HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI ISU STRATEGIS

HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI ISU STRATEGIS
KETATANEGARAAN INDONESIA
Oleh : 1. Zulfina Dhini A. W

(8111415158)

2. Eunike Ratna Chrisandy

(8111415178)

3. Asif Lutfiyana

(8111415189)

ABSTRAK
Seberapa pentingkah mempelajari apa itu HAM? Pertanyaan ini layak diajukan mengingat mempelajari sejarah,
utamanya HAM kadang memicu debat yang tidak berkesudahan, kesimpangsiuran dan tendensi penyalahgunaan isu HAM.
Padahal, sejarah dapat menyediakan data mengenai awal mula munculnya HAM sebagai sebuah gagasan hingga menjelma
menjadi sebuah standar dan norma umum yang dalam perkembangannya bahkan sejumlah instrumen hukum HAM
mensyaratkan negara-negara terikat untuk merumuskannya dalam peraturan perundang-undangannya. Dalam konteks ruang
keIndonesiaan, ada kewajiban dan tanggung jawab negara mengimplementasikan HAM dalam langkah-langkah efektif

bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan.
Keywords : Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia, Peraturan perundang-undangan Hak Asasi Manusia

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada
pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau
dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih
diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan
hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis
mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi
Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara
individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.

Rumusan Masalah


Bagaimana hakekat Hak Asasi Manusia pada umumnya ?



Bagaimana perkembangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia di Indonesia ?



Apa saja pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ?

Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui hakekat Hak Asasi Manusia




Untuk mengetahui perkembangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia di Indonesia



Untuk mengetahui berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
ISU 3
HAK ASASI MANUSIA
Berdasarkan bunyi Pasal 1 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyebutkan bahwa Hak

Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan kebendaan manusia sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Menurut Soetandyo, hak ini disebut ‘universal’. Karena hak ini dinyatakan sebagai bagian dari
kemanusiaan setiap sosok manusia, apapun warna kulit, jenis kelamin, usia, latar belakang, budaya, agama dan
kepercayaan.1
Untuk penegakkan HAM di Indonesia telah dibentuk lembaga/institusi yang mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap HAM. Lembaga institusi tersebut yaitu:
a. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Merupakan lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dengan lembaga negara lain dan berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Tujuan
dibentuknya Komnas HAM antara lain:
 Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila

b.

dan UUD 1945 dan piagam PBB, dan deklarasi Universal HAM.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia

Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Pengadilan Hak Asasi manusia
Untuk mengadili pelanggaran HAM berat dibentuk Pengadilan HAM dilingkup peradilan
umum. Untuk melaksanakannya dibentuklah UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Seterusnya untuk melaksanakan pasal 45 UU nomor 26 tahun 2000 dibentuk keputusan Presiden
nomor 31 tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makasar. Kemudian,
untuk melaksankan Pasal 43 ayat 1 UU nomor 26 tahun 2000 tentang HAM dikeluarkan Keputusan
Presiden nomor 53 tahun 2002 tentang Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc pada Pengadilan
Jakarta Pusat.

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran
HAM bertugas dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat adalah
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

UUD yang pernah berlaku di Indonesia mempunyai keragaman dalam pengaturan HAM baik substansi
maupun jumlah pasal yang diatur didalamnya, namun dari segi jumlah pasal, UUD 1945 memang masih sangat
kurang, untuk itulah dalam UUD 1945 (setelah amandemen) pasal – pasal tentang HAM ini diadakan perubahan
terutama pasal 28 ditambah pasal 28A – 28J, juga pasal yang mengatur tentang kewajiban dasar warga negara
yaitu pasal 27 dari 2 ayat menjadi 3 ayat.
Secara garis besar, terdapat 4 pandangan dalam Konstituante mengenai penjaminan HAM dalam
Konstitusi yaitu :2
1 Soetandyo Wignjosoebroto, ‘Hak-Hak Asasi Manusia: Konsep Dasar dan Pengertiannya
yang Klasik pada Masa-Masa Awal Perkembangannya’ dalam Toleransi dalam Keragaman:
Visi untuk Abad 21, Kumpulan Tulisan tentang Hak Asasi Manusia, (Surabaya:Pusat Studi
Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya dan The Asi Fondation, 2003), hlm.4
2 Rahayu, S.H. M.Hum, Hukum Hak Asasi Manusia (HAM), (Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2010), hlm. 54

