Konsep Operasionalisasi Kebijakan Nasion. ppt
Konsep Operasionalisasi
Kebijakan Nasional
AMPL Berbasis Masyarakat
di Daerah
Sinergi Pokjanas AMPL dg PAMSIMAS
Tujuan
Adopsi dan implementasi Kebijakan
Nasional (AMPL), dalam rangka
keberlanjutan pelayanan dan efektifitas
penggunaan sarana yang dibangun melalui
Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah
dalam Pengelolaan Pembangunan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan
(AMPL) Berbasis Masyarakat
Pendekatan
Demand Responsive (tanggap kebutuhan)
bantuan teknis hanya diberikan kepada
pemerintah daerah yang berminat
Partisipatif proses bantuan teknis
dilakukan melalui pendekatan yang tidak
menggurui, tetapi memberikan ruang
kepada semua daerah untuk terlibat aktif
dalam proses
Pendekatan
Inclusive diupayakan seluruh
stakeholder daerah, baik dinas terkait,
LSM, Perguruan Tinggi, masyarakat,
terlibat dalam pelaksanaan program
Fasilitatif Pokja AMPL Nasional dengan
bantuan WASPOLA bertindak sebagai
fasilitator yang mendorong keaktifan Pokja
AMPL daerah dalam menyusun,
melaksanakan, dan mengkoordinasikan
agenda atau kegiatan
Tahapan
Pemahaman melalui fasilitasi, daerah
didorong untuk memahami isu dan
permasalahan AMPL di daerahnya.
Kegiatan yang dilakukan adalah lokakarya
stakeholder dan diskusi kelompok kerja
Tahapan
Pendalaman (internalisasi)
menindaklanjuti pemahaman masalah
dengan menyusun rencana aksi. Kegiatan
yang dilaksanakan dapat dimulai dengan
kajian keberhasilan dan kegagalan
pembangunan AMPL di daerah, kegiatan
koordinasi antardinas, dialog, dan rapat
kerja.
Tahapan
Kerja mandiri (aktualisasi) daerah
diharapkan dapat melakukan kegiatan
yang dipandang bermanfaat dalam upaya
perbaikan pembangunan AMPL di
daerahnya, dengan inisiatif dan
pendanaan sendiri. Misalnya pembenahan
data, penyusunan strategi komuniksi dan
advokasi.
Output (1)
Adopsi dan operasionalisasi Kebijakan
dengan indikator:
Terbentuk dan berfungsinya Kelompok Kerja
(Pokja) AMPL daerah yang bertugas mengawal
proses adopsi dan implementasi Kebijakan
Tersedianya rencana Kelompok Kerja daerah
baik tahunan maupun jangka yang lebih
panjang
Output (2)
Tersedianya produk perencanaan
pembangunan AMPL yang mengadopsi
pokok-pokok Kebijakan (misalnya Renstra
AMPL)
Outcome (sangat didorong)
Pengarusutamaan Kebijakan dengan
indikator:
Adanya kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan sesuai dengan prinsip
Kebijakan. Misalnya penerapan partisipasi
masyarakat dalam proyek pembangunan
sarana air minum di perdesaan dengan
dana APBD.
Outcome (sangat didorong)
Tersedianya dukungan bagi pelaksanaan
proyek dari pihak luar, seperti LSM, donor,
termasuk dari pemerintah, seperti WSLIC2
dan PAMSIMAS.
