AKUNTANSI LINGKUNGAN SEBAGAI PERTANGGUNG. pdf
AKUNTANSI LINGKUNGAN
SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN LINGKUNGAN:
STANDAR DAN IMPELEMENTASI DI INDONESIA
Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
ACCRUED
(Accounting Competition and Remarkable Discussion)
Diusulkan oleh:
David Indra Gunawan
7211415003/2015
Nurul Holifah
7211414061/2014
Asmara Tampi
7211414025/2014
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2017
1
AKUNTANSI LINGKUNGAN
SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN LINGKUNGAN:
STANDAR DAN IMPELEMENTASI DI INDONESIA
David Indra Gunawan1, Nurul Holifah2, Asmara Tampi3
1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
2
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
3
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Di era yang semakin modern, dunia industri terus berkembang dan semakin kompleks.
Perkembangan tersebut memberikan dampak terhadap unsur-unsur lain di sekitar industri
tersebut berada khususnya lingkungan. Industri yang semakin maju berdampak pada semakin
parahnya kerusakan lingkungan akibat pencemaran limbah, penambangan, eksplorasi minyak
bumi dan batu bara dan lain-lain. Ikatan Akuntan Indonesia telah mengeluarkan beberapa
PSAK terkait dengan akuntansi lingkungan. Dengan dikeluarkannya PSAK tersebut dunia
industri mau tidak mau harus mengikuti apa yang telah diatur dalam PSAK tersebut. PSAK
terkait akuntansi lingkungan dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin bahwa perusahaan
telah melaksanakan kewajibannya dalam pemulihan kerusakan lingkungan akibat operasi
perusahaan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menjamin bahwa perusahaan
telah mengikuti standar yang ditentukan IAI dalam menerapkan akuntansi lingkungan sebagai
salah satu pertanggungjawaban lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
data kualitatif dengan mendeskripsikan objek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan
bahwa perusahaan secara umum telah melaksanakan PSAK khususnya no 57 terkait dengan
provisi yang timbul akibat operasi perusahaan, jumlah provisi tersebut tergantung pada
ukuran perusahaan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif
pemecahan masalah pertanggungjawaban lingkungan dalam rangka menambah nilai bagi
perusahaan.
Kata Kunci: Akuntansi Lingkungan, Nilai Perusahaan, Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan, Pertanggungjawaban Lingkungan.
2
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Pandangan konvensional terkait kinerja perusahaan menyatakan bahwa ukuran kinerja
perusahaan adalah laba, perusahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat
memaksimalkan laba untuk kepentingan stockholder. Usaha pokok perusahaan untuk
meningkatkan laba adalah memperbesar volume produksi. Peningkatan volume produksi
dapat dicapai dengan peningkatan penggunaan sumber daya, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia, modal dan kreativitas. Peningkatan volume produksi dapat
menimbulkan dampak negatif berupa eksploitasi sumber daya alam, pembuangan limbah
sembarangan tanpa pengolahan, pencemaran udara, air, dan tanah, yang disebut dengan
kerusakan lingkungan atau eksternalitas. Kerusakan lingkungan di era modern saat ini
semakin meningkat.
Menteri lingkungan hidup RI menyebutkan bahwa ada 305 kasus kerusakan lingkungan
dan hutan. Dari 305 kasus 132 kasus merupakan kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh penambangan logam, agroindustri dan manufaktur yang menyebabkan kerusakan
flora, fauna, tanah dan air, sedangkan 173 kasus adalah kasus konflik lahan dan hak asasi
manusia. (Alifa dkk, 2016). Dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh operasi perusahaan, perusahaan tidak boleh tinggal diam dalam
menghadapi kerusakan tersebut. Berdasarkan teori pemangku kepentingan, perusahaan
memiliki kewajiban lain selain kewajiban yang bersifat ekonomi
(kepada pemegang
saham) yaitu kewajiban non-ekonomi kepada pihak lain yang berkepentingan, hal tersebut
karena kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang diberikan oleh
seluruh pemangku kepentingan; tergantung pada bagaimana perusahaan mengelola
hubungan dengan pelanggan, karyawan, pemasok, masyarakat, komunitas, pemodal, dan
lain-lain (Freeman dan Phillips, 2002). Ainy (2016) menyatakan bahwa perusahaan
dianggap memenuhi kewajiban non-ekonomi tersebut apabila perusahaan melakukan
pertanggungjawaban lingkungan, pertanggungjawaban lingkungan ini pada akhirnya
berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang menjadi penentu kelangsungan hidup
perusahaan.
Pengelolaan pertanggung jawaban lingkungan/sosial harus dikelola sedemikian rupa
agar dapat menciptakan nilai bagi perusahaan khususnya pengeluaran biaya dalam
melaksanakan pertanggung jawaban lingkungan tersebut. Perusahaan harus mengelola
pengeluaran biaya terkait pertanggung jawaban lingkungan, setidaknya pengeluaran biaya
3
tersebut harus mencapai dua aspek yaitu tepat sasaran dan efisien. Tepat sasaran dalam arti
biaya
yang
dikeluarkan
memang
digunakan
untuk
pertanggung
jawaban
lingkungan/perbaikan lingkungan, efisien dalam arti biaya yang dikeluarkan tidak
mempengaruhi laba perusahaan secara signifikan, oleh karena itu pengelolaan biaya terkait
dengan pertanggung jawaban lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan akuntansi
lingkungan, dengan akuntansi lingkungan pengeluaran perusahaan dalam rangka perbaikan
lingkungan dapat dikelola dengan baik agar dapat menciptakan nilai bagi perusahaan.
b. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1) Bagaimana konsep akuntansi lingkungan dalam pertanggungjawaban lingkungan?
