CHARACTERISTIC AND FEASIBILITY LEVEL OF ORGANIC AND INORGANIC VEGETABLE FARM (CASE STUDY IN TELAGA KODOK HAMLET HITU VILLAGE LEIHITU DISTRICT CENTRAL MALUKU REGENCY)

  166 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

KARATERISTIK DAN TINGKAT KELAYAKAN USAHA

TANI SAYURAN ORGANIK

  • – ANORGANIK (STUDI

  

KASUS DI DUSUN TELAGA KODOK NEGERI

HITU KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN

MALUKU TENGAH PROVINSI MALUKU)

  

INORGANIC VEGETABLE FARM (CASE STUDY

  

IN TELAGA KODOK HAMLET HITU VILLAGE

LEIHITU DISTRICT CENTRAL

MALUKU REGENCY)

  

Raja Milyaniza Sari

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura

Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon - 97233

  

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakateristik dan menganalisa tingkat

kelayakan usahatani sayuran organik dan anorganik. Objek penelitian terdiri dari 30 petani sayuran

yang diperoleh dengan pengambilan contoh acak. Data yang dikumpulkan dianalisa secara

deskriptif dan komparatif. Analisa tingkat kelayakan usahatani sayuran organik dan anorganik

menggunakan analisis DCF dengan kriteria penilaian investasi yaitu: NPV, Net B/C dan PBP pada

SDR sebesar 13,5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani sayuran di Dusun

Telaga Kodok berpendidikan SD dan SMA, lahan usahatani yang dikelola rata-rata berukuran

sempit dan terpencar pada topografi berbukit dan lereng. Kondisi lahan relatif subur dan cara

budidaya relatif sederhana. Penggunaan sarana pengairan dan peralatan pertanian relatif rendah

sedangkan penyerapan tenaga kerja pada usahatani sayuran relatif tinggi. Usahatani organik dan

anorganik keduanya layak untuk dikembangkan dengan prioritas utama usahatani organik dengan

selisih nilai NPV sebesar 67 dan nilai BCR sebesar 73,3.

  Kata kunci: Analisa tingkat kelayakan; karakteristik; usahatani sayuran anorganik; usahatani sayuran organik

Abstract

  

The purpose of this research was to find out the characteristics and to analyse the feasibility level

of organic and inorganic vegetable farm. The research object consisted of 30 vegetable farmers

obtained by random sampling. The data collected were analyzed descriptively and comparably.

The analysis of feasibility level of organic and inorganic vegetable farm used DCF analysis with

investment criteria methods such as: NPV, Net B/C and PBP at SDR 13.5. The results showed that

the majority of vegetable farmers in Telaga Kodok Hamlet have low to middle education, small

farms scattered at hilly and bevel topography. The condition of the land is relatively fertile and the

way of cultivation is relatively simple. The use of irrigation facilities and agricultural equipment is

relatively low while the absorption of manpower in vegetable farming is relatively high. Organic

and inorganic vegetable farm are both eligible to be developed but the top priority is organic

vegetable farm with the difference of NPV value is 67 and BCR value is 73.

  Keywords: Feasibility level analysis; characteristics; inorganic vegetable farming; organic

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 167 Pendahuluan

  Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Masyarakat semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang yang bergizi dan sehat adalah pangan yang diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

  Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Sistem budidaya sayuran organik sendiri mempunyai ketentuan yang harus dipenuhi yaitu : 1) benih tidak boleh berasal dari produk hasil rekayasa genetika atau Genetically Modified Organism (GMO) sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik, 2) Pengendalian hama, penyakit, dan gulma tidak boleh menggunakan pestisida kimia sintetis, tetapi dilakukan dengan cara mekanik seperti hand picking, membuang bagian tanaman yang sakit, dan menggunakan pestisida nabati bila diperlukan, serta menjaga keseimbangan ekosistem, dan 3) penanganan pasca panen sesuai dengan persyaratan pasca panen pertanian organik (Setyorini, 2004).

  Tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dikutip oleh Kasumbogo Untung (1996) dalam Tino Mutiarawati (2001) adalah : 1.

  Menghasilkan makanan berkualitas nutrisi yang tinggi serta jumlah yang mencukupi

2. Berinteraksi secara konstruktif dan mendukung kehidupan dengan semua sistem dan daur alami.

  3. Mendorong dan meningkatkan daur biologi di dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna tanah,

  168 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 4.

  Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.

  5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber yang terbarukan dari sistem organisasi pertanian lokal.

  6. Sejauh mungkin bekerja di dalam sistem tertutup berkaitan dengan bahan-bahan organik dan unsur-unsur hara.

  7. Sejauh mungkin bekerja dengan menggunakan materi dan bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali, baik dari dalam maupun luar usahatani.

