RELEVANSI DAN KORELASI QAW’ID AL-TAFSIR DENGAN USHUL AL-FIQ

RELEV AN SI D AN K O RELASI Q AW A - T AFSI R D EN G AN U SH U L AL- FI Q H

Syofrianisda

Sekolah Tinggi Agama Islam YAPTIP Pasaman Barat, sofialwihdah86@gmail.com

Diterima: 5 Agustus 2017

Direvisi :2 Desember 2017

Diterbitkan:28 Desember 2017

Abstract

The dynamics of the interpretation of the Qur'an and the various attempts to understand the implicit intentions behind the verses to this day still attract the attention and interest of Muslim scholars and non- Muslims. One thing that became one of the factors of the Qur'an remains the main reference until now is the position of the Qur'an as the primary source of Islamic teachings with a fairly holistic study. All problems faced by Muslims can be restored and sought the solution in the Qur'an. The rapid pace of interpretation of the Qur'an in its dynamics is offset by the development of auxiliary science interpretation which also shows promising growth. This becomes logical and rational because to have a comprehensive understanding, a mufassir must master some auxiliary sciences such as linguistics, balaghah, qawaid, fiqh, ushul fiqih, and others. Keywords : Relevance, Correlation, Qawa’id al-Tafsir, Ushul al-Fiqh

Abstrak

Dinamika penafsiran Alquran dan beragam upaya untuk memahami maksud tersirat dibalik ayat-ayatnya hingga hari ini masih tetap menarik perhatian dan minat para cendikiawan muslim maupun non-muslim. Satu hal yang menjadi salah satu faktor Alquran tetap menjadi acuan utama hingga saat ini adalah posisi Alquran sebagai sumber primer ajaran Islam dengan kajian yang cukup holistik. Segala masalah yang dihadapi muslim dapat dikembalikan dan dicari solusinya dalam Alquran. Pesatnya upaya penafsiran Alquran pada dinamikanya diimbangi oleh berkembangnya ilmu bantu penafsiran yang juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup menjanjikan. Hal ini menjadi logis dan rasional sebab untuk memiliki pemahaman yang komprehensif, seorang mufassir haruslah menguasai beberapa ilmu bantu seperti ilmu bahasa, balaghah, qawaid, fiqih, ushul fiqih, dan lainnya. Kata Kunci: Relevansi, Korelasi, Qawa’id al-Tafsir, Ushul al-Fiqh

PENDAHULUAN

mengistimbathkan makna Alquran yaitu Membicarakan dan mengkaji makna

qawa’id al-tafsir dan ushul fiqh. yang dikandung Alquran adalah sesuatu yang

Secara umum jika dilihat dari tak pernah habis-habisnya karena semakin

pembahasan ilmu tersebut sangat erat dikaji Alquran semakin menemukan makna

al-tafsir yang yang baru.Alquran sebagai sumber hukum

kaitannya.

Qawa’id

pembahasannya lebih menekankan tentang yang utama perlu digali dengan secara benar

kaedah secara umum dalam kaitanya ilmu agar dapat menjawab persoalan yang sedang

tafsir dan pemahaman terhadap ayat-ayat berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Alquran.Sementara ushul fiqh juga berbicara Dalam rangka itulah ulama telah

tentang kaedah-kaedah yang berkaitan merumuskan suatu ilmu yang dapat

tuntutan khabari tentang perbuatan manusia membantu seseorang dalam mengggali dan

mukallaf dengan memakai dalil-dalil yang terperinci.

Kedua ilmu ini sama-sama mengkaji Qawa’id ) ) adalah bentuk jamak dari دعاوق Alquran,

mengeluarkan

dan

kata-kata qâ ’idah ( ةدعاق ).

mengistimbathkan makna dari Alquran agar dapat

sesungguhnya.Dalam

menggali

dan

mengistimbathkan makna inilah sangat Qawa’id dalam pengertian bahasa adalah asal dan diperlukan kaedah-kaedah yang tepat agar

dasar tempat membangun sesuatu. tidak menyimpang dari makna yang

Dengan demikian Qâ ’idah adalah asal dimaksud.

dari sesuatu yang ada diatasnya baik sesuatu

QAWA’ID AL-TAFSIR itu nyata atau sesuatu yang abstrak. Ketika

Kaidah tafsir berasal dari bahasa ada suatu perkataan (qâ ’idah al-bait) تيبلا ةدعاق

Arab yaitu ةدعاق. Qa’idah yang akar katanya maka yang dimaksudnya adalah pondasi dari terdiri dari huruf

د sebuah rumah. - ع - ق memiliki arti duduk Seperti firman Allah dalam QS.al-

sebagaimana dalam surah al-Nur: 60

نهيلع سيلف احاكن نوجري لا تيلالا ءاسنلا نم دعاوقلاو Baqarah/2: 127 yang berbunyi:

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin

daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan

Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)

Mengetahui".

menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah maha

Sedangkan secara terminologi, ulama mendengar

lagi maha bijaksana”. 1 memberikan beberapa definisi yang beragam Menurut Fakhr al-Din al-Razi, yang

redaksinya, meskipun subtansinya sama, dimaksud al- qawa’id dalam ayat tersebut

antara lain:

adalah perempuan-perumpuan yang duduk

1. Menurut al-Jurjani, al-qa’idah adalah dan berdiam lama serta tetap pada satu

masalah umum yang mencakup kondisi. Oleh karena itu, zaman bisa disebut

seluruh bagian-bagiannya. maq’ad akan tetapi tidak bisa disebut al-

Menurut Ahmad Muhammad al- majlis . Sehingga secara etimologi, kaidah

Syaf’i yang dikutip oleh Muchlis adalah sesuatu yang ditetapi oleh perkara

Usman, al- qa’idah adalah hukum- tertentu atau sesuatu yang menjadi dasar

hukum yang bersifat universal yang perkara lain.

hukum juz’i (partikal) yang banyak masuk di bawah hukum tersebut. 4

3. Menurut Ahmad al-Fayumi, al-qa’idah

adalah

perkara umum yang

Manna’ al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: Muassah al-Risalah, 1406 H/1983 M), Cet.

mencakup seluruh bagian-bagiannya.

