KARAKTERISTIK KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU (2)

02

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

KARAKTERISTIK
KELAPA SEBAGAI
BAHAN BAKU BIOENERGI
{ Syukri M Nur }

PENGANTAR
Tanaman kelapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman utama dan hampir merata terdapat
di seluruh provinsi dan kabupaten di Indonesia. Tanaman ini telah berada di Indonesia
sejak ribuan tahun lalu, dan menjadi salah penopang ekonomi rakyat karena semua materi
dari kelapa dapat dimanfaatkannya. Ragam pemanfaatan tanaman kelapa dapat dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu untuk bagian dari bahan baku pangan, bahan baku bangunan
dan sarana kehidupan lainnya, serta bahan baku energi terbarukan.
Dua kelompok pemanfaatan tanaman kelapa untuk pangan
dan bangunan telah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia,
sedangkan pemanfaatan untuk bahan baku energi hanya dikenal
secara tradisional seperti untuk kayu bakar dan pembuatan
arang dari batok kelapa.

Dalam prespektif moderen, pemanfaatan tanaman kelapa sebagai
baku bioenergi tidak mempertentangkannya dengan kebutuhan
kelapa sebagai bahan pangan. Malahan dengan pemanfaatan
teknologi konversi energi, akan diperoleh peningkatan kuantitas
dan kualitas energi pada setiap produk bioenergi.
Untuk mencapai prespektif moderen tersebut, langkah awal
yang harus dilakukan adalah dalam mempelajari sifat bioisik,
luas lahan dan distribusi, produksi dan produktivitas, serta
karakteristik bioenergi, serta ragam pemanfaatan tanaman
kelapa.

Gambar 1.
Klasiikasi ilmiah tanaman
kelapa

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Langkah awal ini merupakan bagian dari langkah besar untuk menyusun buku yang mengkaji
“Potensi dan Tantangan Bisnis Bioenergi Utama Indonesia”, dengan melibatkan komoditi
lain seperti kelapa sawit, padi, karet, bambu, kakao, bahkan limbah kota dan limbah hutan.


KLASIFIKASI ILMIAH DAN AGROEKOLOGI KELAPA
Tanaman kelapa memiliki nama latin Cocos nucifera dan merupakan tanaman berbiji tunggal
sehingga termasuk kedalam kelas Monocots. Klasiikasi ilmiah secara lengkap. disajikan
pada Gambar 1 yang menjelaskan identitias lengkap tanaman kelapa.
El Bassam (2010), menjelaskan spesiikasi biologi tanaman kelapa yang dapat tumbuh di sekitar
wilayah tropis (intertropical zone), dan mampu hidup di tanah yang miskin seperti berpasir,
gambut dan lain-lain. Tanaman ini mampu mencapai tinggi 25 m dengan kisaran diameter
batang 25-35 cm, dan panjang daun 1-1,7 m. Pilihan tanaman ini sebagai bahan bioenergi juga
tepat karena panen dapat dilakukan setiap saat dan tidak tergantung pada musim.

Gambar 2, Luas lahan (ha) danproduksi kelapa Indonesia tahun 2009-2013.
(Sumber data diolah dari Statistik Pertanian RI).

03

04

BIOENERGI UTAMA INDONESIA


Tanaman kelapa tumbuh baik pada wilayah tropis, dan sering dijumpai dipinggir pantai atau
daerah pesisir namun mampu tumbuh pada kisaran 0 – 700 mdpl (meter di atas permukaan
laut). Temperatur udara rata-rata tahun berkisar 26oC dengan kisaran variasi suhu udara
harian yang rendah. Kondisi curah hujan yang ideal berkisar 1250-2000 mm/tahun . Bahkan
pada daerah kering namun tersedia air tanah juga masih mampu tumbuh baik.

LUAS LAHAN DAN DISTRIBUSI TANAMAN KELAPA
Saat ini, perhatian tanaman kelapa seolah-olah terabaikan karena tergerus oleh konsentrasi
pengembangan komoditi lain seperti kelapa sawit, karet dan kakao. Kondisi tanaman kelapa
dari segi luas lahan telah menurun drastis pada tahun 2010, dan sedikit ada pertambahan
luas lahan pada tahun 2011 hingga 2013. Berdasarkan data Departemen Pertanian RI, pada
lima tahun terakhir (2009-2013), luas lahan kelapa mencapai 3,7 juta hektar dan mencapai
produksi sekitar 3,2 juta ton. Rincian data dan graik perubahan luas lahan dan produksi
kelapa pada tahun 2009-2013 disajikan pada Gambar 2 diatas.