  8. Membuat keadaan yang memungkinkan hewan-hewan ternak untuk melakukan aspek-aspek dasar perilaku mereka yang hakiki.

  9. Meminimalkan terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.

  10. Mempertahankan keanekaragaman genetik sistem pertanian dan daerah sekitarnya,termasuk melindungi tanaman dan habitat margasatwa.

  11. Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih baik sesuai dengan butir-butir tentang Hak Asasi Manusia menurut PBB dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka, memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.

  12. Mempertimbangkan semua dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas dari sistem pertanian. Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan (Maryowani 2012). Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling

  

attributes ). Preferensi konsumen seperti ini akan menyebabkan permintaan

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 169

  produk pertanian organik dunia cenderung meningkat pesat (Yanti 2005 dalam Maryowani 2012).

  Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam merupakan potensi pertanian organik sangat besar jika dikelola dengan baik maka dapat mengakses pasar produk pertanian organik dunia. Menurut WTO 2015 Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor. Saat ini volume produk pertanian organik baru mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar produk pertanian organik tersebut disuplai oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea (Dondersfoundation, 2015)

  Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri, khususnya di Kota Ambon sebenarnya cukup baik. Namun baik dipihak produsen maupun konsumen menghadapi berbagai kendala antara lain: 1) perlunya waktu yang relative cukup panjang (proses yang bertahap) dalam beralih dari usahatani anorganik ke usahatani organik waktu atau perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 2) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 3) produsen selalu beranggapan belum ada kepastian pasar, sehingga ada keengganan memproduksi produk organik, sedangkan di pihak konsumen beranggapan belum ada jaminan bahwa produk yang dijual petani adalah produk organik.

  Dusun Telaga Kodok adalah salah satu lokasi binaan Fakultas pertanian dalam pengembangan pertanian organik. Kegiatan pertanian organik di Dusun Telaga Kodok telah berjalan tiga tahun lebih dengan langkah awal 3 bulan pertama melibatkan dua kelompok tani di dusun tersebut, tahap kedua memotivasi

  170 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

  ketiga melibatkan lembaga pendidikan dasar hingga lanjutan untuk mengembangkan kegiatan pertanian organik sebagai kegiatan muatan lokal di sekolah. Namun perkembangan pertanian organik di dusun Telaga Kodok belum optimal karena baru ± 15 persen petani sayuran di lokasi tersebut yang menerapkannya disisi lain permintaan akan komoditi tersebut terus meningkat. Oleh karena itu analisa yang membandingkan pelaksanaan dan tingkat kelayakan usahatani organik dan anorganik perlu dilakukan agar dapat menjadi solusi untuk memotivasi pengembangan usahatani sayuran organik di Dusun Telaga Kodok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usahatani sayuran dan menganalisa tingkat kelayakan usahatani sayuran organik dan anorganik di Dusun Telaga Kodok dengan harapan penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi mengenai tingkat kelayakan usahatani sayuran organik dan anorganik.

  

Metode Penelitian

  Penelitian berlokasi di Dusun Telaga Kodok Negeri Hitu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan Dusun Telaga Kodok merupakan salah satu Dusun binaan Fakultas Pertanian dalam pengembangan pertanian organik. Pelaksanaan Pengumpulan data untuk keperluan penelitian sampai pembuatan laporan akhir dilakukan dalam kurun waktu satu tahun yaitu Januari - Desember 2016.

  Pada penelitian ini pengambilan contoh petani juga dilakukan secara acak sederhana sebanyak 30 petani masing

  • – masing 15 petani dari 2 kelompok tani dimana masing-masing kelompok terdiri dari 45 orang petani. Ini sesuai dengan
  • – apa yang dikemukakan oleh Sugiyono 2012 bahwa ukuran sampel sebanyak 30 500 termasuk layak dalam penelitian dan Gay 1967 dalam Mahmud 2011 bahwa ukuran sampel minimal untuk populasi kecil adalah 20 persen atau 15 sampel per kelompok.

  Adapun jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section) berupa data kualitatif dan kuantitatif. Untuk sumber data yang digunakan adalah data primer (primary data sources) dan data sekunder (secondary data sources).

  171 Volume 5 No. 2 Juni 2017

  Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan responden terpilih, sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaahan pustaka dan data yang bersumber dari lembaga/instansi terkait dengan kajian ini.

  Data yang dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Adapun metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: analisis komparatif tingkat kelayakan usahatani sayuran organik dan anorganik. Adapun untuk telaah kinerja ekonomi dan finansial usahatani sayuran organik dan anorganik dilakukan Analisis DCF dengan 4 metode penilaian investasi yaitu: NPV, Net B/C dan PBP mengacu pada Kadariah (1985) dengan SDR sebesar 13.5 persen, dengan persamaan sebagai berikut :

  1.

