ANALISIS JURNAL KEBUDAYAAN Tradition and

ANALISIS JURNAL KEBUDAYAAN
“Tradition and Modernity in The Performing Arts of The Tibetans”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kajian Kebudayaan

Dosen pengampu: Dr. Slamet Subiyantoro, M. Si.
Disusun oleh:
Sumarah Suryaningrum
S841702015

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

ANALISIS ARTIKEL JURNAL
A. Identitas Jurnal
Judul jurnal yang dipilih adalah “Tradition and modernity in the performing
arts of the Tibetans” yang ditulis oleh Colin Mackerras. Judul tersebut dimuat

dalam International Journal of Social Economics yang diterbitkan oleh
Emerald, Volume 26, No. 1/2/3 1999 halaman 58-78.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan jurnal ini adalah memaparkan bagaimana orangorang Tibet masih memiliki tradisi kesenian, kaitannya dengan seni
pertunjukan drama, balada, dan tari yang tetap kuat di tengah-tengah
modernisasi.
C. Asumsi-Asumsi Dasar
Asumsi atau anggapan dasar adalah kenyataan penting yang tidak
dipertanyakan lagi kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya.
Pandangan ini merupakan titik-tolak atau dasar bagi upaya memahami dan
menjawab suatu persoalan karena pandangan-pandangan tersebut dianggap
benar atau diyakini kebenarannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Colin Mackerras dilatarbelakangi oleh
asumsi dasar, yaitu bagaimana orang-orang Tibet masih memiliki tradisi
kesenian kaitannya dengan seni pertunjukan drama, balada, dan tari yang tetap
kuat di tengah-tengah modernisasi? Berikut ini penjelasan dari asumsi-asumsi
dasar tersebut:
Tradisi Kesenian Masyarakat Tibet Kaitannya dengan Seni Pertunjukan
Drama, Balada, dan Tari yang Tetap Kuat di Tengah-Tengah Modernisasi
Artikel ini terutama didasarkan pada beberapa kunjungan penelitian ke

wilayah Tibet di China, khususnya di wilayah utara pada musim gugur 1985,
1990 dan 1997 ke Daerah Otonomi Tibet, pada bulan Juli 1995 ke daerahdaerah di Tibet di provinsi Qinghai dan Gansu dan pada bulan Desember 1996

dan Januari 1997 ke daerah Tibet di provinsi Sichuan, khususnya Prefektur
Otonomi Ganzi Tibet dan Daerah Otonomi Tibet Muli di Overseas Otonomi
Liangshan Yi.
Republik Rakyat Cina (RRC) adalah negara kesatuan multinasional
dan pemerintahnya mendukung kebijakan otonomi untuk kaum minoritas.
Implikasinya adalah bahwa upaya pemisahan diri ditekan, namun minoritas
didorong untuk mengikuti dan mengembangkan budaya mereka sendiri.
Selama periode Revolusi Kebudayaan tahun 1966 sampai 1976 otonomi telah
dinegasikan sepenuhnya dalam praktik, meski tidak secara teori, dan
fenomena budaya yang tidak sesuai dengan interpretasi ekstrem mengenai apa
yang mendorong perjuangan kelas ditekan. Namun, karena Revolusi
Kebudayaan sendiri dinegasikan pada akhir 1970-an, budaya minoritas
tradisional telah bangkit kembali dengan semangat yang terus meningkat
hingga saat ini.
Pada akhir tahun 1978, Partai Komunis China (PKC) mengadopsi
sebuah kebijakan modernisasi dan "membuka dunia luar" di bawah
kepemimpinan Deng Xiaoping. Modernisasi tidak pernah didefinisikan secara

