KOAGULASI LATEKS DENGAN EKSTRAK JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA)
KOAGULASI LATEKS DENGAN EKSTRAK JERUK NIPIS
(CITRUS AURANTIFOLIA)
Farida Ali, Didin Suwardin, Mili Purbaya, Eis Sri Hartati dan Syntia Rahutami
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
ABSTRAK
Penggumpalan lateks secara alamiah membutuhkan waktu yang cukup lama dan hasil
penggumpalannya tidak sempurna sehingga kualitas mutu karet kurang baik. Untuk mempercepat
penggumpalan lateks telah dicoba menambahkan berbagai bahan penggumpal/koagulan ke dalam lateks
yang berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri. Fermentasi karbohidrat yang terdapat di dalam lateks
oleh bakteri membentuk asam yang dapat mempersingkat waktu koagulasi menjadi sekitar 4 jam.Lateks sebanyak 200 ml dicampur dengan ekstrak jeruk nipis dengan perlakuan variasi volume 0,
10, 20, 30, 40, 50 ml untuk mendapatkan volume optimum, variasi waktu kontak 15 menit, 1, 4, 8, 12 jam
untuk mendapatkan waktu kontak optimum dan variasi temperatur 30, 60, 90 oC untuk mendapatkan temperatur optimum. Karet basah yang maksimal diperoleh pada volume 30 ml, waktu kontak 720 menit atau 12 jam dan suhu 60 o
C. Untuk kadar karet kering yang tinggi yaitu pada volume 30 ml, waktu kontak 720 menit dan suhu 60 o
C. Plasticity Retention Index (PRI) yang tinggi pada volume 30 ml, waktu kontak 720 menit dan suhu 60 o
o
C. Kadar Abu yang rendah pada volume 30 ml, waktu kontak 720 menit dan suhu 60
C. Kadar
Karet Kering yang maksimal, plastisitas yang tinggi dan kadar abu/kadar kotoran yang rendah
mencerminkan bahwa karet hasil penggumpalan menggunakan ekstrak jeruk nipis tanpa kulit telah sesuai
dengan Standard Indonesian Rubber (SIR). Dari penelitian ini diketahui bahwa karet hasil penggumpalan
dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis mempunyai kualitas yang baik.I. PENDAHULUAN
Karet alam merupakan salah satu hasil perkebunan yang tersebar di Indonesia, khususnya Sumatera Selatan. Karet alam diperoleh dari lateks yang berasal dari pohon karet (Hevea brasiliensis ). Karet alam menghasilkan lateks atau emulsi lateks yang merupakan suatu sistem emulsi, dengan partikel karet sebagai fasa terdispersi dan air sebagai fasa pendispersi serta emulgator protein. Karet dapat terkoagulasi secara alamiah biasanya terjadi karena pencemaran oleh mikroba yang terdapat pada pisau sadap, talang, mangkok sadap, udara sekeliling dan sebagainya.
Koagulasi lateks adalah suatu tahap yang sangat penting pada pengolahan karet alam, biasanya penggumpalan dilakukan dengan menggunakan asam, seperti asam sulfat dan asam format (dengan pH yang biasa digunakan berkisar 1-2), penggunaan senyawa kimia ini banyak menimbulkan dampak negatif terhadap alam. Oleh karena itu perlu dicari alternatif lain dalam menggumpalkan lateks yang tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Dalam penelitian ini membahas bahan pengganti dari asam semut sebagai koagulan lateks. Asam semut yang mengandung keasaman tinggi dengan pH berkisar 1-2 yang berfungsi untuk membekukan lateks. Asam semut saat ini harganya cukup mahal, sehingga bila ada bahan lain yang dapat digunakan sebagai pengganti dengan harga yang lebih ekonomis dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan demikian sangat mungkin bila pengggunaan sampel ekstrak jeruk nipis dapat digunakan sebagai pengganti asam semut. Dari aspek kimia terlihat bahwa jeruk nipis mengandung asam sitrat yang cukup tinggi dari berat daging buah. Dengan demikian diharapkan jeruk nipis dapat menjadi alternatif koagulan lateks sebagai pengganti asam semut dengan perlakuan variasi volume, waktu kontak, pH ekstrak jeruk nipis dan lain- lain.