Jika dikaji data distribusi luas lahan menurut pulau, maka tanaman kelapa merupakan tanaman
utama di Pulau Sumatera karena memiliki luas lahan terbesar dan mencapai 1,2 juta hektar,
kemudian disusul pulau Jawa seluas 0,9 juta hektar, dan pulau Sulawesi 0,7 juta hektar,
bagian Timur Indonesia 0,5 juta hektar, dan Kalimantan0,27 juta hektar. Bahkan berdasarkan
perkembangan luas lahan kelapa, pulau Kalimantan terdapat sedikit pertambahan luas pada

tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 jika dibanding pada tahun 2009. Data perkembangan
distribusi luas lahan kelapa di Indonesia disajikan pada Gambar 3.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Gambar 3;
Perkembangan luas
lahan (ha) menurut
pulau di Indonesia
pada tahun 20092013.

Jika dikaji lebih rinci luas lahan tanaman kelapa sawit dan distribusinya untuk setiap provinsi
di Indonesia berdasarkan data terakhir pada tahun 2013, maka akan tampak seperti pada
Gambar 4. Pada gambar tersebut, tampak bahwa provinsi yang memiliki areal perkebunan
kelapa mendekati 200.000 hektar sangat potensial menjadi sentra bahan baku bioenergi
berbasis kelapa. Berdasarkan kriteria ini maka terpilih provinsi Riau, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Datalengkap
perkembangan luas lahan perkebunan kelapa di setiap provinsi disajikan pada Tabel 1.
Untuk pengembangan suatu provinsi menjadi sentra agroindustri kelapa dan sentra
bioenergi maka dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Mendayagunakan dan menetapkan provinsi yang memiliki areal kelapa mendekati luas
200.000 hektar yang ditunjang oleh suplai bahan baku kelapa dari daerah sekitarnya.
2. Mendayagunakan dan menetapkan provinsi yang memiliki areal kelapa sekitar 100.000
hektar dan harus ditunjang suplai bahan baku kelapa oleh beberapa provinsi sekitarnya.

05

06

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

07

08

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA

Berdasarkan data produksi dan produktivitas tanaman kelapa Indonesia pada kurun waktu
lima tahun (2009-2013), menunjukkan kondisi yang menyedihkan dimana terjadi penurunan
produksi dan produktivitas. Pada tahun 2009, produksi kelapa mampu mencapai 3,26 juta
ton dengan produktivitas 0,86 ton/ha sedangkan pada tahun 2013 hanya tercapai produksi
3,18 juta ton dengan produktivitas 0,84 ton/ha. Perubahan selama lima tahun disajikan
pada Gambar 5.

Gambar 5; Perkembangan produksi (ton) dan produktivitas (ton/ha) kelapa di Indonesia tahun 2009-2013.

Jika produksi dan produktivitas kelapa dikaji menurut pulau, maka akan tampak seperti
pada Gambar 6 untuk produksi dan Gambar 7 untuk produktivitas kelapa. Posisi tertinggi
dalam produksi kelapa pertahun masih di Pulau Sumatera, kemudian Jawa dan Sulawesi,
lalu bagian Timur Indonesia, dan yang terkecil adalah Kalimantan. Fluktuasi perkembangan
produksi kelapa di semua pulau memiliki kecenderungan menurun kecuali pada bagian
Timur Indonesia.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Produktivitas kelapa di semua pulau di Indonesia cenderung menurun dan berada pada
angka rata-rata 0.84 ton/ha untuk lima tahun terakhir ini (2009-2013), yang berarti pada

setiap hektar tanaman kelapa hanya mampu memproduksi sekitar 840 kg kelapa.
Kondisi ini perlu diperhatikan dengan baik oleh pemerintah, pengusaha, dan petani karena
umumnya perkebunan kelapa dikelola oleh petani, dan kurang mendapatkan perawatan,
serta umur tanaman sudah tua dan tidak dilakukan peremajaan karena terkendala leh
permodalan.

