PEMBANGUNAN POLITIK DEMOKRASI good GOVERNANCE

rssN 2337-4985

yang Bersih"

Publik Kebijakan Sosial di Perkotaan Palangka Raya sebagai
Kajian Implementatif"
: Yanson L Nyalung

s-

7. "Dampak Kepadatan PendudukTerhadap
Pemukiman Kumuh di Daerah
Oleh : Eriawati

8. "Implementasi
pada Petani
Oleh :

Program

JAP

JT'BNAL AI'MINIS"TBASI PT'BLIK
Terbit dua kali setahun pada pertengahan tahun dan akhir tahun. Berisi tulisan yang
diangkat dari hasil penelitian dan kajian konseptual di bidang ilmu administrasi publik.
Artikel telaah (revrew orticlel dimuat atas undangan Jurusan Administrasi Negara FISIP
Universitas Palangka Raya.
Penanggung Jawab
Prof. Dr. Eddy Lion, M.Pd
Ketua Penyunting
Riamona Sadelman Tulis, SS, M.Si

Wakil Ketua Penyunting
Bhayu Rhama, MBA

Penyunting Pelaksana
Jhon Retei Alfri Sandi, S.Sos, M.Si

Mochammad Doddy Syahirul Alam, SE, M.Si
Katriani Puspita Ayu, SE, MA
Pelaksana Tata Usaha
Budi Paska Tumon, M.Si

Achmad Fauzi

Printing
TATAJE Printing, Yogyakarta

Alamat Penyunting dan Tata Usaha : Kampus Unpar

JL Yos Sudarso

Komplek Tunjung Nyaho

Palangka Raya, Telp. 0536-3223574. Alamat Email : monafisip@gmail.com Jurnal
Administrasi Publik diterbitkan sejak 1 Juni 2013 oleh Jurusan Administrasi Negara
Universitas Palangka Raya.
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain.
Naskah diketik spasi tunggal lebih kurang 15 halaman, dengan format seperti tercantum
pada halaman belakang ("petunjuk bagi calon penulis JAP"). Naskah yang masuk dievaluasi
dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.

PEMBANTGIJNAI\I


POLITIK : DEMOKRASI,

GOWRNANCE DAN SUPREMASI IIUKUM
Oleh
Anyualatha Haridisonl

ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemahaman tentang pembangunan politik
yang mencakup variabel demokrasi, goyelnance, dan supremasi hularm. Pembangunan
politik ditandai dengan proses perubahan sosial, khususnya dalam sistem politik
Namrm perubahan sosial tidak bisa disebut sebagai pembangunan politik. Demokrasi
yang tidak lain adalah idealisasi dari Pembangunan Politih tidak begitu saja bisa
dicapai tanpa pemerintahan yang bersih (good governance'S dan pelaksanaan supremasi
hukum (ntle of law) yang adil bagi seluruh tingkat masyarakat. Dengan demikian, bila
memahami pembangunan politik merupakan upaya perubahan terus menerus sistem
demokrasi yang didukung oleh governance danpenegakan hukum.
Kata Krmci : Pembangunan, Demokrasi, Governance, Supremasi Hukum (ntle of low)

Pendahuluan

Persoalan minimnya pengetahuan atas ruang lingkup suatu ilrnu atau kajian
tertentu kadangkala berujung pada blunder dalam penerapan ilmu tersebut ketika
dihadapmukakan dengan persoalan real yang ada di masyarakat. Khususnya bahasan
tentang pembangunan, demarkasinya teramat luas, karenanya paru ahli berusaha
menspesifikan kajian pembangunan ke dalam sub-sub kajian tertentu, seperti:

pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan politi( pembangunan
kebudayaan, dan lainlain. Tulisan ini tidak bermaksud membahas luasan konsepsi
pembangrrnan yang ada, tetapi mengambil salah satu bagian saja, yaitu kajian
pembangunan politik. Bahasan tentang pembangunan politik dalam tulisan ini, belum

menjadi sajian lengkap tetapi hanya memuat ringkasan-ringkasan umum

secara

konseptual. Gagasan yang ingin disajikan dalam tulisan ini, antara lain : (l) Makna
Pembangunan Politik; (2) Demokrasi ; (3) Governance; (4) supremasi hukum (ntle of
/aw)- Keterkaitan antara demokrasi, goverilance dan supermasi hukum merupakan core
dari tulisan ini.


