AKHIR DARI IDEOLOGI ATAU IDEOLOGI TANPA

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

AKHIR DARI IDEOLOGI ATAU IDEOLOGI TANPA AKHIR
(Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis Fukuyama dan
Samuel Huttington mengenai Konsep The End )
Wildan Insan Fauzi1
ABSTRAK
Inti dari pemikiran Daniel Bell dalam bukunya The End of Ideology adalah
bahwa penyelesaian menyeluruh terhadap problem kemanusiaan yang dilakukan
oleh ideologi besar tidak valid lagi. Menurut Bell, kesalahan yang dilakukan ideologi
karena melakukan penyerderhanaan dan yang menyebabkan ideologi seperti terjerat
lewat tema-tema mendasar yang diperbincangkan. Tesis Fukuyama menegaskan
suatu hal terkait kemenangan liberal/kapitalisme AS atas Uni Soviet yang komunis,
yaitu kemenangan teori liberal/kapitalis terhadap teori komunis dan sosialis yang
dianggapnya sudah usang. Satu asumsi Fukuyama bahwa manusia mulai meyakini
satu saja sistem kehidupan, yaitu Demokrasi Liberal ala Barat (Anglo-Saxon). Akhir
sejarah dijumpai setidaknya dalam tiga titik nadir, yaitu, berakhirnya evolusi ideologi
manusia, universalisasi Demokrasi Liberal ala Barat dan bentuk inal pemerintahan
‘manusia. Salah satu intelektual yang melakukan kritik terhadap pemikiran the end
baik yang dikemukakan oleh Daniel Bell maupun Fukuyama adalah Huttington.

Menurut Huttington bahwa akhir perang dingin tidak berarti akhir persaingan
ideologi, diplomatik, ekonomi, teknologi, atau bahkan militer diantara negara-negara.
Hal ini tidak berarti akhir dari perebutan kekuasaan dan pengaruh.

Kata Kunci : Bell, Fukuyama, hutington, ideologi, endisme
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kita saat ini tengah berhadapan dengan
kenyataan dunia berupa dominasi kekuatan
kekuatan besar, baik dalam wujud ide, life
style atau gaya hidup, sistem kehidupan,
isik, maupun struktural. Kapitalisme
dan sosialisme (termasuk didalamnya
komunisme), masing-masing kekuatan
telah menunjukkan dominasi yang
demikian besar terhadap perkembangan
dunia. Sebelum komunis runtuh secara
struktural, dunia ditarik oleh dua kutub
besar itu, kutub kapitalisme disatu sisi


dan sosialisme disisi lain. Namun setelah
sosialisme mengalami sekarat, dunia
ditarik oleh hanya satu kekuatan saja, yaitu
kapitalisme, baik yang terang-terangan
maupun yang malu-malu dan terpaksa.
Bila kita memperhatikan setiap
bangsa atau negara yang ada di dunia
saat ini khususnya negara negara dunia
ketiga termasuk Indonesia, maka akan
kita dapatkan bahwa mereka tak berdaya
menghadapi hegemoni sang adidaya
Amerika, hampir setiap sendi kehidupan
bangsa ini selalu menjadikan barat atau
amerika sebagai rujukan, baik dari segi

1

Wildan Insan Fauzi adalah dosen Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi PPKn, Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan, Cimahi.


229

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

ideologi, gaya hidup, okonomi, politik,
kebijakan dalam negeri maupun luar
negeri.
Ideologi adalah pemikiran yang
mendalam/menyeluruh tentang alam
semesta, manusia, dan kehidupan, yang
memancarkan sistem aturan kehidupan.
dengan kata lain bila kita berangkat dari
posisi kita sebagai manusia yang hidup
di alam semesta, maka ideologi adalah
sebuah paradigma dasar yang mampu
menjawab ada apa dibalik ketiga unsur
(manusia, kehidupan, alam semesta), dan
ada apa setelah kehidupan dunia ini, serta

bagaimana hubungan ketiganya dengan
sesuatu sebelum kehidupan dunia ini, dan
setelah kehidupan dunia ini.
Matinya Ideologi di bagian awal
menguak
ekses
kemanusiaan
dari
pertentangan dua ideologi besar di dunia:
sosialisme dan kapitalisme. Pertentangan
ideologi telah menjerat dua bangsa
adidaya, Soviet dan Amerika Serikat, dalam
pertikaian perang dingin. Pertentangan
ideologi pula yang menyebabkan terjadinya
berbagai tragedi kemanusiaan.
“Hiduplah di tahun 1953, maka
kau akan menemui dua peristiwa besar
yang menyejarah: mangkatnya Stalin
dan matinya ideologi,”. Suasana hening,
murung dan sedih tengah terjadi di malam

5 Maret 1953. Itulah hari meninggalnya
Stalin. dunia seakan terdiam, menahan
gerak. Seluruh uni Soviet terguncang.
Seusai 1953, banyak orang mulai
enggan bicara sosialisme. Sosialisme
tampak sekedar kontemplasi politis dan
keheningan sejarah. Ia begitu eksotik
sebagai perenungan tetapi bukan untuk
dijalani.
Pada sekitar tahun yang sama, muncul
pemikiran sinis terhadap ideologi. daniel