XIX, 18 2 Pada generasi awal (sahabat) tidak sama pemahaman dan pengetahuannya terhadap al- Qur’an,

3 Khalid bin Usman al-Sabat, Qawa’id al- baik kuantitas maupun kualitasnya, apalagi generasi

Tafsir Jam’an wa Dirasatihi, (Mesir: Dâr Ibn ‘Affan, setelahnya. Lihat: Muhammad Husain al-Zahabi, al-

1421 H), Jilid I, 22

Tafsir wa al-Mufassirun, Juz. I(CD ROM al-Maktabah 4 Ahmad Asy-Syirbashi, Sejarah tafsir al- Qur’an

Secara istilah syar’i maka qâ’idah adalah mereka dalam menghimpun satu undang- kaedah umum yang mengetahui tehadap

undang dari beberapa undang-undang yang hukum- hukum juz’i.

akan mereka pegangi. Para ulama selalu merujuk kepada kaidah umum dalam ماكحأ ىلع هب فرعتي يلكلا مكح احلاطصا ةدعاقلا نىعم merancang dan memelihara undang-undang

secara terperinci agar terpelihara dari هتايئزج

kesalahan. Menurut mereka tidak akan Secara bahasa tafsir adalah kasaf dan

mungkin seseorang mencintai pengajaran bayan . Yaitu mengeluarkan sesuatu dari

satu undang-undang dari beberapa undang- tempat yang tersembunyi kepada sesuatu

undang yang akan menghasilkan hasil yang yang nyata.

meyakinkan kecuali dengan mengetahui kaidah dan ashal sebagai dasar dalam

membangun beberapa persolan yang akan

5 diselesaikan. ىلجتلا ماقم لىا ءافلخا ماقم نم

Pendapat ulama tentang penting dan Secara istilah tafsir adalah ilmu yang

tingginya kedudukan mengetahui qawâ ’id al- membahas tentang keadaan Alquran dari

tafsir :

segi dilalahnya yang dimaksudkan Allah

1. Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa SWT dengan standar kemampuan yang

sebuah keharusan bagi manusia untuk dimiliki seseorang mufassir. mengetahui dan mempelajari tentang ushul kulliyah (kaedah umum) karena dia

adalah tempat mengembalikan hal-hal

yang terperinci agar dapat berbicara

تىلا dengan ilmu dan adil, dan juga dapat ةي لكلا ماكحلاا ىه و يرسفتلا دعاوق نىعم ةيرشبلا

mengetahui bagaimana memperlakukan ةيفيك ة فرعم و ميظعلا نارقلا نىاعم طبنتسا لىا ابه لصوتي dan mempergunakan kaedah yang

6 اهنم ةدافتسلاا terperinci. Jika tidak memahami ini maka akan ditemukan dusta dan kejahilan

Dari pengertian qâ’idahdan tafsir dalam juz’i dan kebodohan dan kezaliman yang telah disebutkan di atas maka dapat

dalam kulli yang pada akhirnya akan dipahami bahwa pengertian qawâ’id a-

melahirkan kerusakan yang besar. 7 tafsir adalah berupa kaidah umum yang

2. Imam Zarkasi dalam kitabnya al-mantsur berkaitan atau berhubungan dengan metode

bahwa sesungguhnya pengistimbatkan atau menggali makna

berpendapat

menghimpun persoalan yang banyak Alquran

tersebar dalam satu undang-undang menggunakan kaidah tersebut untuk

dan mengetahui

tatacara

adalah dalam rangka memelihara dan memahami makna-makna Alquran.

menguatkanya serta menjadi salah satu bentuk

PENTINGNYA QAWÂ’ID AL-TAFSIR

kebijaksanaan dalam

menempatkan waktunya. Oleh sebab itu penghimpunan ilmu dan mengeluarkanya

Para ulama

telah

melakukan

seorang hakim jika ingin memberikan secara terperinci dan khusus dengan

maka dia harus melakukan pembenaran dengan ketelitian

pembelajaran

menghimpunnya dalam dua bentuk penjelasan yaitu berupa ijmali untuk

5 Ibid., 23 5 Ibid., 23

3. Al-Sa’adi dalam pendapatnya tentang masa sekarang maupun masa yang akan kitab Syeikh Islam berkata bahwa yang

datang. Seseorang yang dapat memahami ini membuat buku ini besar dan penting

secara benar maka dia akan mendapatkan adalah

ilmu yang sangat besar untuk dirinya, Karena sungguh

pengarangnya

bersungguh-

Alquransering kali diibaratkan dengan lafaz memeliharanya dengan menambahkan al-

yang sedikit tetapi menunjukkan makna yang qawâ ’id al-kulliyah, al-ushul al-jami’ah, dan al-

banyak dan menjadi sesuatu yang dabhit al-muhith dalam pembicaraannya

menakjubkan adalah seluruh makna-makna tentang undang-undang.

tersebut terpelihara oleh Allah SWT. Sesungguhnya al-ushul dan qawâ ’id bagi

Imam Zarkasi berkata bahwa sebuah ilmu adalah menempati pondasi bagi

sesungguhnya penafsiran itu adalah bentuk sebuah bangunan dan akar bagi sebuah

penerimaan terhadap lafaz-lafaz yang singkat pohon, karena itu mestilah ada dia bagi

dan membuka makna-makanya serta bentuk setiap sesuatu. Asal adalah tempat berdirinya

dari penerimaan terhadap penguatan cabang dan cabang akan tetap dan kokoh

sebagian yang terkandung dalam lafaz-lafaz dengan adanya asal. Al-qawâ ’id dan al-

itu, untuk balaghahnya dan kelembutan ashal akan menetapkan dan mengokohkan

maknanya.Karena itu seseorang yang tidak ilmu dan menjadikannya tumbuh dengan

membutuhkan kaedah umum dalam pertumbuhan yang kuat dalam penempatan

Alquranadalah bentuk hukum secara umum, karena itu mestilah

menafsirkan

kezaliman dalam tafsir. Maka perlu seseorang

penafsirannya kepada menghasilkan pembeda bagi persoalan-

memahami

ashal untuk

mengembalikan

mufradat lafaz-lafaznya, persoalan yang berkembang disekitar kita.

pengenalan

murakkabnya, siyaqnya, zahirnya, bathinnya dan Dalam kondisi yang berbeda al- Sa’adi

lainnya, agar penafsiran tidak hanya sekedar berkata bahwa diantara yang membaikkan,

angan-angan tetapi menjadi sebuah ketelitian menyempurnakan,

dan kecermatan yang dalam untuk meninggikan syari’at adalah hukum- 9 mengambil pemahaman.