Tersedianya rencana untuk proses
keberlanjutan proyek-proyek di atas,
termasuk dalam monitoring selama dan pasca
konstruksi, serta replikasinya di lokasi lain
yang belum terlayani
Alur Fasilitasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
Diseminasi
DiseminasiKeKebijakan
bijakanNasio-nal
Nasio-nal
AMPL-BM
AMPL-BM
Pemahaman
PemahamanKebijakan
Kebijakan
dan
danIdentifikasi
IdentifikasiIsu
Isu
AMPL
AMPL
1
4
Penggalangan
Penggalangan
dukungan
dukunganpim-pinan
pim-pinan
daerah
daerah
Lokakarya Operasionalisasi
Kebijakan
Pengembangan
PengembanganRencana
Rencana
Pemba-ngunan
Pemba-ngunanAMPL
AMPL
Daerah
Daerah
Pendalaman
PendalamanKebijakan
Kebijakan
a
2
5
Kajian keberlanjutan & kegagalan
sarana AMPL
daerah
Kajian pengelolaan data &
informasi AMPL
daerah
Penyiapan
PenyiapanKelompok
Kelompok
Kerja
KerjaAMPL
AMPLDaerah
Daerah
Kajian investasi
& alternatif
pendanaanAMPL
daerah
3
Penilaian diri
(self assesment)
Pemantapan
PemantapanRencana
Rencana
Kerja
KerjaPokja
PokjaAMPL
AMPL
6
b
Kesepakatan Penyusunan Rencana
Pembangunan
AMPL-BM
7
Lokakarya Konsolidasi Hasil Pelaksanaan Kebijakan
f
c
d
Penyusunan
dokumen Renstra
AMPL-BM
g
e
Finalisasi Rencana
Strategis AMPL
A
Lokakarya&orientasi
Lokakarya&orientasi
MPA
MPA PHAST
PHAST
C
Sosialisasi &
dialog publik
Pelatihan
Pelatihan keterampilan
keterampilan B
dasar
dasar fasilitasi
fasilitasi
Pelatihan
Pelatihan penyusunpenyusunan
an Renstra
Renstra AMPL
AMPL
D
Acuan SKPD
Lokalatih
Lokalatih OperasioOperasionalisasi
nalisasi
Kebijakanebijakan
Kebijakanebijakan
Lokakarya/pelatihan
Lokakarya/pelatihan
CLTS
CLTS
E
Penyempurn
aan rensta
Monitoring
dan evaluasi
Legalitas
renstra
Umpan balik
h
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (1)
Fakta bahwa organisasi proyek seringkali
eksklusif, tidak melibatkan stakeholder
luas di daerah. Hal ini menyebabkan tidak
terinformasikannya kegiatan
pembangunan, yang akhirnya menyulitkan
dalam tindak lanjut pembinaan pasca
konstruksi
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (2)
Fakta bahwa koordinasi antar dinas di daerah
dalam pembangunan AMPL seringkali tidak
berjalan. Sehingga asumsi-asumsi bahwa serah
terima proyek adalah urusan nanti, adalah keliru
besar
Exit strategy adalah kegiatan di akhir proyek,
tetapi kalau tidak disiapkan sejak dini, yang
terjadi hanya exit untuk proyek, bukan
melahirkan keberlanjutan
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (3)
Untuk itu:
– daerah perlu memahami kondisi makro
AMPL di daerahnya, memahami tugas
dan kewajibannya, memahami kekuatan
dan kelemahan dalam pembangunan
sektor, memiliki strategi penanganan
yang disesuaikan dengan kemampuan,
memahami peran stakeholder dengan
baik, sehingga dapat mengapresiasinya
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (4)
Untuk itu:
– daerah perlu memahami bahwa
kegiatan pembangunan oleh pihak luar,
termasuk pemerintah pusat, bukan
untuk menyelesaikan seluruh persoalan
yang ada, bukan untuk seluruh wilayah,
sehingga tanggung jawab daerah tetap
ada di dalam pengembangannya
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (5)
Untuk itu:
– Daerah harus paham bahwa proyek fisik
dari pihak luar merupakan tanggung
jawab daerah dalam melestarikannya.