II. LANDASAN TEORI Koagulasi lateks
Jeruk nipis yang dibudidayakan di Indonesia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jeruk nipis biasa dan jeruk nipis non biji.
Lateks adalah bagian bahan ekstraktif yang dihasilkan oleh pohon karet (Hevea brasiliensis) yang memiliki nilai ekonomi yang cukup penting sebagai sumber devisa. Lateks adalah hasil fotosintesis dalam bentuk sukrosa ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks terdapat enzim seperti invertase yang akan mengatur
Lateks
Buah jeruk nipis tanpa biji berbentuk bulat seperti jeruk nipis berbiji dan berukuran sebesar telur ayam atau sebanding dengan lemon tea. Buah masak berwarna kuning mulus dengan daging buah berwarna kuning atau kuning kehijau-hijauan. Kulit buah tipis dan berwarna kuning bersih. Buah banyak mengandung air, tidak berbiji dan beraroma harum.
2). Jeruk nipis Tanpa Biji (Non-biji)
Jeruk nipis biasa disebut juga jeruk nipis berbiji atau jeruk nipis tradisional. Buah berbentuk bundar seperti bola atau bulat lonjong dan berukuran kecil. Daging buah berwarna kuning kehijauan, banyak mengandung air, sangat asam, beraroma sedap yang khas, memiliki kandungan asam sitrat tinggi dan berbiji banyak.
1). Jeruk Nipis Biasa
Perbedaan kedua jenis jeruk nipis tersebut terletak pada bentuk daun, buah, bunga dan bagian-bagian tanaman yang lain. (Rukmana, H. Rahmat, 2003).
Jenis-jenis Jeruk Nipis
Tujuan penelitian ini adalah mencari cara untuk mempercepat proses penggumpalan alamiah dengan menggunakan bahan alami yaitu buah segar yang mudah diperoleh, murah, dengan tetap memberikan sifat teknologi yang setaraf dengan penggumpalan asam semut.
Jeruk nipis termasuk tipe buah buni dan bakal buah berbentuk bulat. Setelah menjadi buah berubah bentuk menjadi bundar seperti bola atau bulat lonjong. Diameter buahnya sekitar 3-6cm. Daging buah jeruk nipis bersegmen. Segmen buahnya berdaging hijau kekuning-kuningan dan mengandung banyak sari buah yang beraroma harum. Sari buahnya banyak mengandung air, berasa sangat asam sekali, vitamin C, zat besi, kalium, gula dan asam sitrat. Sari buahnya yang sangat asam berisi asam sitrat berkadar 7-8 % dari berat daging buah. Ekstrak sari buahnya sekitar 41 % dari bobot buah yang sudah masak dan berbiji banyak. (Rukmana, H.Rahmat, 2007 dan B. Sarwono, 2001). proses perombakan sukrosa untuk pembentukan karet.
proper . (Rukmana, H. Rahmat, 2003).
jeruk nipis antara lain adalah jeruk lemon (Citrus lemon) yang sebelumnya dikenal dengan nama Citrus medica varietas lemon dan jeruk sukade (Citrus medica) yang sebelumnya disebut Citrus medica varietas
Citrus aurantifolia swingle . Kerabat dekat
Pada mulanya jeruk nipis mempunyai nama latin Citrus aurantium subspesies aurantifolia. Dalam perkembangan selanjutnya, jeruk nipis dikenal dengan nama
Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia)
Dalam proses penggumpalan, partikel karet akan mengerut serta mengeluarkan air dan serum yang terkandung di dalamnya, dengan keluarnya serum maka penguraian zat anti oksidan akan berkurang. Hal ini disebabkan berkurangnya jasad renik. Dalam keadaan kering reaksi ikatan silang lebih cepat terjadi dan dalam keadaan basah terjadi persilangan lambat, ini menyebabakan ketahanan karet terhadap reaksi oksidasi berkurang (Walujono, 1975).
