Hubungan antara religiusitas dengan keba

PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN

Diajukan untuk memenuhi penugasan mata kuliah Metodologi Penelitian
Kuantitatif
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Chika Aulia
16/395791/PS/07136

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

1

DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi................................................................................................................. i

Daftar Tabel............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang........................................................................................... 1
Rumusan Masalah...................................................................................... 3
Tujuan Penelitian........................................................................................ 3
Manfaat Penelitian.................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Religiusitas.................................................................................................
A.1 Pengertian Religiusitas........................................................................
A.2 Dimensi – Dimensi Religiusitas..........................................................
A.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Religiusitas................................

5
5

6
8

B. Kebahagiaan............................................................................................... 10
B.1 Pengertian Kebahagiaan..................................................................... 10
B.2 Dimensi – Dimensi Kebahagiaan....................................................... 11
B.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kebahagiaan............................. 12
C. Dinamika Hubungan Antara Religiusitas dan Kebahagiaan........................ 16
D. Hipotesis Penelitian..................................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Identifikasi Variabel.................................................................................. 19
Definisi Operasional Variabel................................................................... 19
Subjek Penelitian....................................................................................... 21

Metode Penelitian...................................................................................... 21
Instrumen Penelitian ................................................................................. 22
Analisis Data............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 27

2

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Item Skala................................................................................ 22
Tabel 3.2 Blue Print Skala Religiusitas............................................................ 23
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kebahagiaan.......................................................... 25

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Religiusitas berasal kata dari bahasa latin religio, yang berakar dari kata
religare yang berarti mengikat (Ahmad, 1995). Secara instansial religius

menunjuk pada sesuatu yang dirasakan sangat dalam yang bersentuhan dengan
keinginan seseorang, yang butuh ketaatan dan memberikan imbalan sehingga
mengikat seseorang dalam suatu masyarakat (Ahmad, 1995). Mayer (dalam Kahf,
1995) mengatakan bahwa agama adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang
pasti untuk membimbing manusia dalam tindakan terhadap Tuhan, orang lain, dan
diri sendiri.
Religiusitas atau yang menyangkut hal keagamaan ini tentunya memiliki
faktor – faktor yang memengaruhinya, diantaranya : pengalaman masa lampau,
pendidikan dalam keluarga, latihan – latihan dari dilngkup keluarga, pendidikan
formal maupun non-formal yang dapat membentuk kebiasaan suatu individu,
kondisi kesehatan mental, dan lain sebagainya. Kesehatan mental disini lebih
mengarah pada bagaimana seorang individu dapat memahami tentang dirinya
sendiri dimulai dari dalam diri / internal hingga pengaruhnya dengan lingkungan
sekitar. Salah satu yang menjadi indikator dari keadaan mental yang sehat adalah

3

seberapa tinggi tingkat kebahagiaan individu yang tumbuh dalam dirinya
menyangkut hubungannya dengan orang lain atau bagaimana seorang individu
menjalani kehidupannya.

Sebagaimana yang diajarkan dalam ilmu psikologi bahwa manusia yang
sehat secara mental adalah manusia yang memahami potensi dalam dirinya. Sehat
secara mental dapat diperoleh tak hanya dari faktor psikologis yang muncul dalam
dirinya namun bagaimana seorang individu dapat meneladani apa yang
dihayatinya sebagai sebuah keyakinan sebagai pedoman dalam berkehidupan yang
biasa kita sebut sebagai hal yang bersifat religius. Ketika seseorang menjaga
kualitas religius yang baik tentunya kita akan merasakan kebahagiaan yang lebih
baik pula yakni dengan dapat menysukuri dan menjalani kehidupan dengan lebih
bermakna. Ada yang mengatakan spiritual futness is about dropping your ego,
and letting God in it. Spiritus, spiritual, berasal dari bahasa Latin yang artinya
kekuatan yang amat halus dan lembut, dan memberikan energi dan vitalitas hidup.
Di Indonesia orang cenderung mengaitkan spiritual dengan pemaknaan dan
penghayatan religiusitas [CITATION Hid13 \l 1057 ]
Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi kebahagiaan adalah agama atau religiusitas. (Seligman,
2005) Penelitian yang dilakukan Diener dan Seligman terhadap 222 mahasiswa
selama satu semester menemukan bahwa aktivitas religius dan olah raga mampu
menimbulkan perasaan bahagia. Hasil penelitian ahli psikologi menunjukkan
bahwa kebahagiaan yang menjadi idaman seluruh ummat manusia ini ternyata
banyak dimiliki oleh individu yang aktif beribadah, berdo’a dan bersedekah

(Muslim, 2007).
Dari observasi kecil – kecilan, media cetak maupun elektronik , serta diskusi
dari kelompok – kelompok yang bersifat formal maupun informal terlihat dewasa
ini tampaknya arti kebahagiaan bagi kebanyakan orang tak hanya melulu dari
aspek religiusitas. Dengan tingginya globalisasi dan modernisasi saat ini, manusia
banyak disibukkan oleh urusan duniawi dan akhirnya tak sedikit yang
mengesampingkan urusan kehidupannya dengan Sang Pencipta, ditambah lagi
4

khususnya di Indonesia yang saat ini sedang gencar – gencarnya menjalankan
pembangunan negara dan melibatkan generasi muda hingga generasi senior yang
membuat mereka semakin menjadi manusia yang individualis dan mengejar
kebahagian serta kenikmatan dunia. Individualis semakin menjadi karena
masyaratakt dunia saat ini tampaknya semakin dimanjakan oleh kemudahan
teknologi dan membuat dunianya sendiri di ranah media sosial.