2) Bagaimana standar dan implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia?
c. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui konsep akuntansi lingkungan dalam pertanggungjawaban
lingkungan
2) Untuk mengetahui standar dan implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia
d. Manfaat Penelitian
1) Sebagai solusi dalam pemecahan masalah pengelolaan lingkungan
2) Sebagai pengembangan ilmu akuntansi demi kemajuan ilmu pengetahuan
3) Melatih kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian
4) Sebagai referensi bagi peneliti lain yang hendak melaksanakan penelitian mengenai
pengelolaan lingkungan
2. Landasan Teori
a. Teori Legitimasi
Berdasarkan asumsi dasar akuntansi perusahaan didirikan dengan tujuan agar terus
beroperasi dalam jangka panjang dan tidak mengenal penutupan/likuidasi perusahaan
(going concern). Dengan asumsi dasar inilah dapat dijadikan dasar munculnya teori
legitimasi. Dalam jangka panjang perusahaan akan terus beroperasi, dan dalam
masa/tenggang waktu yang dilalui tentunya terjadi banyak perubahan, perubahan inilah
yang harus diantisipasi perusahaan. Perubahan tersebut membutuhkan sikap /norma dan
perlakuan dari para pemegang kepentingan perusahaan, norma dan perlakuan tersebut
harus sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat disekitar
perusahaan berada, dengan demikian perusahaan dapat memperoleh legitimasi. Suaryana
4
(2016) menyebutkan bahwa kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan terhadap
masyarakat sekitar merupakan salah satu upaya mendapatkan legitimasi, perusahaan harus
memenuhi harapan masyarakat, jika harapan masyarakat tidak terpenuhi akan berdampak
pada berkurangnya dukungan/legitimasi masyarakat terhadap perusahaan.
b. Teori Stakeholder
Perusahaan memiliki kewajiban lain selain kewajiban yang bersifat ekonomi (kepada
pemegang saham) yaitu kewajiban non-ekonomi kepada pihak lain yang berkepentingan,
hal tersebut karena kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang
diberikan oleh seluruh pemangku kepentingan; tergantung pada bagaimana perusahaan
mengelola hubungan dengan pelanggan, karyawan, pemasok, masyarakat, komunitas,
pemodal, dan lain-lain (Freeman dan Phillips, 2002).
c. Konsep Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi untuk
mengidentifikasikan, mengakui, mengukur, menilai, menyajikan dan mengungkapkan
komponen-komponen yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan (Mulyani, 2013).
Konsep akuntansi lingkungan berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Perkembangan
akuntansi lingkungan dipicu oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan lingkungan
dan adanya tekanan dari lembaga non-pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan
lingkungan yang disebabkan oleh operasi perusahaan (Agustia, 2010). Akuntansi
lingkungan membantu mengukur performa lingkungan yang terkait dengan peran sosial
yang dilakukan oleh perusahaan termasuk pemahaman, pengukuran dan pengaturan biaya
dan pendapatan lingkungan (Van, 2011). Komponen/faktor pengelolaan lingkungan
tersebut menurut Ikhsan (2008) terdiri dari: biaya konservasi lingkungan (diukur dengan
satuan uang), keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik), dan
keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dalam satuan uang).
Akuntansi sebagai salah satu disiplin ilmu ekonomi memiliki output berupa transaksi
keuangan perusahaan dan output berupa laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya
yang digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan.
5
Gambar 1. Proses pencatatan dan pelaporan transaksi dalam akuntansi keuangan
Sumber: dokumen penulis
Akuntansi lingkungan memiliki input berupa transaksi keuangan/ nonkeuangan yang
berhubungan dengan lingkungan. Lako (2016) menyebutkan bahwa akuntansi tidak hanya
berfokus pada transaksi keuangan tetapi juga berfokus pada transaksi/peristiwa sosial dan
lingkungan yang dilaporkan pada suatu laporan yang berisi informasi sosial dan
lingkungan secara terintegrasi.
Gambar 2. Proses pencatatan dan pelaporan transaksi dalam akuntansi lingkungan
Sumber: dokumen penulis
6
Adapun transaksi yang dapat dikelompokan ke dalam akuntansi lingkungan meliputi
pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi
lingkungan ke dalam pos lingkungan dan praktik bisnis perusahaan, elemen keuangan
sehubungan dengan kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan perusahaan (Suartana
2010) dan kewajiban (utang/provisi) perusahaan yang timbul atas masalah lingkungan
(Pratiwi, 2016). Transaksi sosial dan keuangan tersebut diproses dengan metode yang ada
dalam
ilmu
akuntansi
dan
dilaporkan
secara
terintegrasi
dalam
laporan
pertanggungjawaban lingkungan (CSR) atau dalam laporan lingkungan tersendiri. Laporan
tersebut berguna dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan lingkungan.
3. Metode Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah beberapa perusahaan besar di Indonesia dengan jenis
usaha semen, pertambangan, minyak bumi dan gas alam, perusahaan tersebut adalah PT
Holcim Indonesia Tbk., PT Pertamina (Persero), PT Aneka Tambang Tbk., dan PT Atlas
Resources Tbk. perusahaan tersebut dijadikan objek penelitian untuk melihat sejauh mana
penerapan akuntansi lingkungan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
deskriptif yaitu metode penulisan yang digunakan dalam menyusun tulisan pada kondisi
obyek yang alami dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif.. Penulis
juga menggunakan data sekunder yang kami peroleh dari kajian pustaka, dimana penulis
mengumpulkan data dari buku-buku yang ada, skripsi, jurnal, annual report dan artikel yang
terkait. Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data-data perusahaan
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari laporan tahunan (annual
report) perusahaan yang menjadi objek penelitian
b. Mengidentifikasi elemen-elemen akuntansi lingkungan dalam annual report
Identifikasi elemen tersebut meliputi pos-pos laporan keuangan yang berhubungan dengan
akuntansi lingkungan yang berupa harta, utang, modal, pendapatan dan beban
c. Menganalisis penyajian elemen akuntansi lingkungan
Peneliti mencoba mencari tahu bagaimana penyajian elemen tersebut dalam akuntansi
lingkungan
d. Menarik kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan pada analisis data yang dilakukan sehingga dapat
menggambarkan objek penelitian secara tepat
7
4. Hasil dan Diskusi
a. Standar Akuntansi Lingkungan di Indonesia
Akuntansi lingkungan merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengelola transaksi
keuangan yang berhubungan dengan lingkungan. Fokus utama akuntansi lingkungan
adalah lingkungan, akuntansi lingkungan berusaha untuk mengidentifikasi, mengukur,
melaporkan biaya-biaya dan aset terkait lingkungan atau pengelolaan lingkungan. Di
Indonesia belum ada standar khusus untuk melaksanakan akuntansi lingkungan, akan tetapi
pelaksanaan akuntansi lingkungan saat ini menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi
Lingkungan (PSAK) yang diterbitkan IAI. Ada beberapa pernyataan dalam PSAK yang
dapat dijadikan standar akuntansi lingkungan, antara lain sebagai berikut:
1) PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 1 menyebutkan bahwa laporan mengenai
lingkungan hidup dapat disajikan secara terpisah dari laporan keuangan. PSAK No. 1
yang direvisi pada tahun 2009 diadopsi dari IAS 1: Presentation of Financial Statement.