mengindahkan

dan

hukumnya al-ashliyah, al- furu’iyyah, al-‘ibadah, Hal yang penting adalah seseorang al- mu’amalah dan seluruh bentuknya adalah

yang mengetahui tentang kaedah tafsir akan berdasarkan kepada ashal dan qawâ ’id yang

terbukalah baginya makna Alquranyang akan akan

meninggikan sifatnya dan dia telah menghimpun

menguatkan

hukum-hukumnya,

mempunyai suatu alat yang memungkinkan mengembangkan furu’nya.Inilah bentuk

perbedaannya

dan

dia melakukan istimbath dan pemahaman bangunan yang berdasarkan hikmah

terhadap makna tersebut serta memiliki kebaikkan, petunjuk, rahmah, khair dan adil

bakat yang kuat dalam menghidupkan zauq untuk

dan ikhtiar terhadap pendapat yang beragam bertentangan dengan semua itu.

dalam tafsir yang pada akhirnya dia akan Berdasarkan penjelasan di atas maka

mendapat kekuatan dalam pemahamannya, dapat disimpulkan bahwa penjelasan dan

pengistibathannya dan tarjihnya. pemahaman terhadap qawâ ’id al-tafsir sangat

penting dan utama karena PENGERTIAN USHUL AL-FIQH maudu’nya adalah

Ushul fiqhi adalah tarqib idhafi Kata – kata yafqahuna dalam ayat ini (kalimat majemuk) yang telah menjadi nama

berarti “mereka memahami“.Secara istilah bagi suatu disiplin ilmu tetentu. Ditinjau dari

hukum pengertian fiqh tidak jauh berbeda segi etymology ushul fiqhi terdiri dari mudhaf

dengan pengertian etimologinya yaitu ilmu dan mudhafun ilaih yang masing-masing

tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat

amaliyah yang digali dan dirumuskan dari memberikan definisi ushul fiqhi terlebih 14 dalil-dalil tafshili.

memiliki 10 arti berbeda. sebelum

dahulu kita harus mengetahui pengertian ushul dan fiqhi terlebih dahulu.

Sedangkan pengertian fiqhi dari segi Secara bahasa Ushul merupakan

terminology para fuqaha’ adalah tidak jauh dari pengertian fiqhi dari segi ethymologi.

bentuk jamak dari bahasa arab yang akar

katanya terdiri dari ل - ص أ- yang berkmana

Fiqhi

menurut

terminology adalah

pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ permulaan dari sesuatu.

Fiqhi mengenai perbuatan manusia.

secara etimologi berarti Ada beberapa pandangan ulama

pemahaman yang mendalam tentang tujuan

11 tentang pengertian ushul dalam kitabnya, suatu ucapan dan perbuatan. Seperti firman

Allah dalam al- Qur’an:

diantaranya:

1. Ushul adalah sesuatu yang dibutuhan “Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) sedangkan Fiqhi dari bahasa adalh

hampir-hampirtidak memahami pembicaraan memahami sebuah tujuan atau kebutuhan

sedikitpun. 12 yang nantinya dapat dijadikan sebagai argument untuk menetapkan sesuatu 15

Ushul al-fiqh berasal dari dua kata ushul hukum dalam berbagai persoalan. dan kata al-fiqh.Secara etimologi al-fiqh

2. Menurut Dr. Karim Azzaidan: Ushul berarti paham yang mendalam. 13 Kata ini

fiqhi adalah sebuah alat untuk ditemukan dalam Alqurandengan arti paham,

atau mengamalkan salah satunya dalam QS.al-kahfi/: 93 yang 16 sesuatu.

menghasilkan

berbunyi: 17 3. Sedangkan menurut abu zahrah: ushul

َنوُداَكَي َلا اًمْوَ ق اَمِِنِوُد ْنِم َدَجَو ِنْيَّدَّسلا َْيَْ ب َغَلَ ب اَذِإ َّتىَح fiqhi adalah pengertian tentang kaidah-

kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk

menggali hukum-hukum fiqhi, atau “hingga apabila Dia telah sampai di antara dua

dengan kata lain ushul fiqhi adalah buah gunung, Dia mendapati di hadapan kedua kaidah-kaidah-kaidah yang menjelaskan bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti

pembicaraan. tentang cara pengambilan hukum yang

10 Abu Abdillah Muhammad ibn Umar Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Gaib, (Bairut: Dar al-

14 Ibid., 35

Fikr, 1414 /1992 M),Juz. XV, 46 15 Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali al- 11 ‘Ali Ibn Muhammad Ibn ‘Ali al-Jurjani, al-

Fayumi, al-Misbah al-Munir fi Garib al-Syarh al-Kabir li Ta’rifat, (Bairut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H),Cet.

al- Rafi’i, (Bairut: al-Maktabah al-‘Ilmiyah, t.t), Juz. II, I; 219.

12 Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah 16 Prof. Muhammad Abu Zahra Ushul dan Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002

Fiqhi (Jakarta: Pustaka Jakarta, 1994), cet ; 1, 1.

M),Cet. IV, 3. 17 Abi Husain Ahmad Bin Farisi Bin 13 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT.

Zakariyyah, Mu’jam Maqaisi al-lugha (Beirut: Dar Fiqri Zakariyyah, Mu’jam Maqaisi al-lugha (Beirut: Dar Fiqri

dalil- dalil syar’i.

Abdul Wahab Khallaf mendifinisikan Alquran dan hadis ketika menjelaskan ilmu fiqh dengan:

tentang shalat maka hanya dengan

ةيلمعلا mengatakan tegakkanlah (kerjakanlah) shalat, ةيعرشلا ماكحلااب ملعلا : حلاطصلاا في هقفلا

tetapi tidak menjelaskan apakah shalat itu ةيعرشلا ماكحلاا ةعوممج وا ، ةيليصفتلا اهتلدا نم بستكلما wajib atau tidak.Sementara dalam kitab fiqh

ditemukan ada shalat yang wajib dan ada Sementara

shalat yang sunat dan sebagainya.Maka untuk memberi pengertian tentang fiqh dengan:

Subhi

Mahmashani

mendudukan hal ini sangat dibutuhkan

pemahaman terhadap dalil-dalil نم syara’ بستكلما ةيعرفلا ةيعرشلا ماكحلااب ملعلا وه هقفلا

tersebut dengan memakai kaedah-kaedah

tentang tatacara Dari pengertian yang telah dikemukan

yang

menjelaskan

mengeluarkan hukum, pemahaman terhadap di atas maka yang menjadi pokok

kaedah-kaedah itulah yang disebut dengan pembahasan dalam fiqh adalah hukum syara’

ilmu ushul fiqh.

yang bersifat amali dan tentang dalil-dalil Contohnya ayat yang berarti; tafsili.