Gambar 6; Perkembangan
produksi kelapa menurut
pulau di Indonesia pada
tahun 2009-2013.

Gambar 7;
Perkembangan
produktivitas (ton/ha)
kelapa menurut pulau
di Indonesia pada tahun
2009-2013.

09


10

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

11

12

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Gambar 1. Produktivitas kelapa (ton/ha) Indonesia menurut Provinsi tahun 2013.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

13

14


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

PEMANFAATAN TANAMAN KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU BIOENERGI
Hampir semua tanaman kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku bioenergi, hanya
kecuali air kelapa dan daging kelapa yang tidak dapat digunakan jika berhadapan dengan
kepentingan untuk penyediaan bahan pangan. Namun demikian, konsentrasi utama dalam
penulisan artikel ini atau dalam buku Bioenergi Utama akan mendayagunakan limbah kelapa
seperti daun, batang, serabut kelapa, dan batok kelapasebagai bahan baku bioenergi. Alur
perolehan bahan baku bioenergi dari tanaman kelapa disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Alur pemanfaatan limbah tanaman kelapa sebagai bahan baku bioenergi

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

KARAKTERISTIK BIOENERGI TANAMAN KELAPA
Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentiikasi secara biokimia dan bioisik.
Identiikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku tersebut untuk menjadi biofuel
seperti biodiesel, sedangkan secara bioisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolid
seperti dibuat pelet, biochar, atau kombinasinya.
Berdasarkan Publikasi pangkalan data digital yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian

Energi Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang disampaikan melalui
laman https://www.ecn.nl/phyllis2, berhasil diidentiikasi karakteristik komponen kelapa
sawit, untuk daun/pelepah, tandan buah segar, dan lain lain seperti yang disajikan pada
Tabel 8. Laman ini juga memiliki data dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar
3000 data bahan baku bioenergi.
Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) proximate analysis; (2) Ultimate
analysis; (3) biomass analysis. Ketiganya digunakan untuk identiikasi sifat-sifat bahan
bakar dari biomassa, sehingga setiap hasil analisis menyajikan kandungan energi biomassa
tersebut.

Proximate Analysis:
Kadar abu (Ash) :
Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai
bahan yang diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu
pembentukan abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan
ar dan kering terkait dengan kadar air:
Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%))
Kadar Air (Water content):
Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk
dicatat bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air

pada saat analisis. Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama
penyimpanan.

15

16

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and ixed carbon) :
Jumlah bahan mudah menguap (volatil) ditentukan oleh metode standar. Jumlah volatil
dinyatakan dalam % berat bahan kering, seperti yang diterima materi atau kering dan
bebas materi abu.
Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh
metode standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut:
ar
dry
daf

ixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar)
ixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry)
ixed C = 100 - volatiles (daf)

Analisis Ultimate (Ultimate analysis):
Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), luor (F) dan bromin
(Br) konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf) dan
sebagai bahan yang diterima (wt% ar).

ar
dry
daf

Deinisi
C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100
C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100
C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100

Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen
diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten
abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari
100. Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena
kesalahan eksperimental dalam analisis.
Nilai Kalori (Caloriic value) (MJ/kg):

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah
(Lower Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang
terbentuk dari hidrogen dalam material dan kelembaban:
Singkatan

English

Indonesia

HHV



LHV


• Higher Heating Value
• Gross heating value
• Caloriic value
• Heat of combustion
• Lower heating value
• Net heating value

• Nilai Pemanasan tertinggi
• Nilai pemanasan bruto
• Nilai Kalori
• Panas Pembakaran
• Nilai Pemanasan Terendah
• Nilai Pemanasan Bersih

Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV
juga dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne:
HHVMilne = 0.341C + 1,322H - 0,12 O - 0,12 N + 0,0686S - 0,0153 abu,
di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai
kalor untuk bahan kering di MJ/kg.
Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w
(wt% ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung.
HHVar = HHVdry • (1-w/100)
HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100)
LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100
LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100
LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100}

Komposisi abu (Ash composition- wt% ash):
Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini
dinyatakan sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang
sebenarnya dari komponen.