Menurut PSAk 1 laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan
atas laporan keuangan berisi mengenai kebijakan akuntansi dan penjelasan terkait
dengan pos-pos dalam laporan keuangan, laporan posisi keuangan komparatif. PSAK 1
ini dapat dijadikan standar dalam pelaksanaan akuntansi lingkungan berupa pembuatan
laporan lingkungan hidup di luar laporan keuangan khususnya untuk industri yang
memiliki hubungan erat dengan lingkungan.
2) PSAK No. 57 yang diadopsi dari IAS 37: Provisions, Contingent Liabilities and
Contingent Assets. Menurut PSAK ini perusahaan yang melaksanakan perbaikan
lingkungan misal pemulihan lingkungan karena limbah dapat mencatat biaya pemulihan
tersebut sebagai provisi. Provisi tersebut diukur dengan estimasi terbaik biaya
pemulihan. Provisi diakui sebagai kewajiban atas peristiwa masa lalu, misal
pencemaran lingkungan terjadi pada tahun 2011, maka provisi diakui sebagai provisi
untuk pemulihan lingkungan atas pencemaran yang terjadi pada tahun 2011. “Peristiwa
masa lalu yang menimbulkan kewajiban di masa kini disebut sebagai peristiwa
mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak punya pilihan lain selain
menyelesaikan kewajiban tersebut, baik karena dipaksakan oleh hukum, atau
merupakan kewajiban konstruktif. Provisi dibedakan dari kewajiban lain karena dalam
provisi terdapat ketidakpastian mengenai waktu dan jumlah yang dikeluarkan di masa
depan untuk menyelesaikan provisi tersebut” (Sajiarto, 2011)
8
3) Exposure Draft PSAK No. 64 tepatnya paragraf 10 yang merupakan konvergensi dari
IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources. PSAK ini menimbulkan
pengakuan terhadap kewajiban akibat dari pemindahan dan restorasi yang terjadi selama
periode tertentu sebagai konsekuensi dari eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral.
4) PSAK No. 25 membahas mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi
dan kesalahan. PSAK ini diadopsi dari IAS 8: Accounting Policies, Changes in
Accounting and Errors. PSAK ini terkait denga estimasi yang tidak dapat dikukur
secara tepat. Firoz dan Ansari dalam Sadjiarto (2011) beberapa biaya yang dapat
diestimasi terkait dengan pemulihan lingkungan sebagai berikut:
a) Provisi biaya pembersihan (cleanup costs)
b) Provisi rehabilitasi di industri pertambangan
c) Provisi klaim atas kontinjensi
d) Provisi biaya lingkungan seperti penanggulangan polusi udara, polusi suara, gas dan
limbah berbahaya.
e) Provisi pembelian peralatan untuk mengendalikan polusi.
5) PSAK No. 5 tentang Segmen Operasi, entitas perlu mengungkapkan informasi untuk
memungkinkan pengguna laporan keuangan mengevaluasi sifat dan dampak keuangan
atas aktivitas bisnis yang melibatkan entitas dan lingkungan ekonomi tempat entitas
beroperasi. “Adanya segmen operasi yang dilaporkan berdasarkan wilayah geografis
atau negara akan menampakkan adanya perbedaan lingkungan peraturan yang bisa saja
terkait dengan regulasi di bidang lingkungan hidup. Hal ini sinkron dengan informasi
yang disyaratkan oleh GRI yaitu informasi mengenai Negara atau wilayah yang
memberikan (i) kontribusi pendapatan minimal 5% dari total pendapatan, (ii) kontribusi
beban minimal 5% dari total pendapatan. Dalam PSAK No 5 prosentase yang dianggap
signifikan adalah 10%. PSAK No. 5 ini diadopsi dari IFRS 8: Operating Segment”
(Sadjiarto, 2011)
b. Implementasi Akuntansi Lingkungan di Indonesia
Akuntansi lingkungan lebih tepat diterapkan pada perusahaan yang memiliki dampak
langsung terhadap lingkungan. Oleh karena itu untuk melihat dan mengamati sejauh
mana impelentasi akuntansi lingkungan di Indonesia penulis mengambil sample empat
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri semen (PT Holcim Indnesia Tbk),
minyak bumi (PT Pertamina Persero), Pertambangan (PT Aneka Tambang Tbk) dan
batu bara (PT Atlas Resources Tbk.). Berdasarkan telaah terhadap laporan keuangan
tahun 2015 masing-masing perusahaan tersebut ditemukan hasil sebagai berikut:
9
1) PT Holcim Indonesia Tbk.
Holcim Indonesia (HIL) adalah perusahaan penyedia layanan dan bahan bangunan
berbasis semen yang kegiatan usahanya berlangsung di dua pulau Jawa dan Sumatra.
Perusahaan memasok produk untuk memenuhi kebutuhan pasar ritel dan perumahan
serta proyek pembangunan prasarana dan umum di dalam negeri. Kapasitas produksi
gabungan HIL dan entitas anak mencapai 15 juta ton. Perusahaan menjalankan unit
usaha:
• Empat pabrik semen di Jawa, yakni di Narogong (NAR), Cilacap (CIL), Tuban
(TUB) dan Lhoknga (LHO.