Karena itu perlu diupayakan
keberlanjutannya dengan
mengalokasikan sumber dayanya sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
operasi serta pemeliharaannya
Fasilitasi Kebijakan di Daerah Proyek
PAMSIMAS
Dalam kondisi ideal, proyek fisik hadir
setelah daerah memahami kebijakan dan
memiliki strategi
Dalam hal proyek fisik datang bersamaan
dengan fasilitasi kebijakan, perlu upaya
yang lebih besar dalam memberikan
pemahaman kepada daerah
Karakteristik Daerah Pamsimas
1. Daerah mitra WASPOLA (Memiliki Pokja
AMPL, telah memahami kebijakan,
memiliki renstra)
2. Daerah Pamsimas non dampingan
WASPOLA (belum memiliki apapun)
Daftar Daerah Mitra WASPOLA
1. Sumatera Barat: Kab.Solok, Sw.Lunto Sijunjung,
Payakumbuh, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Kt.Bukittinggi
2. Bangka Belitung: Kab.Bangka Selatan, Bangka, Bangka
Barat, Kt.Pangkal Pinang
3. Banten: Kab.Lebak, Pandeglang, Serang, Tanggerang,
Kt.Tanggerang, Cilegon
4. Jawa Tengah: Kab.Kebumen, Pekalongan, Grobogan,
Cilacap, Pemalang, Purbalingga, Brebes
5. NTB: Kab.Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu,
Bima, Lombok Tengah
6. Gorontalo: Kab.Gorontalo, Bone Bolango, Pahuwato,
Boalemo, Kt.Gorontalo
7. Sulawesi Selatan: Kab.Pangkep, Selayar, Takalar, Wajo,
Soppeng, Gowa, Jeneponto
8. Sulawesi Tenggara: Kab.Konawe, Konawe Selatan,
9. NTT: Kab.Rote Ndao, Timor Tengah Selatan
Daerah Mitra WASPOLA melalui Proyek Lain
1. WES UNICEF: NTT, NTB, Sulsel, Maluku
Utara, Papua Barat
2. UNICEF NAD: calon
3. Pro Air: NTT
4. CWSHP: Jambi, Bengkulu, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah
Kerangka Keberlanjutan
Operasionalisasi Kebijakan dalam Pamsimas
Skenario Umum Penguatan Kapasitas
Oleh Pokja AMPL
Sinergi PAMSIMAS - Pokjanas AMPL (1)
Identifikasi dan klasifikasi kualifikasi
konsultan/fasilitator PAMSIMAS
Melakukan Training of Trainers dalam
Operasionalisasi Kebijakan dan
Pengembangan Renstra AMPL tingkat
nasional
Sinergi PAMSIMAS - Pokjanas AMPL (2)
Melakukan pelatihan Operasionalisasi
Kebijakan dan Pengembangan Renstra,
oleh tim PAMSIMAS atas supervisi
Pokjanas tingkat provinsi
Koordinasi tahunan Pokja daerah
PAMSIMAS dalam rangka monev
diselenggarakan oleh Pokjanas
Terima Kasih
Kebijakan Nasional
AMPL Berbasis Masyarakat
di Daerah
Sinergi Pokjanas AMPL dg PAMSIMAS
Tujuan
Adopsi dan implementasi Kebijakan
Nasional (AMPL), dalam rangka
keberlanjutan pelayanan dan efektifitas
penggunaan sarana yang dibangun melalui
Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah
dalam Pengelolaan Pembangunan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan
(AMPL) Berbasis Masyarakat
Pendekatan
Demand Responsive (tanggap kebutuhan)
bantuan teknis hanya diberikan kepada
pemerintah daerah yang berminat
Partisipatif proses bantuan teknis
dilakukan melalui pendekatan yang tidak
menggurui, tetapi memberikan ruang
kepada semua daerah untuk terlibat aktif
dalam proses
Pendekatan
Inclusive diupayakan seluruh
stakeholder daerah, baik dinas terkait,
LSM, Perguruan Tinggi, masyarakat,
terlibat dalam pelaksanaan program
Fasilitatif Pokja AMPL Nasional dengan
bantuan WASPOLA bertindak sebagai
fasilitator yang mendorong keaktifan Pokja
AMPL daerah dalam menyusun,
melaksanakan, dan mengkoordinasikan
agenda atau kegiatan
Tahapan
Pemahaman melalui fasilitasi, daerah
didorong untuk memahami isu dan
permasalahan AMPL di daerahnya.
Kegiatan yang dilakukan adalah lokakarya
stakeholder dan diskusi kelompok kerja
Tahapan
Pendalaman (internalisasi)
menindaklanjuti pemahaman masalah
dengan menyusun rencana aksi. Kegiatan
yang dilaksanakan dapat dimulai dengan
kajian keberhasilan dan kegagalan
pembangunan AMPL di daerah, kegiatan
koordinasi antardinas, dialog, dan rapat
kerja.
Tahapan
Kerja mandiri (aktualisasi) daerah
diharapkan dapat melakukan kegiatan
yang dipandang bermanfaat dalam upaya
perbaikan pembangunan AMPL di
daerahnya, dengan inisiatif dan
pendanaan sendiri. Misalnya pembenahan
data, penyusunan strategi komuniksi dan
advokasi.