Bell dengan bukunya The End of Ideology.
Pada musim panas tahun 1989,
terbitlah sebuah artikel di jurnal The
National Interest yang berjudul “The End
of History“. dalam artikel itu francis
fukuyama berpendapat bahwa sebuah
konsensus luar biasa berkenan dengan
legitimasi demokrasi liberal sebagai suatu

sistem pemerintahan telah muncul di
seluruh dunia selama beberapa tahun
terakhir, setelah ia menaklukan ideologiideologi
pesaingannya.
fukuyama
berpendapat bahwa demokrasi liberal
mungkin merupakan “titik akhir dari
evolusi ideologis umat manusia“, dan
“bentuk inal pemerintahan manusia.”
sehingga ia bisa disebut sebagai “akhir
sejarah“.
Namun, berakhirnya perang dingin,
telah
memunculkan
isu-isu
yang
mempengaruhi keadaan politik dunia.
Muncul pergesarean politik dunia seperti
konlik agama yang berdampak pada
absolutisme agama, konlik etnis, teorisme

internasional, dan isu lokal lainnya telah
mempengaruhi arah politik internasional.
Menjadi pertanyaan menarik saat ini
adalah apakah ideologi telah berakhir
sebagaimana yang diungkapkan oleh Bell
dan fukuyama, atau perjuangan ideologi
tersebut tidak mengenal henti? Artikel
ini mencoba mengelaborasi pandgan
dari daniel Bell, francis fukuyama, dan
Samuel Huttington megenai konsep The
end of Ideologi dan The End of History”.
Sebagai rumusan masalah dalam
artikel ini adalah “Apa inti dari pemikiran
daniel Bell, francis fukuyamaa, dan
Samuel huttington
tentang ideologi
selama perang dingin sampai akhii
pernag dingin?” Mengingat begitu luasnya
rumusan masalah tersebut, kami susun


230

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

dalam beberapa pertanyaan penelitian,
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran daniel Bell
mengenai konsep The End of Ideologi?
2. Bagaimana
pemikiran
francis
fukuyama mengenai The End of
History?
3. Apa perbedaaan konsep The End dari
fukuyama dan daniel Bell?
4. Bagaimana kritik Samuel Huttington
mengenai konsep The End?

apa tujuan yang akan dicapai [dalam

kehidupan ini] (untuk memberikan arahan
bagi perbuatan yang perlu dilakukan),
[dan] kriteria untuk membedakan
perbuatan yang benar dari yang salah,
serta membedakan argumentasi yang sah
dari yang batil.
Dari deinisi tersebut, dapat ditarik
beberapa butir-butir penting dari deinisi
ini adalah:
1. Ideologi adalah suatu set ide (konsep).
2. Ideologi memberikan suatu sudut
pandang
untuk
menafsirkan
(memaknai) kehidupan ini.

Deinisi Ideologi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI, 2003), ideologi diartikan kumpulan
konsep bersistem yang dijadikan asas

pendapat (kejadian) yang memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup
(Kamus besar bahasa Indonesia. Istilah
ideologi pertama kali muncul sebagai
dampak dari revolusi Prancis. The Concise
Oxford Dictionary of Politics (2003)
mendeisisikan ideolgi sebagai:
Any comprehensive and mutually
consistent set of ideas by which a
social group makes sense of the
world may be referred to as an
ideology. … An ideology needs to
provide some explanation of how
things have come to be as they
are, some indication of where they
are heading (to provide a guide to
action), criteria for distinguishing
truth from falsehood and valid
arguments from invalid …
Set ide yang menyeluruh dan konsisten

yang dengannya, suatu kelompok sosial
menafsirkan
(memaknai)
kehidupan
ini, disebut ideologi. … Ideologi perlu
memberikan penjelasan tentang bagaimana
seluruh eksistensi yang ada ini terjadi,

3. Ideologi
memberikan
penjelasan
tentang bagaimana segala sesuatu itu
terjadi.
4. Ideologi memberikan suatu tujuan
hidup untuk mengarahkan perbuatan
apa yang perlu dilakukan.
5. Ideologi memberikan kriteria untuk
membedakan perbuatan yang benar
dari yang salah, serta membedakan
argumentasi yang sah dari yang batil.
Ideologi bisa diartikan sebagai
kerangka berpikir dan cara pandang
normatif seseorang atau kelompok social
terhadap realitas dunia agar sesuai dengan
paradigma yang diidealisasikan (Suwirta,
2005: 37). Konsep ini diciptakan pada
tahun 1797 oleh Antoine destutt de Tracy
yang merupakan salah seorang anggota
ilosof yang diberi tanggungjawab oleh
konvensi revolusi menjalankan institute
de france yang baru berdiri, khusus
untuk menyebarkan gagasan-gagasan
pencerahan (Mc lelland, 2005: 9). de
Tracy mendeinisikan ideologi sebagai
ilmu pengetahuan baru yang bebas
dari –prasangka metaisis dan agama,
namun pengertian ini kurang populer
(Nuswantoro, 2001: 49). Ideologi menurut

231

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

Tracy bertujuan untuk memurnikan ideide dalam rangka mendapatkan kebenaran
obejektif dan pikiran yang benar
(Nuswantoro, 2001: 57)
Nuswantoro (2001: 49) mendeiniskan
ideologi sebagai seperangkat sistem yang
diyakini, sebuah sistem ide yang sering
dikaitakan dengan politik dan ilsafat.
Daniel Bell memilki deinisi tersendiri
mengenai ideologi. Ia mengganggap
ideologi sebagai seperangkat keyakinan
saja, namun juga merupakan kompleksitas
ide-ide yang secara khusus menarik
banyak manusia, terutama pada abad 19
(2001: 49). daniel Bell beranggapan bahwa
sebagai jalan menerjemahkan ide-ide
kedalam praktek memperoleh penajaman
dari Hegelisan kiri, yaitu feurbach dan
Marx (Nuswantoro, 2001: 58).
Marx melalui tulisannya The German
Ideologi (dalam Nuswantoro, 2001: 59-61)
menganggap ideologi berkaitan dengan
ilsafat idealisme; atau konsepsi bahwa
ide-ide itu otonom dan ide-ide itu secara
independent memiliki kekuatan untuk
menyibak kebenaran dan kesadaran.
daniel Bell menyatakan dewasa ini ideologi
sebagai an action-oriented system of belief
s= sistem keyakinan yang memotivasi orang
atau kelompok masyarakat untuk bertindak
dengan cara tertentu sebagaimana
diajarkan oleh ideologi tersebut. dalam
perpektif Marx, ideologi bukan hanya
ide-ide keliru, tetapi sekaligus juga
menyembunyikan kepentingan tertentu.
Ideologi yang mengklaim kebenaran,
dilain pihak sebenarnya mereleksikan
kebutuhan dari kelompok tertentu
Selinger (Mc lelland, 2005: 157)
mendeinisikan ideologi sebagai seluruh
rangkaian keyakinan berorientasi aksi yang
ditata dalam sebuah sistem yang koheren,
mempreteli dimensi kritis konsep itu.

