Bussiness Ethic The Ethics of Consumer P

TUGAS AKHIR KASUS BESAR BUSINESS ETHICS

Dosen Pengampu :

Dr. John Suprihanto, MIM.
Disusun Oleh :

Wilfried Arief Nugroho
37R14023 – 14/376993/PEK/20521
(Kelas Reguler Angkatan 37 Kampus Jakarta)
MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN
BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

I.

Latar Belakang
Iklan seharusnya memiliki fungsi informatif dan persuasif bagi konsumen. Melalui

iklan, pembeli seharusnya dapat mengetahui informasi yang cukup berkaitan dengan
produk yang ditawarkan. Namun banyak iklan-iklan di Indonesia yang telah tercatat

melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan etika bisnis seperti menggunakan unsur
hiperbolasi, perbandingan, testimoni, dll. Pada akhirnya konsumen merupakan pihak yang
paling dirugikan karena harus menanggung biaya dari praktek penipuan, desain produk
yang buruk, dan garansi yang tidak diberikan.
Salah satu kasus yang berkaitan dengan pelanggaran iklan ialah perusahaan otomotif
Nissan. Melalui iklan (brosur, media online detik, kompas, dll), pihak Nissan memberikan
klaim terhadap produk Nissan March bahwa produknya mengkonsumsi satu liter bensin
untuk jarak 21,8 km berdasarkan test drive oleh majalah Autobid edisi 197
(Anonim,2012). Banyak konsumen yang tertarik untuk membeli produk Nissan March
yang menggambarkan city car dengan bahan bakar yang irit. Akan tetapi klaim yang
diberikan oleh Nissan berbanding terbalik dengan kenyataan yang dialami oleh konsumen
yang salah satunya ialah Ludmilla Arief. Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh
Ludmilla Arief, mobil Nissan March yang digunakannya mengkonsumsi BBM 8,2 km/liter
dengan menggunakan bahan bakar beroktan 92 (Luthfi,2012) dimana klaim perusahaan
Nissan tidak seirit yang dijanjikan. Berikut ini merupakan salah satu iklan yang dibuat
oleh pihak Nissan dalam mempromosikan produk Nissan March.

Gambar 1.1 Contoh Iklan Nissan March

Sebelumnya, Ludmilla Arief telah mengadukan keluhannya langsung kepada pihak

Nissan akan tetapi tidak menerima respon positif. Selain itu beliau telah memuat

keluhannya melalui surat pembaca Kompas pada tanggal 28 Agustus 2011 berjudul
“Bahan Bakar Mobil Nissan March” akan tetapi belum juga mendapatkan tanggapan baik
dari pihak Nissan. Pada Akhirnya Ludmilla mengadukan kasusnya ke Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK). Beliau meminta ganti rugi terhadap pihak Nissan yaitu
dengan membeli kembali mobilnya sebesar Rp.160 juta (harga awal Ludmilla membeli
produk) berkaitan dengan penipuan iklan yang dilakukan oleh pihak Nissan. Namun pihak
Nissan hanya mau membeli mobil tersebut seharga Rp. 138 juta. BPSK memutuskan
bahwa pihak Nissan melanggar pasal 9 ayat (1) huruf k dan pasal 10 huruf c terkait
Undang-Undang Perlindungan konsumen (Hidayat,2012). BPSK memberikan solusi bagi
kedua belah pihak yaitu Nissan diminta untuk mengembalikan uang pembelian sebesar
150 juta kepada Ludmilla. Akan tetapi Nissan tidak menuruti keputusan BPSK alih-alih
menggugat balik keputusan BPSK dan mengajukan banding ke Pengadilan Negri Jakarta
Selatan agar membatalkan keputusan BPSK. Pengadilan Negri Jakarta Selatan menolak
permohonan pemohon dan menguatkan keputusan BPSK karena pemohon (PT. Nissan
Motor Indonesia) tidak mempunyai dasar hukum, dan pemohon tidak bisa membuktikan
adanya tipu daya muslihat dari tergugat (Anonim,2012). Pihak Nissan kembali
mengajukan kasasi ke MA (Mahkamah Agung) dengan menyiapkan bukti-bukti lebih
lanjut. Namun pada 1 Oktober 2013, Majelis kasasi memutuskan untuk menolak kasasi

PT. Nissan Motor Indonesia.

II.