  ∑ ∑ ̅ ̅ 2.

  ∑ ̅̅̅̅ ∑ ̅̅̅̅

  3.

  ∑ ̅ ∑ ̅ ̅

  dimana : NPV = Net Present Value Net B/C = Benefit Cost ratio PBP = Pay Back Period n = umur ekonomis proyek. i = social opportunity cost of capital yang digunakan sebagai

  social discount rate

  t = tahun pelaksanaan proyek NBt = Net Benefit Tp-1 = Tahun sebelum terdapat PBP I = PV dari jumlah investasi Bicp-1 = PV dari jumlah benefit sebelumPBP Bp = PV dari jumlah benefit pada PBP dengan kriteria pengambilan keputusan:

  NPV > 0, usahatani layak untuk dilaksanakan B/C > 1, usahatani layak untuk dilaksanakan PBP

  ≤ n, usahatani layak untuk dilaksanakan

  172 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

  Setelah diperoleh nilai kriteria kelayakan dari kedua usahatani kemudian nilai-nilai tersebut dibandingkan untuk memperoleh informasi keunggulan dari tiap usahatani.

  

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Usahatani Sayuran di Dusun Telaga Kodok

  Dusun Telaga Kodok Negeri Hitu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah memiliki luas wilayah ± 225 ha, berbatasan sebelah utara dan selatan dengan Dusun Wanath dan Dusun Sapuri Negeri Hitu, dan sebelah timur dan barat dengan Dusun Hulung dan Dusun Waipoot Negeri Hitu. Jarak tempuh dari Dusun Telaga Kodok ke pusat pemerintahan kecamatan adalah 8 km, sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten harus melalui jalur laut adapun ke ibukota Provinsi Maluku 23 km.

  Dusun Telaga Kodok beriklim tropis yang terdiri dari dua musim yaitu musim kemarau pada Bulan Oktober sampai dengan Bulan Maret dan musim hujan pada Bulan April sampai dengan Bulan September. Dusun Telaga Kodok Negeri Hitu berada pada ketinggian 210 m dpl dengan kemiringan 10 – 16 derajat. Suhu udara berada diantara 21 C

  C. Topografi wilayah terdiri dari

  • – 20 pegunungan dan bebatuan.

  Jenis tanah di Dusun Telaga Kodok adalah kambisol dan memiliki derajat keasaman dengan pH 5,5. Ketersediaan air di Dusun Telaga Kodok dapat dikatakan relatif sulit diperoleh, petani sangat tergantung pada alam (hujan yang terjadi) sehingga kegiatan pertanian yang dilakukan sering mengalami kekurangan air. Kondisi ini mengakibatkan petani sering mengangkut air ke kebun untuk penyiraman tanaman.

  Jumlah penduduk yang tinggal di Dusun Telaga Kodok adalah 1271 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 334 yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 646 jiwa dan perempuan 625 jiwa. Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa di Dusun Telaga Kodok sebagian besar (31,15 %) penduduk berada pada kategori umur 21 sampai dengan 35 tahun. Ini berarti bahwa sebagian besar penduduk yang berada

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 173

  di Dusun Telaga Kodok berada pada golongan umur yang produktif hanya sebagian kecil pendududk (7,16 %) berada pada golongan umur yang tidak produktif.

  Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur

  

Umur (Tahun) Jumlah Jiwa (Orang) Presentase (%)

  • – 4 175 13,77

    5 189 14,87

  • – 12

    13 – 20 222 17,47

    21 – 35 396 31,15

    36 198 15,58

  • – 55 ≥ 65

  91 7,16

Total 1271 100,00

  Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar penduduk Dusun Telaga Kodok yaitu sebesar 36, 31 persen (268 orang) memiliki tingkat pendidikan formal Sekolah Dasar, sedangkan hanya sebagian kecil (9,08 %) atau 67 orang yang memiliki tingkat pendidikan formal sampai ke perguruan tinggi (Tabel 2). Tingkat pendidikan yang tinggi lebih cepat dalam menerima inovasi teknologi bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.

  Tabel 2. Tingkat pendidikan penduduk Dusun Telaga Kodok

  Tingkat Pendidikan Jumlah Jiwa (Orang) Presentase (%) TK

  0,00

SD 268 36,31

SLTP 136 18,43

SMA 267 36,18

  Perguruan Tinggi 67 9,08

Total 738 100,00

  Tingkat pendidikan seseorang juga sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan terkait perencanaan, pelaksanaan atau penerapan suatu inovasi. Tingkat pendidikan di Dusun Telaga Kodok sangat bervariasi dari tingkat SD sampai sarjana. Tingkat pendidikan SD menempati jumlah terbanyak diikuti tingkat pendidikan SLTA, SLTP dan perguruan tinggi

  Mata pencaharian penduduk di Dusun Telaga Kodok sangat beragam yaitu terdiri dari profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, petani, nelayan, dan pekerjaan lainnya. Matapencaharian petani masih mendominasi jenis

  174 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

  matapencaharian yang digeluti oleh penduduk Dusun Telaga Kodok. Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar (57,35 %) memiliki mata pencaharian sebagai petani dan 0,85 persen atau 3 orang yang mempunyai mata pencaharian TNI/POLRI.

  Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian

  Mata Pencaharian Jumlah Jiwa (Orang) Presentase (%) PNS 19 5,37 Swasta

  45 12,71 Pensiunan 15 4,24 TNI/POLRI

  3 0,85 Pekerja Kasar 26 7,34 Pengemudi 34 9,60 Petani 203 57,35

  Nelayan 9 2,54

Total 354 100,00

  Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang dipilih oleh masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Petani umumnya tumbuh dan dewasa dalam menjalankan usahataninya melalui proses belajar dari orang tua, kondisi maupun lingkungannya. Sebagaimana yang kita ketahui profesi petani sayuran biasanya dijalani baik sebagai profesi warisan, pilihan ataupun alternatif terakhir karena sempitnya peluang kerja pada bidang lain, karena itulah prilaku orang tua dan tradisi/kebiasaan setempat dimana mereka berada, sangat berpengaruh dalam gerak usahatani mereka (Hernanto, 1996).

  Disisi lain pentingnya sayuran sebagai bahan pangan manusia karena berbagai manfaatnya telah di ketahui sejak lama. Masyarakat Indonesia pada umumnya begitu akrab dengan sayur mulai dari sayuran yang dikonsumsi mentah hingga berbagai aneka menu sayur olahan. Fenomena yang pasti adalah sayuran dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat; tua-muda, tak peduli jenis kelamin, tingkat pendidikan maupun pendapatan. Permintaan produk pangan sayuran juga makin meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk yang pesat, kondisi inilah yang tetap menjadikan usahatani sayuran sebagai alternatif usaha terfavorit dikalangan petani terutama petani kecil baik di pedesaan maupun di perkotaan (Sari, 2011).

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 175

  Penduduk di Dusun Telaga Kodok Negeri Hitu Kecamatan Leihitu banyak mengusahakan tanaman pertanian seperti tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Tanaman pangan yang diusahakan oleh sebagian besar penduduk Dusun Telaga kodok adalah tanaman palawija dan tanaman hortikultura. Hasil tanaman yang diusahakan oleh penduduk Dusun Telaga Kodok untuk konsumsi sehari-hari dan juga untuk dijual. Untuk tanaman hortikultura yang banyak diusahakan adalah tanaman sayuran baik sayuran daun (kangkung, bayam, petsai) dan sayuran buah (buncis, kacang panjang, ketimun,cabe, terong dan labu siam). Selain tanaman sayuran juga terdapat tanaman buah yang diusahakan oleh penduduk Dusun Telaga Kodok seperti pisang, alpukat, durian, salak, pepaya, gandaria dan nangka. Selain tanaman pangan, penduduk Dusun Telaga Kodok juga mengusahakan tanaman perkebunan seperti cengkih, kakao, pala dan kelapa yang dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Untuk hasil kehutanan berupa jenis kayu seperti kayu lenggua, jati dan salawaku dipergunakan untuk pembangunan rumah selain untuk menambah pendapatan keluarga.

  Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis (IFOAM, 2002). Kemajuan teknologi dalam bidang pertanian sebagai dampak dari revolusi industri, revolusi kimia dan revolusi hijau, mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, namun juga membawa dampak negatif. Penggunaan sarana produksi pertanian yang tak terbarukan (not renewable) seperti pupuk buatan dan pestisida secara terus menerus pada sistem pertanian konvensional dan dengan takaran yang berlebihan, menyebabkan: pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian, membahayakan kesehatan manusia dan hewan, menurunkan keanekaragaman hayati, meningkatkan resistensi organisme pengganggu, menurunkan produktivitas lahan karena erosi dan pemadatan tanah

  176 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

  Usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani di Dusun Telaga Kodok sangat bervariasi yaitu sayuran daun seperti sawi, kangkung dan bayam, dan sayuran buah seperti buncis dan kacang panjang. Pengusahaan usahatani di Dusun Telaga Kodok pada awalnya merupakan usahatani Anorganik, namun sejak tahun 2013 secara bertahap sebagian petani sayuran di Dusun Telaga kodok beralih ke pengusahaan usahatani sayuran organik. Peralihan ini merupakan upaya kerjasama yang dilakukan petani sayuran di Dusun Telaga Kodok dengan Tim Biosecurity Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon sebagai upaya menyediakan pangan sehat dan menjaga kelestarian lingkungan dari pencemaran zat kimia.