Padahal

seharusnya alangkah lebih indahnya apabila kemajuan teknologi yang semakin
berkembang di era globalisasi saat ini dapat dimanfaatkan sebagai media

penyebaran ajaran agama serta media dakwah yang juga semakin berkembang
dengan banyaknya organisasi maupun sekedar komunitas yang bersifat
keagamaan guna memperkuat keimanan,ketakwaan, serta juga dapat membuat
manusia berpikir secara lebih rasional dari pengaruh gaya hidup kurang baik di
tengah era modernisasi saat ini karena terkadang saat kita mencari kebahagiaan di
dunia, manusia tak jarang melupakan aspek – aspek keagamaan yang sebenarnya
amat penting dalam menjamin kebahagiaan sebagai seorang individu dalam
menjalani kehidupannya di dunia dan akhirat.
Nashori (1997) menjelaskan bahwa secara sekilas dapat dilihat dari dalam
(hati nurani) bahwa siapa yang mendekat kepada Tuhan, maka individu merasa
lebih tenang kehidupannya. Siapa yang menjauh dari Tuhan, maka kehidupannya
akan lebih diwarnai dengan stres dan ketidaktentraman. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan antara religiusitas
dengan kebahagiaan” dalam kehidupan saat ini.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kebahagiaan individu
dalam kehidupan saat ini?

2. Bagaimana bentuk hubungan antara religiusitas dengan kebahagiaan yang
dirasakan individu?

5

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah
untuk mengugkap ada atau tidaknya hubungan religiusitas dengan kebahagiaan
dalam kehidupan saat ini, serta menegetahui bagaimana bentuk hubungan yang
dirasakan oleh individu.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
dan serta mengemmbangkan wawasan bagi penulis juga pembaca
mengenai hubungan religiusitas dengan kebahagiaan dalam berkehidupan.
2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi manfaat, masukan,
dan

pertimbangan


bagi

masyarakat

khususnya

pembaca

dalam

mengaplikasikan ajaran keagamaan.
3. Secara metodologi, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber
rujukan bagi keilmuan dalam penelitian selanjutnya mengenai terapan
ajaran agama / keyakinan yang dianut individu dan hubungannya dengan
kebahagiaan.

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Religiusitas
A.1 Pengertian Religiusitas
Menurut Rakhmat (2004), religiusitas dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya untuk bertingkah laku
sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Ini sejalan dengan pernyataan
Kibuuka (2005) yang menyatakan bahwa religiusitas merupakan perasaan
spiritual yang berkaitan dengan model perilaku sosial dan individual, yang
membantu seseorang mengorganisasikan kehidupan sehari-harinya (Rahman,
2012)
Dari istilah agama inilah kemudian muncul sebuah konsep religiusitas.
Religiusitas mengacu kepada apa yang dipahami, dihayati, dan diaplikasikan
dalam kehidupan sehari – hari atas dasar keyakinan yang ada dalam hati nurani
setiap manusia. Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur yang komperhensif, yang
menjadikan seseorang disebut sebagai orang yang beragama (being religious), dan
bukan sekedar mengaku mempunyai agama (having religious). Religiusitas

7

meliputi pengetahuan agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan

sikap sosial keagamaan. Apapun istilah yang digunakan para ahli untuk
mendefinisikan aspek religius di dalam diri manusia, semua menunjuk pada suatu
fakta bahwa kegiatan religius itu tidak dapat dipisahan dalam kehidupan manusia.
Di dalamnya terdapat hal yang menyangkut moral atau akhlak, serta keimanan
dan ketaqwaan seseorang terhadap ajaran agama yang diyakininya.

A.2 Dimensi – Dimensi Religiusitas
Menurut Glock & Stark seperti yang dikutip oleh Djamaluddin Ancok dan
Fuad Nashori, terdapat lima macam dimensi keagamaan, yaitu :
a. Dimensi keyakinan (Ideologi)
Dimensi ini berisikan pengharapan – pengharapan dimana orang dan religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui kebenaran –
kebenaran doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat
kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Dimensi ini mencakup
hal – hal seperti keyakinan terhadap rukun iman, percaya keEsaan Tuhan,
pembalasan di hari akhir, surga dan neraka, serta percaya pada masalah – masalah
gaib yang diajarkan oleh agama.
b. Dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik)
Ciri yang tampak dari seseorang adalah dari perilaku ibadahnya kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dimensi ibadah ini dapat diketahui sejauh mana
tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan – kegiatan ibadah
sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya. Dimensi ibadah (ritual) ini
juga berkatian dengan frekuensi, intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang.
8

Selain itu mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal – hal yang
dilakukan seseorang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya
Praktek – praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas parenting, yaitu :
1) Ritual, mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan
praktek – praktek suci yang semua agama mengharapkan para penganut
melaksanakannya.
2) Ketaatan, ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada
perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan
khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat
tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan,
informal dan khas pribadi.

c. Dimensi Pengalaman
Wujud religiusitas yang tampak dan dapat langsung diketahi dari
seseorang adalah perilakunya. Apabila seseorang selalu menunjukkan perilaku
yang positif dan konstruktif kepada orang lain dengan dimotivasi agama, maka itu
merupakan wujud keberagamaannya. Aspek ini berkaitan dengan kegiatan
pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran – ajaran agama yang dianutnya
dalam kehidupan sehari – hari yang berdasarkan pada etika dan spiritualitas
agama. Dimensi pengalaman menyangkut hubungan manusia dengan manusia
yang lain serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Sebagai contoh, ramah
dan baik terhadap orang lain, memerjuangkan kebenaran dan keadilan, menolong
sesama, disiplin dan menghargai waktu dan lain sebagainya.
d. Dimensi Ihsan (Penghayatan)