Menurut Bell, kekuatan dari ideologi
adalah
kecenderungannya
untuk
diikuti. Kebenaran ideologi muncul
pada tindakannya, ia tidak hidup dalam
perenungan, tetapi dalam tindakan. Hal
yang penting dari fungsi ideologi adalah
mengisi emosi seperti agama. Jika agama
mewujudkan dunia ideal dalam lembarlembar irman, kidung, pengorbanan diri,
juga keindahan, maka ideologi menyatukan
energi-energi itu dalam politik. Suatu
gerakan sosial yang memiliki ideologi dapat
mempengaruhi orang ketika ia melakukan
tiga hal yaitu: menyederhanakan ideide, mengklaim kebenaran, dan dengan
menggabungkan kedua hal tersebut dalam
praktek (hal ini memerlukan komitmen).
Pemikiran Daniel Bell dan Fukuyama
mengenai The End
daniel Bell adalah seorang sosiolog
AS, ia lahir di New York pada 10 Mei 1919.
Sejak muda ia aktif di organisasi-organisasi
sosialis seperti liga Pemuda Rakyat
Sosialis pada 1932. Pada tahun 1948 ia
menjadi editor majalah fortune, dan dia
banyak menulis kolom-kolom tentang
buruh. Pada akhirnya Bell mengabdikan
diri secara penuh di universitas Columbia
dan menjadi staf pengajar di sana.
Gagasan utama pemikirannya justru
pada upaya diberikan seluas-luasnya
individu dalam menemukan perspektif baru
untuk mengatasi masalah yang dihadapi
umat manusia. Meskipun pada awalanya
ia tertarik pada ide-ide Marx, namun pada
akhirnya ia banyak mengkritik pemikiran
Marx tersebut yang dianggapnya terlalu
menyederhanakan masalah. Kepitalisme
pun tidak lepas dari kritknya, menurutnya
kapitalisme tidak memberikan ruang
bagi nilai-nilai yang ditinggikan. logika

232

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

ekonomi pada akhirnya selalu berhasil
mengerusi nilai-nilai itu
Inti dari pemikiran daniel Bell dalam
bukunya The End Of Ideology adalah
bahwa penyelesaian menyeluruh terhadap
problem kemanusiaan yang dilakukan oleh
Ideologi besar tidak valid lagi. Pengerogotan
terhadap ideologi merupakan konsekuensi
logis dari perkembangan modernitas dan
kemajuan ilmu pengetahuan. Manusia
sudah jenuh dengan pertikaian ideologi.
Pertikaian ideologi pada akhirnya telah
menjerumuskan manusia kedalam perangperang yang banyak memakan korban
jiwa.
Menurut
Bell,
kesalahan
yang
dilakukan ideologi karena melakukan
penyerderhanaan dan yang menyebabkan
ideologi seperti terjerat lewat tema-tema
mendasar yang diperbincangkan. Bell
menganggap
bahwa-bahwa
ideologiideologi abad 19, khususnya Marxisme,
sebagai sebuah sistem intelektual yang telah
mengklaim kebenaran atas pandangannya
tentang dunia.
Bagi Bell, ideologi adalah produk
”kiri” dan bukanlah hanya sebagai suatu
sistem kepercayaan, tetapi sebagai
kompleks khusus ide-ide dan dorongan
emosi yang mewarnai abad 19. Ideologi
akan mencapai konsep ”the end” ketika
ideologi mengalami disorientasi, artinya
ia tercerabut dari ruang dan waktu.
Sebuah ideologi akan terus bertahan
jika ia memiliki sifast rensposibilitas
dan leksibilitas. Responsibilitas berarti
harus ada kemampuan untuk merespon
segala tantangan ketika dihadapkan pada
perubahan arus zaman. fleksibilitas berarti
sebuah ideologi haruslah lentur, yaitu
siap dalam menghadapi setiap moment
perubahan.

dalam The End of Ideology, Bell
membagi karyanya menjadi tiga bagian.
Bagian pertama berisi kritik dan analisa
Bell atas beberapa pendekatan yang
keliru terhadap masyarakat Amerika dan
menyoroti persoalan ideologi di era 50-an.
Pada bagian kedua, ia banyak menyoal sisi
kompleksitas kehidupan masyarakat AS,
dan pada bagian ketiga ia memaparkan
habisnya utopia: dari kegagalan sosialisme
AS, mood politik tahuan 30-an sampai 50an, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan
bahwa ideologi telah berakhir di Barat.
Bell banyak memberikan kritik pada
teori-teori Marx, antara lain
1. Bell menolak pandangan Marx
yang melihat struktur masyarakat
melulu dalam ikatan ekonomi. Bell
mengajukan cara pandang yang tidak
banyak dilakukan oleh Marx, yaitu lewat
organisasi sosial keluarga. Organisasi
kelurga terdiri dari kepemilikan dan
perkawinan dinasti.
2. teori Marx tidak dapat melihat realitas
kapitalisme AS dengan utuh dan tidak
dapat dijadikan guiding princples..
Kebijakan ekonomi AS berpegang
pada teori Keynes (yang mengharuskan
pemerintah ikut campur dalam
mengatur investasi),
Schumpeter
(fungsi pemerintah bukan mengatur
investasi,
tetapi
memberdayakan
kalangan uashawan), dan Galbraith
(Regulasi pasar di AS bukan berasal
dari kompetisi produsen, tetapi diatur
oleh tawar-menwar antara penjual dan
pembeli, porsi pemerintah terdapat
di dalam ikut memberi peluang pada
pengembangan, bukan mengatur,
dan kalau perlu menjadi kekuatan
penyeimbang). Menurut Bell, perbaikan
ilmiah kapitalisme AsS semakin