• Satu fasilitas penggilingan semen: di Ciwandan (CWD), Jawa Barat.
• Holcim Beton (HB), entitas anak yang mengoperasikan beberapa tambang agregat
terbesar di Indonesia dan jaringan unit produksi beton siap-pakai.
Berdasarkan laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) PT Holcim Indonesia telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya
penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi.
PT Holcim Indonesia Tbk. melaporkan provisi untuk restorasi kuari sebesar Rp.
43.887.000.000,00
Gambar 3. Provisi untuk restorasi kuari dalam laporan keuangan PT Holcim
Indonesia Tbk tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2015
10
2) PT Pertamina (Persero)
Berdasarkan laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) PT Pertamina (Persero) telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya
penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi.
PT Pertamina (Persero) melaporkan provisi pembongkaran dan restorasi sebesar
Rp. 1.925.585.000.000
Gambar 4. Provisi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
b) PT Pertamina (Persero) mengakui beban eksplorasi sebesar Rp. 158.096.000.000
Gambar 5. Beban eksplorasi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero)
tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
11
Beban eksplorasi tersebut secara rinci dilaporkan dalam catatan atas laporan
keuangan sebagai berikut:
Gambar 6. Rincian beban eksplorasi dalam laporan keuangan PT Pertamina
(Persero) tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
3) PT Aneka Tambang Tbk.
Berdasarkan laporan keuangan PT Aneka Tambang Tbk. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) PT Aneka Tambang Tbk telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya
penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi.
PT Aneka Tambang Tbk melaporkan provisi sebesar Rp. 232.701.864.000.000
Gambar 7. Provisi laporan keuangan tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Aneka Tambang Tbk. tahun 2015
12
4) PT Atlas Resources Tbk.
Berdiri sejak 26 Januari 2007, PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) adalah salah
satu produsen batubara yang cukup dikenal di Indonesia. Dalam perjalanan usahanya
selama kurun waktu delapan tahun, Perseroan mengalami pertumbuhan bisnis yang
pesat menyusul dilakukannya aksi akuisisi, eksplorasi dan pengembangan, dengan
fokus awal pada wilayah pertambangan batubara regional berskala kecil.
Berdasarkan laporan keuangan PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a) PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) telah melaksanakan akuntansi lingkungan
khususnya penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset
kontinjensi. PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) melaporkan provisi sebesar
Rp. 3.933.000.000
Gambar 7. Provisi dalam laporan keuangan PT Atlas Resources Tbk tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Atlas Resources Tbk. tahun 2015
7. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia telah
menerapkan akuntansi lingkungan khususnya PSAK no. No. 57 tentang provisi, utang
kontinjensi dan aset kontinjensi dibuktikan dengan adanya provisi terkait dengan
pemulihan kondisi lingkungan. Provisi ini timbul karena adanya kewajiban perusahaan
untuk melakukan pemulihan lingkungan setelah akrivitas operasi. Dari pemaparan diatas
juga dapat disimpulkan bahwa semakin besar usaha perusahaan semakin besar pula provis
yang timbul dari operasi perusahaan tersebut.
8. Rekomendasi dan Saran
Penelitian ini memastikan apakah perusahaan di Indonesia telah mengikuti standar yang
ditentukan IAI terkait dengan pengelolaan biaya lingkungan. Mengingat belum ada standar
yang khusu mengatur akuntansi lingkungan, diharapkan peneliti selanjutnya dapat
mengusulkan desain mengenai standar dan praktek akuntansi lingkungan
13
Daftar Pustaka
Agustia, D 2010, „Pelaporan Biaya Lingkungan Sebagai Alat Bantu Bagi Pengambilan
Keputusan yang Berkaitan Dengan Pengelolaan Lingkungan‟, Jurnal Akuntansi
Akrual, vol. 1, no 2, hh. 80-100.
Ainy, Rintan Nuzul dan Zuni, B 2016, „Tata Kelola Perusahaan, Pertanggungjawaban
Lingkungan, Dan Kinerja Perusahaan: Bukti Empiris Di Indonesia Dan Malaysia‟,
dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27
Agustus 2016.
Alifa, Finandita Putri, Bambang Agus Pramuka dan Negina Kencono, P 2016, „The
Influence of CSR Disclosure on Abnormal Return Mining Companies Listed in
Indonesia Stock Exchange‟, dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional
Akuntansi XIX, Lampung, 24-27 Agustus 2016.
Sadjiarto, Ardja, 2011, Pelaporan Aktivitas Lingkungan Dan Akuntansi Lingkungan,
dokumen dipresentasikan di Seminar Lingkungan Hidup.
Freeman, R, E & Phillips, R, A 2002, „Stakeholder Theory : A Libertarian Defense‟,
Business Ethics Quarterly, vol. 12, no. 3, hh. 331–349.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2015, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Revisi 2015,
Jakarta : IAI
Ikhsan, A, 2008, Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya, Salemba Empat, Jakarta.
Lako, A 2016, „Transformasi Menuju Akuntansi Hijau: Desain Konsep dan Praktek‟,
dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27
Agustus 2016.
Mulyani, Nita, S 2013, „Analisis Penerapan Akuntansi Biaya Lingkungan Pada Pabrik
Gondorukem Dan Terpentin (PGT) Garahan – Jember, Skripsi SE, Universitas
Jember.
PT Aneka Tambang Tbk, Annual Report 2015
PT Atlas Resources TBk, Annual Report 2015
PT Holcim Indonesia Tbk., Annual Report 2015
PT Pertamina (Persero), Annual Report 2015
Suartana, I, W 2010, „Akuntansi Lingkungan dan Tripple
Accounting: Paradigma Baru Akuntansi Bernilai Tambah‟
Lestari, vol. 10, no. 1, hh. 105 - 112.
Bottom Line
Jurnal Bumi
Van, H 2011, „Environmental Accounting- A New Challenge for the Accounting System‟,
Focus on Accounting, vol. 41, no. 56, hh. 437-452.