“Dirikanlah (kerjakanlah) shalat ”.AyatAlquran Kata ushul adalah bentuk jamak dari

yang mengandung perintah mengerjakan kata ashal yang secara etimologi berarti

shalat itu disebut dalil syara’, sedangkan sesuatu yang menjadi dasar bagi yang

untuk merumuskan kewajiban shalat itu, lainnya. 21 Secara istilah hukum maka ushul al-

yang disebut dengan hukum syara’ dari fiqh berarti ilmu tentang kaedah-kaedah yang

firman Allah SWT tersebut diatas. membawa kepada usaha merumuskan hukum-

Dari apa yang telah dijelaskan di atas hukum 22 syara’ dari dalil-dalil terperinci. Atau maka dapat dipahami bahwa perbedaan

dalam pengertian kaedah-kaedah yang antaraushul dengan fiqh.Ushul adalah menjelaskan cara –cara mengeluarkan hukum-

aturan –aturan yang hukum dari dalil-dalilnya .

pedoman

atau

membatasi dan menjelaskan cara-cara yang Abdul Wahab Khallaf mendefinikan

harus diikuti seorang fakih dalam usahanya ushul fiqh dengan:

menggali dan mengeluarkan hukum syara’

dari dalilnya.Sedangkan fiqh adalah hukum – hukum syara’ yang telah digali dan

dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan

yang sudah ditentukan itu. Tujuan dari ushul al-fiqh adalah:

1. Menerapkan kaedah-kaedah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar

sampai kepada hukum-hukum syara’ Fiqhi, 2

18 Prof. Muhammad Abu Zahra Ushul

yang bersifat amali, yang dituntukkan

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Kairo: Daar al-Kuwaityyah, 1968), 11

dalil-dalil itu.

20 Subhi Mahmashani, Falsafah Tasri’ fi al-

2. Memahami nash-nash syara’ dan hukum

Islam, (Beirut: Daar Ilmi lil malayyin, 1968) 20 21 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 36

yang terkandung di dalamnya.

3. Memahami apa yang telah dirumuskan

22 Ibid.

23 Abdul Wahab Kallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh,

oleh ulama mujtahid dan bagaimana oleh ulama mujtahid dan bagaimana

Alqurandan

sunnah yang dapat

4. Untuk menjawab persoalan yang belum kelompokkan kepada sumber, karena ditemukan dalam kitab-kitab fiqh maka

keduanya adalah wadah yang dapat ditimba dapat diperlakukan rumusan ulama-

hukum syara’.

ulama terdahulu dalam mengistinbatkan

berasal dari bahasa hukum.

Dalil

arab ليلد secara etimologi adalah sesuatu yang

5. Sulitnya menerapkan rumusan hukum menunjukki atau dalam penegrtian sesuatu yang yang telah ada dalam kitab fiqh klasik

member petunjuk dan menuntun kita dalam karena telah berobahnya waktu dan

menemukan hukum Islam 27 . Dalam penegrtian tempat maka jika ingin mengkaji ulang

ini maka termaktub di dalamnya adalah kembali maka perlu memakai kaedah-

Alquran, sunnah, ijmak, dan qiyas karena kaedah ushul al-fiqh. 24 semuanya menuntun kepada hukum Islam.

Dalam pengertian ditemukan dalam QS.al-

Pokok Pembahasan Ushul al-Fiqh

Furqan/25: 45.

Dari definisi yang telah dikemukan di atas maka dapat ditarik sebuah pokok

pembahasan dari ushul fiqh tersebut:

1. Dalil-dalil atau sumber-sumber hukum “Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) syara’.

Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia

2. Hukum-hukum sayara’ yang terkandung menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap dalam dalil tersebut.

bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan

3. Kaedah-kaedah tentang usaha dan cara matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu.

mengeluarkan hukum syara’ dari dalil atau sumber yang mengandungnya.

Bila dilihat arti secara etimologi

Dalil Dan Sumber Hukum Syara’

antara kata sumber dengan dalil jelas sangat berbeda karena dalam pengertian ini yang

Kata sumber dalam hukum fiqh adalah pantas masuk dalam kata sumber itu hanya terjemahan

Alquran dan sunnah dan yang termasuk رداصم .Dalam literatur kontemporer lafaz itu

makna dalil bukan saja Alqurandan sunnah sebagai ganti dari sebutan dalil atau

tetapi juga termasuk kedalamnya adalah lengkapnya al-adilah al- syar’iyyah.Literature

ijmak dan qiyas.

kata yang sering digunakan adalah dalil atau Para fuqaha mengartikan kata dalil al-adilah al- syar’iyyah, dan tidak pernah

itu dengan sesuatu yang padanya terdapat digunakan kata mashadir al-ahkam al-

penunjukan pengajaran, baik yang dapat syar’iyyah. 25 Mereka menggunakan kata menyampaikan kepada sesuatu yang

mashadir sebagai ganti dari kata al-adillah meyakinkan atau kepada dugaan kuat yang tentu beranggapan bahwa kedua kata

tidak meyakinkan.Sedangkan ulama ushul al- tersebut sama artinya.

fiqh mengartikan kata dalil dengan sesuatu Secara etimologi sumber atau mashdar

yang menyampaikan kepada tuntutan yang jamaknya mashadir berarti suatu wadah

khabari dengan pemikiran yang sahih.Dalam yang dari wadah itu dapat ditemukan atau ditimba

pengertian ini maka ulama ushul tidaklah

24 Ibid., 36.

26 Ibid.

mengkategorikan

Berangkat dari definisi hukum syara’ menunjukkan tuntutan atau tuntutan yang

yang dikemukakan di atas maka hukum syara’ tidak khabari apalagi kalau disampaikan

terbagi kepada dua bagian: dengan pemikiran yang salah.

1. Hukum Taklifi yaitu titah Allah yang berbentuk

tuntutan dan pilihan.