Koagulasi lateks adalah peristiwa perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan bahan penggumpal yang disebut dengan koagulan. Penggumpalan lateks dapat terjadi karena penurunan muatan listrik. Penurunan muatan listrik dapat terjadi karna penurunan pH lateks atau penamabahan asam H
- dan pengaruh enzim (Abedednego, 1981).
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan, baik itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan). Lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh.
Kedudukan tanaman karet dalam sistematika tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales
Makin tinggi kadar abu berarti makin banyak kandungan ion logamnya dan hal ini akan mempengaruhi nilai PRI. Makin tinggi kadar abu menyebabkan turunnya nilai Po, PRI karena adanya ion logam yang bersifat praoksidan menyebabkan oksidasi cepat terjadi.
Penetapan syarat uji kadar abu dalam Standard Indonesian Rubber (SIR) dimaksudkan untuk menjamin agar karet tidak banyak mengandung bahan asing. Kadar abu dipengaruhi oleh faktor-faktor : kontaminasi bahan asing dan jenis bahan pembeku yang digunakan. Abu dalam karet mentah terdiri atas P, Mg, Na, Ca, Cu dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silika yang berhubungan dengan cara pengolahan. Abu dari karet memberi gambaran mengenai jumlah mineral dalam karet.
Index (PRI), kadar abu, kadar kotoran (Solichin, 1994).
Penilaian mutu secara spesifikasi teknis didasarkan pada hasil analisis dan beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk Standar Indonesia Rubber (SIR) yaitu Kadar Karet Kering (KKK), Plasticity Retention
Standar Industri Karet/Mutu Spesifikasi Teknis Karet
Lateks dari pohon karet hevea brasiliensis mengandung 35 % karet dan 2 % protein yang menjadi koloid pelindung bagi butir-butir karet. Lapisan protein dipecah oleh asam formiat atau asam-asam lainnya. Sehingga butir-butir karet dapat koagulasi menjadi karet mentah.
butadiena ). Dalam lateks karet terdapat butiran-butiran karet sebagai butir halus.
Karet Hevea merupakan hidrokarbon suatu polimer dengan bobot molekul berkisar 400.000–1.000.000µ. Bahan penyusunnya adalah isoprena (2-methyl
merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Tanaman karet Hevea brasiliensis telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan, sehingga sekarang tanaman-tanaman karet yang menghasilkan getah mirip lateks kurang dimanfaatkan lagi getahnya. Sebagai penghasil lateks, tanaman karet Hevea brasiliensis dapat dikatakan merupakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan besar-besaran.
brasiliensis ) berasal dari Brazil. Tanaman ini
Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Hevea
Karet Hevea Brasiliensis
b. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti rum lateks.
0.68 Sumber : Premamoy Ghosh, 2002
0.40
0.23
1.06
37.69
59.63
Hidrokarbon Air Protein Lipid Garam-garam mineral Ammonia
Tabel 1. Komposisi Lateks Karet Komposisi Persentase (%)
Umumnya kadar karet kering di dalam lateks hevea berkisar antara 25-40%. Secara umum komposisi lateks sebagimana terdapat pada Tabel 1 adalah sebagai berikut :
e. Lateks kebun mutu 1 mempunyai kadar karet kering 28 % dan lateks kebun mutu 2 mempunyai kadar karet kering 20 %. (J. Sugito, 2007)
d. Warna putih dan berbau karet segar.
c. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks.