14
15
SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN LINGKUNGAN:
STANDAR DAN IMPELEMENTASI DI INDONESIA
Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
ACCRUED
(Accounting Competition and Remarkable Discussion)
Diusulkan oleh:
David Indra Gunawan
7211415003/2015
Nurul Holifah
7211414061/2014
Asmara Tampi
7211414025/2014
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2017
1
AKUNTANSI LINGKUNGAN
SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN LINGKUNGAN:
STANDAR DAN IMPELEMENTASI DI INDONESIA
David Indra Gunawan1, Nurul Holifah2, Asmara Tampi3
1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
2
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
3
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Di era yang semakin modern, dunia industri terus berkembang dan semakin kompleks.
Perkembangan tersebut memberikan dampak terhadap unsur-unsur lain di sekitar industri
tersebut berada khususnya lingkungan. Industri yang semakin maju berdampak pada semakin
parahnya kerusakan lingkungan akibat pencemaran limbah, penambangan, eksplorasi minyak
bumi dan batu bara dan lain-lain. Ikatan Akuntan Indonesia telah mengeluarkan beberapa
PSAK terkait dengan akuntansi lingkungan. Dengan dikeluarkannya PSAK tersebut dunia
industri mau tidak mau harus mengikuti apa yang telah diatur dalam PSAK tersebut. PSAK
terkait akuntansi lingkungan dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin bahwa perusahaan
telah melaksanakan kewajibannya dalam pemulihan kerusakan lingkungan akibat operasi
perusahaan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menjamin bahwa perusahaan
telah mengikuti standar yang ditentukan IAI dalam menerapkan akuntansi lingkungan sebagai
salah satu pertanggungjawaban lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
data kualitatif dengan mendeskripsikan objek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan
bahwa perusahaan secara umum telah melaksanakan PSAK khususnya no 57 terkait dengan
provisi yang timbul akibat operasi perusahaan, jumlah provisi tersebut tergantung pada
ukuran perusahaan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif
pemecahan masalah pertanggungjawaban lingkungan dalam rangka menambah nilai bagi
perusahaan.
Kata Kunci: Akuntansi Lingkungan, Nilai Perusahaan, Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan, Pertanggungjawaban Lingkungan.
2
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Pandangan konvensional terkait kinerja perusahaan menyatakan bahwa ukuran kinerja
perusahaan adalah laba, perusahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat
memaksimalkan laba untuk kepentingan stockholder. Usaha pokok perusahaan untuk
meningkatkan laba adalah memperbesar volume produksi. Peningkatan volume produksi
dapat dicapai dengan peningkatan penggunaan sumber daya, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia, modal dan kreativitas. Peningkatan volume produksi dapat
menimbulkan dampak negatif berupa eksploitasi sumber daya alam, pembuangan limbah
sembarangan tanpa pengolahan, pencemaran udara, air, dan tanah, yang disebut dengan
kerusakan lingkungan atau eksternalitas. Kerusakan lingkungan di era modern saat ini
semakin meningkat.
Menteri lingkungan hidup RI menyebutkan bahwa ada 305 kasus kerusakan lingkungan
dan hutan. Dari 305 kasus 132 kasus merupakan kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh penambangan logam, agroindustri dan manufaktur yang menyebabkan kerusakan
flora, fauna, tanah dan air, sedangkan 173 kasus adalah kasus konflik lahan dan hak asasi
manusia. (Alifa dkk, 2016). Dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh operasi perusahaan, perusahaan tidak boleh tinggal diam dalam
menghadapi kerusakan tersebut. Berdasarkan teori pemangku kepentingan, perusahaan
memiliki kewajiban lain selain kewajiban yang bersifat ekonomi
(kepada pemegang
saham) yaitu kewajiban non-ekonomi kepada pihak lain yang berkepentingan, hal tersebut
karena kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang diberikan oleh
seluruh pemangku kepentingan; tergantung pada bagaimana perusahaan mengelola
hubungan dengan pelanggan, karyawan, pemasok, masyarakat, komunitas, pemodal, dan
lain-lain (Freeman dan Phillips, 2002). Ainy (2016) menyatakan bahwa perusahaan
dianggap memenuhi kewajiban non-ekonomi tersebut apabila perusahaan melakukan
pertanggungjawaban lingkungan, pertanggungjawaban lingkungan ini pada akhirnya
berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang menjadi penentu kelangsungan hidup
perusahaan.
Pengelolaan pertanggung jawaban lingkungan/sosial harus dikelola sedemikian rupa
agar dapat menciptakan nilai bagi perusahaan khususnya pengeluaran biaya dalam
melaksanakan pertanggung jawaban lingkungan tersebut. Perusahaan harus mengelola
pengeluaran biaya terkait pertanggung jawaban lingkungan, setidaknya pengeluaran biaya
3
tersebut harus mencapai dua aspek yaitu tepat sasaran dan efisien. Tepat sasaran dalam arti
biaya
yang
dikeluarkan
memang
digunakan
untuk
pertanggung
jawaban
lingkungan/perbaikan lingkungan, efisien dalam arti biaya yang dikeluarkan tidak
mempengaruhi laba perusahaan secara signifikan, oleh karena itu pengelolaan biaya terkait
dengan pertanggung jawaban lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan akuntansi
lingkungan, dengan akuntansi lingkungan pengeluaran perusahaan dalam rangka perbaikan
lingkungan dapat dikelola dengan baik agar dapat menciptakan nilai bagi perusahaan.
b. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1) Bagaimana konsep akuntansi lingkungan dalam pertanggungjawaban lingkungan?