tepat, namun istilah "empat modernisasi" berarti modernisasi industri,
pertanian, pertahanan nasional dan sains dan teknologi. Dengan istilah
modernisasi, Deng Xiaoping nampaknya memahami sesuatu yang sangat
mirip dengan pemahaman yang diterapkan pada dunia di negara lain. Seperti
telah ditunjukkan dengan jelas di Barat, ini adalah konsep yang memiliki
implikasi mendalam bagi seni, termasuk seni pertunjukan.
Modernisasi dan kebangunan rohani tradisional selama tahun 1980an
dan sampai tahun 1990an cenderung berjalan seiring. Kebijakan ekonomi
yang berubah, termasuk hubungan yang jauh lebih baik dengan dunia luar dan
pengaruh darinya, telah menyebabkan pembekuan ekonomi yang luar biasa
dan pertumbuhan yang cepat. Tapi pada saat bersamaan, kebebasan yang lebih
besar telah membuka jalan bagi pertumbuhan kembali banyak fenomena
tradisional, di antaranya kesenian rakyat telah menjadi unggulan. Jadi sejak
akhir tahun 1970an, telah terjadi dikotomi yang signifikan antara kebangkitan

tradisi di seluruh China dan sekaligus dorongan menuju modernitas. Ini adalah
tujuan makalah ini untuk mengeksplorasi dampak dikotomi ini karena telah
mengekspresikan dirinya, dan dalam kaitannya dengan drama, balada, dan
tarian orang-orang Tibet.
D. Masalah yang Akan Dijawab

Masalah ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab atau
hipotesis yang ingin diuji kebenarannya. Setiap paradigma memiliki masalahmasalahnya sendiri, yang sangat erat kaitannya dengan asumsi-asumsi dasar
dan nilai-nilai. Masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana Orang-Orang Tibet Masih Memiliki Tradisi Kesenian Kaitannya
dengan Seni Pertunjukan Drama, Balada, dan Tari yang Tetap Kuat di TengahTengah Modernisasi?”
E. Konsep-Konsep
Konsep yang terdapat dalam penelitian ini adalah bermula dari asumsi
bahwa budaya Tibet sedang dihancurkan oleh modernisasi, namun justru sejak
modernisasi pada akhir 1970-an juga disertai oleh kebangkitan kembali
budaya Tibet.
F. Metode Penelitian
Berdasarkan atas jenis datanya metode penelitian ilmu sosial-budaya
dengan sendirinya hanya dapat dibedakan menjadi (a) metode penelitian
kuantitatif atau metode pengumpulan data kuantitatif, dan (b) metode
penelitian kualitatif atau metode pengumpulan data kualitatif. Dalam masingmasing metode penelitian ini terdapat sejumlah metode penelitian lagi, yang
penggunaannya biasanya didasarkan atas pertimbanganpertimbangan praktis,
yakni ketersediaan waktu, biaya, dan tenaga.
Berdasarkan jenis datanya, penelitian yang ditulis oleh Colin
Mackerras menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Hal tersebut ditandai dengan adanya data penelitian yang berupa pernyataan-


pernyataan mengenai awal mula bagaimana seni pertunjukan di Tibet mulai
berkembang seiring modernisasi yang masuk di wilayah tersebut. Selain itu,
Colin Mackerras juga memaparkan dengan jelas mengenai seni pertunjukan
yang terdapat di Tibet, khususnya drama, balada, dan tarian.
G. Metode Analisis
Metode analisis dalam penelitian yang ditulis Colin Mackerras adalah
pertama, pengumpulan data. Kedua, penyajian atau penampilan dari data yang
dikumpulkan. Dalam hal ini, peneliti memaparkan awal mula perkembangan
seni pertunjukan di Tibet, jenis seni pertunjukan yang ada di Tibet, dalam hal
ini yang dibahas secara mendalam adalah seni pertunjukan drama, balada, dan
tarian. Selain itu, Colin Mackerras juga memaparkan bagaimana orang-orang
Tibet tetap menjaga kebudayaannya seiring dengan modernisasi yang masuk
di wilayah itu. Ketiga, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
H. Hasil Analisis
Hasil analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Colin Mackerras
terhadap seni pertunjukan drama, balada dan tarian orang-orang Tibet,
menunjukkan pada tahun 1980an dan 1990an telah terlihat kebangkitan
identitas Tibet, termasuk dalam budaya. Ada delapan drama tradisional Tibet
yang biasa dipertunjukan, yang biasa disebut "delapan drama terkenal".