Nilai PRI merupakan hasil pengujian lebih lanjut terhadap nilai Po karet. Menurut Sivalabalasunderam dan Nadaradjah (1966) nilai PRI diukur dari plastisitas karet yang masih tertinggal apabila karet tersebut dipanaskan selama 30 menit pada temperatur 140
o
C. Nilai PRI adalah persentase plastisitas karet setelah dipanaskan berbanding plastisitas karet sebelum dipanaskan makan semakin kecil pula nilai PRI.
C sampai karet menjadi kering secara merata.
o
penggilingan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110
a. Uji Kadar Karet Kering (KKK) o Berat slab basah ditimbang dan dicatat beratnya (gram). o Karet basah digiling. o Karet basah yang telah melalui proses
4. Pengujian Sifat Teknologi
kotoran. Percobaan ini juga dilaksanakan di Laboratorium Teknologi, di lokasi yang sama.
Index (PRI) dan naiknya kadar abu, kadar
3. Percobaan untuk melihat pengaruh penambahan koagulan ekstrak jeruk nipis ke dalam bahan penggumpal terpilih untuk mencegah menurunnya nilai Kadar Karet Kering (KKK), Plasticity Retention
2. Percobaan lapangan, dimana bahan pengganti koagulan yang terpilih, dicoba di lapangan dengan 200 ml lateks. Percobaan lapangan dilakukan di Laboratorium Teknologi Balai Penelitian Sembawa pada tanaman klon GT 1.
1. Percobaan laboratorium untuk memilih bahan pembantu koagulan yang menghasilkan waktu penggumpalan yang sesingkat mungkin, koagulum yang kokoh dan mempunyai serum yang bersih dan serendah mungkin hasil penggumpalan secara alamiah.
Dalam percobaan ini dilakukan beberapa tahap percobaan sebagai berikut :
3. Tahapan Percobaan
Bahan yang digunakan sebagai koagulan terlebih dahulu dicuci dengan air hingga bersih, jeruk nipis tanpa kulit/dengan kulit dihaluskan dengan cara di blender sampai hancur, kemudian diambil ekstraknya dengan cara disaring menggunakan kertas saring hingga terpisah antara bagian air jeruk nipis ditampung pada suatu wadah kemudian ekstrak jeruk nipis tanpa kulit/dengan kulit diukur pHnya. Pemisahan bahan baku lateks karet dari kotoran-kotoran kasar, dimana awalnya lateks karet ditampung dalam suatu wadah.
2. Penyediaan Bahan Koagulan
Bahan alami yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah segar yaitu ekstrak jeruk nipis tanpa kulit dan ekstrak jeruk nipis dengan kulit. Bahan tersebut mengandung asam sitrat yang cukup tinggi. Asam sitrat berfungsi sebagai media bagi pertumbuhan mikroba dan selanjutnya kandungan non- rubber akan terurai menghasilkan asam organik ini dan asam-asam lain yang terbentuk selama proses penguraian lateks akan mempercepat proses penggumpalan lateks.
Mutu bahan olah karet rakyat sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasaran Internasional. Dengan mutu bahan olah karet yang baik, akan terjamin kesinambungan permintaan pasar dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu untuk memperoleh bahan olah karet yang bermutu tinggi, beberapa persyaratan teknis mesti diikuti yaitu tidak ditambahkan bahan- bahan olah non karet, dibekukan dengan asam semut pada dosis yang tepat, segera digiling dalam keadaan segar dan disimpan di tempat yang teduh dan tidak direndam (Suwardin, 1991).
Bahan olah karet adalah gumpalan lateks yang diperoleh dari pohon karet yang diusahakan oleh petani. Slab adalah bahan baku terpenting dan yang paling mudah diolah, karena cara pengolahan paling sedikit menghendaki upaya (Suwardin, 1994).
Menurut Kosasih dan Husnan (1982), bahan olah karet rakyat yang dihasilkan petani merupakan bahan asal koagulum lateks untuk diolah lebih lanjut menjadi karet koanvensional atau karet spesifikaasi teknis.