MAKNA PEMBAN(GTJNAN POLITIK
Terminologi pembangunan politik [political development) mulai mengemuka
pada dekade tahun 1950 ketika sejumlah ilmuwan politik Amerika mencoba melalarkan
kajian tentang dinamika politik kemunculan negara-negara baru di Asia, Afrika dan
Amerika Latin. Studi itu dilahkan dengan menghitung data kuantitatif dan statistik atas
aspek demografi, sosial, politik dan ekonomi negara-negara tersebut dan kemudian
menganalisis sikap, nilai dan pola-pola perilaku masyarakat. Untuk lebih mendalam
kembali akan diulas makna pembangunan politik menurut para ilmuwan yar.g concern
terhadap terminologi ini.

I

StafPengajar Pada Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya

Learner (1958) memahami pembangunan politik sebagai modemisasi politik,
yaitu sebagai gejala diterapkannya kontrol rasionalitas atas kekuasaan dan keberlanjutan

tujuan manusia dalam lingkungan fisik dan sosial. Bagi Almond (....)

Proses


diferensiasi dari struktur politik dan sekularisasi dari kebudayaan politik rupanya
menciptakan sebuah efektivitas dan efisiensi dari masyarakat dalam sistem politik.
Pye (1969) mengidentifikasi tiga level atribut dalam pembangunan politik,
yak,ri equality, capacity, dffirentiation. (l) equalifr (persamaan) adalah keterlibatan

masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik, seperti kegiatan masyarakat untuk
memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa
dilakukan secara spontan dan terorganisir, sporadik, damai atau kekerasan, legal atau
tidak legal, efektif atau tidak efektif. (2) capacity (kapasitas) merupakan adaptasi dan
potensi kreatif yang dimiliki seseorang untuk memanipulasi lingkungannya.
Kemampuan personal dan kelompok ini berdampak pada potensi untuk memengaruhi
sistem politik untuk menangani kompleksitas masalah-masalah dalam masyarakat, baik
politik, ekonomi dan sosial.
(3) differentiotion (diferensiasi) merupakan proses
pemisahan secara progresif dan spesialisasi atas peran, institusi dan asosiasi dalam
pengembangan sistem politik. Misalnya saja peran dalam lembaga pemerintahan :
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Huntington (1968) menggarisbawahi bahwa pembangunan politik bukan
merupakan fenomena tunggal tetapi berdimensi jamak. Konsep pembangunan politik

menurutnya bisa dilihat secara geografis, derivatif, teleologis dan fungsional. (l)
geografis berarti telah terjadi perubahan politik pada negara-negara sedang berkembang
dengan menggunakan konsep-konsep dan metode-metode yang pemah digunakan oleh
negara maju. Tentunya fenomena ini berdampak pada kapasitas dan instabilitas sistem
politik. (2) derivatif berarti pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi
politik dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni konsekuensi pada economic

growth, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, dan banyak lagi. (3)
teleologis dipahami sebagai sebuah proses perubahan menuju suatu tujuan tertentu dari
sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, penegakan hukum,
good governance, dan. lain sebagainya. (4) fungsional adalah suatu proses perubahan
menuju sistem politik yang ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu negara.
Selanjutnya Pye (1966) juga menerangkan beberapa aspek dari pembangunan

politik, yang diinterpretasikan sebagai development syndrome, di antaranya
(l) politik pembangunan; (2) ciri khas politik masyarakat

pembangunan politik sebagai :