9

Setelah memilki keyakinan yang tinggi dan melaksanakan ajaran agama, baik
ibadah maupun amal, dalam tingkatan yang lebih optimal, maka perlu dicapai
situasi ihsan. Dimensi ihsan berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa
diselamatkan oleh Tuhan, perasaan nikmat dalam melaksanakan ibadah, perasaan
dekat dengan Tuhan, perasaan doa – doa yang didengar oleh Tuhan, serta perasaan
syukur atas nikmat yang dikaruniai oleh Tuhan dalam kehidupan mereka.
e. Dimensi Pengetahuan
Aspek ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap
ajaran – ajaran agamanya. Orang – orang yang beragama paling tidak harus
mengetahui hal – hal yang pokok mengenai dasar – dasar keyakinan, ritus – ritus,
kitab suci sebagai pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan, dan tradisi
dalam keyakinannya. Hal tersebut dapat dipahami bahwa sumber ajaran
keagamaan sangat penting agar religiusitas seseorang tidak sekedar atribut dan
hanya sampai pada dataran simbolisme eksoterik.
Jadi, aspek – aspek religiusitas dalam hal ini terdiri dari keyakinan (ideologi),
aspek peribadatan atau praktek agama (ritualistik), aspek pengalaman, aspek ihsan
(penghayatan), dan aspek pengetahuan. Dari serangkaian dimensi relogiusitas
tersebut berpengaruh terhadap tingkat religiusitas seseorang.

A.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Religiusitas
Religiusitas seseorang tidak hanya ditampakkan dari sikap yang terlihat,
namun juga sikap yang tidak terlihat yang ada di dalam hati seseorang. Oleh sebab
itu terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi religiusitas seseorang.
Faktor – faktor yang telah diakui bisa menghasilkan sikap keagamaan, faktor –
faktor itu sendiri terdiri dari empat kelompok utama, yaitu : pengaruh – pengaruh
sosial, berbagai pengalaman, kebutuhan dan proses pemikiran (Thouless, 1971)

10

Thouless

menyebutkan

beberapa

faktor

yang

mungkin

ada

dalam

perkembangan sikap keagamaan akan dibahas secara lebih rinci, yaitu :
a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial )faktor
sosial). Faktor sosial dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap
keyakinan dan perilaku keagamaan, dari pendidikan yang kita terima pada
masa kanak – kanak, berbagai pendapat dan sikap orang – orang di sekitar
kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lalu.
b. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama
pengalaman – pengalaman mengenai :
1) Keindahan, keselarasan, dan kebaikan di dunia lain (faktor alamiah).
Pada pengalaman ini yang dimaksud faktor alamiah adalah seseorang
dapat menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah
karena Tuhan, misalnya seseorang sedang mengagumi segala bentuk
ciptaan-Nya.
2) Konflik moral (faktor moral), pada pengalaman ini seseorang
cenderung

mengembangkan

perasaan

bersalahnya

ketika

dia

berperilaku yang dianggap tidak benar oleh pendidikan sosial yang
diterimanya, misalnya ketika seseorang telah mencuri dia akan terus
menyalahkan dirinya atas perbuatan mencurinya tersebut karena jelas
bahwa mencuri adalah perbuatan yang dilarang.
3) Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif), dalam hal ini
misalnya ditujukan dengan mendengarkan kutbah di masjid pada hari
jumat, mendengarkan pengajian dan ceramah – ceramah keagamaan.

c. Faktor -faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan –
kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan – kebutuhan terhadap
keamanan, cinta kasih, dan harga diri. Pada faktor ini, untuk mendukung

11

keempat kebutuhan yang tidak terpenuhi yang telah disebutkan, maka
seseorang maka menggunakan kekuatan spiritual untuk mendukung.
d. Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual). Dalam hal ini
berfikir

dalam

bentuk

kata



kata

sangat

berpengaruh

untuk

mengembangkan sikap keagamaannya, misalnya ketika seseorang mampu
mengeluarkan pendapatnya tentang benar dan yang salah menurut ajaran
agamanya.
Dapat disimpulkan bahwa religiusitas atau keberagaman seseorang ditentukan
dari banyak faktor, tidak hanya dari dalam diri individu tersebut tetapi
lingkungan sekitar juga amat memengaruhi.

B. Kebahagiaan
B.1 Pengertian Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan hal yang bersifat personal ada di dalam diri setiap
individu. Kebahagiaan bersifat subjektif dimana setiap orang memiliki definisi
kebahagian dalam diri sendiri dan selalu mengusahakan agar selalu merasa
bahagia dengan memenuhi apa yang menjadi ukuran kebahagiaan dalam
kehidupannya. Pandangan setiap manusia mengenai kebahagiaan tentu berbeda –
beda tergantung dari kebutuhan pokok kesehariaannya hingga keinginan –
keinginan yang menjadi tujuan dan impian hidupnya.
Kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang
dirasakan oleh individu serta aktivitas – aktivitas positif yang disukai oleh
individu tersebut (Seligman, 2005). Berdasarkan pengertian dari Seligman ini,

12

dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah gejala dari keadaan psikologis
seseorang akibat dari perilakunya sendiri ketika sedang memenuhi keinginan
dalam dirinya. Dalam sebuah buku “Cambridge Advance Leaners Dictionary”
disebutkan bahwa beberapa ahli psikologi – positif cenderung mendefinisikan
kebahagiaan sebagai keadaan pikiran atau perasaan dengan adanya kepuasan,
cinta, kesenangan, atau sukacita. Kebahagiaan berasal dari kata “happy” atau
bahagia yang berarti feeling good, having fun, having a good timr, atau sesuatu
yang membuat pengalaman yang menyenangkan (Rakhmat, 2009). Di sisi lain,
orang yang berbahagia menurut Ariestoteles, sebagaimana yang dikutip oleh
Rakhmat, adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look,
good reputatiom, good friends, good money, and goodness. (Rakhmat, 2007) .
Selanjutnya menurut Diener dalam jurnalnya yang berjudul ”The Satisfaction With
Life Scale” , kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan kesenangan, yakni

merupakan evaluasi diri atas kehidupan individu, yaitu penilaian terhadap
kepuasan hidupnya dan evaluasi terhadap suasana hati dan emosi individu
tersebut.