2) Bagaimana standar dan implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia?
c. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui konsep akuntansi lingkungan dalam pertanggungjawaban
lingkungan
2) Untuk mengetahui standar dan implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia
d. Manfaat Penelitian
1) Sebagai solusi dalam pemecahan masalah pengelolaan lingkungan
2) Sebagai pengembangan ilmu akuntansi demi kemajuan ilmu pengetahuan
3) Melatih kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian
4) Sebagai referensi bagi peneliti lain yang hendak melaksanakan penelitian mengenai
pengelolaan lingkungan
2. Landasan Teori
a. Teori Legitimasi
Berdasarkan asumsi dasar akuntansi perusahaan didirikan dengan tujuan agar terus
beroperasi dalam jangka panjang dan tidak mengenal penutupan/likuidasi perusahaan
(going concern). Dengan asumsi dasar inilah dapat dijadikan dasar munculnya teori
legitimasi. Dalam jangka panjang perusahaan akan terus beroperasi, dan dalam
masa/tenggang waktu yang dilalui tentunya terjadi banyak perubahan, perubahan inilah
yang harus diantisipasi perusahaan. Perubahan tersebut membutuhkan sikap /norma dan
perlakuan dari para pemegang kepentingan perusahaan, norma dan perlakuan tersebut
harus sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat disekitar
perusahaan berada, dengan demikian perusahaan dapat memperoleh legitimasi. Suaryana
4
(2016) menyebutkan bahwa kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan terhadap
masyarakat sekitar merupakan salah satu upaya mendapatkan legitimasi, perusahaan harus
memenuhi harapan masyarakat, jika harapan masyarakat tidak terpenuhi akan berdampak
pada berkurangnya dukungan/legitimasi masyarakat terhadap perusahaan.
b. Teori Stakeholder
Perusahaan memiliki kewajiban lain selain kewajiban yang bersifat ekonomi (kepada
pemegang saham) yaitu kewajiban non-ekonomi kepada pihak lain yang berkepentingan,
hal tersebut karena kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang
diberikan oleh seluruh pemangku kepentingan; tergantung pada bagaimana perusahaan
mengelola hubungan dengan pelanggan, karyawan, pemasok, masyarakat, komunitas,
pemodal, dan lain-lain (Freeman dan Phillips, 2002).
c. Konsep Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi untuk
mengidentifikasikan, mengakui, mengukur, menilai, menyajikan dan mengungkapkan
komponen-komponen yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan (Mulyani, 2013).
Konsep akuntansi lingkungan berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Perkembangan
akuntansi lingkungan dipicu oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan lingkungan
dan adanya tekanan dari lembaga non-pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan
lingkungan yang disebabkan oleh operasi perusahaan (Agustia, 2010). Akuntansi
lingkungan membantu mengukur performa lingkungan yang terkait dengan peran sosial
yang dilakukan oleh perusahaan termasuk pemahaman, pengukuran dan pengaturan biaya
dan pendapatan lingkungan (Van, 2011). Komponen/faktor pengelolaan lingkungan
tersebut menurut Ikhsan (2008) terdiri dari: biaya konservasi lingkungan (diukur dengan
satuan uang), keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik), dan
keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dalam satuan uang).
Akuntansi sebagai salah satu disiplin ilmu ekonomi memiliki output berupa transaksi
keuangan perusahaan dan output berupa laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya
yang digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan.
5
Gambar 1. Proses pencatatan dan pelaporan transaksi dalam akuntansi keuangan
Sumber: dokumen penulis
Akuntansi lingkungan memiliki input berupa transaksi keuangan/ nonkeuangan yang
berhubungan dengan lingkungan. Lako (2016) menyebutkan bahwa akuntansi tidak hanya
berfokus pada transaksi keuangan tetapi juga berfokus pada transaksi/peristiwa sosial dan
lingkungan yang dilaporkan pada suatu laporan yang berisi informasi sosial dan
lingkungan secara terintegrasi.
Gambar 2. Proses pencatatan dan pelaporan transaksi dalam akuntansi lingkungan
Sumber: dokumen penulis
6
Adapun transaksi yang dapat dikelompokan ke dalam akuntansi lingkungan meliputi
pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi
lingkungan ke dalam pos lingkungan dan praktik bisnis perusahaan, elemen keuangan
sehubungan dengan kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan perusahaan (Suartana
2010) dan kewajiban (utang/provisi) perusahaan yang timbul atas masalah lingkungan
(Pratiwi, 2016). Transaksi sosial dan keuangan tersebut diproses dengan metode yang ada
dalam
ilmu
akuntansi
dan
dilaporkan
secara
terintegrasi
dalam
laporan
pertanggungjawaban lingkungan (CSR) atau dalam laporan lingkungan tersendiri. Laporan
tersebut berguna dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan lingkungan.
3. Metode Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah beberapa perusahaan besar di Indonesia dengan jenis
usaha semen, pertambangan, minyak bumi dan gas alam, perusahaan tersebut adalah PT
Holcim Indonesia Tbk., PT Pertamina (Persero), PT Aneka Tambang Tbk., dan PT Atlas
Resources Tbk. perusahaan tersebut dijadikan objek penelitian untuk melihat sejauh mana
penerapan akuntansi lingkungan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
deskriptif yaitu metode penulisan yang digunakan dalam menyusun tulisan pada kondisi
obyek yang alami dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif.. Penulis
juga menggunakan data sekunder yang kami peroleh dari kajian pustaka, dimana penulis
mengumpulkan data dari buku-buku yang ada, skripsi, jurnal, annual report dan artikel yang
terkait. Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data-data perusahaan
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari laporan tahunan (annual
report) perusahaan yang menjadi objek penelitian
b. Mengidentifikasi elemen-elemen akuntansi lingkungan dalam annual report
Identifikasi elemen tersebut meliputi pos-pos laporan keuangan yang berhubungan dengan
akuntansi lingkungan yang berupa harta, utang, modal, pendapatan dan beban
c. Menganalisis penyajian elemen akuntansi lingkungan
Peneliti mencoba mencari tahu bagaimana penyajian elemen tersebut dalam akuntansi
lingkungan
d. Menarik kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan pada analisis data yang dilakukan sehingga dapat
menggambarkan objek penelitian secara tepat
7
4. Hasil dan Diskusi
a. Standar Akuntansi Lingkungan di Indonesia
Akuntansi lingkungan merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengelola transaksi
keuangan yang berhubungan dengan lingkungan. Fokus utama akuntansi lingkungan
adalah lingkungan, akuntansi lingkungan berusaha untuk mengidentifikasi, mengukur,
melaporkan biaya-biaya dan aset terkait lingkungan atau pengelolaan lingkungan. Di
Indonesia belum ada standar khusus untuk melaksanakan akuntansi lingkungan, akan tetapi
pelaksanaan akuntansi lingkungan saat ini menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi
Lingkungan (PSAK) yang diterbitkan IAI. Ada beberapa pernyataan dalam PSAK yang
dapat dijadikan standar akuntansi lingkungan, antara lain sebagai berikut:
1) PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 1 menyebutkan bahwa laporan mengenai
lingkungan hidup dapat disajikan secara terpisah dari laporan keuangan. PSAK No. 1
yang direvisi pada tahun 2009 diadopsi dari IAS 1: Presentation of Financial Statement.