Landasan Teori

2.1 The Contract View of Business Firm’s Duties to Consumer
Hubungan antara perusahaan dengan konsumen merupakan suatu contractual
relationship dan perusahaan mempuyai kewajiban moral terhadap konsumen untuk
memenuhi

karakteristik

produk

yang

dibuat

sesuai


dengan

contractual

relationship(Velasquez, 2014). Terdapat 4 tanggung jawa moral dari The Contractual Theory
of Business Firm‘s Duties to Consumers yaitu (Velasquez, 2014):
a. The Duty to Comply
Perusahaan mempunyai kewajiban ke konsumen untuk menyediakan barang sesuai
karakteristik. Perusahaan harus dapat memenuhi klaim baik tersirat maupun tersurat.
Klaim yang dibuat oleh penjual terkait dengan produk dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu reability, service life, maintainability, dan safety.
b. The Duty of Disclosure
Penjual harus memiliki kewajiban untuk mengungkapkan dan menginformasikan
secara detail mengenai produk yang dibeli konsumen.Informasi dan pengungkapan
produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli.
c. The Duty not to Misrepresent
Penjual memiliki kewajiban untuk tidak menyalah-artikan informasi mengenai produk
baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
d. The Duty Not to Coerce

Penjual memiliki kewajiban untuk tidak memaksa konsumen yang tidak berpikir
rasional (karena dipengaruhi oleh ketakutan atau tekanan emosional).

2.2 Commercial Advertising
Yaitu komunikasi antara penjual dan pembeli potensial yang umum ditujukan untuk
masyarakat dan dimaksudkan untuk mendorong anggota masyarakat untuk membeli produk
yang ditawarkan (Velasquez, 2014).
2.3 Advertising dan Efek tipuannya pada kepercayaan
Kritik umum dari efek iklan ialah kepercayaan konsumen khususnya pada aspek
penipuan pada periklanan di jaman modern (Velasquez, 2014). Suatu iklan dapat memberikan
gambaran yang salah terhadap produk dengan menggunakan penipuan maket atau replika,

menggunakan testimonial yang tidak benar, gagal untuk mengungkapkan karakteristik dan
detail produk dengan jujur (Velasquez, 2014).

III.

Analisis Kasus

Berdasarkan kasus diatas apabila dikaitkan dengan The Contractual Theory of Business

Firm‘s Duties to Consumers, Nissan Motor Indonesia tidak memenuhi 4 tanggung jawab
moral produsen yaitu :
a. The Duty to Comply
Nissan Motor Indonesia tidak menyediakan produk kepada konsumen sesuai dengan
karakteristik. Dari faktor Reability, klaim yang diberikan oleh Nissan Motor Indonesia
dimana konsumsi bahan bakar produk Nissan March sebesar 21,8 km/Liter tidak
dialami oleh banyak konsumen yang justru jauh dari klaim yang diberikan yaitu
sebesar 8,2 km/liter. Penjual secara moral terikat untuk meberikan kebenaran atas
kesalahpahaman yang telah dibuat.
b. The Duty of Disclosure
Nissan Motor Indonesia tidak memberikan informasi dan penyingkapan secara detail,
terbuka, jelas, dan terperinci terhadap konsumsi bahan bakar terhadap produknya.
Hemat atau tidaknya mengkonsumsi bahan bakar ditentukan oleh banyak faktor
seperti pengendara (efektif atau tidaknya menggunakan transmisi gigi dan pedal),
padat atau tidaknya rute jalan yang ditempuh, jumlah muatan, dan kandungan oktan
bensin yang digunakan itu sendiri. Pada kasus ini, Nissan Motor Indonesia tidak
menyingkap dengan detail faktor-faktor yang mempengaruhi pengkonsumsian bahan
bakar tersebut.
c. The Duty Not to Mispresent
Nissan Motor Indonesia terbukti memberikan informasi yang keliru atau tidak benar

kepada konsumen terkait dengan klaim yang diberikan. Konsumen merasa tertipu
dengan informasi yang diberikan oleh Nissan Motor Indonesia
d. The Duty of Coerce
Nissan Motor Indonesia dapat dikatakan membuat konsumen untuk tidak berpikir
rasional (karena dipengaruhi oleh ketakutan atau tekanan emosional) melalui iklan
yang dibuat dengan menggunakan kalimat “Pilihan Pintar untuk Hemat”.Iklan produk

yang memberi kesan “Irit” ini membuat konsumen tertarik untuk membeli produk
Nissan March.
Dari sisi hukum, Nissan Motor Indonesia melanggar UU perlindungan Konsumen
pasal 9 ayat (1) huruf k yang menyatakan “pelaku usaha dilarang menawarkan,
memproduksikan,

mengiklankan suatu barang atau jasa secara tidak benar kemudian

menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti”. BPSK juga menyatakan
Nissan melanggar ketentuan Pasal 10 huruf c UU Perlindungan Konsumen. Aturan itu
berbunyi, "pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak

atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa" (Anggadha,2013). Nissan Motor Indonesia terlihat
tidak memiliki etiket baik dalam menyelesaikan permasalahan kasus ini dimulai dari keluhan
langsung oleh Ludmilla ke pihak Nissan yang tidak mendapat respon positif, hingga tidak
mengindahkan putusan dari BPSK (justru menggugat balik pihak BPSK). Berdasarkan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No 350/MPP/Kep/12/2001 tentang
pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK pasal 42 (1) putusan BPSK merupakan putusan final
dan mempunyai keputusan hukum yang tetap (Nawali,2012). Sanksi yang diberikan oleh
BPSK yaitu mengharuskan Nissan Motor Indonesia untuk membeli mobil milik Ludmilla
seharga Rp.160 Juta (harga awal beli) sebenarnya tidak terlalu besar apabila dibandingkan
dengan kasus serupa yang terjadi di Amerika. Pada kasus yang terjadi di Amerika tepatnya
tahun 2006, konsumen wanita yang bernama Heather Peters mengadukan Honda ke
pengadilan terkait hal serupa yaitu mengenai klaim penggunaan bahan bakar mobil Honda
Civic yang tidak sesuai dengan penggunan sebenarnya di lapangan. Pengadilan mewajibkan
Honda membayar ganti rugi sebesar US$ 9.867 kepada Peters (Luthfi,2012). Denda yang
dikenakan dapat dikatakan besar karena hampir mendekati denda maksimum yaitu sebesar
US $10.000. Selain itu pihak konsumen juga tidak harus mengembalikan mobilnya ke pihak
Honda.
Dari sisi iklan, Nissan Motor Indonesia jelas melakukan pelanggaran. Apabila ingin
menunjukkan angka maka harus ada dasar ilmiah yang dicantumkan. Informasi yang
tercantum pada iklan mengenai angka 21 km/liter dinilai tidak detail, jelas, dan terperinci.

Seharusnya pada iklannya, Nissan Motor Indonesia memberikan informasi yang jelas dan
detail bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hemat atau tidaknya penggunaan bahan
bakar seperti pengendara (efektif atau tidaknya penggunaan transmisi gigi dan pedal), padat
atau tidaknya rute jalan yang ditempuh, jumlah muatan, dan kandungan oktan bensin yang

digunakan itu sendiri. Perlu menjadi perhatian konsumen juga, bahwa pengujian yang
dilakukan pihak media(khususnya media otomotif seperti autobild Indonesia) pada umumnya
menggunakan pengemudi yang telah memiliki pemahaman berkendara cukup tinggi dan
professional bahkan beberapa diantaranya memiliki sertifikat karena pemahaman dan
keprofesionalannya dalam keahlian mengemudi (berkendara Eco), bukan pengemudi yang
baru mengenal cara mengemudi. Sehingga konsumsi bahan bakar yang digunakan menjadi
hemat.

IV.

Kesimpulan dan Saran

Dari teori The Contract view of Business Firm’s Duties to Consumer, Nissan Motor
Indonesia terbukti melanggar etika bisnis karena tidak memenuhi tanggung jawab moral
produsen yaitu Duty to Comply, Duty to Disclosure, Duty to Misrepresent, dan Duty Not to

Coerce. Dari sisi hukum, Nissan Motor Indonesia melanggar UU perlindungan Konsumen
pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c selain itu Nissan Motor Indonesia terlihat tidak
memiliki etiket baik dalam menyelesaikan permasalahan kasus. Dari sisi periklanan, Nissan
Motor Indonesia dapat dikatakan melakukan pelanggaran. Untuk menampilkan angka pada
iklan yang digunakan untuk memperkuat klaim seharusnya Nissan dapat memberikan
informasi tambahan yang lengkap dan jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
hemat atau tidaknya penggunaan bahan bakar. Dari kasus ini, diharapkan baik produsen
maupun konsumen dapat saling memahami dan menghormati satu sama lain dalam
memasarkan produk maupun memilih atau menggunakan produk. Konsumen pun harus
berperan aktif mencari informasi dari produk atau kendaraan yang akan digunakan sebelum
menetapkan pilihannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andika, Luthfi.2012. Digugat Nissan, Pemilik March Santai.

https://indonesiacompanynews.wordpress.com/2012/04/10/kasus-konsumen-nissanmarch-yang-boros-vs-nissan/.diakses tanggal 27 Juni 2015.
2. Anonim.2012.http://www.bluefame.com/topic/478238-ini-dia-pemilik-mobil-nissan-

march-yang-protes-bbm-nya-boros/page__st__40.diakses tanggal 27 Juni 2015.

3. Hidayat, Rofiq.2012. Kasus Iklan Nissan March Masuk Pengadilan.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-marchmasuk-pengadilan.diakses tanggal 27 Juni 2015.

4. Nawali,Feriolus. 2012. Kasus Nissan Produksi Mobil Boros Masuk PN Jaksel.

http://www.rmol.co/read/2012/04/02/59529/Kasus-Nissan-Produksi-Mobil-BorosMasuk-PN-Jaksel-.diakses tanggal 27 Juni 2015.
5. Anggadha,Arry.2013. MA Tolak Kasasi Nissan Soal Gugatan March

Boros.http://m.liputan6.com/news/read/707701/ma-tolak-kasasi-nissan-soal-gugatanmarch-boros .diakses tanggal 27 Juni 2015.
6. Velasquez, M.2014. Business Ethics: Concept and Cases. Essex: Pearson.