233

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

lengkap, sementara realitas terusmenerus berubah. Ideologi-ideologi
kmenjadi kuno dan memerlukan revisi
baru.
Inti dari pemikiran The End of
ideology, antara lain sbegaai berikut
1. orang tidak bisa membuat penilaian
hipotesis dan mengambil kesimpulan
dari mitos-mitos. Orang harus kembali
pada fakta-fakta.
2. menurut Bell, kegagalan sosialisme
di AS karena ketidakmampuan
menyelesaikan dilema dasar etika
dan politik. Gerakan sosialis menurut
Bell tidak menemukan relasi kepada
problem khusus di AS dan pada akhirnya
juga politik dunia. Begipula menurut
werner Sombart (Nuswantoro, 2001:
118) membuat suatu kesimpulan
mengapa sosialisme tidak laku di AS,
yaitu karena banyaknya kesempatan
bagi Individu untuk meraih apa yang
diinginkan dan karena baiknya standar
kehidupan. Menurut Bell, sosialisme
dan
juga
komunisme
terkunci
logika sendiri sehingga tidak dapat
menyelesaikan
masyarakat
dasar
kapitalis berupa kemungkinan seluasluasnya bagi memeproleh kemakmuran
tanpa mengorbankan kebebasan.
3. dalam masyarakat pragmatis seperti
AS, mereka lebih condong untuk
berkompromi ketika tujuan-tujuan
ideologi yang doktriner bertentangan
dengan realitas yang terjadi. Ideologi
hanya menjadi janji-janji, retorika,
dan slogan, maka mereka mulai
meninggalknanya. Jika mereka tetap
menggunakannya,
mereka
akan
terjebak (Nuswantoro, 2001: 126).
4. ideologi-ideologi abad 19 memerlukan
pembenaran dari para intelektual,

namun dukungan tersebut sekarang
memudar dan dibarengi dengan
tumbuhnya para intelektual baru
yang kritis, yang mengambil posisi
bersebrangan.
5. dalam dunia modern ini, dengan adanya
cara pendekaran ilmiah yang realistik
dalam menanggapi gejala-gejala social,
tidak mungkin lagi menerima suatu
teori kemasyarakatan yang sistematis
guna menjelaskan kejadian-kejadian
besar perkembangan bangsa-bangsa.
dengan kata lain, dalam pemikirannya,
ia menolak konsepsi menyeluruh
tentang masyarakat yang dapat
menjelaskan semua kejadian. dengan
demikian,
pendekatan
ideologiideologi besar (sosialisme, komunisme,
kapitalisme) tidak dapat menjelaskan
lagi sesuatu secara menyeluruh,
dengan demikian meskipun ideologi
itu tetap ada, tetapi lambat laun akan
kehilangan pendukung
Melalui bukunya, The End of History
and The Last Man, fukuyama hendak
mengatakan bahwa pasca perang dingin,
tidak akan ada lagi pertarungan antar
ideologi besar, karena sejarah telah berakhir
dengan kemenangan kapitalisme dan
demokrasi liberal. Meskipun menyadari
evolusi sejarah, fukuyama beranggapan
bahwa demokrasi liberal merupakan titik
akhir dari evolusi ideologis umat manusia
sekaligus bentuk inal pemerintahan
manusia. Runtuhnya Soviet dan ambruknya
tembok Berlin menjadi pertanda kalahnya
sosialisme, dan sebagai gantinya adalah
perayaan dan kemenangan kapitalisme
tanpa ada kompetitornya.
lebih lanjut, fukuyama memaparkan
bahwa runtuhnya rezim-rezim komunis di
Eropa Timur dan uni Soviet pada tahun

234

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

1989 dan 1990 yang berarti berakhirnya
Marxisme-leninisme sebagai ideologi
politik tidak menandai apapun kecuali
“titik akhir dari evolusi ideologis umat
manusia”.
Kondisi terakhir ini disebut fukuyama
sebagai “pertama kali terjadi dengan
kehancuran total alternatif sistematis
terhadap demokrasi liberal Barat”. Meski ia
bersepakat dengan gagasan daniel Bell yang
menyatakan bahwa dunia akan mengalami
deideologisasi, namun ia menolak ramalan
Bell akan terjadinya korvergensi ideologis
antara liberalisme dan sosialisme. Bagi
fukuyama, “kemenangan telak liberalisme
politik dan ekonomi adalah bentuk inal
dari pemerintahan umat manusia.
Pemikiran
Samuel
Huttington
mengenai the End of Ideology
Salah saru intelektual yang melakukan
kritik terhadap pemikiran the end baik yang
dikemukakan oleh daniel Bell maupun
fukuyama adalah Huttington. Menurut
Huttington (2005: 35), pada tahun 1988
muncul berbagai pemikiran tentang AS,
salah satunya adalah teori deklinisme
yang dikemukakan oleh Paul Kennedy.
Teori deklinisme adalah suatu pandagan
bahwa sesuatu, terutama sebuah Negara,
sistem politik, atau sistem ekonomi,
sedang mengalami kemunduran besar dan
kemungkinan tidak dapat dipulihkan. Pada
tahun 1989, teori deklinisme digantikan
oleh teori dari endisme. Endisme adalah
keyakinan sebentuk lingkup pengetahuan
dan masa, terutama sesuatu yang negative,
telah berakhir.
Huttington (2005: 36) mengemukakan
bahwa endisme menyatakan dirinya paling
tidak dalam tiga cara, yaitu:
1. endisme mengelu-elukan berakhirnya
perang dingin.