  Pada awal sosialisasi dan pendampingan usahatani sayuran organik di Dususn Telaga Kodok ada 2 kelompok tani dengan jumlah masing-masing kelompok tani sebanyak 45 RTU bersedia untuk mencoba pengusahaan usahatani sayuran organik. Berdasarkan hasil diskusi disepakati pelaksanaan usahatani sayuran organik di Dusun Telaga Kodok meliputi 4 jenis sayuran yang yaitu: sawi, kangkung. kacang panjang dan buncis. Sayuran sawi dan buncis paling banyak di dipilih untuk diusahakan karena menurut para petani memiliki daya tahannya yang cukup baik terhadap kekeringan dan serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) sehingga kekhawatiran akan ketidak berhasilan usahatani tanpa pupuk dan pestisida dapat ditekan, dan ini sesuai dengan kondisi pertanian di Dusun Telaga Kodok dimana air relative sangat sulit diperoleh. Sebagian besar petani yang berusahatani jauh dari sumber air (sungai) hanya berharap penyiraman tanaman dari hujan yang turun ataupun jika harus menyiram tanaman itu dilakukan pada kondisi sangat urgen karena penyiraman masih dilakukan dengan cara memikul air dengan menggunakan gen atau ember dari sungai atau sumber air terdekat. Adapun sayuran kangkung lebih banyak diusahakan oleh petani yang memiliki lahan relatif dekat dengan sumber air

  Pelaksanaan usahatani sayuran organik dan anorganik di Dusun Telaga Kodok terdapat beberapa perbedaan yaitu pada pelaksanaan persiapan lahan, pengolahan lahan, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman

  177 Volume 5 No. 2 Juni 2017

  mempergunakan bahan kimia berupa herbisida, begitu juga pada saat pemupukan, pengobatan dan penyiangan tanaman pengganggu, sedangkan untuk usahatani sayuran organik tidak mempergunakan bahan kimia, tetapi mempergunakan pupuk kandang dan pengobatan dilakukan apabila tanaman terserang hama penyakit maka akan dipergunakan pestisida nabati yang berasal dari tumbuhan. Untuk melihat analisis perbandingan (komparatif) pelaksanaan usahatani sayuran organik dan anorganik di Dusun Telaga Kodok dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Analisis komparatif pelaksanaan usahatani sayuran organik dan anorganik

  Pelaksanaan Usahatani Usahatani Sayuran Organik Usahatani Sayuran Anorganik 1.

  Persiapan Lahan Rumput dicabut kemudian dibakar Semprot dengan herbisida, rumput dicabut dan dibakar 2. Pengolahan Lahan Memakai handtractor dan cangkul untuk pembuatan bedengan sekaligus memberikan pupuk kandang Memakai handtractor dan cangkul untuk pembuatan bedengan

  3. Penanaman Tanam benih dengan cara tugal dan tabur benih Tanam benih dengan cara tugal dan tabur benih 4. Pemeliharaan Tanaman Pengamatan rutin di lahan, melakukan penjarangan (ditanam diantara tanaman) dan penyulaman, pembuatan ajir

  Penjarangan dan penyulaman, pembuatan ajir

  5. Pengairan / Penyiraman Penyiraman setiap hari (hiter, alkon), air hujan Penyiraman setiap hari (hiter, alkon), air hujan 6. Pemupukan Hanya dilakukan diawal pada pengolahan lahan dengan mempergunakan kompos

  Pupuk kimia (urea, NPK, ponska, polan)

  7. Pengobatan Pestisida nabati (daun sirsak, sirih, serai merah, buah mojo, hotong)

  Pestisida kimiawi (dursban, demolis, tabron, klenset, gramokson) 8. Penyiangan Tanaman Pengganggu

  Cabut Rumput Semprot herbisida (gramason), cabut rumput

  9. Pemanenan Dilakukan dengan cara di cabut (sayuran daun) dan dipotong / petik (sayuran buah) Dilakukan dengan cara cabut

  (sayuran daun) dan dipotong / petik (sayuran buah)

  Mengikuti perkembangan pelaksanaan usahatani sayuran di Dusun Telaga Kodok diketahui bahwa hanya sebagian dari anggota kelompok peserta sosialisasi dan pendampingan yang masih tetap bertahan melaksanakan usahatani sayuran

  178 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

  secara anorganik. Disisi lain ada juga petani yang tidak terlibat dalam sosialisasi dan pendampingan ikut mengembangkan usahatani sayuran organik karena melihat keberhasilan petani lain yang telah terlebih dahulu melaksanakannya.