Ceritanya mengenai raja, pangeran, wanita cantik, ratu peri mitos atau orang
Tibet biasa. Tokoh utamanya umumnya orang India atau Brahmana.
Ada dua jenis tarian di antara orang Tibet, yaitu tarian sekuler dan
religius. Tarian sekuler di Tibet biasanya mengandung topik yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya mengenai hubungan antara pemuda dan
pemudi yang memadu kasih. Adapun tarian religius dimaksudkan sebagai
ritual keagamaan, bukan hiburan, tetapi anggota masyarakat biasanya ikut
menonton dan menikmatinya. Tujuan tarian ini adalah untuk mengusir roh-roh
jahat yang membahayakan masyarakat dan negara. Biasanya tarian ini
dilakukan oleh para biksu yang berdandan sebagai roh tertentu, beberapa

sebagai roh yang baik, sedangkan yang lainnya tidak. Beberapa tarian
mewakili cerita dari sutra Buddha dengan para biarawan bertopeng meniru
karakter dalam cerita. Tarian religius ini masih dilakukan oleh para biarawan
di biara-biara besar orang-orang Tibet, Mongol, Tu dan Yugur di China.
Adapun mengenai balada sangat umum di antara hampir semua masyarakat
China, termasuk orang Tibet, yang memiliki tradisi epos yang kaya. Akan
tetapi yang penting di sini adalah bahwa balada di masyarakat Tibet tidak
diceritakan, dan sampai saat ini jarang ditulis. Mereka hanya sesekali
menyanyikannya,


yang

terkadang

membutuhkan

waktu

lama

untuk

menyelesaikannya.
Peneliti juga menggambarkan bahwa ia merasa terkesan dengan
kekuatan perasaan identitas Tibet, terutama di Daerah Otonomi Tibet, pada
1980-an dan 1990an. Ini menunjukan komitmen yang sangat kuat terhadap
budaya Tibet, termasuk kepercayaan pada Buddhisme dan kecintaan terhadap
seni yang berasal Tibet. Memang, di Tibet tengah diperdebatkan bahwa
seniman agak terlalu konservatif dalam sikap mereka terhadap inovasi dalam

seni. Akan tetapi peneliti telah menemukan perasaan identitas seperti itu
sangat kuat di semua wilayah Tibet yang pernah dikunjungi, namun
penekanan yang lebih kuat pada modernitas dan pencampurannya dengan
tradisi terdapat di wilayah Sichuan daripada di tempat lain.
Dalam membahas hubungan tradisi dan modernitas di seni
pertunjukan, tayangan televisi di Tibet ini cenderung memainkan peran
penting. Meskipun benar bahwa sebagian besar wilayah Tibet adalah yang
paling terpencil di negara China dan tingkat ekonominya masih sangat rendah,
namun televisi mulai menyebar di pedesaan China dengan kecepatan yang
sulit diprediksi. Hal ini kemungkinan akan menjadi sangat luas di daerah
pedesaan Tibet dalam waktu dekat. Ada dua sisi, satu positif, satu negatif. Sisi
positifnya adalah bahwa siapa pun, tidak peduli apakah orang Tibet atau tidak,
dapat menonton musik, tarian, dan lagu-lagu minoritas di Tibet. Sebenarnya,
ada sesuatu mode untuk seni ini di China saat ini. Seorang wanita Han yang
penulis temui dan diajak bicara dari kereta yang berangkat dari Datong di