2. endisme menyatakan dirinya dalam
proposisi yang lebih akademik dan
umum bahwa perang diantara negara
bangsa telah berakhir. Menuurt Jhon
Mueller, kemajuan peradaban membuat
perang jadi hal yang ketinggalan jaman
seeprti halnya perbudakan dan duel
yang hilang pada masyarakat maju.
3. formulasi yang diajukan oleh fukuyama
yang menyatakan bahwa berakhirnya
perang dingin bukan saja menandai
berakhirnya perang diantara negara
maju, namun juga “akhir dari sejarah”.
fukuyama menyatakan bahwa perang
mungkin terjadi di antara negaranegara dunia ketiga yang masih terjerat
dalam prpses sejarah.
Huttigton
menyatakan
bahwa
akhir perang dingin tidak berarti akhir
persaingan ideologi, diplomatik, ekonomi,
teknologi, atau bahkan militer diantara
negara-negara. Hal ini tidak berarti akhir
dari perebutan kekuasaan dan pengaruh.
Hal sangat mungkin berarti meningkatnya
instabilitas ketidapastian, dan kekerasan
dalam persoalan-persoalan internasional.
Hal ini bias berarti akhir dari perdamaian
panjang.
Salah satu pendapat yang sering
dikemukakan oleh para intelektual
endisme adalah keyakinan mereka pada
demokrasi sebagai suatu sarana untuk bagi
penyelesaian perselisihan secara damai,
yang meibatkan negoisasi, kompromi,
pemilihan umum dan voting. Jika
demokrasi semakin menyebar, peperangan
akan makin berkurang dimasa datang
ketimbang masa silam. Ini merupakan
argument endisme yang memiliki basis
empiris yang kuat. Namun, menurut
Huttington, ada tiga hal yang kurang
diperhatikan oleh para pemikir endisme,
yaitu:

235

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

1. Negara-negara
demokrasi
masih
merupakan minoritas di anatra rezimrezim dunia.
2. jumlah Negara demokratis semakin
bertambah, namun pertambahannya
cenderung tak teratur dalam dua
langkah kedepan, satu langkah ke
belakang.
3. perdamaian di antara negara-negara
demokrasi dapat dikaitkan dengan
faktor-faktor luar yang kebetulan dan
bukan dengan sifat demokrasi itu
snediri.
Secara
khusus
Huttington
memberikan kritiknya terhadap pemkiran
“akhir sejarah” dari fukuyama. Menurut
Huttington, “akhir dari Sejarah” adalah
frasa yang dahsyat, dramatis, dan
provokatif. Inti dari argument fukuyama
adalah anggapan adanya perubahan
dalam kesadaran politik diseluruh negara
besar di dunia dan munculnya sebuah
konsensus yang menyebar tentang prinsipprinsip demokrasi liberal. Argument ini
mendalilkan kemenangan satu ideologi
dan akibatnya adalah akhir ideologi dan
akhir ideologi sebagai fakta signiikan
dalam eksistensi manusia. Huttington
sepakat dengan pernyataan fukuyama
tentang peran ideologi sebgaai sesuatu
yang dapat memotivasi dan membentuk
tindakan manusia dan bangsa-bangsa
dan memudarnya komunisme yang dalam
konsep Brzenzinski diebut kegagalan
besar.
Brezezinsski
(1990:
209-234)
menguraikan latar belakang mengapa uni
Sovyet dianggap gagal dalam menerapkan
doktrin Marx sehingga mengalami
keruntuhan.
1. fusi leninis dan Marxisme dengan
tradisi-tradisi Rusia yang autokratis

dan terbelakang mentransformasikan
komunisme
kedalam
instrumen
penindasan politik yang secara
menantang bertentangan dengan
dorongan-doronagan
moralnya
sendiri.
2. Munculnya dilema sistem komunisme
di uni Sovyet yang tidak dapat
dipedahkan yaitu bahwa kenerhasilan
ekonomi hanya dapat diperoleh
dengan mengorbankan kestabilan
politik, dan kestabilan politik hanya
dapat dipertahankan dengan korban
kegagalan ekonomi.
3. lunturnya kepercayaan elit-elit partai
kepada doktrin-doktrin komunisme
dan keresahan masyarakat karena
pretasi
ekonomi
negara-negara
komunis yang buruk
4. Melemahnya posisi negera komunis
dalam persaingan ekonomi dengan
negara liberal yang telah maju.
Salah satu faktor pemicunya adalah
munculnya krisi ekologi di negaranegarank0munis
5. Kegagalan
komunisme
adalah
kegagalan intelaktual karena salah
secara mendasar dalam menilai
sejarah dan kesalahan yang fatal
terhadp sifat manusia. Ia tidak
memperhitungkan
idaman
dasar
manusia
yaitu
kemerdekaan
individual, pengungkapan artistik atau
spiritual diri. Marxisme-leninisem
tidak mengantisipasi atau memahami
kekuatan-kekuatan dasar yang telah
membentuk peristiwa internasional
abad 20.
Namun, Huttington melihat bahwa
melompat dari merosotnya komunisme
ke kemenangan global liberalisme dan
hilangnya ideologi sebagai sebuah

236

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

kekuatan dalam masalah dunia melupakan
kekeliruan intelektual. Hal itu didasarkan
pada faktor-faktor berikut:
1. kebangkitan ideologi adalah hal yang
mungkin. Serangkaian gagasan atau
sebuah ideologi mungkin saja memudar
pamornya dalam satu generasi, namun
ia bisa muncul lagi dengan kekuatan
yang diperbarui satu atau dua generasi
berikutnya. Pada saat ini kebangkitan
agama (terutama Islam) merupakan
sebuah fenomena global begitupula
komunisme mungkin ambruk untuk
saat ini, namun sangat tergesa untuk
menganggap bahwa ia akan lenyap
selamanya.
2. penerimaan
universal
demokrasi
liberal tak menghindarkan konlikkonlik didalam liberalisme. S
3. kemenangan satu ideologi tidak
menyingkirkan
kemungkinan
munculnya ideologi-ideologi baru.
4. benarkah demokrasi liberal telah
menang?
fukuyama
mengakui
bahwa paham ini belum menang di
dunia ketiga. Huttington melihat
kecenderungan dunia saat ini untuk
menengok budaya, nilai-nilai , dan pola
tradisonal mereka