III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Koagulan dan Fungsinya
o Ditimbang berat karetnya (blanket) dan dicatat beratnya (berat karet kering). o
o
Sampel dipotong kecil-kecil untuk memudahkan karet mencair.
o Krus porselen kosong ditimbang dan dicatat. o Dimasukkan ke dalam krus porselen
dimana terlebih dahulu krus porselen kosong dimasukkan ke dalam oven untuk memperoleh berat krus yang konstan.
o Sampel karet kemudian dipanaskan pada hot plate sampai menjadi arang baru. o
Dimasukkan ke dalam Muffle Furnace pada suhu 550
o
C selama kurang lebih 4 jam.
o Setelah karet menjadi abu maka sampel
ditimbang, data yang diperoleh adalah berat krus porselen ditambah abu.
Data yang didapat dari percobaan di atas yaitu berat sampel, berat krus kosong dan berat krus kosong + abu maka penentuan kadar abu dengan menggunakan persamaan. Catatan : Semakin kecil kadar abu, maka semakin baik kualitas karet. Berdasarkan
lima gram dan ditimbang dengan neraca analitis, dimana jangan kurang dari lima gram dan dicatat.
Standard Indonesian Rubber (SIR), kadar abu maksimum yaitu 0,5-1 %.
d. Uji Kadar Kotoran o
Sampel diambil sebanyak kurang lebih sepuluh gram dan ditimbang dengan neraca analitis, dimana jangan kurang dari sepuluh gram dan dicatat.
o
Sampel dipotong kecil-kecil untuk memudahkan karet mencair.
o Saringan kosong dicuci bersih, dilap,
dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit sebelum digunakan untuk memperoleh berat saringan yang konstan, ditimbang dan dicatat.
o Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer
500 ml, dicampur dengan terpentin sebanyak 250 ml hingga sampel tercampur dengan baik dan ditambah kempep sebanyak 1.5 ml yang berfungsi sebagai penghancur.
o
c. Uji Kadar Abu o Sampel diambil sebanyak kurang lebih
Ditentukan kadar karet kering dengan persamaan sebagai berikut :
(KKK) atau karet dikeringkan di dalam oven, karet diblending dengan tujuan agar karet homogen dan bisa digunakan untuk proses analisa hasil karet yaitu uji plastisitas, uji kadar abu, uji kadar kotoran.
o
Kadar Karet Kering (KKK) =
% 100 × BeratSlabB asah Kering BeratKaret o Setelah penentuan Kadar Karet Kering
b. Uji Plastisitas
persamaan sebagai berikut : PRI =
o
C selama 30 menit. Dengan mengetahui nilai plastisitas dapat diperkirakan mudah tidaknya karet menjadi lengket jika lama disimpan atau dipanaskan atau menunjukkan ketahanan karet terhadap degradasi oksidasi. Nilai plastisitas yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi. Catatan : Semakin besar plastisitasnya, maka semakin baik kualitas karet. Berdasarkan Standard
o
Plastisitas adalah ukuran dari besarnya sifat keliatan karet mentah sebelum dan sesudah pengusangan pada suhu 140
% 100 × Pa Po
o Karet yang telah diblending kemudian
diambil sedikit dengan merata dengan menggunakan Wallace Punch.
Sebagian sampel diuji pada plastimeter dan data yang diperoleh adalah nilai Po (Tanpa Pengusangan), dicatat dan dilakukan tiga kali percobaan.
Plasticity Retention Index (PRI) dengan
o Sedangkan sebagian lagi dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 140
Indonesian Rubber (SIR), persen plastisitas minimum 30-60 %.