o


Pandangan bahwa HAM adalah kebebasan dasar semua manusia yang harus dihormati oleh

o

penguasa.
Pandangan bahwa HAM merupakan prinsip untuk melawan fasisme, genosida, chauvinisme,

o

dan militerisme yang harus ditetapkan berdasarkan kebutuhan saat itu.
Pandangan bahwa HAM bersumber pada syariat Islam, sehingga kebebasan dasar manusia

o

tidak bersifat mutlak, artinya tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam.
Pandangan bahwa HAM bersifat kolektif, karena HAM tidak dipahami semata-mata sebagai
hak individu melainkan hak individu dalam kehidupan bersama dengan orang lain.

Dengan adanya kewenangan pemerintah untuk membatasi HAM pada masa orde baru, maka
pemerintah pada waktu itu mengeluarkan 5 paket UU bidang politik yaitu:

a) Undang – Undang nomor 1 tahun 1985 tetang Pemilihan Umum
b) Undang – Undang nomor 2 tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR
c) Undang – Undang nomor 2 tahun 1985 tentang Parta Politik dan Golongan Karya
d) Undang – Undang nomor 2 tahun 1985 tentang Referendum
e) Undang – Undang nomor 2 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Kelima UU tersebut justru membatasi HAM dan disinyalir bertentangan dengan UUD 1945 itu sendiri.
Maka pada era reformasi, MPR pada tahun 2000 pada sidang tahunan yang diadakan pada tanggal 10 – 18
Agustus 2000 mengadakan amandemen terhadap pasal 27 dan 28.
Untuk mengidentifikasi ada tidaknya suatu pelanggaran HAM maka hal pertama yang harus dilakukan
adalah menghubungkan palanggaran tersebut dengan suatu bentuk tindakan negara, baik dengan tindakan
langsung atau tidak langsung dengan membiarkan pelanggaran terjadi. 3 Dalam hal ini Baehr mengemukakan
teori efek vertikal horizontal HAM untuk menjelaskan hakikat konsep pelanggaran HAM. 4 Pengertian vertikal
HAM, yaitu melindungi individu atau kelompok individu dari campuran yang tidak adil oleh pemerintah,
sedangkan pengertian horizontal mengacu pada sesama warga negaranya. Karenanya menjadi tugas pemerintah
untuk melindungi individu dari pelanggaran haknya oleh individu atau kelompok lain.
Pada masa reformasi ini muncul kembali perdebatan mengenai konstitusionalitas perlindungan HAM.
Perdebatan tidak lagi mengenai soal-soal konseptual berkenaan dengan teori-teori HAM, namun lebih pada soal
basis hukumnya, apakah ditetapkan dengan Tap MPR atau dirumuskan dalam UUD. Ketetapan MPR tentang
HAM ini kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
yang menggantikan Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM. Untuk memenuhi tuntutan publik

(termasuk masyarakat internasional) yang menghendaki agar pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun
2000 juga diadili, maka UU ini memungkinkan dibentuknya Pengadilan ad hoc HAM dengan Keputusan
Presiden atas dasar usul DPR berdasar peristiwa tertentu. Selain diatur dalam Tap MPR dan UU yang berkaitan
dengan HAM, perubahan besar juga dilakukan terhadap Konstitusi Indonesia -UUD 1945- melalui proses
amandemen pada tahun 2000. Dengan amandemen ini UUD 1945 telah mencamtumkan prinsip-prinsip HAM
sebagai norma konstitusi dalam Bab XA Pasal 28A sampai 28J.5 Dengan pengakuan konstitusional akan prinsipprinsip HAM ini maka setiap peraturan perundangan dan kebijakan yang bertentangan dengan HAM dapat
3 Julie Mertus, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan: Langkah Demi Langkah, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 181
4 Peter R. Baehr, Hak-Hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1998), hlm. 11-12
5 Ibid., hlm. 58-59

dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum atau harus dibatalkan. Hal ini disebabkan karena kebijakan dan
tindakan yang melanggar HAM tersebut tidak hanya melanggar prinsip HAM tapi juga melanggar konstitusi.