B.2 Dimensi – Dimensi Kebahagiaan
Kebahagiaan tentu memiliki beberapa aspek / dimensi di dalamnya.
Sebagaimana yang coba dipaparkan secara rinci oleh Seligman yang mengatakan
bahwa terdapat lima aspek utama yang menjadi sumber dari kebahagiaan, yaitu :
a. Hubungan Positif Dengan Orang Lain
Terlajinnya hubungan positif (positive relationship) bukan berarti sekedar
memiliki teman, pasangan, ataupun anak, tetapi juga dengan menjalin
hubungan yang positif dan sehat dengan individu yang ada di sekitar.

b. Keterlibatan Penuh
13

Keterlibatan penuh tidak hanya dalan lingkup karir seseorang, tetapi juga
dalam aktivitas keseharian lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga.
Dengan melibatkan diri secara penuh dengan lingkungan maka tidak hanya
fisik yang beraktivitas namun juga hati dan pikiran turut serta dalam
aktivitas tersebut yang dapat menjadi sumber kebahagiaan dalam diri
manusia.

c. Penemuan Makna Dalam Keseharian
Setelah kita menjalani keterlibatan penuh dan hubungan yang positif
dengan orang lain di sekitar kita, satu cara lain untuk dapat merasa bahagia
adalah dengan menemukan makna dari kegiatan apapun yang kita lakukan.
Dengan dapat memberi makna / arti dalam setiap kegiatan yang sedang atau
akan kita jalani maka diri kita akan merasakan motovasi dan energi positif
yang muncul dari dalam diri kita sendiri.

d. Optimisme yang Realistis
Manusia yang menjalani hidupnya dengan optimis dan penuh antusias
ditemukan lebih bahagia. Mereka tidak menjadi seseorang yang mudah
cemas, putus asa, dan tidak bersemangat karene mereka selalu menjalani
setiap langkah kehidupan dengan penuh harapan yang disertai usaha.

e. Resiliensi
Orang yang berbahagia tidak berarti hidupnya selalu dalam keadaan baik
dan tidak pernah merasakan penderitaan. Kebahagiaan tidak bergantung dari
seberapa banyak peristiwa / pengalaman menyenangkan yang dialami,
melainkan sejuh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan
14

untuk bangkit dari peristiwa tidak menyenangkan dalam hidupnya. Alangkah
baiknya apabila kita dapat memaknai suatu kegagalan sebagai hal positif
yang akan mendorong dan membuat kita menjadi individu yang lebih baik
karena kegagalan adalah pelajaran terbaik untuk kembali berdiri.

B.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kebahagiaan
Kebahagiaan tidak sama dengan kumpulan kenikmatan (pleasure). Mungkin
saja hidup seseorang dipenuhi kenikmatan, tetapi dia tidak bahagia. Kebahagiaan
juga bukan berarti ketiadaan kesulitan atau penderitaan. Karena, boleh jadi
penderitaan datang silih berganti, tetapi kesemuanya itu tak merusak keberadaan
kebahagiaan. Inilah yang disebut sebagai underlying happiness (kebahagiaan yang
senantiasa melambari) hidup kita (Bagir, 2012). Banyak hal yang menjadi faktor –
faktor yang memengaruhi sebuah kebahagiaan itu terjadi dalam hidup kita.
Menurut Seligiman ada dua (2) faktor yang memengaruhi kebahagiaan, yaitu:
a. Faktor Eksternal
Seligman dalam bukunya menyebutkan sembilan faktor eksternal yang
dapat memengaruhi kebahagiaan seseorang, namun tak semua memiliki pengaruh
yang besar. Berikut ini adalah penjabaran dari faktor – faktor eksternal yang telah
diungkapkan oleh Seligiman yang dapat berkontribusi terhadap kebahagiaan
seseorang:
1. Uang
Keadaan keuangan yang dimiliki seseorang pada saat tertentu
menentukan kebahagiaan yang dirasakan dalam dirinya akibat dari
peningkatan kekayaan. Seseorang yang menempatkan uang di atas tujuan
yang lainnya juga akan cenderung menjadi kurang puas terhadap
kehidupannya secara keseluruhan

15

2. Pernikahan
Pernikahan memiliki dampak yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan yang dalam berkontribusi dalam kebahagiaan seseorang. Individu
yang menikah cenderung lebih dapat merasakan kebahagiaan dalam
hidupnya dibandingkan mereka yang tidak menikah. Pernikahan
memberikan kepuasan dan kenikmatan psikologis dan fisik dalam konteksi
memiliki keturunana, membangun rumah tangga bersama pasangan hdiup,
dan mengafirmasi identitas serta peran sosial sebagai sepasang suami –
istri dan sebagai orangtua.

3. Kehidupan Sosial
Setiap manusia memiliki tingkat kebahagiaan yang berbeda – beda.
Seseorang yang memiliki tingkat kebahagiaan tinggi pada umumnya
memiliki kehidupan sosial yang memuaskan dan menghabiskan banyak
waktu bersosialisasi. Pertemanan yang terjalin juga sebaiknya terbuka
antar satu sama lain sehingga dapat berkontribusi pada kebahagiaan.
Pertemanan dalam kehdiupan sosial tersedia untuk memberikan dukungan
sosial dan terpenuhinya kebutuhan akan affiliasi antarmanusia.