  Di Dusun Telaga Kodok petani yang mengusahakan sayuran organik sebesar 33,33 % sedangkan yang mengusahakan sayuran anorganik sebesar 66,67 % dari jumlah petani yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa sayuran anorganik masih banyak diusahakan. Adapun alasan petani di Dusun Telaga Kodok yang masih mengusahakan sayuran anorganik adalah usahatani sayuran anorganik merupakan usaha turun temurun, ada juga anggapan bahwa lahan pertanian yang dikelola tandus karena sudah cukup lama digunakan dalam kegiatan usahatani sehingga petani harus menggunakan selalu pupuk kimia untuk mempertahankan produksi usahatani sayuran mereka. Sedangkan alasan petani yang mengusahakan sayuran organik adalah lebih murah dalam pembiayaan usahatani, menjaga kesehatan agar tidak terkontaminasi bahan kimia saat penggunaan maupun terganggu dengan sisa bahan kimia yang menempel pada sayuran dan ada juga petani yang prihatin dengan penggunaan pestisida kimiawi yang berlebihan atau kesadaran menyediakan makanan sehat bagi masyarakat.

  Hal ini selaras dengan kondisi yang dikemukakan oleh Mutiarawati (2001): kesadaran tentang terjadinya berbagai dampak negatif tersebut menimbulkan reaksi di berbagai tempat dan kelompok masyarakat, antara lain dengan dikembangkannya berbagai sistem per tanian yang berorientasi “kembali ke alam”. Salah satu sistem tersebut adalah yang disebut Pertanian Organik (Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk tetap menjaga keselarasan (harmoni) dengan sistem alami dengan memanfaatkan dan mengembangkan semaksimal mungkin proses-proses alami dalam pengelolaan usaha tani.Organic Farming) yang banyak didengungkan belakangan ini.

  Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian petani yang kembali mengusahakan usahatani sayuran secara anorganik karena usahatani sayuran secara organik dianggap tidak praktis karena waktu persiapan lahan cukup lama, harus membuat pupuk dan pestisida sendiri dan pemeliharaan

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 179 pendek) relatif sama dengan usahatani yang dilakukan secara anorganik.

  Usahatani organik juga dirasakan tidak cocok dengan pekerjaan sampingan yang dilakukan petani. Petani di Dusun Telaga Kodok sebagian besar bekerja sampingan sebagai buruh serabutan, terkadang karena kebutuhan ekonomi mereka lebih mengutamakan pekerjaan sampingan karena lebih cepat menghasilkan pendapatan seperti menjadi buruh bangunan harian ataupun ojek. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa pertanian organik tidak cocok dengan kondisi mereka karena pelaksanaannya memerlukan waktu yg cukup intensif pada tiap tahapannya.

  Analisa Komparatif Tingkat Kelayakan Usahatani Sayuran Organik dan Anorganik

  Kelayakan usaha di suatu daerah merupakan gambaran daya dukung faktor internal daerah terhadap usaha tersebut. Umumnya ada dua jenis analisa yang dipakai dalam menilai kelayakan suatu usaha yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Dalam analisa ekonomi yang diperhatikan adalah manfaat yang diberikan oleh suatu usaha terhadap perekonomian secara keseluruhan (the social

  return ), sedangkan dalam analisa finansial yang diperhatikan adalah manfaat

  diberikan oleh suatu usaha bagi pihak-pihak terlibat langsung dalam usaha tersebut (the privat return) (Kadariah, 1985) Sayuran mempunyai potensi penting sebagai sumber pertumbuhan gizi, perolehan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan pendapatan petani. Selain itu tingkat permintaan terhadap komoditas sayuran juga cenderung mengalami peningkatan konsumsi sayuran di Indonesia. Menurut perkiraan Bank Dunia, konsumsi sayuran dan buah-buahan di Indonesia akan mengalami peningkatan rata-rata 3,9 % pertahun selama periode 1995-2010, dengan demikian usahatani sayuran memiliki peluang dan prospek yang baik untuk dikembangkan (Choliq, 2009)

  Dalam pengembangan usahatani sayuran organik di Dusun Telaga Kodok kedepan selain sosialisasi dan pendampingan dalam pelaksanaan juga dilakukan analisa kelayakan usaha. Analisa kelayakan usaha yang dilakukan adalah analisa

  180 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

  dapat memberikan informasi manfaat pelaksanaan kegiatan usahatani. Menurut Gittinger (1985) dan Gray et al. (1992), cara penilaian industri jangka panjang yang banyak diterima sehubungan dengan analisis kelayakan ekonomi dan finansial adalah analisis aliran kas yang didiskonto atau Discounted Cash Flow

  

Analysis (DCF) dengan memakai kriteria investasi. Asumsi kunci yang dipakai

  dalam dalam analisa DCF adalah uang yang berada sekarang lebih berharga daripada jumlah uang yang sama di masa yang akan datang oleh karena itu nilai uang untuk waktu akan datang dihitung dengan metode compounding, sedangkan untuk mengkonversi nilai uang masa depan ke nilai sekarang menggunakan metode discounting pada tingkat bunga sosial atau Social Discount Rate (SDR) yang sama, sedangkan jenis kriteria investasi yang umum dipakai yaitu: (1) Net

  

Present Value (NPV), (2) Internal Rate of Return (IRR), (3) Net Benefit-Cost

Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP).