Ideologi tanpa akhir
Huttington berpendapat bahwa sumber
utama konlik didunia baru bukanlah
ideologi atau ekonomi melainkan budaya.
Budayalah yang kan menjadi faktor
pemecah belah umat manusia dan sumber
konlik yang dominan (Huttington, 2005:
53). Konlik antar peradaban akan menjadi
tahap terakhir dalam evolusi konlik di
dunia modern. Konlik diawali konlik
diantara pangeran, kemudian negara
bangsa, dan terakhir perang ideologi.
Perang-perang tersebut pada dasarnya
merupakan konlik didalam masyarakat
Barat. dengan berakhirnya Perang dingin,
politik internasional bergerak keluar dari
fase Barat, dan titik fokusnya beralih ke
hubungan anatara peradaban Barat dan
non-Barat. Peradaban bagi Huttington
adalah pengelompokan budaya tertinggi
dari sekelompok orang dan identitas budaya
paling luas yang dimilki oleh orang-orang
yang membedakan manusia dari makhluk
lain. Peradaban-peradaban besar itu antara
lain peradaban barat, Konghuchu, Jepang,
Islam, Hindu, Ortodoks-Slavik, Amerika
latin, dan Afrika.
Ada beberapa hal yang menyebabkkan
timbulnya benturan peradaban, yaitu:

5. Argumen-argumen fukuyama secara
tidak langsung sangat dipengaruhi oleh
ide Marx baik tentang negara homogen
universal, lenyapnya kontradiksi, dan
akhir sejarah itu sendiri.

1. perbedaaan diantara peradaban bukan
hanya nyata, melainkan juga mendasar.
Peradaban dibedakan satu sama lain
oleh sejarah, bahasa, kebudayaan,
tradisi, dan paling penting agama.

6. endisme memilki dua kesalahan
berpikir, pertama, endisme terlalu
menekankan bisa ditebaknya sejarah
dan permanennya momen itu. Kedua,
endisme cenderung mengabaikan
kelemahan dan ketidakrasionalan
watak manusia.

2. dunia menjadi sebuah tempat yang
lebih kecil. Hubungan timbal balik
yang terjadi di antara masyarakat
dari peradaban yang berbeda semakin
meningkat yang menguatkan kepekaan
akan perbedaan diantara peradaban.

237

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

3. proses modernisasi ekonomi dan
perubahan sosial diseluruh dunia
memisahkan manusia dari identitas
lokal yang sudah ada. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya krisis identitas
yang pada akhirnya melahirkan
gerakan fundamentalis.
4. meningkatnya kesadaran-kesadaran
diperkuat peran ganda Barat yang
meningkatkan gerakan ”kembali ke
akar”.
5. karakteristik dan perbedaaan budaya
tidak mudah dipadamkan dan dengan
demikian tidak mudah dikompromikan
dan
dipecahkan
dibandingkan
perbedaan dalam ekonomi dan politik.
6. peningkatan
ekonomi.

dalam

regionalisme

Huttington melihat interaksi dewasa
ini antara Islam dan barat sebagai suatu
benturan peradaban (2005: 65). Hal
tersebut dapat dilihat dari apa yang
disebut konlik kepentingan. Pertarungan
demi berbagai kepentingan itu bisa
mengakibatkan konlik militer.
Konlik kepentingan dapat terjadi di
antara dua peradaban, tetapi juga bisa
terjadi antara dua negara atau dua bangsa
yang berperadaban sama. Ketika AS
menginvasi Kawasan Teluk, mendudukinya,
dan memperluas pengaruhnya, hingga
berhasil memperkokoh kedudukannya,
maka tujuan utama sesungguhnya
bukanlah membebaskan Kuwait. Yang
terjadi sebenarnya adalah pertempuran
demi memperebutkan ladang-ladang
minyak serta menancapkan pengaruh dan
kekuatan militernya di sana. Sebagaimana
pernyataan salah satu pejabat AS, “Kami
datang untuk memperbaiki kekeliruan
Tuhan.”
Yang
dimaksud
dengan
“kekeliruan Tuhan” adalah keputusan-Nya

menciptakan minyak bumi yang melimpah
di kawasan Teluk, bukannya di negaranegara Barat.
Setiap orang tahu, bahwa Irak, Kuwait,
dan Kawasan Teluk lainnya merupakan
kawasan yang berada dalam pengaruh
Inggris pada saat invasi itu terjadi. Jadi,
sesungguhnya telah terjadi pertarungan
politik dan ekonomi antara AS dan Inggris,
meski kedua negara tersebut mempunyai
peradaban yang sama, yaitu kapitalisme.
Pada saat yang sama, terjadi pula
pertarungan politik, ekonomi, dan militer
antara AS dengan kaum Muslimin; antara
AS yang menganut kapitalisme dengan
kaum Muslimin yang meninggalkan
peradabannya dan sebagian besar konsepkonsepnya.
Pertarungan AS melawan kaum
Muslimin
selama
ini
dilakukan
berdasarkan konsep peradaban mereka,
yaitu menduduki negara yang lebih lemah
dan mendominasi seluruh sumberdayanya.
Konlik ini berulang kembali, pada saat
AS menduduki Asia Tengah baru-baru
ini. Sementara pertarungan AS dengan
Inggris dilakukan berdasarkan konsep
yang berbeda dengan konsep yang
diberlakukan AS terhadap negara-negara
Arab. Pertarungan dengan Inggris perlu
dilakukan, karena – menurut konsepnya
– mereka harus menjadi satu-satunya
negara yang memimpin Tata dunia Baru
dan dalam mengeruk sumberdaya negaranegara lemah.
Pertarungan
demi
kepentingankepentingan ekonomi ada sejak zaman
dulu. dan sekarang pertarungan itu
semakin terorganisasi, komprehensif,
destruktif, dan mengerikan, Hal ini
ditunjukkan dengan berbagai bentuk
praktik kapitalisme – terutama oleh,

238

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

Amerika Serikat – antara lain:

apa yang mereka sebut globalisasi,
privatisasi, dan investasi modal yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
kapitalis raksasa.