Output (1)
Adopsi dan operasionalisasi Kebijakan
dengan indikator:
Terbentuk dan berfungsinya Kelompok Kerja
(Pokja) AMPL daerah yang bertugas mengawal
proses adopsi dan implementasi Kebijakan
Tersedianya rencana Kelompok Kerja daerah
baik tahunan maupun jangka yang lebih
panjang
Output (2)
Tersedianya produk perencanaan
pembangunan AMPL yang mengadopsi
pokok-pokok Kebijakan (misalnya Renstra
AMPL)
Outcome (sangat didorong)
Pengarusutamaan Kebijakan dengan
indikator:
Adanya kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan sesuai dengan prinsip
Kebijakan. Misalnya penerapan partisipasi
masyarakat dalam proyek pembangunan
sarana air minum di perdesaan dengan
dana APBD.
Outcome (sangat didorong)
Tersedianya dukungan bagi pelaksanaan
proyek dari pihak luar, seperti LSM, donor,
termasuk dari pemerintah, seperti WSLIC2
dan PAMSIMAS.
Tersedianya rencana untuk proses
keberlanjutan proyek-proyek di atas,
termasuk dalam monitoring selama dan pasca
konstruksi, serta replikasinya di lokasi lain
yang belum terlayani
Alur Fasilitasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
Diseminasi
DiseminasiKeKebijakan
bijakanNasio-nal
Nasio-nal
AMPL-BM
AMPL-BM
Pemahaman
PemahamanKebijakan
Kebijakan
dan
danIdentifikasi
IdentifikasiIsu
Isu
AMPL
AMPL
1
4
Penggalangan
Penggalangan
dukungan
dukunganpim-pinan
pim-pinan
daerah
daerah
Lokakarya Operasionalisasi
Kebijakan
Pengembangan
PengembanganRencana
Rencana
Pemba-ngunan
Pemba-ngunanAMPL
AMPL
Daerah
Daerah
Pendalaman
PendalamanKebijakan
Kebijakan
a
2
5
Kajian keberlanjutan & kegagalan
sarana AMPL
daerah
Kajian pengelolaan data &
informasi AMPL
daerah
Penyiapan
PenyiapanKelompok
Kelompok
Kerja
KerjaAMPL
AMPLDaerah
Daerah
Kajian investasi
& alternatif
pendanaanAMPL
daerah
3
Penilaian diri
(self assesment)
Pemantapan
PemantapanRencana
Rencana
Kerja
KerjaPokja
PokjaAMPL
AMPL
6
b
Kesepakatan Penyusunan Rencana
Pembangunan
AMPL-BM
7
Lokakarya Konsolidasi Hasil Pelaksanaan Kebijakan
f
c
d
Penyusunan
dokumen Renstra
AMPL-BM
g
e
Finalisasi Rencana
Strategis AMPL
A
Lokakarya&orientasi
Lokakarya&orientasi
MPA
MPA PHAST
PHAST
C
Sosialisasi &
dialog publik
Pelatihan
Pelatihan keterampilan
keterampilan B
dasar
dasar fasilitasi
fasilitasi
Pelatihan
Pelatihan penyusunpenyusunan
an Renstra
Renstra AMPL
AMPL
D
Acuan SKPD
Lokalatih
Lokalatih OperasioOperasionalisasi
nalisasi
Kebijakanebijakan
Kebijakanebijakan
Lokakarya/pelatihan
Lokakarya/pelatihan
CLTS
CLTS
E
Penyempurn
aan rensta
Monitoring
dan evaluasi
Legalitas
renstra
Umpan balik
h
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (1)
Fakta bahwa organisasi proyek seringkali
eksklusif, tidak melibatkan stakeholder
luas di daerah. Hal ini menyebabkan tidak
terinformasikannya kegiatan
pembangunan, yang akhirnya menyulitkan
dalam tindak lanjut pembinaan pasca
konstruksi
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (2)
Fakta bahwa koordinasi antar dinas di daerah
dalam pembangunan AMPL seringkali tidak
berjalan. Sehingga asumsi-asumsi bahwa serah
terima proyek adalah urusan nanti, adalah keliru
besar
Exit strategy adalah kegiatan di akhir proyek,
tetapi kalau tidak disiapkan sejak dini, yang
terjadi hanya exit untuk proyek, bukan
melahirkan keberlanjutan
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (3)
Untuk itu:
– daerah perlu memahami kondisi makro
AMPL di daerahnya, memahami tugas
dan kewajibannya, memahami kekuatan
dan kelemahan dalam pembangunan
sektor, memiliki strategi penanganan
yang disesuaikan dengan kemampuan,
memahami peran stakeholder dengan
baik, sehingga dapat mengapresiasinya
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (4)
Untuk itu:
– daerah perlu memahami bahwa
kegiatan pembangunan oleh pihak luar,
termasuk pemerintah pusat, bukan
untuk menyelesaikan seluruh persoalan
yang ada, bukan untuk seluruh wilayah,
sehingga tanggung jawab daerah tetap
ada di dalam pengembangannya
Mengapa Proyek Fisik Harus Didahului
dengan Pemahaman Kebijakan (5)
Untuk itu:
– Daerah harus paham bahwa proyek fisik
dari pihak luar merupakan tanggung
jawab daerah dalam melestarikannya.