  Menurut Aliluddin (2006), pada dasarnya kriteria investasi konsisten satu sama lain, artinya jika dievaluasi dengan kriteria NPV, maka kriteria lainnya akan menghasilkan rekomendasi yang relatif sama, tetapi informasi spesifik yang dihasilkan tiap criteria akan berbeda. Oleh karena itu dalam prakteknya masing- masing kriteria sering dipergunakan secara bersamaan dalam rangka mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dari prilaku suatu investasi usaha.

  Analisa finansial usahatani organik dan anorganik komoditi sayuran (buncis, kacang panjang, kangkung dan sawi) dilakukan dengan siklus 5 tahunan (15 kali musim tanam) pada tingkat suku bunga atau social discount rate (SDR) sebesar 13,5 persen. Berdasarkan 3 kriteria investasi yaitu NPV, BCR dan PBP dapat dilihat baik usahatani sayuran organik maupun anorganik di Dusun Telaga Kodok layak untuk diusahakan (Tabel 5.). Nilai NPV masing-masing usahatani adalah 394.26 dan 327,19, BCR yaitu 92,15 dan 84,82 dan Nilai PBP memiliki besaran yang sama yaitu 0,77.

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 181

  Tabel 5. Hasil analisa kelayakan usahatani sayuran organik dan anorganik (komoditi buncis, kacang panjang, sawi dan kangkung)

  Anorganik Kriteria Investasi Usahatani Organik

  Net Present Value (NPV) 394,26 327,19 Benefit Cost Ratio (BCR) 92,15 84,82 Pay Back Period (PBP) 0,77 0,77

  Nilai NPV usahatani sayuran organik lebih besar dari Nilai NPV usahatani sayuran anorganik dengan selisih sebesar 67,07, besarnya nilai NPV usahatani sayuran organik dibandingkan dengan usahatani sayuran anorganik dikarenakan makin menurunnya besar biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani sayuran organik lebih lanjut. Jika ditelusuri biaya yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik dalam jangka panjang lebih rendah dibandingkan biaya dikeluarkan untuk usahatani sayuran anorganik. Sebagai contoh total biaya selama 1 tahun pemupukan dengan pupuk organik jauh lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik, karena selain biaya pengadaannya yang lebih rendah (dibuat sendiri) juga karena perioda pemakaiannya lebih lama yaitu hingga 3 kali penanaman.

  Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) usahatani sayuran organik juga lebih besar dari usahatani sayuran anorganik dengan selisih 7.33. Kondisi ini juga dikarenakan karena rendahnya biaya produksi khususnya biaya pengadaan pupuk dan pestisida baik karena jumlah penggunaan yang lebih sedikit ataupun karena frekwensi penggunaannya yang lebih rendah. Aplikasi pupuk organik dilakukan pada lahan pada persiapan penanaman dan berdasarkan sifatnya yang lama terurai, kesuburan lahan dapat terjaga hingga 3 kali penanaman atau tergantung kondisi lahan. Adapun aplikasi pestisida tergantung penyerangan hama dan penyakit karena mengaplikasikan pengendalian hama terpadu sehingga penggunaan pestisida relatif sedikit.

  Masa pengembalian atas penggunaan modal atau Pay Back Period (PBP) untuk usahatani sayuran organik dan anorganik relatif tidak berbeda yaitu 0,77 tahun atau 9 bulan. Namun kelebihan dari pertanian organik, secara berkelanjutan akan memberikan biaya produksi yang lebih rendah dan kelestarian makluk hidup maupun tanah dari pencemaran pupuk dan pestisida anorganik yang

  182 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Usahatani sayuran di Dusun Telaga Kodok merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk yangyang mana dalam perkembangannya lebih lanjut usahatani sayuran tersebut berkembang mengikuti kebutuhan konsumen maupun kebutuhan petani. Petani sayuran yang memiliki kesadaran kesehatan cenderung tertarik pada usahatani sayuran organik, mempelajari dan mempertahankan kekontinuean usahanya, sedangkan petani yang fokus pada jumlah pendapatan yang diterima secara keseluruhan lebih memilih atau kembali kepada usahatani sayuran anorganik. Nilai Net Present Value (NPV) dan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) usahatani sayuran organik lebih besar dibandingkan usahatani sayuran anorganik dengan selisih masing-masing sebesar 67,07 dan 7,33 sedangkan nilai Pay Back

  

Period (PBP) realatif sama yaitu sebesar 0,77 ini menunjukan kedua usahatani

  sayuran tersebut layak untuk diusahakan dengan priotas utama pelaksanaan pada usahatani sayuran organik

  

Daftar Pustaka

  Abdul Choliq dan Indrie Ambarsari 2009. Prospek Usahatani Tanaman Sayuran di Kabupaten Brebes. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 12 (2): 135-145.