Hukum syara’

Hukum syar’i ( ىعرشلا مكلحا ) atau hukum

Dinamakan taklifi karena titah Allah

syara’ ( عرشلا مكح ) adalah kata majemuk dari kata

langsung mengenai perbuatan orang yang

sudah mukallaf.Hukum taklifi terbagi hukum dan syara’. secara etimologi hukum

kepada lima macam

berarti memutuskan,

Tuntutan untuk memperbuat secara menyelesaikan. pasti, tuntutan seperti ini bila

Secara definitif hukum berarti dilakukan akan diberi ganjaran pahala seperangkat peraturan tentang tingkah laku

dan bila ditinggalkan maka akan diberi manusia yang ditetapkan dan diakui oleh

ancaman Allah. Hukum taklifi dalam satu Negara atau kelompok masyarakat yang

bentuk ini dinamakan ijab. berlaku dan mengikat untuk seluruh

b) Tuntutan untuk memperbuat secara anggotanya.

tidak pasti, tuntutan seperti bila Kata syara’ (عرش) secara etimologis

dilakukan maka berhak mendapat berarti jalan, jalan yang biasa dilalui air.

pahala tetapi bilan Maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia

ganjaran

meninggalkannya

tidak apa-apa. dalam menuju kepada Allah. 29 Hukum taklifi dalam bentuk ini

Bila digabungkan antara kata hukum

dinamakan nadb.

dan syara’ menjadi hukum syara’ yang berarti

c) Tuntutan untuk meninggalkan secara seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan

pasti, tuntutan seperti ini bila Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui

ditinggalkan akan diberi ganjaran dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua

pahala dan bila dilakukan akan umat yang beragama Islam 30 . mendapat ancaman dari Allah. Hukum

taklifi dalam bentuk ini dinamakan pengertian tentang hukum syara’ dengan

Ulama ushul

khitab (titah) Allah yang menyangkut tindak

d) Tuntutan untuk meninggalkan secara tanduk mukallaf dalam bentuk tuntutan

tidak pasti, tuntutan seperti ini bila pilihan berbuat atau tidak, atau dalam bentuk

ditinggalkan akan diberi ganjaran ketentuan-ketentuan.

pahala dan bila dilakukan tidak apa- Ulama fiqh mendefiniskan hukum

apa. Hukum taklifi dalam bentuk ini syara’ dengan sifat yang merupakan pengaruh

dinamakan karahah. atau akibat yang timbul dari titah Allah

e) Titah Allah yang memberikan terhadap orang mukallaf itu. Seperti wajibnya

kemungkinan untuk memilih antara sahlat akibat dari titah Allah dan haramnya

mengerjakan atau meninggalkan. memakan harta secara bathil akibat dari

Bentuk ini sebenarnya tidak ada larangan Allah.

tuntutan baik melakukan atau meninggalkan sehingga jika dilakukan maka tidak dapat ganjaran begitu juga meninggalkannya. Hukum taklifi

28 Ibid.

dalam bentuk ini dinamakan ibahah.

Ibid.

2. Hukum wad’i yaitu titah Allah yang yang sama bagi seorang ulama fiqh tidak berbentuk ketentuan yang ditetapkan

dibenarkan melakukan kesalahan dalam Allah, tidak langsung mengatur perbuatan

mengistimbatkan hukum dari dalil –dalil mukallaf , tetapi berkaitan dengan

yang tafsili.

perbuatan

Para mufassir dan ulama ushul harus tergelincirnya matahari menjadi sebab

mukallaf itu.

Seperti

memahami Alquranbaik dari segi asbabul masuknya waktu zuhur. Hukum wad’i

maupun kaedah-kaedah terbagi kepada beberapa bagian, yaitu:

nuzulnya

bahasanya,

karena ayat-ayat

a) Sebab yaitu sesuatu yang menjadikan Alqurantidaklah diturunkan sekaligus sebab bagi berlakunya hukum taklifi.

tetapi secara berangsur-angsur.Kondisi ini

b) Syarat yaitu sesuatu yang menjadi sangat membantu para ulama tafsir dan syarat terdapatnya hukum taklifi.

ushul dalam memahami ayat karena ada

c) Mani’ yaitu sesuatu yang menjadi beberapa ayat yang diturunkan sebagai penghalang bagi berlakuknya hukum

jawaban dari persoalan yang sedang taklifi.

berkembang.

Pengetahuan terhadap asbabun

KORELASI QAWÂ’ID AL-TAFSIR

nuzul akan mengantarkan seorang

DENGAN USHUL AL-FIQH

mufassir dan ahli ushul fiqh untuk Berdasarkan penjelasan tentang

mengetahui tempat turunnya Qawâ’id al-tafsir dan ushul fiqh diatas, maka ayat. Dengan itulah ahli tafsir dapat

ditemukan bahwa hubungan antara Qawâ’id al-tafsir

adanya ayat-ayat dan ushul fiqh sebagai berikut:

mengelompokkan

1. Sama-sama menjadikan Alquran sebagai objek kajian

makiyah dan ayat-ayat madaniyah dan

juga dapat mengetahui siapa orang yang Qawâ

’id al-tafsir dengan ushul fiqh telah menyaksikan ayat-ayat itu turun. Dikalangan ulama ushul al-fiqh

sama –sama menjadikan Alquransebagai bahan kajian. Ushul fiqh lebih melihat

pengetahuan terhadap asbabun nuzul dan tempat turunnya ayat sangat membantu

Alquran sebagai sumber hukum sehingga dalam menetapkan hukum dan juga

ilmu ushul fiqh melihat Alqurandari sisi kenapa ayat hukum itu harus diturunkan.

ayat-ayat yang mengandung hukum yang

sering disebut dalam istilahnya dengan Sama menerapkan kaedah dalam memahami

makna Alquran

dilalahnya. Alquran dalam menyampaikan pengajaran

Sementara Qawâ’id al-tafsir melihat dan penjelasan hukumnya tidaklah

Alqurantidak saja dari efek hukumnya dengan menggunakan satu ibarat. Sebagai

tetapi kaedah-kaedah yang besifat sumber hidayah dan ilmu, Alquran telah

umum.Alquransebagai sumber ilmu maka menggunakan beberapa kaedah yang

harus dipahami dengan benar agar sampai dapat diformulasikan menjadi hukum dan

kepada makna yang dimaksud. Qawa’id norma undang-undang.

bisa menjadi timbangan bagi mufasir Tidak dapat disangkal lagi bahwa Alquran

dalam melihat kebenaran dan kebaikkan didatangkan adalah untuk mengatur

dari sebuah penafsiran dan penjelasan kehidupan manusia. Manusia secara

dari makna-makna

Alquran.Sebagai

tabi’atnya adalah makhluk yang ingin mufassir maka sangat tidak dibenarkan

selalu berinteraksi dengan manusia lain. melakukan kesalahan dalam menafsirkan

Dalam interkasi itulah akan ditemukan dan mengistimbatkan makna ayat. Hal

beberapa persoalan yang kadang menjadi beberapa persoalan yang kadang menjadi

tangguhkan (kewajiban berperang) kontek inilah, maka Alquran diturunkan

kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan

untuk memberi

pengajaran

dan

di dunia ini hanya sebentar dan akhirat pembentukan hukum yang harus

itu lebih baik untuk orang-orang yang ditaatinya.