17

18

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr)
dinyatakan dalam mg/kg abu.
Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry):
Kandungan logam dinyatakan dalam mg/kg bahan kering.
Biochemical composition (wt%):
Komposisi biokimia bahan dinyatakan dalam % berat bahan kering (selulosa, hemiselulosa, lignin, lemak, protein, pektin, pati, ekstraktif, C5 dan C6 gula, karbohidrat total
non-struktural). Jika analisis gula diterapkan, selulosa dan hemiselulosa = glukan = sum C5
+ C6 sum - glukan - rhamman.
“Jumlah total abu + biokimia” memberikan jumlah abu, selulosa, hemiselulosa, lignin, lipid,
protein, ekstraktif EtOH / toluena, ekstraktif 95% EtOH, ekstraktif air panas, pati, pektin,
rhamnan, dan jumlah non-struktural carbo-hidrat (TNC).

Nilai Kalori
Nilai kalori dari komponen limbah kelapa seperti batok kelapa, batang kelapa, sabut kelapa,
debu sabut kelapa, serta hasil olahan bahan baku seperti arang batok kelapa dan komponen
lainnya digali dari data sekunder Pusat Penelitian Energi Belanda (Energy research Centre
of the Netherlands) yang disampaikan melalui laman https://www.ecn.nl/phyllis2. Data
mentah disajikan pada Tabel 4, dan hasil pengolahannya disajikan pada Gambar 11.
Berdasarkan Gambar 11, dari empat komponen limbah kelapa memiliki kisaran nilai
kalori yang hampir sama dengan kisaran 16-20 MJ/kg. Perubahan besar terhadap nilai
kalori terjadi jika limbah tersebut dibuat sebagai arang seperti arang batok kelapa yang
mampu mencapai kisaran nilai 31 MJ/kg. Perubahan ini dapat terjadi melalui penggunaan
teknologi konversi energi dengan cara pemanggangan (torrefaction) dan pemadatan atau
pembentukan pellet.
Pembahasan tentang teknologi konversi ini akan dilaksanakan pada artikel lain.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Gambar 11. Nilai kalori dari limbah komponen kelapa (MJ/kg)

19

20

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Tabel 4. Karakteristik bioenergi dari komponen limbah kelapa.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

PENUTUP
Potensi tanaman kelapa Indonesia sebagai bahan baku bioenergi telah terungkap secara
bertahap melalui tulisan ini. Potensi itu mencakup luas lahan, distribusi, produktivitas,
dan karakteristik bioenergi, serta alur perolahannya. Namun demikian, masih diperlukan
langkah lanjutan untuk supaya dapat mendayagunakannya. Langkah-langkah yang yang
diperlukan pengelolaan cara panen, penyimpanan, transportasi dari lokasi panen ke pabrik
pengolahan, strategi penentuan pemilihan teknologi konversi supaya menjadi produk yang
langsung dapat digunakan sebagai energi biofuel, biosolid, atau juga langsung digunakan
sebagai bahan bakar untuk pabrik pembangkit listrik.
Bahkan pada jika komiditi kelapa dijadikan bahan baku utama untuk penghasil energi, masih
diperlukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk tahap kelayakan
bisnis bidang energi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut akan dibahas pada tulisan lain.

BAHAN BACAAN
El Bassam, N. 2010. Handbooks of Bioenergy Crops: A complere reference to species,
development and applications. London. Earthscan. 516p.

21

24

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966.  Ia menyelesaikan pendidikan dasar
dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada
tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK
(Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution
karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986. 
Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN
Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993
melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim
panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis,
Jerman, Jepang, dan Austria.
Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas
Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA.
Penghargaan yang pernah diperoleh    LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and
Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman,
Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan
di IPB.
AlAMAt leNgkAp:
Jl. Malabar Ujung No. 27
RT 04/03, Tegalmanggah,
Bogor 16144
Telp & FAX :
0251-835715,
HP:
0811580150
Email :
syukrimnur@gmail.com

Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti
bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta
tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis
dan Agroindustri.
Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan
pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur
di PT. Kutai Mitra Energi Baru.
Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian,
teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.