  Aliluddin, 2006. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

  Jurnal Infokop. 25 (XX) : 40-44. Diah Setyorini dan Husnain, 2004. Pengelolaan Lahan Untuk Budidaya Sayuran

  Organik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Dondersfoundation, 2015. Permintaan Pasar Meningkat Pesat, Tapi Stok Terbatas. p =125?> diakses 22 Desember 2016. Gittinger, P. J. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Gray, C., P. Simanjuntak, K. L. Sabur, L. F. P. Maspaitella dan G. C. R. Varley.

  1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hernanto F., 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.

  IFOAM, 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia PC-TAS, 2002.

  Volume 5 No. 2 Juni 2017 183

  Kadariah. 1985. Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Maryowani H, 2012. Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Forum

  Penelitian Agro Ekonomi. 30 (2) : 91-108 Tino Mutiarawati, 2001. Beberapa Aspek Budidaya Dalam Sistem Pertanian

  Organik. Makalah Seminar Forum Komunikasi dan Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia Koordinasi Tingkat Wilayah IV, Jawa Barat, Jatinangor 11 Agustus 2001

  Sari Milyaniza R., 2011. Keadaan Sosial Ekonomi Petani Sayuran (Studi Kasus Di Dusun Kembang Buton Wara Desa Batumerah Kota Ambon). Jurnal Budidaya pertanian. 7(1): 47 – 52.

  Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Dokumen yang terkait

PENGARUH LAMA FERMENTASI PADA PRODUKSI MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK EFFECT OF FERMENTATION TIME ON VIRGIN COCONUT OIL (VCO) FOR CHARACTER PHYSICAL, CHEMICAL, AND ORGANOLEPTIC

0 0 10

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KARAKTERISTIK KIMIA, DAN SIFAT ORGANOLEPTIK SUSU KECAMBAH KEDELAI HITAM (Glycine Soja) BERDASARKAN VARIASI WAKTU PERKECAMBAHAN ANTIOXIDANT ACTIVITY, CHEMISTRY CHARACTERISTIC, AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF SPROUTS MILK OF BLACK SOYB

0 0 8

MODEL CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS TERHADAP FLUKTUASI SAHAM PROPERTY AND REAL ESTATE INDONESIA Rusiadi, Irawan, Ade Novalina, Wahyu Indah Sari Fakultas Sosial Sains, Universitas Pembangunan Pancabudi, Medan, Indonesia Abstrak - View of MODEL CONFIRMATORY

0 0 14

LABOR CHARACTERISTICS OF TOUFU, TEMPEH SMALL INDUSTRY IN UD.SR RIJALI URBAN AREA SIRIMAU DISTRICT AMBON CITY

0 0 12

BO ULAN TAWEI SUAT : LOKAL WISDOM IN PRESERVING THE SUSTAINABILITY OF LOCAL FOOD SAGO IN MIDA VILLAGE GOROM ISLAND DISTRICT EAST SERAM REGENCY

0 1 12

THE CONTRIBUTION OF COPRA BUSINESS ON HOUSEHOLD INCOME OF FARMER IN WAENIBE FENA VILLAGE LEISELA DISTRICT BURU REGENCY

0 0 14

ROLE OF NATURAL RESOURCES MANAGEMENT OF SUGAR PALM PLANT (SAGUER) ON COMMUNITY INCOME IN MURNATEN VILLAGE TANIWEL DISTRICT WEST SERAM REGENCY

0 1 9

THE INCOME ANALYSIS OF DURIAN COMMODITY (Durio Zibethinus Murr) IN SOYA VILLAGE SIRIMAU DISTRICT AMBON CITY

0 1 9

ANALYSIS OF HOUSEHOLD POVERTY LEVEL IN RURAL AREA OF SOUTH BURU (CASE STUDY IN WAMSISI, WAETEBA, AND SIMI VILLAGE WAESAMA DISTRICT)

0 0 15

THE CONTRIBUTION OF VEGETABLES WOMEN TRADERS TO THE HOUSEHOLD INCOME (A CASE STUDY OF COKRO MARKET AND WAYAME MARKET, TELUK AMBON BAGUALA DISTRICT)

0 0 14