Shanxi ke Hohhot di Mongolia mengatakan bahwa dia berpikir bahwa China
memiliki musik yang lebih bervariasi daripada di Barat karena dia telah
melihat musik dan tarian minoritas di televisi.
Untuk budaya tradisional Tibet, potensi televisi yang negatif adalah

bahwa televisi mungkin menyiarkan program dari luar daerah Tibet yang
mungkin banyak orang muda lebih tertarik daripada tradisi mereka sendiri. Ini
adalah proses yang terjadi di seluruh dunia, dan mulai mempengaruhi daerah
Tibet di China juga. Sebuah keluarga Tibet yang saat ini bisa menghabiskan
nyanyian malam dan menemani lagu mereka dengan alat musik gambus di
rumah mungkin lebih cenderung menonton televisi, mungkin akan
membuatnya lebih menari. Saat ini, orang-orang di beberapa wilayah Tibet di
China masih tampak cukup senang berjalan jauh untuk ambil bagian dalam
festival dan / atau ritual keagamaan, contoh utama adalah tarian religius di
Biara Besar Muli dan ritual tarian Tibet di Maba, yang disebutkan. Akan tetapi
penyebaran televisi bisa membawa perubahan pada selera dan gaya hidup
yang membuat tradisi semacam itu tetap hidup.
Meskipun begitu, orang-orang Tibet akan berpegang teguh pada tradisi
mereka, bahkan saat modernitas memperkuat pegangannya, dan seni lama ini
pastinya tidak akan padam. Tapi tren saat ini adalah menuju internasionalisasi
budaya di China, bahkan di daerah Tibet. Ini berarti bahwa tarian dan drama
yang dinikmati orang sampai batas tertentu didikte oleh selera yang berasal
dari televisi lebih banyak daripada tradisi. Pelemahan tradisi yang mungkin
diakibatkannya bukan karena penindasan budaya oleh pemerintah China tapi
juga modernisasi.

I. Kekurangan dan Kelebihan
Artikel jurnal yang ditulis oleh Colin Mackerras memaparkan awal
mula perkembangan seni pertunjukan di Tibet, jenis seni pertunjukan yang
ada di Tibet, dalam hal ini yang dibahas secara mendalam adalah seni
pertunjukan drama, balada, dan tarian. Selain itu, Colin Mackerras juga
memaparkan bagaimana orang-orang Tibet tetap menjaga kebudayaannya

seiring dengan modernisasi yang masuk di wilayah itu dan juga dampak
positif dan negatif adanya modernisasi di wilayah Tibet, dalam hal ini
kaitannya dengan adanya media televisi. Akan tetapi, dalam jurnal ini penulis
tidak menjelaskan secara lebih terperinci bagaimana upaya pemerintah dalam
memajukan seni pertunjukan di wilayah Tibet, padahal pada awalnya
pemerintahlah yang mendorong kaum minoritas untuk mengikuti dan
mengembangkan budayanya sendiri.
J. Refleksi
Pembahasan pada artikel jurnal ini sangat menarik karena awal mula
perkembangan seni pertunjukan di Tibet, jenis seni pertunjukan yang ada di
Tibet, dalam hal ini yang dibahas secara mendalam adalah seni pertunjukan
drama, balada, dan tarian. Selain itu, Colin Mackerras juga memaparkan
bagaimana orang-orang Tibet tetap menjaga kebudayaannya seiring dengan

modernisasi yang masuk di wilayah itu dan juga mengenai dampak positif dan
negatif adanya modernisasi di wilayah Tibet, dalam hal ini kaitannya dengan
adanya media televisi yang mulai masuk di wilayah Tibet sehingga membuat
orang-orang Tibet menjadi semakin terbuka terhadap budaya dari luar.
Namun, justru hal inilah yang akhirnya menjadi pemicu bagi orang-orang
Tibet untuk semakin mengikuti dan mengembangkan budayanya sendiri
seiring dengan perkembangan zaman.
Daftar Referensi
Colin Mackerras, (1999) "Tradition and modernity in the performing arts of the
Tibetans", International Journal of Social Economics, Vol. 26 Issue: 1/2/3,
pp.58-78.