Komnas HAM membentuk tim investigasi atas penganiyaan yang menyebabkan korban meninggal dan
luka dalam penolakan penambangan pasir ilegal di Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jatim. Dalam
peristiwa tersebut, terdapat sejumlah bukti yang cukup untuk menduga adanya pelanggaran HAM.
Berikut bentuk-bentuk perbuatan (type of acts) pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa
tersebut:

1.

Hak untuk hidup
Sesuai dengan data yang ada, terdapat korban yang meninggal dunia atas nama Salim Kancil
akibat mengalami tindak kekerasan yang berujung pada kehilangan hak untuk hidup. Berdasarkan
hal tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang merupakan hak yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights) sebagaimana dijamin dalam
Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, Pasal 4 dan 9 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 6 ayat
(1) Kovenan Internasional Hak-hak Sipik dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU 12 Tahun
2005.

2. Hak untuk tidak mendapat perlakuan yang kejam
Tidak ada manusia yang diizinkan untuk merendahkan martabat. Pada peristiwa tersebut korban
baik Salim Kancil maupun Tosan mengalami tindak kekerasan antara lain, dipukul dengan benda
tajam, batu dan sebagainya serta distrum di hadapan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut telah
mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana dijamin Pasal 33 ayat (1) UU 39 Tahun
1999 tentang HAM, Pasal 7 UU 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hakhak Sipil dan Politik, Pasal 16 ayat (1) UU 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusia atau Merendahkan
Martabat Manusia.


3. Hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang
Pada saat peristiwa, korban Salim Kancil dilakukan penangkapan oleh sejumlah orang yang tidak
mempunyai kewenangan dan kapasitas untuk melakukan penangkapan. Sehingga terjadi tindakan
penangkapan secara sewenang-wenang. Hal tersebut telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran
HAM, khususnya hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang sebagaimana dijamin dalam
Pasal 34 dan 9 ayat (1) UU 39 Tahun 1999.
4. Hak atas rasa aman
Peristiwa ini telah menyebabkan rasa ketakutan dan kekhawatiran yang dialami oleh keluarga
korban serta masyarakat sekitar juga, terutama bagi pembela HAM. Berdasar hal tersebut maka
telah terjadi pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana dijamin Pasal 28G ayat (1) UUD 1945
jo

Pasal

30

UU

39


Tahun

1999

tentang

HAM.

5. Hak anak
Dalam peristiwa kekerasan tersebut, pelaku melakukan tindakan kekerasan di depan anak Salim
yang masih berusia 15 tahun. Selain itu, dalam peristiwa kekerasan bertempat di Kantor
Pemerintah Desa Selok Awar-Awar dilakukan di depan sekolah PAUD. Berdasarkan hal tersebut,
maka telah terjadi pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dlm Pasal 28 B ayat (2) UUD45 jo
Pasal 52 ayat (1) jo Pasal 63 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, jo Pasal 4 jo Pasal 15 huruf c dan
d, jo Pasal 16 ayat (1) UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 19 ayat (1) jo Pasal
37 huruf a Keppres 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Kovenan Perlindungan Hak Anak.
BAB III
PENUTUP
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu
mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh
perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

DAFTAR PUSTAKA







Soetandyo Wignjosoebroto. 2003 . ‘Hak-Hak Asasi Manusia: Konsep Dasar dan Pengertiannya yang
Klasik pada Masa-Masa Awal Perkembangannya’ dalam Toleransi dalam Keragaman: Visi untuk Abad
21, Kumpulan Tulisan tentang Hak Asasi Manusia. Surabaya:Pusat Studi Hak Asasi Manusia
Universitas Surabaya dan The Asia Fondation
Julie Mertus. 2001. Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan: Langkah Demi Langkah. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Peter R. Baehr. 1998. Hak-Hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Rahayu, S.H. M.Hum. 2010. Hukum Hak Asasi Manusia (HAM). Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59