4. Kesehatan
Kesehatan merupakan anugerah paling indah yang diberikan oleh
Tuhan kepada manusia. Tanpa adanya kesehatan manusia tak dapat
melakukan segala aktivitas yang dibutuhkan dan diinginkannya dengan
optimal. Kesehatan subjektif dalam diri seseorang dapat berpengaruh
terhadap kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.

16

5. Agama
Banyak penelitian menunjukkan bahwa individu yang religius
lebih bahagia dan lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan dengan
individu yang kurang religius. Disebutkan oleh Seligman bahwa terdapat
tiga hal yang berhubungan dengan religiusitas. Pertama, efek psikologis
yang ditimbulkan oleh religiusitas cenderung positif, mereka yang religius
memiliki tingkat penyalahgunaan obat – obatan, kejahatan, perceraian dan
bunuh diri yang rendah. Kedua, adanya kepuasan emosional dari agama
berupa dukungan sosial dari mereka yang bersama – sama membentuk
kelompok agama yang simpatik. Ketiga, agama berhubungan dengan
karakteristik gaya hdiup sehat secara fisik dan psikologis dalam kesetiaan
pernikahan, perilaku prososial, makan dan minum secara teratur, serta
adanya komitmen untuk bekerja keras.

6. Emosi Positif
Norman Bradburn dalam penelitiannya mendefinisikan bahwa
individu yang mengalami banyak emosi negatif akan mengalami sedikit
emosi positif, artinya bahwa individu tersebut juga memiliki sedikit
kebahagiaan yang dirasakan akibat sedikitnya emosi positif yang
dirasakan. Lafrenire juga menyatakan bahwa emosi positif merupakan
emosi yang dikehendaki setiap manusia, seperti gembira, rasa ingin tahu
yang tinggi, cinta, dan bangga yang muncul dalam dirinya.

7. Usia

17

Sebuah studi kebahagiaan terhadap 60.000 orang dewasa yang
dilakukan di 40 negara membagi kebahagiaan ke dalam tiga komponen
utama, yaitu kepuasan hidup, afek menyenangkan, dan afek tidak
menyenangkan. Kepuasan hidup manusia yang meningkat perlahan –
lahan seiring dengan bertambahnya usia, afek menyenangkan menurun
sedikit, dan afek tidak menyenangkan tidak berubah.

8. Pendidikan, Iklim, Ras dan Gender
Keempat hal di atas memiliki bagiaan dalam memengaruhi
kebahagiaan manusia walaupun porsinya tak cukup besar. Menurut
Seligman, pendidikan dapat sedikit meningkatkan kebahagiaan pada
mereka yang berpenghasilan rendah karena pendidikan merupakan sarana
dalam mencapai pendapatan yang lebih baik. Iklim di daerah dimana
seseorang tinggal dan ras juga tak banyak memberi pengaruh pada
kebahagiaan namun tetap ada porsinya. Gender antara pria dan wanita tak
banyak perbedaan tehadap keadaan emosinya, akan tetapi wanita
cenderung dapat menjadi lebih bahagia sekaligus lebih sedih dibandingkan
pria karena mayoritas wanita adalah seseorang yang peka perasaannya.

9. Produktivitas Pekerjaan
Individu yang bekerja dan berpenghasilan tentu cenderung lebih
bahagia daripada mereka yang menganggur, terutama apabila tujuan yang
dicapai merupakan tujuan yang memiliki nilai tinggi bagi individu. Hal ini
disebabkan karena adanya stimulus yang menyenangkan, terpenuhinya
kepuasan rasa keingintahuan dan pengembangan keterampilan, dukungan
sosial serta identitas diri yang didapatkan seseorang dari pekerjaan.

18

b. Faktor Internal
Menurut Seligman terdapat tiga faktor internal yang berkontribusi terhadap
kebahagiaan, yaitu kepuasan akan masa lalu, optimisme terhadap masa depan, dan
kebahagiaan pada masa sekarang. Ketiga hal tersebut tidak selalu dirasakan dalam
waktu yang bersamaan, seseorang bisa bangga dan puas dengan masa lalunya
namun merasa khawatir dengan masa sekarang yang sedang dijalaninya dan masa
depan yang akan dihadapi.
1. Kepuasan Terhadap Masa Lalu
Seligiman berpendapat bahwa kepuasan akan masa lalu dapat digapai
dengan tiga cara:
a) Melepas pandangan bahwa masa lalu sebagai penentu utama masa yang
akan datang
b) Bersyukur dengan segala hal – hal baik yang kita miliki
c) Memaafkan dan melupakan terhadap kenangan emosi negatif di masa lalu,
sebab dengan terus melibatkan kenangan kurang baik dalam diri kita justru
akan menghambat kita untuk dapat menjalani hidup dengan baik.
Memaafkan dan melupakan adalah dua cara yang baik untuk terciptanya
kepuasan hidup.

2. Optimis Terhadap Masa Depan
Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi dari pikiran kita secara umum
bahwa akan ada hal baik di masa yang akan datang.

3. Kebahagiaan Masa Sekarang

19

Seligiman melibatkan dua hal penting yang berpengaruh terhadap
kebahagiaan di bagian ini :
a) Pleasure, merupakan kesenangan yang dimiliki komponen sensori dan
emosional yang cukup kuat. Sifatnya sementara dan melibatkan sedikit
pemikiran
b) Gratification, adalah kegiatan yang amat disukai oleh seseorang namun tak
selalu melibatkan perasaan tertentu dan durasinya lebih lama jika
dibandingkan dengan pleasure. Hal – hal yang memunculkan gratifikasi
terhadap

pelakunya

biasanya

merupakan

hal

yang

menantang,

membutuhkan keterampilan dan konsentrasi, memiliki tujuan, serta ada
umpan balik langsung di dalamnya.