C selama 30 menit kemudian langsung diuji pada plastimeter dan data yang diperoleh adalah nilai Pa (Dengan Pengusangan), dicatat dan dilakukan tiga kali percobaan.
o
Data yang didapat dari percobaan di atas yaitu nilai Po dan nilai Pa maka penentuan
o o Sampel yang telah dicampur dengan o Setelah homogen ditambah tiga tetes terpentin dan kempep lalu digoyang- indikator PP. o
goyang hingga homogen. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
o
Dimasukkan ke dalam alat pemanas warna merah muda dan dicatat volume inframerah selama empat jam lebih, titrasi (ml). dimana berupa pemanas dengan media o Penentuan Total Asam dengan
o
lampu 900 watt, suhunya 140 C, dimana meggunkan persamaan. blanketnya sampai hancur menjadi cairan dan bentuk gelnya cair tercampur dengan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
terpentin dan kempep (warnanya kuning
1. Uji Pengaruh Penambahan Variasi
kecoklat-coklatan). Volume Ekstrak Jeruk Nipis
o Dimana jika blanketnya masih berbentuk Pengaruh Volume Terhadap Kadar Karet Kering gel maka sulit pada saat penyaringan. g r) 45 Lalu disiapkan saringan, corong, n g ( erlenmeyer dan disusun menjadi media K e ri 30 saring. re t o Setelah sampel mencair disaring sambil a r K 15
disemprot dengan terpentin agar kadar a K a d kotoran yang tertinggal di erlenmeyer
1
2
3
4
5 dapat terbawa. Volume (ml) o Setelah tersaring dioven kembali dengan o suhu 110 C selama 30 menit. o Didinginkan
Gambar 1. Grafik Pengaruh Volume o Ditimbang dan dicatat.
Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Kadar Karet o
Data yang didapat dari percobaan di atas
Kering (K3)
yaitu berat sampel, berat saringan kosong Pengaruh Volume Terhadap PRI dan berat saringan kosong + kotoran maka 120 penentuan Kadar Kotoran dengan persamaan. ) 80 Catatan : Semakin kecil kadar R I (% kotoran, maka semakin baik kualitas P 40 karet. Berdasarkan Standard Indonesian
Rubber (SIR). 1 2 Volume (m l) 3 4 5
e. Uji Berat Karet yang Dihasilkan dari Beberapa Variabel Gambar 2. Grafik Pengaruh Volume Koagulan
Setelah dilakukan percobaan
Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Plasticity
dengan beberapa variabel di atas, selanjutnya Retention Index (PRI) dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Pengaruh Volume Terhadap Kadar Abu kondisi optimum dari masing-masing 0,8 parameter yang telah diperiksa guna ) 0,6 mendapatkan berat karet yang terbaik. d a r A 0,4 b u ( %
f. Uji Total Asam dengan Cara Titrasi a
K 0,2 o Diambil 1 ml ekstrak jeruk nipis dan
ditambah 100 ml air aquadest dan diaduk 1 2 3 4 5 sampai homogen. Lalu dari larutan Volum e (m l) terakhir atau setelah dilakukan pengenceran diambil 1 ml dan diencerkan
Gambar 3. Grafik Pengaruh Volume
lagi menjadi 100 ml. Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap
Kadar Abu Pada umumnya bahwa semakin tinggi volume koagulan ekstrak jeruk nipis semakin singkat kecepatan penggumpalan lateks, semakin tinggi pula nilai kadar karet kering, Plasticity Retention Index (PRI) dan nilai kadar abu karetnya rendah. Pada Gambar diatas terlihat bahwa bahan pembantu koagulan yang berasal dari bahan alami yaitu buah segar ekstrak jeruk nipis menunjukkan nilai optimal yang lebih tinggi daripada penggumpalan alamiah yang memberikan optimal yang lebih rendah.