1. penguasaan bahan-bahan mentah di
mana pun dan kapan pun adanya.
2. menggantikan emas dengan dollar
sebagai mata uang dunia.
3. terus
menjadikan
negara-negara
berkembang sekedar sebagai pasar
konsumsi, dengan selalu mencegah
mereka dari upaya mengembangkan
industri berat dan bahkan, berbagai
industri ringan.
4. menenggelamkan berbagai negara
berkembang dengan jerat hutang
berbunga melalui IMf dan Bank
dunia. Bahaya jerat hutang ini sangat
jelas kelihatan.
5. menarik kalangan profesional dan
intelektual yang tidak menemukan
atau tidak puas dengan posisi mereka
di negara asalnya, agar mereka
beremigrasi ke negara-negara Barat.
6. merumuskan
berbagai
kebijakan
ekonomi dan pembangunan yang
disetir oleh IMf, yang mengakibatkan
lemahnya tingkat keamanan pangan
berbagai negara berkembang, hingga
mereka menggantungkan diri mereka
dengan berbagai bantuan, grant, dan
pinjaman dari Barat, meski sebelumnya
mereka
berhasil
melakukan
swasembada pangan.
7. menciptakan perang-perang regional
untuk memaksa sejumlah negara
membeli senjata dan perlengkapan
perang dari Barat
8. berusaha menciptakan suasana tidak
aman di berbagai negara, agar terjadi
pelarian modal ke negara-negara Eropa
dan Amerika yang aman,
9. penguasaan berbagai kepentingan
ekonomi di berbagai negara melalui

10. mengirim dan menempatkan tentara di
wilayah-wilayah konlik dengan tujuan
untuk memperluas pengaruhnya,
12. berupaya
memecah-belah
dunia
menjadi negara-negara kecil yang
lemah dengan alasan kemerdekaan,
agar mereka mudah dikuasai dan
dikendalikan.
13. menyebarluaskan budaya dan konsepkonsep peradaban mereka, dengan
tujuan
untuk
mempertahankan
dominasinya atas negara yang lemah
dan menjauhkan ummat yang tertindas
dari pemikiran tentang perlunya
perubahan dan pembebasan dari
cengkeraman mereka.
14. menerapkan sanksi terhadap negaranegara tertentu, seperti halnya sanksi
AS terhadap Irak. AS, melalui dewan
Keamanan PBB,
Kesimpulan
Daniel Bell memiliki deinisi tersendiri
mengenai ideologi. Ia mengganggap
ideologi sebagai seperangkat keyakinan
saja, namun juga merupakan kompleksitas
ide-ide yang secara khusus menarik
banyak manusia, terutama pada abad 19
(2001: 49). daniel Bell beranggapan bahwa
sebagai jalan menerjemahkan ide-ide
kedalam praktek memperoleh penajaman
dari Hegelisan kiri, yaitu feurbach dan
Marx. Menurut Bell, kekuatan dari
ideologi adalah kecenderungannya untuk
diikuti. Kebenaran ideologi muncul
pada tindakannya, ia tidak hidup dalam
perenungan, tetapi dalam tindakan.

239

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

Inti dari pemikiran daniel Bell dalam
bukunya The End Of Ideology adalah
bahwa penyelesaian menyeluruh terhadap
problem kemanusiaan yang dilakukan oleh
Ideologi besar tidak valid lagi. Menurut
Bell, kesalahan yang dilakukan ideologi
karena
melakukan
penyerderhanaan
dan yang menyebabkan ideologi seperti
terjerat lewat tema-tema mendasar yang
diperbincangkan. Ideologi akan mencapai
konsep ”the end” ketika ideologi mengalami
disorientasi, artinya ia tercerabut dari
ruang dan waktu.
Sebuah ideologi akan terus bertahan
jika ia memiliki sifast rensposibilitasn
dan lesibilitas. dalam dunia modern ini,
dengan adanya cara pendekaran ilmiah
yang realistik dalam menanggapi gejalagejala social, tidak mungkin lagi menerima
suatu teori kemasyarakatan yang sistematis
guna menjelaskan kejadian-kejadian besar
perkembangan bangsa-bangsa.
Tesis fukuyama ini menegaskan suatu
hal terkait kemenangan liberal/kapitalisme
AS atas uni Soviet yang komunis, yaitu
kemenangan
teori
liberal/kapitalis
terhadap teori komunis dan sosialis yang
dianggapnya sudah usang. Ini terbukti
dengan adanya negara-negara yang dahulu
menerapkan teori komunisme seperti China
dan Rusia sebagai pewaris uni Soviet telah
meliberalisasikan perekonomiannya guna
mensejahterakan rakyat mereka, walaupun
China mempunyai nama tersendiri untuk
liberalisasi ekonominya, yaitu liberal
sosialis dan rusia yang telah membuka
pasarnya dengan dunia luar khususnya
dengan barat (AS).
Namun belakangan ini liberalisme dan
kapitalisme sedang mendapati masalah
besar, seiring terjadinya krisis inansial di
AS akhir 2007 yang dinamakan Subprime

Mortgage atau kredit macet yang dialami
oleh perumahan kelas dua di AS telah
membuat ekonomi AS goncang bahkan
dunia pun ikut terkena dampaknya.
musuhnya dalam Perang dingin dulu.
Banyak pakar dan masyarakat
internasional berpendapat, bahwa krisis
kali ini merupakan kegagalan ekonomi
kapitalis dan ekonomi pasar bebas
yang diterapkan AS, sehingga mereka
beranggapan bahwa ini adalah akhir dari
rezim kapitalisme. Terkoreksinya pasar
bebas di AS menandakan ada yang tidak
“beres” dengan sistem itu, sebelumnya,
bahkan jauh dari krisis ini, Goerge Soros,
seorang ekonom telah memprediksikan
akan terjadinya krisis dan ia pun
mengkritik sistem kapitalisme saat ini
yang menurutnya sudah keluar koridor.
Tesis fukuyama (The End of History
and the last Man) saat ini mendapati
sebuah masalah validitas, itu terjadi karena
akibat krisis ekonomi global yang bermuara
di AS menyebabkan terkoreksinya sistem
ekonomi pasar bebas dan beberapa
masyarakat serta para ekonom berprediksi
ini merupakan akhir dari kapitalisme (The
End of Capitalism).
Salah saru intelektual yang melakukan
kritik terhadap pemikiran the end baik
yang dikemukakan oleh daniel Bell
maupun fukuyama adalah Huttington.
Teori deklinisme adalah suatu pandagan
bahwa sesuatu, terutama sebuah Negara,
sistem politik, atau sistem ekonomi,
sedang mengalami kemunduran besar dan
kemungkinan tidak dapat dipulihkan. Pada
tahun 1989, teori deklinisme digantikan
oleh teori dari endisme. Endisme adalah
keyakinan sebentuk lingkup pengetahuan
dan masa, terutama sesuatu yang negative,
telah berakhir.