C. Dinamika Hubungan Antara Religiusitas dan Kebahagiaan
Kehidupan beragama dapat memberikan kekuatan jiwa bagi seseorang untuk
menghadapi tantangan hidup. Agama dapat pula memberikan bantuan moril dalam
menghadapi krisis dalam kehidupan. Keyakinan beragama dapat meningkatkan
kehidupan itu sendiri ke dalam suatu nilai spiritual. Religiusitas menjadikan hidup
seseorang lebih berkamkna dalam berbagai kondisi, memperoleh ketenangan
dalam hidup, merasakan dan meyakini adanya kekuatan tertinggi yang menaungi
kehidupan sehingga memberikan kemantapan batin, bahagia, dan terlindungi
(Meichati, 1983).
Toto Tasmara juga menyebutkan bahwa, salah satu indikasi potensi kecerdasan
religiusitas seseorang adalah cara seseorang memberikan makna pada hidup yang
dijalaninya. Memberi makna hidup merupakan sebuah proses pembentukan
kualitas hidup, sedangkan tujuan hidup adalah arah, rujukan, dasar pijakan
sebagaimana yang diajarkan dalam hal agama. Seseorang merasakan kebahagiaan

20

apabila dengaan sengaja atau benar – benar diusahakan untuk mencapai sesuatu
yang diinginkannya (Tasmara, 2001)
Semangat seseorang dalam memberi makna hidup merupakan pondasi yang
membuat manusia siap dalam menghadapi berbagai lika – liku kehidupan dan
segala tantangannya. Segala bentuk tantangan, kegagalan, dan keberhasilan
merupakan bentuk dari bagaimana manusia meyakini apa yang menjadi makna
dan tujuan hidupnya. Pada akhirnya keyakinan tersebut mengantarkan individu
menjadi manusia yang optimis, independen, tangguh, dan dapat merasakan
kebahagiaan dalam dirinya di berbagai macam kondisi kehidupan. Wen-Chun
Chang pernah mempublikasikan penelitiannya mengenai korelasi antara presensi
dalam kegiatan keagamaan dengan kebahagiaan di negara berbudaya ketimuran
seperti Taiwan. Kehadiran agama dianggap telah memiliki dua efek pada manusia.
Efek pertama adalah sebagai modal untuk eksistensi setelah hidup yang sekarang.
Efek kedua adalah untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif dan kepuasan
hidup baik secara fisik maupun psikologis. Maka Chang menemukan kesimpulan
bahwa kehadiran agama terkait secara positif dengan kebahagiaan manusia
(Chang, 2009).
Dalam penelitian hubungan antara religiusitas dan kebahagiaan serta depresi
pada orang dewasa muda yang beragama Islam di Palestina & Kuwait mendapati
bahwa ada korelasi yang signifikan antara religiusitas dengan kebahagiaan, namun
tidak dengan depresi[ CITATION Ahm11 \l 1057 ]. Individu yang memiliki
religiusitas yang tinggi maka cenderung memiliki internalisasi nilai positif yang
tinggi pula dalam hidupnya, keyakinan terhadap pandangan hidup menjadi lebih
positif, bermakna, dan terciptalah kebahagiaan. (Seligman, 2005)

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penulis dalam penelitian ini adalah adaya hubungan positif antara
religiusitas dan kebahagiaan individu. Artinya, bahwa apabila seorang individu

21

memiliki nilai – nilai religiusitas yang tinggi dalam kehidupan sehari – hari maka
tinggi pula kebahagiaan subjektifnya. Penelitian ini menjadi penting dari
pertimbangan bahwa dalam kehidupan yang serba modern ini dimana kebahagiaan
banyak tercipta dari kesibukan duniawi, sebuah keyakinan dalam hal agama
adalah hal yang tetap menjadi pedoman penting dalam menjalani setiap langkah
kehidupan. Religiusitas dan kebahagiaan tentunya dapat dirasakan oleh seluruh
manusia dari berbagai tingkat usia, pendidikan, berbagai macam suku, ras, dan
jenis kelamin.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.Identifikasi Variabel

22

Identifikasi variabel yang akan ditentukan penulis adalah mengenai “Hubungan
antara religiusitas dengan kebahagiaan”. Dalam penelitian ini terdapat variabel
terikat (dependen) dan variabel bebas (independen).
Variabel bebas (independen) adalah variabel yang menjadi sebab atau variabel
yang mempengaruhi variabel terikat (dependen). Berikut ini adalah variabel
penelitian yang dilibatkan dalam penelitian:
Variabel independen : religiusitas
Variabel dependen

: kebahagiaan

B. Devinisi Operasional Variabel
Berikut adalah pemaparan operasionalisasi pada masing – masing variabel yang
dilibatkan dalam penelitian:
1. Religiusitas
Religiusitas adalah aktivitas pelaksanaan keagamaan yang didasari oleh
keyakinan, peribadatan atau praktek agama, pengalaman, penghayatan, dan
pengetahuan . Religiusitas dapat diwujudkan dalam beberapa dimensi diantaranya:
(1) Dimensi Keyakinan, adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima dan
mengakui hal – hal yang dogmatik dalam ajaran agamanya. (2) Dimensi
Peribadatan atau Praktek Agama, membahas mengenai kepatuhan seseorang
dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan sebagaimana yang diperintahkan dan
dianjurkan agamanya. (3) Dimensi Pengalaman, berkaitan dengan kegiatan
pemeluk agama untuk meralisasikan ajaran – ajaran agama yang dianutnya dari
berbagai wujud pengalaman berdasarkan nilai etika dan spiritualitas agama.
Sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi perilaku seseorang dalam
kehidupan sosial (4) Dimensi Penghayatan, adalah perasaan keagamaan yang
dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan. (5) Dimensi