Dari penilaian mutu di atas secara spesifikasi teknik didasarkan pada hasil analisis dan beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk Standar Indonesian Rubber (SIR) antara lain Kadar Karet Kering (KKK),
80
Pada umumnya waktu kontak optimum dan kecepatan penggumpalan karet alam sangat tergantung kepada kandungan bahan pencepat alam yang terkandung didalamnya. Bahan pencepat alam dalam karet akan semakin bertambah dengan kontak yang lebih lama yang berarti akan mempersingkat waktu kecepatan penggumpalan. Pada Gambar di atas terlihat bahwa penambahan bahan koagulan yang berasal dari buah segar yaitu ekstrak jeruk nipis menunjukkan nilai kecepatan penggumpalan optimal yang lebih cepat daripada penggumpalan alamiah. Diduga bahwa ekstrak jeruk nipis mengandung senyawaan pencepat alami yang lebih banyak dibandingkan dengan penggumpalan alamiah.
0 ml 10 ml 20 ml 30 ml 40 ml 50 ml Gambar 6. Grafik Pengaruh Waktu Kontak Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Kadar Abu
Waktu Kontak (menit) K a d a r A b u ( % )
1 1,2 100 200 300 400 500 600 700 800
Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Kadar Abu 0,2 0,4 0,6 0,8
Gambar 5. Grafik Pengaruh Waktu Kontak Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Plasticity Retention Index (PRI)
I (% ) 0 ml 10 ml 20 ml 30 ml 40 ml 50 ml
Waktu Kontak (menit) P R
90 100 100 200 300 400 500 600 700 800
70
Plasticity Retention Index (PRI), kadar abu
60
50
0 ml 10 ml 20 ml 30 ml 40 ml 50 ml Gambar 4. Grafik Pengaruh Waktu Kontak Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Kadar Karet Kering Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Plasticity Retention Index
70 100 200 300 400 500 600 700 800 Waktu Kontak (menit) K K K ( % )
60
50
40
30
20
dan kadar kotoran (Solichin, 1991), maka didapatkan volume optimum yaitu pada 30 ml ekstrak jeruk nipis.
2. Uji Pengaruh Penambahan Variasi Waktu Kontak Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Kadar Karet Kering
Dari penilaian mutu di atas secara spesifikasi teknik didasarkan pada hasil analisis dan beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk Standar Indonesian Rubber (SIR) antara lain Kadar Karet Kering (KKK),
Plasticity Retention Index (PRI), kadar abu
dan kadar kotoran (Solichin, 1991), maka didapatkan waktu kontak optimum yaitu pada 720 menit dengan volume ekstrak jeruk nipis 30 ml.
20 40 Suhu (Celsius) 60 80 100 K a d a r A b u 0 ml 10 ml 20ml 30 ml 40 ml 50 ml Gambar 9. Grafik Pengaruh Temperatur Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Kadar Abu
Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu 0,25 0,5
3. Uji Pengaruh Penambahan Variasi Temperatur Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Karet Kering
45
pengujian pengaruh temperatur menunjukkan nilai yang relaatif sama. Bahan pembantu koagulan dari ekstrak jeruk nipis pada suhu 60
50
60
70
80 90 100 Suhu (Celcius) P R
I (% ) 0 ml 10 ml 20 ml 30 ml 40 ml 50 ml
Gambar 8. Grafik Pengaruh Temperatur Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Plasticity Retention Index
35
30
Dari Gambar di atas dapat diketahui, untuk kadar karet kering, Palsticity
Retention Index (PRI), kadar abu hasil
o
30
C kelihatannya cukup baik di dalam mempercepat proses koagulasi dan koagulumnya kokoh setelah didiamkan selama 1 malam, terutama pada nilai plastisitas yang tinggi dan nilai kadar abunya yang rendah.
Dari penilaian mutu di atas secara spesifikasi teknik didasarkan pada hasil analisis dan beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk Standar Indonesian Rubber (SIR) antara lain Kadar Karet Kering (KKK),
Plasticity Retention Index (PRI), kadar abu
dan kadar kotoran (Solichin, 1991), maka didapatkan temperatur optimum yaitu pada volume ekstrak jeruk nipis 30 ml dengan suhu
60
o C.
V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penambahan ekstrak jeruk nipis tanpa kulit dapat mempersingkat waktu koagulasi.