240

MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)

Huttigton menyatakan bahwa akhir
perang dingin tidak berarti akhir persaingan
ideologi, diplomatik, ekonomi, teknologi,
atau bahkan militer diantara negara-negara.
Hal ini tidak berarti akhir dari perebutan
kekuasaan dan pengaruh. Secara khusus
Huttington memberikan kritiknya terhadap
pemkiran “akhir sejrah” dari fukuyama.
Menurut Huttington, “akhir dari Sejarah”
adalah frasa yang dahsyat, dramatis, dan
provokatif. Inti dari argument fukuyama
adalah anggapan adanya perubahan dalam
kesadaran politik diseluruh negara besar
di dunia dan munculnya sebuah konsensus
yang menyebar tentang prinsip-prinsip
demokrasi liberal.
Argument ini mendalilkan kemenangan
satu ideologi dan akibatnya adalah akhir
ideologi dan akhir ideologi sebagai fakta
signiikan dalam eksistensi manusia.
Namun, Huttington melihat bahwa
melompat dari merosotnya komunisme
ke kemenangan global liberalisme dan
hilangnya ideologi sebagai sebuah
kekuatan dalam masalah dunia melupakan
kekeliruan intelektual.
Huttington berpendapat bahwa sumber
utama konlik didunia baru bukanlah
ideologi atau ekonomi melainkan budaya.
Budayalah yang kan menjadi faktor
pemecah belah umat manusia dan sumber
konlik yang dominan (Huttington, 2005:
53). Konlik antar peradaban akan menjadi
tahap terakhir dalam evolusi konlik di
dunia modern. Konlik diawali konlik
diantara pangeran, kemudian negara
bangsa, dan terakhir perang ideologi.
Perang-perang tersebut pada dasarnya
merupakan konlik didalam masyarakat
Barat.

REFERENSI
Ahmed, S. dan Abid Karim. 1997. Akar
Nasionalisme di Dunia Islam. Al izzah,
bangil.
Az zein, S. A. 1981. Syariat Islam : Dalam
Perbincangan Ekonomi, Politik, dan
Sosial, Sebagai Studi Perbandingan
(terj.). Penerbit Husaini, Bandung.
Banks, J.A. (1985). Teaching strategies for
the social studies. New York: longman
Buchori, Muchtar, (1995) Transformasi
Pendidikan, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan-IKIP Muhammadiyah.
Bertens, K. (1998). Ringkasan Sejarah
Filsafat. PT. Kanisius: Yogyakarta.
Brzezinski, zbigniew. (1990). Kegagalan
Besar: Muncul dan Runtuhnya
Komunisme dalam Abad ke dua Puluh.
Bandung: Rosda Karya
djahiri, H.A.Kosasih. (1990). Menulusuri
Dunia Afektif; lab.PPKN uPI
Ebenstein, wiliiam dkk. (1994). IsmeIsme Dewasa Ini. Jakarta: PT Gelora
Aksara Pratama
Strahm, R. H. 1999, Kemiskinan Dunia
Ketiga
:
Menelaah
Kegagalan
Pembangunan di Negara Berkembang.
Penerbit
PT
pustaka,
Jakarta
CIdESINdO.
Huntington, Samuel P.1994. The Clash
of Civilizations and The Remaking of
World Order. Harvard university, AS.
Huntington, Samuel P. (2005). Tak Ada
Jalan keluar: Kesalahan-Kesalahan
Endisme. foreign Affairs: washington
Kuntowijoyo (2004). Mentalitas Bangsa
Klien . dalam KOMPAS, 23 desember
2004
Mc lelland, david. (2005). Ideologi tanpa
Akhir. Kira wacana: Yogyakarta

241

wIldAN INSAN fAuzI
Akhir dari Ideologi atau Ideologi Tanpa Akhir (Kajian Perbandingan Pemikiran Daniel Bell, Francis
Fukuyama dan Samuel Hutington Mengenai Konsep The End)

Magnis-Suseno,f. 1999. Pemikiran Karl
Marx : Dari Sosilisme Utupis ke
Perselisihan Revisionisme. Penerbit
PT Gramedia Pustaka utama, Jakarta.
Nuswantoro. (2001). Daniel Bell: Matinya
Ideologi. Indonesia Tera: Magelang
Prayitno. (1984). Nilai dan pendidikan.
Kertas kerja seminar pendidikan nilai,
anjuran
Pusat
Kurikulum
dan
Sarana Pendidikan, Balitbang dikbud.
Suseno, fanz magnis. (2003). Pemikiran
Karl Marx: Dari Sosialis Utopis ke
perselisihan Revisionis. Jakarta: PT
Gramedia.

Suwirta, Andi. (2005). Sejarah Intelektual.
Bandung: Penerbit Suci Press
Tamburaka, Rustam. (1999). Pengantar
Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah,
Sejarah Filsafat dan IPTEK. PT Rineka
Cipta:Jakarta.
wiriaatmadja, R . (2002). Pendidikan
Sejarah di Indonesia. Bandung:
Historia utama Press.
zallum, A. 1999. Serangan Amerika.
Penerbit Thariqul Izzah. Jakarta

242