23

Pengetahuan, adalah seberapa jauh seseorang dapat mengetahui dan memahami
ajaran – ajaran agama yang dianutnya.
Perilaku di atas diukur menggunakan skala religiusitas yang disusun
menggunakan dimensi religius tersebut. Semakin tinggi skor yang didapatkan
maka semakin tinggi tingkat religiusitas. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
skor yang didapatkan maka semakin rendah pula tingkat religiusitas.
2. Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang
dirasakan oleh individu serta aktivitas – aktivitas positif yang disukai oleh
individu tersebut (Seligman, 2005). Berdasarkan pengertian dari Seligman ini,
dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah gejala dari keadaan psikologis
seseorang akibat dari perilakunya sendiri ketika sedang memenuhi keinginan
dalam dirinya. Kebahagiaan dapat diwujdkan dalam beberapa dimensi yaitu: (1)
Hubungan Positif Dengan Orang lain, adalah wujud dari hubungan interpersonal
yang baik dan sehat kepada orang – orang disekitar kita. (2) Keterlibatan Penuh,
dengan melibatkan diri secara penuh terhadap berbagai aktivitas yang bermanfaat
dan memunculkan emosi positif maka tak hanya fisik yang beraktivitas namun
juga hati yang secara langsung akan menjadi sumber kebahagiaan. (3) Penemuan
Makna Dalam Keseharian, artinya bahwa salah satu cara lain untuk mendapatkan
kebahagiaan adalah dengan memaknai segala peristiwa dan kegiatan yang kita
lakukan dalam sehari – hari sebagai hal yang bertujuan dan memiliki arti positif.
(4) Optimisme yang Realistis, optimis adalah bentuk ekspektasi bahwa akan ada
hal baik di masa yang akan datang. Optimisme juga harus disertai realistis
terhadap kehidupan sehingga apa yang kita impikan tak jauh melampaui batas
kemampuan kita. (5) Resiliensi, berkaitan dengan memaknai suatu kegagalan
sebagai hal positif yang akan mendorong dan membuat kita menjadi individu
yang lebih baik karena kegagalan adalah pelajaran terbaik untuk kembali berdiri.
Perilaku dari dimensi kebahagiaan di atas diukur menggunakan skala
kebahagiaan yang disusun menggunakan dimensi kebahagiaan tersebut. Semakin
24

tinggi skor yang didapatkan maka semakin tinggi tingkat religiusitas. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan maka semakin rendah pula
tingkat religiusitas.

C.Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 60 orang yang tinggal
di daerah perkotaan untuk dijadikan responden pengisian skala ukuran hubungan
antara religiusitas dengan kebahagiaan dengan rincian sebagai berikut:
1. Jumlah subjek penelitian sebanyak 60 orang.
2. Subjek penelitian terdiri dari 30 orang beragama islam dan 30 orang beragama
nasrani
3. Subjek penelitian diambil pada rentang usia remaja tengah (14 – 17 tahun) ,
remaja akhir (17 – 21 tahun), dan dewasa awal (21 – 40 tahun)
Batasan – batasan di atas dipilih atas dasar teori Hurlock (1964) bahwa Eksistensi
dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut
kepercayaan / agama yang dianutnya ketika seseorang mulai menginjak masa
remaja tengah.

D.Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode angket, yakni salah satu
metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
petanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden / subjek penelitian untuk
dijawab (Sugiyono, 2007). Pertanyaan – pertanyaan yang tertulis pada kuesioner
diberikan guna memperoleh informasi dari responden terkait laporan tentang
pribadi dan sikapnya terhadap sesuatu yang menjadi stimulus.

25

Penelitian ini menggunakan skala model Likert, dimana variabel penelitian
dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item instrumen (Hasan, 2002).
Pernyataan terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif
(unfavorable). Jawaban dari instrumen memiliki tingkat tertinggi hingga tingkat
terendah, kemudian diukur dengan satu item dengan empat skala jawaban, sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Skor Item Skala
Item Favorable

Sko

Item Unfavorable

Skor

r
SS (Sangat Setuju)

4

SS (Sangat Setuju)

1

S (Setuju)

3

S (Setuju)

2

TS (Tidak Setuju)

2

TS (Tidak Setuju)

3

STS (Sangat Tidak Setuju

1

STS (Sangat Tidak Setuju

4

E. Instrumen Penelitian
Metode yang akan peneliti gunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang akan dipergunakan
untuk pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala Religiusitas dan
skala Kebahagiaan.
1. Skala religiusitas dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert,
kemudian untuk mengukur religiusitas dalam penelitian ini mengadaptasi skala
baku yang telah dimodifikasi dari konsep Glock & Stark (1974).

