian

konflik

dalam

mayarakat

baik

berupa

negosiasi,konsiliasi, dan meditasi tidak dapat berjalan dengan baik. Salah satu contoh
pola penyelesaian negosiasi yang di lakukan oleh Dassir (2008) Resolusi konflik
yang di tawarkan oleh orang Watmuri dapat di sarikan sebagai berikut : 1) Ada upaya
penyelesaian konflik dari orang Watmuri untuk masalah ini, namun orang Arma
sampai sekarang tidak menyetujui solusi konflik tersebut malah sempat dilanggar; 2)
Orang Watmuri sudah lelah berkonflik bertahun-tahun dengan orang Arma dan
menawarkan resolusi konflik tersebut; 3) Ada juga upaya yang dilakukan oleh pihak
ketiga yaitu pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat namun belum ada hasil
yang pasti untuk penyelesaian konflik kedua desa tersebut.; 4) Resolusi konflik yang
ditawarkan oleh orang Watmuri adalah orang Arma boleh berkebun tetapi tidak
diizinkan menanam tanaman umur panjang seperti kelapa dalam tetapi berdasarkan
fakta di lapangan orang Arma masih menanam kelapa di petuanan desa Watmuri
yaitu Awol.
Upaya penyelesaian konflik dalam konflik perebutan lahan antara masyarakat
Watmuri dengan masyarakat Arma selalu dilakukan oleh pihak-pihak yang berkaitan
yaitu oleh pemerintah daerah, pemerintah desa, pihak-pihak lainnya. Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah daerah hanya berupa dialog saja dengan pihak-pihak yang

Volume 5 No.2 Juni 2017

terkait tetapi belum ada titik temu yang pas untuk menyelesaikan masalah ini.
Masing-masing pihak mempertahankan aspirasinya bahwa tanah itu milik masyarakat
Watmuri maupun milik masyarakat Arma. Pemerintah tidak ada yang bertanggung
jawab dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dialog yang dilakukan tetapi belum
ada keputusan yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini.
Walaupun sudah mengadakan pertemuan dengan kedua belah pihak tetapi tidak
ada kesepakatan, itu sama saja. Apabila penyelesaian masalah tersebut tidak ada
pihak ke tiga, yang netral, adil, bijaksana dan tegas dalam mengambil keputusan,
maka sulit untuk menemukan jalan keluarnya. Tidak hanya itu saja, tidak adanya
komunikasi dari kedua belah pihak dalam menyelesaikan masalah tersebut (Setiarsih
2012). Konflik akan menjadi sulit untuk diatasi ketika aspirasi masing-masing pihak
menjadi kaku dan semakin menetap (Pruitt dkk, 2009). Kakunya aspirasi dari kedua
belah pihak yang berkonflik mempertegang hubungan antara kedua belah pihak
sehingga sulit untuk menemui kesepakatan bersama. Sebenarnya konsensus dapat
diupayakan jika mereka mau duduk bersama dan berkompromi sehingga tidak ada
yang merasa dirugikan dalam masalah ini.
Kesimpulan
Sengketa lahan antara masyarakat Desa Watmuri dengan Arma terjadi karena
masing-masing saling mengklaim lahan yang ada di sana. Masing-masing pihak
merasa mereka memiliki hak atas tanah tersebut: berdasarkan pembahasan yang telah
dibahas diatas, maka kesimpulan dari koflik agraria di Watmuri adalah sebagai
berikut :1) Faktor penyebab konflik di Watmuri yaitu faktor ekonomi dilihat dari
perebutan sumber daya baik tanah sebagi sumber daya pertanian maupun sumberdaya
laut yaitu hasil Lola dan Teripang. Sedangkan faktor sosial penyebab konflik yaitu
terjadi perebutan lahan antara keluarga-keluarga di desa Watmuri. Konflik ini bersifat
horizontal artinya konflik hanya terjadi antara masyarakat dan masyarakat dan tidak
dengan pemerintah; 2) Dampak konflik agraria di desa Watmuri yaitu, berhubungan
dengan ladang berpindah yang di lakukan oleh masyarakat khususnya Soa Sorluri,

99

100

AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

dan dampak lain yang ditimbulkan akibat adanya konflik adalah komunikasi antara
dua pihak baik Watmuri maupun Arma terganggu tidak lagi seperti dulu sebelum
terjadi konflik; 3) Resolusi konflik yang diupayakan oleh orang Watmuri yaitu, telah
dilakukan negosiasi oleh tokoh-tokoh adat antara kedua belah pihak. Hasil negosiasi
yaitu orang Arma boleh berkebun tetapi tidak boleh menanam tanaman umur panjang
seperti kelapa. Masyarakat Watmuri memanfaatkan sumber mata pencaharian lain
diluar pertanian guna menghindari terjadinya konflik dengan Arma. Oleh karena itu,
perlu mediasi kembali untuk tercapainya kesepakatan yang menghindari terjadinya
konflik dari kedua belah pihak`
Daftar Pustaka
Dassir, M. 2008. “Resolusi Konflik Pemanfaatan Lahan Masyarakat Dalam Kawasan
Hutan Di Kabupaten Luwu Timur”. Jurnal Hutan Dan Masyarakat 3(1) : 100110.
Fisher, Simon, dkk (2001). Mengelola Konflik : Keterampilan dan Strategi Untuk
Bertindak, Cetakan Pertama, Alih Bahasa S.N. Kartikasari, dkk, The British
Counsil, Indonesia, Jakarta.
Kolopaking, L.M., Lubis.P.D., & Pattiselanno, A.E. 2007 . “Jejaring Sosial Dan
Resolusi Konflik Masyarakat Di Pedesaan (Kasus Di Pulau Saparua Provinsi
Maluku)”. Jurnal llrnu Pertanian Indonesia. 12(3):188-203
Nasikun (1993). Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Pruitt Dean G, Jeffrey Z. Rubin. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Reskiawan S,2016. Penanganan Konflik Sosial Dengan Pendekatan Keadilan
Restoratif, Jurnal Hukum & Pembangunan 46 No. 1 (2016): 70-89 ISSN:
0125-9687 E-ISSN: 2503-1465
Setiarsih. K.A. 2012 Konflik perebutan lahan antara masyarakat Dengan TNI periode
tahun 2002-2011 (Studi Kasus di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren,
Kabupaten Kebumen)
Sukardi. 2016. “Penanganan Konflik Sosial Dengan Pendekatan Keadilan
Restoratif”. Jurnal Hukum & Pembangunan 46(1):70-89.
Soetopo (1999). Teori Konflik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Thoha, M. 2006, Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.