Menurut PSAk 1 laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan
atas laporan keuangan berisi mengenai kebijakan akuntansi dan penjelasan terkait
dengan pos-pos dalam laporan keuangan, laporan posisi keuangan komparatif. PSAK 1
ini dapat dijadikan standar dalam pelaksanaan akuntansi lingkungan berupa pembuatan
laporan lingkungan hidup di luar laporan keuangan khususnya untuk industri yang
memiliki hubungan erat dengan lingkungan.
2) PSAK No. 57 yang diadopsi dari IAS 37: Provisions, Contingent Liabilities and
Contingent Assets. Menurut PSAK ini perusahaan yang melaksanakan perbaikan
lingkungan misal pemulihan lingkungan karena limbah dapat mencatat biaya pemulihan
tersebut sebagai provisi. Provisi tersebut diukur dengan estimasi terbaik biaya
pemulihan. Provisi diakui sebagai kewajiban atas peristiwa masa lalu, misal
pencemaran lingkungan terjadi pada tahun 2011, maka provisi diakui sebagai provisi
untuk pemulihan lingkungan atas pencemaran yang terjadi pada tahun 2011. “Peristiwa
masa lalu yang menimbulkan kewajiban di masa kini disebut sebagai peristiwa
mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak punya pilihan lain selain
menyelesaikan kewajiban tersebut, baik karena dipaksakan oleh hukum, atau
merupakan kewajiban konstruktif. Provisi dibedakan dari kewajiban lain karena dalam
provisi terdapat ketidakpastian mengenai waktu dan jumlah yang dikeluarkan di masa
depan untuk menyelesaikan provisi tersebut” (Sajiarto, 2011)
8
3) Exposure Draft PSAK No. 64 tepatnya paragraf 10 yang merupakan konvergensi dari
IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources. PSAK ini menimbulkan
pengakuan terhadap kewajiban akibat dari pemindahan dan restorasi yang terjadi selama
periode tertentu sebagai konsekuensi dari eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral.
4) PSAK No. 25 membahas mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi
dan kesalahan. PSAK ini diadopsi dari IAS 8: Accounting Policies, Changes in
Accounting and Errors. PSAK ini terkait denga estimasi yang tidak dapat dikukur
secara tepat. Firoz dan Ansari dalam Sadjiarto (2011) beberapa biaya yang dapat
diestimasi terkait dengan pemulihan lingkungan sebagai berikut:
a) Provisi biaya pembersihan (cleanup costs)
b) Provisi rehabilitasi di industri pertambangan
c) Provisi klaim atas kontinjensi
d) Provisi biaya lingkungan seperti penanggulangan polusi udara, polusi suara, gas dan
limbah berbahaya.
e) Provisi pembelian peralatan untuk mengendalikan polusi.
5) PSAK No. 5 tentang Segmen Operasi, entitas perlu mengungkapkan informasi untuk
memungkinkan pengguna laporan keuangan mengevaluasi sifat dan dampak keuangan
atas aktivitas bisnis yang melibatkan entitas dan lingkungan ekonomi tempat entitas
beroperasi. “Adanya segmen operasi yang dilaporkan berdasarkan wilayah geografis
atau negara akan menampakkan adanya perbedaan lingkungan peraturan yang bisa saja
terkait dengan regulasi di bidang lingkungan hidup. Hal ini sinkron dengan informasi
yang disyaratkan oleh GRI yaitu informasi mengenai Negara atau wilayah yang
memberikan (i) kontribusi pendapatan minimal 5% dari total pendapatan, (ii) kontribusi
beban minimal 5% dari total pendapatan. Dalam PSAK No 5 prosentase yang dianggap
signifikan adalah 10%. PSAK No. 5 ini diadopsi dari IFRS 8: Operating Segment”
(Sadjiarto, 2011)
b. Implementasi Akuntansi Lingkungan di Indonesia
Akuntansi lingkungan lebih tepat diterapkan pada perusahaan yang memiliki dampak
langsung terhadap lingkungan. Oleh karena itu untuk melihat dan mengamati sejauh
mana impelentasi akuntansi lingkungan di Indonesia penulis mengambil sample empat
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri semen (PT Holcim Indnesia Tbk),
minyak bumi (PT Pertamina Persero), Pertambangan (PT Aneka Tambang Tbk) dan
batu bara (PT Atlas Resources Tbk.). Berdasarkan telaah terhadap laporan keuangan
tahun 2015 masing-masing perusahaan tersebut ditemukan hasil sebagai berikut:
9
1) PT Holcim Indonesia Tbk.
Holcim Indonesia (HIL) adalah perusahaan penyedia layanan dan bahan bangunan
berbasis semen yang kegiatan usahanya berlangsung di dua pulau Jawa dan Sumatra.
Perusahaan memasok produk untuk memenuhi kebutuhan pasar ritel dan perumahan
serta proyek pembangunan prasarana dan umum di dalam negeri. Kapasitas produksi
gabungan HIL dan entitas anak mencapai 15 juta ton. Perusahaan menjalankan unit
usaha:
• Empat pabrik semen di Jawa, yakni di Narogong (NAR), Cilacap (CIL), Tuban
(TUB) dan Lhoknga (LHO.