26

Tabel 3.2
Blue Print Skala Religiusitas

N
o
1

Dimensi
Keyakinan

Indikator

1

2,33

3

Mukzijat

3

34

2

Kehidupan setelah
kematian

35

4

2

Syarat – syarat untuk
keselamatan (kepercayaan)

36

5

2

Syarat – syarat untuk
keselamatan (aktifitas
ritual)

37

6

2

Syarat – syarat untuk
keselamatan (pekerjaan)

7

38

2

Kepercayaan yang salah

39

40

2

Pelanggaran terhadap
ritual yang benar

41

8

2

42

9

2

10

43

2

11

44

2

Kepastian dan
kepercayaan mengenai
keyakinan

2

Total

Keyakinan terhadap tuhan

Tindakan - tindakan yang
salah

Praktek
Agama

Item
Item
Favorable Unfavorable

Menghadiri kegiatan
keagamaan

27

Mengikuti siraman rohani
dari media elektronik
Keikutsertaan organisasi
agama

12

45

2

46

13

2

14

47

2

15

48

2

16

49

2

17

50

2

18

51

3

19,53

52

2

20

54

2

22

21

2

23

55

2

56

24

2

57

25

2

58

59

2

26,6

61,62

4

Ibadah malam hari
Pentingnya mengikuti
kegiatan keagamaan
Membaca kitab suci
Frekuensi ibadah
Frekuensi berdoa
Sebab - sebab berdoa
Berdoa untuk keberkahan
Kemampuan dalam berdoa

3

Pengalaman

Memperkuat pengalaman
Pengalaman responsive
Pengalaman godaan

4

Pengetahuan

Pengetahuan tentang
ajaran agama
Pengetahuan terhadap isi
dari kitab suci

28

Sabar
5

Konsekuensi
Jujur
Ikhlas
Bekerja sama

27

28

2

63

29

2

30,64

65

3

31,66

32

3

2. Skala Kebahagiaan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek – aspek dari
konsep Seligman (2002). Skala kebahagiaan terdiri dari 50 butir pernyataan
berikut:
Tabel 3.3
Blue Print Skala Kebahagiaan
Dimensi
Emosi
Positif

SubDimensi
Kepuasan
Akan Masa
Lalu

Optimisme
Akan Masa
Depan

Indikator

Item
Item
Favorable Unfavorable

Total

Merasa puas terhadap
suatu pencapaian

3,42

10,32

4

Merasakan ketenangan
dalam diri

1,4

25,33

4

Mempunyai penilaian
diri yang positif

5,9

35,37

4

Memaafkan kesalahan
di masa lalu

8,19

2

3

Mensyukuri apa yang
telah didapat

23,27

4,13

4

6

7,39

3

Percaya bahwa harapan
akan tercapai

29

Yakin bahwa setiap
masalah besar atau kecil
dapat terselesaikan
Mempunyai keyakinan
bahwa hidup akan
menjadi lebih baik
Percaya diri terhadap
kemampuan yang
dimiliki
Kebahagiaan

24,29

17,2

4

12,36

18

3

14,34

16

3

21,3

28,31

4

22,38

41

3

15,26

11

3

Menikmati kegiatan kegiatan yang disukai

Masa Kini
Merasakan kenikmatan
inderawi
Merasakan kenikmatan
yang bersifat kognitif

F. Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis untuk mendapatkan suatu
kesimpulan dari penelitian ini, dengan metode perhitungan statistik menggunakan
program SPSS untuk mengetahui signifikansi korelasi antara religiusitas dengan
kebahagiaan dalam diri responden. Ditentukan pada taraf signifikasi sebesar 0,05
pada one tailed test. Pengolahan data ini menggunakan analisis data statistik
dengan
Pengujian hipotesis :
Ho

: Tidak terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan kebahagiaan

Hi

: Terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan kebahagiaan

DAFTAR PUSTAKA
30

Abdel-Khalek, A. M., & G.Gonzalez. (2011). Religiosity and its association with
subjective well-being and depression among Kuwaiti and Palestinian
Muslim children and adolescents. Mental Health, Religion & Culture, 117127.
Ardians, A. (2014, Maret). teori kebahagiaan. Diambil kembali dari
atrofardians.blogspot.com:
http://atrofardians.blogspot.co
m/2014/03/teorikebahagiaan.html
Bagir, H. (2012). Risalah Cinta dan Kebahagiaan. Jakarta: PT Mizan Publika.
Chang, C. (2009). Religious Attendance and Subjective well-being In an Eastern
Culture Country: Empirical Evidence from Taiwan. Marburg Journal of
Religion, vol 14, no 1 (1- 30).
Chang, C. (2009). Religious Attendence and Subjective Well-being in EasternCulture Country: Empirical Evidence from Taiwan. Marburg Journal of
Religion, volume 14, No 1, 1-30.
Diener, E., Emmons, R., Larsen, R., & Griffin, S. (t.thn.). The Statisfaction with
Life Scale. Journal of Personality Assesment, Volume 49, issue 1, p 71-75.
Hidayat, K. (2013). Psikologi Kebahagiaan. Dalam K. Hidayat, Psikologi
Kebahagiaan (hal. 102-113). Jakarta: PT Mizan Publika.
Meichati, S. (1983). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Muslim, & Nashori. (2007). Hubungan Antara Religiusitas dengan Kebahagiaan
Otentik (Authentic Happiness). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Nashori, F., & Mucharam, R. (2002). Mengembangkan Kreativitas: Psikologi
Islam. Yogyakarta: Menara Kudus.
Rahman, P. (2012). Hubungan Religiusitas dengan Kebahagiaan pada Lansia
Muslim. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Rakhmat, J. (2009). Meraih Kebahagiaan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Seligman, M. (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dengan
Psikologi Positif. Bandung: PT MIzan Pustaka.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tasmara, T. (2001). Kecerdasan Ruhaniah (Trancendental Intelligence). Jakarta:
Gema Insani Press.
31

Thouless, R. H. (1971). An Introduction to the Psychology of Religion. London:
Cambridge University Press.
Thouless, R. H. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
VJ, E. (2012, November 16). proposal penelitian kuantitatif. Diambil kembali dari
ardiandasly.blogspot.co.id:
http://ardiandasaly.blogspot.co.id/2012/11/proposal-penelitiankuantitatif.html
Walter, E. (2008). Cambridge Adacanced Leaners Dictionary, Third Edition.
Cambridge: Cambridge University Press.

32