2. Volume bahan koagulan ekstrak jeruk nipis didapat hasil yang tidak signifikan.
40
20
50
80 90 100 Suhu (Celcius) K a d a r K a re t K e ri n g ( % )
55
60
65
10
20
30
40
50
60
70
0 ml 10 ml 20 ml 30 ml 40 ml 50 ml Gambar 7. Grafik Pengaruh Temperatur Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Kadar Karet Kering Pengaruh Suhu Terhadap PRI
10
50
55
60
65
70
75
80
85
40
95 100
90
3. Pada penentuan waktu kontak optimum ekstrak jeruk nipis didapat penggumpalan lateks yang baik dengan waktu kontak 12 jam, 30 ml.
4. Pada penentuan temperatur optimum ekstrak jeruk nipis didapat penggumpalan lateks yang baik dengan temperatur 60
o
C, 30 ml.
5. Kadar Karet Kering yang maksimal, plastisitas yang tinggi dan kadar abu/kadar kotoran yang rendah mencerminkan bahwa karet hasil penggumpalan menggunakan ekstrak jeruk nipis tanpa kulit telah sesuai dengan
Standard Indonesian Rubber (SIR).
Koagulasi Lateks”, Balai Penelitian Sembawa, 1994. Suwardin, Didin, ”Laporan Penelitian
Lateks Interaksi antara Asam dan Jeruk”, 2007. Suwardin, Didin, ”Laporan Penelitian
Lateks”, Balai Penelitian Sembawa, Palembang, 1994. Suwardin, Didin dkk, “Kestabilan Emulsi
Sifat Fisika Karet Mentah”, Menara Perkebunan, Bogor, 1978. Solichin, Muhammad, ”Fisiologi Pasca Panen
Konfensional”, Balai Perkebunan Bogor, Bogor, 1975. Soewarti dan Soeseno, “Pedoman Pengujian
Rukmana, H.Rukmana, “Jeruk Nipis”, Yogyakarta : Kanisius, 1996. Soedjono, ”Pengolahan Karet Secara
VI. DAFTAR PUSTAKA
Rismunandar, “Mengenal Tanaman Buah- buahan”, Bandung : Sinar Baru, 1986. Rukmana, H.Rahmat, “Asam”, Yogyakarta : Kanisius, 2005. Rukmana, H.Rahmat, “Jeruk Nipis : Prospek
Agribisnis, Budi Daya dan Pascapanen”, Yogyakarta : Kanisius, 2003.
J. Sugito, “Karet : Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran”, Jakarta : Penebar Swadaya, 2007.
Ghosh, Premamoy, ”Polimer Science and Technology”, Kalkuta : Calcutta University, 2002.
Gautara, dkk, “Dasar PengolahanKaret”, Departemen Teknologi Hasil Pertanian, IPB Bogor, 1976.
B. Sarwono, “Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis”, Jakarta : AgroMedia Pustaka, 2001.
Broto, A.H, ”Kinetika Reaksi Pembekuan Lateks dengan Menggunakan Asam”, Skripsi Mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya (tidak dipublikasikan), Inderalaya, 2000.
Abedednego, J.G, ”Pengetahuan Lateks”, Direktorat Standarisasi, Normalisasi dan Pengendalian Mutu, Departemen Perdagangan dan Koperasi, Sembawa, 1981.
Koagulasi Lateks”, Balai Penelitian Sembawa, 1991. Suwardin, Didin dkk, “Rangkuman Koagulasi
Lateks dengan Ekstrak Belimbing Wuluh”, Palembang : Balai Penelitian Sembawa, 2007.
Walujono, K. At.al, ”Kemungkinan Pengolahan Karet Remah di Indonesia”, Buletin Balai Penelitian Perkebunan Bogor No.7, 1975.
Kosasih dan Husnan, ”Laporan Penelitian Peningkatan Kadar Karet Kering Lateks”, Departemen Perindustrian, Palembang, 1982.