bertakwa, dan kamu tidak akan Dalam menjelaskan hukum, Alquran

dianiaya sedikitpun. (QS. An- menggunakan beberapa cara dan ibarat

Nisa’/4:77)

yaitu dalam bentuk tuntutan, baik Amar dalam ayat ini menunjukkan tuntutan berbuat yang disebut suruhan

wajib karena tidak ada qarenah atau

yang memalingkan maknanya yang meninggalkan yang disebut larangan.

dipalingkan dari makna wajib. Bentuk – bentuk ibarat itu antara lain:

2) Untuk nadb

a. Perintah (Amar) Amar adalah lafaz yang menunjukkan

atas tuntutan berbuat dari yang tinggi

kepada 31 bawahan. Amar ini

mempunyai beberapa bentuk tuntutan diantaranya:

Kaedahnya,

1) Untuk wajib,

َّدَشَأ ْوَأ ِهَّللا ِةَيْشَخَك َساَّنلا َنْوَشَْيَ ْمُهْ نِم ٌقيِرَف “Dan orang-orang yang tidak mampu

kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan

َلاْوَل َلاَتِقْلا اَنْ يَلَع َتْبَتَك َِلَ اَنَّ بَر اوُلاَقَو ًةَيْشَخ ٌليِلَق اَيْ نُّدلا ُعاَتَم ْلُق ٍبيِرَق ٍلَجَأ َلىِإ اَنَ تْرَّخَأ mereka dengan karunia-Nya. dan

budak-budak yang kamu miliki yang

ًلايِتَف َنوُمَلْظُت َلاَو ىَقَّ تا ِنَمِل ٌرْ ي memginginkan perjanjian, hendaklah َخ ُةَرِخ ْلآاَو

“Tidakkah kamu perhatikan orang- kamu buat Perjanjian dengan mereka, orang yang dikatakan kepada mereka:

jika kamu mengetahui ada kebaikan "Tahanlah tanganmu (dari berperang),

pada mereka, dan berikanlah kepada dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah

mereka sebahagian dari harta Allah zakat!" setelah diwajibkan kepada

yang dikaruniakan-Nya kepadamu. mereka berperang, tiba-tiba sebahagian

Dan janganlah kamu paksa budak- dari mereka (golongan munafik) takut

budak wanitamu untuk melakukan kepada manusia (musuh), seperti

pelacuran, sedang mereka sendiri takutnya kepada Allah, bahkan lebih

mengingini kesucian, karena kamu sangat dari itu takutnya. mereka

mencari Keuntungan berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa

hendak

duniawi.dan Barangsiapa yang memaksa Engkau wajibkan berperang kepada

mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang (kepada mereka) sesudah

31 Muhammad Adib Saleh, Tafsir al-Nushus fi

fiqh al-Islami, (tt, Maktabah Islami, 1984), jil. II, 234

mereka dipaksa itu. (QS. An-

32 Khalid bin Usman al-Sabat, Ulama Ushul

Nuur/24:33)

Fiqh membuat kaedah : بوجولل رملاا ىف لصلاا Fiqh membuat kaedah : بوجولل رملاا ىف لصلاا

(keadaannya) atau Dia sendiri tidak menunjukkan adanya kemerdekaan

mampu

mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan

dalam pembayaran cicilan, maka dengan jujur. Dan persaksikanlah

menimbulkan hukum nadb, bagi dengan dua orang saksi dari orang-orang

yang mengira tidak perlu maka lelaki (di antaramu).jika tak ada dua tidak ada ancaman apa-apa.

oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki

3) Untuk irsyad, dan dua orang perempuan dari saksi- saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang

ٍلَجَأ َلىِإ ٍنْيَدِب ْمُتْنَ ياَدَت اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي ِلْدَعْلاِب ٌبِتاَك ْمُكَنْ يَ ب ْبُتْكَيْلَو ُهوُبُتْكاَف ىًّمَسُم mengingatkannya. janganlah saksi-saksi

itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu

ُهَّللا ُهَمَّلَع اَمَك َبُتْكَي ْنَأ ٌبِتاَك َبْأَي َلاَو ُهَّبَر َهَّللا ِقَّتَيْلَو ُّقَْلحا ِهْيَلَع يِذَّلا ِلِلْمُيْلَو ْبُتْكَيْلَ ف jemu menulis hutang itu, baik kecil

maupun besar sampai batas waktu

ُّقَْلحا ِهْيَلَع يِذَّلا َناَك ْنِإَف اًئْيَش ُهْنِم ْسَخْبَ ي َلاَو membayarnya. yang demikian itu, lebih َوُه َّلُِيْ ْنَأ ُعيِطَتْسَي َلا ْوَأ اًفيِعَض ْوَأ اًهيِفَس adil di sisi Allah dan lebih menguatkan

persaksian dan lebih dekat kepada tidak

ْنِم ِنْيَديِهَش اوُدِهْشَتْسا (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah َو ِلْدَعْلاِب ُهُّيِلَو ْلِلْمُيْلَ ف mu'amalahmu itu), kecuali ِناَتَأَرْماَو ٌلُجَرَ ف ِْيَْلُجَر اَنوُكَي َْلَ ْنِإَف ْمُكِلاَجِر jika

mu'amalah itu perdagangan tunai yang

اَُهُاَدْحِإ َّلِضَت ْنَأ ِءاَدَهُّشلا َنِم َنْوَضْرَ ت ْنَِّمِ kamu jalankan di antara kamu, Maka اَذِإ ُءاَدَهُّشلا َبْأَي َلاَو ىَرْخُْلْا اَُهُاَدْحِإ َرِّكَذُتَ ف tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu

tidak menulisnya.dan persaksikanlah

اًيرِبَك ْوَأ اًيرِغَص ُهوُبُتْكَت ْنَأ ا apabila kamu berjual beli; dan janganlah وُمَأْسَت َلاَو اوُعُد اَم

penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang

ِةَداَهَّشلِل ُمَوْ قَأَو ِهَّللا َدْنِع ُطَسْقَأ ْمُكِلَذ ِهِلَجَأ َلىِإ ًةَرِضاَح ًةَراَِتِ َنوُكَت ْنَأ َّلاِإ اوُباَتْرَ ت َّلاَأ َنىْدَأَو demikian), Maka Sesungguhnya hal itu

adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah

َّلاَأ ٌحاَنُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَ ف ْمُكَنْ يَ ب اَهَ نوُريِدُت mengajarmu; dan Allah ٌبِتاَك َّراَضُي َلاَو ْمُتْعَ ياَبَ ت اَذِإ اوُدِهْشَأَو Maha اَهوُبُتْكَت

mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-

اوُقَّ تاَو ْمُكِب ٌقوُسُف ُهَّنِإَف اوُلَعْفَ ت ْنِإَو ٌديِهَش َلاَو Baqarah/2: 282). Amar dalam ayat di atas untuk ٌميِلَع ٍءْيَش ِّلُكِب ُهَّللاَو ُهَّللا ُمُكُمِّلَعُ يَو َهَّللا

medidik manusia dalam transaksi “Hai orang-orang yang beriman, apabila bisnis untuk agar menuliskan kamu bermu'amalahtidak secara tunai

untuk waktu yang ditentukan, hutang piutangnya.

hendaklah kamu menuliskannya.dan Perbedaan nadb dengan isrsyad hendaklah seorang penulis di antara

adalah dalam meraih keuntungan, kamu menuliskannya dengan benar. dan

jika nadb keuntungan yang didapat janganlah penulis enggan menuliskannya

adalah di akhirat sedangkan irsyad sebagaimana Allah mengajarkannya,

keuntungannya di dunia. meka hendaklah ia menulis, dan

4) Untuk ibahah,

hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis

itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia

hutangnya. jika yang berhutang itu orang

“Dan Kami naungi kamu dengan awan, sedangkan imtinan ada qarenah dan Kami turunkan kepadamu

berupa kebutuhan kita kepadanya "manna" dan "salwa".makanlah dari

dan ketidak mampuan kita untuk makanan yang baik-baik yang telah

mengerjakannya. Kami berikan kepadamu; dan tidaklah

mereka Menganiaya kami; akan tetapi setelah larangan dengan

Amar

merekalah yang Menganiaya diri mereka

kaedah:

sendiri. (QS. Al-Baqarah/2: 57)

Amar dalam ayat ini tidak

mengandung tuntutan apa-apa

terhadap orang yang menerima

Amar sehingga tidak ada sangsi berupa hukuman maupun janji

pahala.

5) Untuk Tahdid (menakut-nakuti) “Berkatalah dua orang diantara orang-

اوُعَّ تََتَ ْلُق ِهِليِبَس ْنَع اوُّلِضُيِل اًداَدْنَأ ِهَّلِل اوُلَعَجَو orang yang takut (kepada Allah) yang

Allah telah memberi nikmat atas

ِراَّنلا َلىِإ ْمُكَيرِصَم َّنِإَف keduanya: "Serbulah mereka dengan

“orang-orang kafir itu telah menjadikan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu

sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka akan menang. dan hanya kepada Allah menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. hendaknya kamu bertawakkal, jika Katakanlah:

"Bersenang-senanglah

kamu benar-benar orang yang beriman". kamu, karena Sesungguhnya tempat

kembalimu ialah neraka". (QS. Al-Maidah/5: 23)

(QS.

Amar menghendaki bersegera Ibrahim/14: 30)

Amar dalam ayat di atas tidak dengan kaedah: mengandung tuntutan apa-apa

namun disebutkan janji yang tidak mengenakkan.

6) Untuk Imtinan

(merangsang

keinginan). “Dan bersegeralah kamu kepada

ُهَّللا ُمُكَقَزَر اَِّمِ اوُلُك اًشْرَ فَو ًةَلوَُحَ ِماَعْ نَْلْا َنِمَو ampunan dari Tuhanmu dan kepada

surga yang luasnya seluas langit dan

ٌّوُدَع ْمُكَل ُهَّنِإ ِناَطْيَّشلا ِتاَوُطُخ اوُعِبَّتَ ت َلاَو bumi yang disediakan untuk orang-orang

yang bertakwa. ( QS. Ali Imran/3:

“Dan di antara hewan ternak itu ada

b. Larangan ( Nahi ) ada yang untuk disembelih.makanlah

yang dijadikan untuk pengangkutan dan

Perkataan yang menunjukkan atas dari rezki yang telah diberikan Allah

tuntutan meninggalkan perbuatan dari kepadamu, dan janganlah kamu

atas ke bawah 34 . Dengan kaedah, mengikuti langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang

nyata bagimu. (QS. Al- An’am/6: 142)

Meskipun intinyasama dengan

33 Sebelumnya Allah telah melarang berburu

ibahah dari

segi

tidak

ketika sedang melaksanakan haji dan hukumnya

mengnandung tuntutan namun adalah ibaha

34 Muhammad Adib Saleh, Tafsir al-

keduanya ada perbedaan. Ibahah

Nushusuh… 377.

hanya 35 semata izin berbuat Ahli ushul fiqh memakai kaedah ىف لصلاا

1) Untuk tahrim Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan

Allah ٌةَنِمْؤُم ٌةَمََلَْو َّنِمْؤُ ي َّتىَح ِتاَكِرْشُمْلا اوُحِكْنَ ت َلاَو

kepadamu,

memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu.Allah Maha Pengampun lagi Maha

اوُحِكْنُ ت َلاَو ْمُكْتَبَجْعَأ ْوَلَو ٍةَكِرْشُم ْنِم ٌرْ يَخ Penyantun ْنِم ٌرْ يَخ ٌنِمْؤُم ٌدْبَعَلَو اوُنِمْؤُ ي َّتىَح َيِْكِرْشُمْلا . (QS. Al-Maidah/5: 101)

4) Untuk do’a,

“Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun Dia menarik

hatimu. dan

“Allah tidak membebani seseorang menikahkan orang-orang musyrik

janganlah

kamu

sesuai dengan (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum

melainkan

kesanggupannya.ia mendapat pahala mereka beriman. Sesungguhnya budak

(dari kebajikan) yang diusahakannya yang mukmin lebih baik dari orang

dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) musyrik, walaupun Dia menarik

yang dikerjakannya. (mereka berdoa): hatimu. mereka mengajak ke neraka,

"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau sedang Allah mengajak ke surga dan

hukum Kami jika Kami lupa atau Kami ampunan dengan izin-Nya. dan Allah

tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

Engkau bebankan kepada Kami beban perintah-Nya) kepada manusia supaya

yang berat sebagaimana Engkau mereka mengambil pelajaran .(QS. Al-

bebankan kepada orang-orang sebelum Baqarah/2: 221)

kami. Ya Tuhan Kami, janganlah

2) Untuk karahah Engkau pikulkan kepada Kami apa

َّلَحَأ اَم ِتاَبِّيَط اوُمِّرَُتَ َلا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي yang tak sanggup Kami memikulnya.