Karena itu perlu diupayakan
keberlanjutannya dengan
mengalokasikan sumber dayanya sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
operasi serta pemeliharaannya
Fasilitasi Kebijakan di Daerah Proyek
PAMSIMAS
Dalam kondisi ideal, proyek fisik hadir
setelah daerah memahami kebijakan dan
memiliki strategi
Dalam hal proyek fisik datang bersamaan
dengan fasilitasi kebijakan, perlu upaya
yang lebih besar dalam memberikan
pemahaman kepada daerah
Karakteristik Daerah Pamsimas
1. Daerah mitra WASPOLA (Memiliki Pokja
AMPL, telah memahami kebijakan,
memiliki renstra)
2. Daerah Pamsimas non dampingan
WASPOLA (belum memiliki apapun)
Daftar Daerah Mitra WASPOLA
1. Sumatera Barat: Kab.Solok, Sw.Lunto Sijunjung,
Payakumbuh, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Kt.Bukittinggi
2. Bangka Belitung: Kab.Bangka Selatan, Bangka, Bangka
Barat, Kt.Pangkal Pinang
3. Banten: Kab.Lebak, Pandeglang, Serang, Tanggerang,
Kt.Tanggerang, Cilegon
4. Jawa Tengah: Kab.Kebumen, Pekalongan, Grobogan,
Cilacap, Pemalang, Purbalingga, Brebes
5. NTB: Kab.Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu,
Bima, Lombok Tengah
6. Gorontalo: Kab.Gorontalo, Bone Bolango, Pahuwato,
Boalemo, Kt.Gorontalo
7. Sulawesi Selatan: Kab.Pangkep, Selayar, Takalar, Wajo,
Soppeng, Gowa, Jeneponto
8. Sulawesi Tenggara: Kab.Konawe, Konawe Selatan,
9. NTT: Kab.Rote Ndao, Timor Tengah Selatan
Daerah Mitra WASPOLA melalui Proyek Lain
1. WES UNICEF: NTT, NTB, Sulsel, Maluku
Utara, Papua Barat
2. UNICEF NAD: calon
3. Pro Air: NTT
4. CWSHP: Jambi, Bengkulu, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah
Kerangka Keberlanjutan
Operasionalisasi Kebijakan dalam Pamsimas
Skenario Umum Penguatan Kapasitas
Oleh Pokja AMPL
Sinergi PAMSIMAS - Pokjanas AMPL (1)
Identifikasi dan klasifikasi kualifikasi
konsultan/fasilitator PAMSIMAS
Melakukan Training of Trainers dalam
Operasionalisasi Kebijakan dan
Pengembangan Renstra AMPL tingkat
nasional
Sinergi PAMSIMAS - Pokjanas AMPL (2)
Melakukan pelatihan Operasionalisasi
Kebijakan dan Pengembangan Renstra,
oleh tim PAMSIMAS atas supervisi
Pokjanas tingkat provinsi
Koordinasi tahunan Pokja daerah
PAMSIMAS dalam rangka monev
diselenggarakan oleh Pokjanas
Terima Kasih