• Satu fasilitas penggilingan semen: di Ciwandan (CWD), Jawa Barat.
• Holcim Beton (HB), entitas anak yang mengoperasikan beberapa tambang agregat
terbesar di Indonesia dan jaringan unit produksi beton siap-pakai.
Berdasarkan laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) PT Holcim Indonesia telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya
penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi.
PT Holcim Indonesia Tbk. melaporkan provisi untuk restorasi kuari sebesar Rp.
43.887.000.000,00
Gambar 3. Provisi untuk restorasi kuari dalam laporan keuangan PT Holcim
Indonesia Tbk tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2015
10
2) PT Pertamina (Persero)
Berdasarkan laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) PT Pertamina (Persero) telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya
penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi.
PT Pertamina (Persero) melaporkan provisi pembongkaran dan restorasi sebesar
Rp. 1.925.585.000.000
Gambar 4. Provisi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
b) PT Pertamina (Persero) mengakui beban eksplorasi sebesar Rp. 158.096.000.000
Gambar 5. Beban eksplorasi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero)
tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
11
Beban eksplorasi tersebut secara rinci dilaporkan dalam catatan atas laporan
keuangan sebagai berikut:
Gambar 6. Rincian beban eksplorasi dalam laporan keuangan PT Pertamina
(Persero) tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015
3) PT Aneka Tambang Tbk.
Berdasarkan laporan keuangan PT Aneka Tambang Tbk. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) PT Aneka Tambang Tbk telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya
penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi.
PT Aneka Tambang Tbk melaporkan provisi sebesar Rp. 232.701.864.000.000
Gambar 7. Provisi laporan keuangan tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Aneka Tambang Tbk. tahun 2015
12
4) PT Atlas Resources Tbk.
Berdiri sejak 26 Januari 2007, PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) adalah salah
satu produsen batubara yang cukup dikenal di Indonesia. Dalam perjalanan usahanya
selama kurun waktu delapan tahun, Perseroan mengalami pertumbuhan bisnis yang
pesat menyusul dilakukannya aksi akuisisi, eksplorasi dan pengembangan, dengan
fokus awal pada wilayah pertambangan batubara regional berskala kecil.
Berdasarkan laporan keuangan PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a) PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) telah melaksanakan akuntansi lingkungan
khususnya penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset
kontinjensi. PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) melaporkan provisi sebesar
Rp. 3.933.000.000
Gambar 7. Provisi dalam laporan keuangan PT Atlas Resources Tbk tahun 2015
Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Atlas Resources Tbk. tahun 2015
7. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia telah
menerapkan akuntansi lingkungan khususnya PSAK no. No. 57 tentang provisi, utang
kontinjensi dan aset kontinjensi dibuktikan dengan adanya provisi terkait dengan
pemulihan kondisi lingkungan. Provisi ini timbul karena adanya kewajiban perusahaan
untuk melakukan pemulihan lingkungan setelah akrivitas operasi. Dari pemaparan diatas
juga dapat disimpulkan bahwa semakin besar usaha perusahaan semakin besar pula provis
yang timbul dari operasi perusahaan tersebut.
8. Rekomendasi dan Saran
Penelitian ini memastikan apakah perusahaan di Indonesia telah mengikuti standar yang
ditentukan IAI terkait dengan pengelolaan biaya lingkungan. Mengingat belum ada standar
yang khusu mengatur akuntansi lingkungan, diharapkan peneliti selanjutnya dapat
mengusulkan desain mengenai standar dan praktek akuntansi lingkungan
13
Daftar Pustaka
Agustia, D 2010, „Pelaporan Biaya Lingkungan Sebagai Alat Bantu Bagi Pengambilan
Keputusan yang Berkaitan Dengan Pengelolaan Lingkungan‟, Jurnal Akuntansi
Akrual, vol. 1, no 2, hh. 80-100.
Ainy, Rintan Nuzul dan Zuni, B 2016, „Tata Kelola Perusahaan, Pertanggungjawaban
Lingkungan, Dan Kinerja Perusahaan: Bukti Empiris Di Indonesia Dan Malaysia‟,
dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27
Agustus 2016.
Alifa, Finandita Putri, Bambang Agus Pramuka dan Negina Kencono, P 2016, „The
Influence of CSR Disclosure on Abnormal Return Mining Companies Listed in
Indonesia Stock Exchange‟, dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional
Akuntansi XIX, Lampung, 24-27 Agustus 2016.
Sadjiarto, Ardja, 2011, Pelaporan Aktivitas Lingkungan Dan Akuntansi Lingkungan,
dokumen dipresentasikan di Seminar Lingkungan Hidup.
Freeman, R, E & Phillips, R, A 2002, „Stakeholder Theory : A Libertarian Defense‟,
Business Ethics Quarterly, vol. 12, no. 3, hh. 331–349.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2015, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Revisi 2015,
Jakarta : IAI
Ikhsan, A, 2008, Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya, Salemba Empat, Jakarta.
Lako, A 2016, „Transformasi Menuju Akuntansi Hijau: Desain Konsep dan Praktek‟,
dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27
Agustus 2016.
Mulyani, Nita, S 2013, „Analisis Penerapan Akuntansi Biaya Lingkungan Pada Pabrik
Gondorukem Dan Terpentin (PGT) Garahan – Jember, Skripsi SE, Universitas
Jember.
PT Aneka Tambang Tbk, Annual Report 2015
PT Atlas Resources TBk, Annual Report 2015
PT Holcim Indonesia Tbk., Annual Report 2015
PT Pertamina (Persero), Annual Report 2015
Suartana, I, W 2010, „Akuntansi Lingkungan dan Tripple
Accounting: Paradigma Baru Akuntansi Bernilai Tambah‟
Lestari, vol. 10, no. 1, hh. 105 - 112.
Bottom Line
Jurnal Bumi
Van, H 2011, „Environmental Accounting- A New Challenge for the Accounting System‟,
Focus on Accounting, vol. 41, no. 56, hh. 437-452.
14
15