beri ma'aflah kami; ampunilah kami;

َنيِدَتْعُمْلا ُّبُِيُ َلا َهَّللا dan rahmatilah kami. Engkaulah َّنِإ اوُدَتْعَ ت َلاَو ْمُكَل ُهَّللا

“Hai orang-orang yang beriman, penolong Kami, Maka tolonglah Kami janganlah kamu haramkan apa-apa

terhadap kaum yang kafir". (QS. Al- yang baik yang telah Allah halalkan

Baqarah/2: 286) bagi kamu, dan janganlah kamu

c. Lafaz umum

melampaui batas.Sesungguhnya Allah Suatu lafaz yang meliputi pengertian tidak menyukai orang-orang yang

yang patut baginya tanpa pembatasan. melampaui batas. (QS. Al-Maidah/5:

sangat banyak 87) diantaranya lafaz kullu dan jami’an ( و لك

Lafaz

umum

3) Untuk irsyad.

اعيجم) dan juga lafaz ma’rifah dan naikrah َدْبُ ت ْنِإ َءاَيْشَأ ْنَع اوُلَأْسَت َلا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي ُنآْرُقْلا ُلَّزَ نُ ي َيِْح اَهْ نَع اوُلَأْسَت ْنِإَو ْمُكْؤُسَت ْمُكَل yang terhimpun dalam kaedah:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan

kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu

Contoh:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala َنوُرَّكَذَتَ ي

yang ada di bumi untuk kamu dan Dia “Dan janganlah kamu menikahi wanita- berkehendak (menciptakan) langit, lalu

wanita musyrik, sebelum mereka beriman. dijadikan-Nya tujuh langit.Dan Dia Maha

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin mengetahui segala sesuatu. (QS. al-

lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Baqarah/2: 29)

Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan

يِذَّلا ُموُقَ ي اَمَك َّلاِإ َنوُموُقَ ي َلا اَبِّرلا َنوُلُكْأَي َنيِذَّلا wanita-wanita mukmin) sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun

اََّنَِّإ اوُلاَق ْمُهَّ نَأِب َكِلَذ ِّسَمْلا َنِم ُناَطْيَّشلا ُهُطَّبَخَتَ ي ْنَمَف اَبِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بْلا ُهَّللا َّلَحَأَو اَبِّرلا Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke ُلْثِم ُعْيَ بْلا

neraka, sedang Allah mengajak ke surga

ُهُرْمَأَو َفَلَس اَم ُهَلَ ف ىَهَ تْ ناَف ِهِّبَر ْنِم ٌةَظِعْوَم ُهَءاَج dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

اَهيِف ْمُه ِراَّنلا ُباَحْصَأ َكِئَلوُأَف َداَع ْنَمَو ِهَّللا َلىِإ perintah-Nya) kepada manusia supaya

mereka mengambil pelajaran. ( QS. al-

َنوُدِلاَخ Baqarah/2: 221)

“Orang-orang yang Makan (mengambil)

KESIMPULAN

riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan

Dari beberapa keterangan diatas, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan

dapat dilihat betapa urgennya kaidah-kaidah mereka yang demikian itu, adalah

didalam Alquran. Ini disebabkan mereka berkata (berpendapat),

penanfsiran

dikarenakan perkembangan penafsiran yang Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,

begitu pesat dan bertambahnya ilmu bantu Padahal Allah telah menghalalkan jual beli yang dapat digunakan dalam penafsiran dan mengharamkan riba. orang-orang yang

telah sampai kepadanya larangan dari

Alquran.

Tuhannya, lalu terus berhenti (dari Qawa’id al-tafsir dan ushul al-fiqh

mengambil riba), Maka baginya apa yang merupakan dua cabang ilmu yang sangat telah diambilnya dahulu (sebelum datang

menggali dan larangan); dan urusannya (terserah) kepada

dibutuhkan

dalam

makna-makna Allah. orang yang kembali (mengambil

mengistimbathkan

Alquran. Qawa’id lebih menekankan pada riba), Maka orang itu adalah penghuni-

penghuni neraka; mereka kekal di penggunaan kaedah secara umum sedangkan

dalamnya. (QS. al-Baqarah/2: 275) ushul fiqh penggunaannya pada ayat-ayat hukum.Dan keduanya saling menguatkan

dalam meng-istimbath-kan makna Alquran.

36 Khalid bin Usman al-Sabat, Qawa’id al- Tafsir Jam’an wa Dirasatihi 548

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al- Fayumi, Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali. al-Misbah al-Munir fi Garib al-Syarh al-Kabir li al- Rafi’i, Bairut: al-Maktabah al- ‘Ilmiyah, t.th

Al- Jurjani, ‘AliIbn Muhammad Ibn ‘Ali. al- Ta’rifat,Bairut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H

Al- Qattan, Manna’. Mabahis fi ‘Ulum Alquran,Bairut: Muassah al-Risalah, 1406 H/1983 M

Al-Razi, Abu Abdillah Muhammad ibn Umar Fakhruddin. Mafatih al-Gaib, Bairut: Dar al-Fikr, 1414 H/1992 M

Al-Sabat, Khalid bin Usman. Qawa’id al-Tafsir Jam’an wa Dirasatihi, Mesir: Dâr Ibn ‘Affan, 1421 H

Al-Zahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz. ICD ROM al-Maktabah al-Syamilah

Asy-Syirbashi,Ahmad.Sejarah tafsir Alquran, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001 M

Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul al-Fiqh, Kairo: Dâr al-Kuwaityyah, 1968

Mahmashani, Subhi. Falsafah Tasri’ fi al-Islam, Beirut: Dâr Ilmi lil malayyin, 1968

Saleh, Muhammad Adib. Tafsir al-Nushus fi fiqh al-Islami, tt: Maktabah Islami, 1984

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997

Usman,H. Muchlis.Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 M

Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqhi,Jakarta: Pustaka Jakarta, 1994

Zakariyyah, Abi Husain Ahmad Bin Farisi Bin. Mu’jam Maqaisi al-lughah. Beirut: Dar Fiqri 1390

Halaman ini tidak disengaja kosong.