(3) modernisasi politik; (4) operasi negara-bangsa; (5) pembangunan

industri;
administrasi dan hukum; (6) mobilisasi dan parlisipasi masyarakat; (7) postur
demokrasi; (8) perubahan teratur dan stabilitas; (9) mobilisasi dan kekuasaan; (10) salah
satu aspek proses perubahan sosial yang multidimensi.
Bila mencermati pandangan beberapa ilmuwan politik tadi, maka objek forrnal
dari pembangunan politik terletak pada aktivitas-aktivitas dalam sistem politik itu
sendiri. Aktivitas-aktivitas dalam sistem politik memengaruhi dinamika dan mobilisasi

sebuah kekuasaan- Pada satu kondisi apabila sistem

politik tersebut dapat

mengakomodir tujuan politik individu atau kelompok maka sistem tersebut akan mapan.
Sebaliknya ketika sistem politik itu sudah tidak mampu memberikan yang dinginkan
maka akan dipertanyakan kemapanannya. Akibat dari itu, masing-masing individu dan
kelompok kepentingan kembali melalankan dekonstruksi terhadap sistem politik tadi dan
terjadilah perubahan. Pembangunan politik selalu berarti perubahan, akan tetapi tidak
sebaliknya. Hal ini dikarenakan bahwa pada satu pohak perubahan diperlukan untuk

2


pembangunan, namun pada pihak lain perubahan dapat pula menghambat
pembangunan, walaupun dampak dari perubahan sosial bisa saja memacu
pembangunan. Dialektika antara pembangunan dan perubahan sosial selalu ambigu dan
kiranya dapat dijadikan bahan perdebatan lebih lanjut.

DEMOKRASI
Demokrasi sejati dimaknai sebagai "pemorintatran dari rakyat, oleh rakyat dan

untuk rakyat". Memrrut Schumpeter (1947) demokrasi adalah pengaturan kelembagaan
untuk mencapai keputusan-keputusan politik di mana individu-individu, melalui
perjuangan memperebutkan suara ralryat pemilih, memperoleh kekuasaan untuk
membuat keputusan. Gagasan yang memandang demokmsi sebagai suatu sistem untuk
memproses konflik di mana partai yang kalah dalam pemilu tidak berusaha merusak
rezim demi mencapai tujuannya, tetapi bersedia menerima kenyataan dan menunggu
putaran pertarungan dalam pemilihan umum berikut.

Menurut Diamond (1997) demokrasi menunjukkan adanya kondisi alamiah
yang menekankan pada hak kewarganegaraan, hak asasi, penegakkan hukurq dan
sebagainya. Kemudian menurut Robert Dahl (2001), ilmuwan yang merumuskan

tatanan politik yang disebutnya poliarki Qtolyarchy), suatu istilah yang dipakainya
untuk menyebut 'demokrasi'. Menurutnya ciri khas demokrasi adalah sikap tanggap
pemerintah secara terus-menerus terhadap preferensi atau keinginan warga negaranya.
Tatanan poitik seperti itu bisa digambarkan dengan memakai dua dimensi teoritik, yaitu
: (l) seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi, oposisi yang dimungkinkan dan (2)
seberapa banyak warga negara yang memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam
kompetisi politik itu.
Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan mempunyai tiga syarat pokok:

kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu-individu dan
kelompok-kelompok organisasi (terutama partai politik) untuk memperebutkan jabatanjabatan pemerintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu yang reguler
dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa; partisipasi politik yang melibatkan
sebanyak mungkin warga negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling
tidak melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara reguler dan adil,
sedemikian rupa sehingga tidak satupun kelompok sosial (warga negara dewasa) yang
dikecualikan; dan suatu tingkat kebebasan sipil dan politik, yaitu kebebasan berbicara,
kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke dalam organisasi, yang
cukup menjamin integritas kompetisi, dan partisipasi politik-

Untuk mengukur demokrasi, Moore (1995) mengetengahkan beberapa

indikator : (l) proporsi masyarakat yang memberikan suara; (2) pemilihan terbuka; (3)
hasil pemilihan kepala negara dan anggota legislatif; (4) perolehan suara oleh partai
politik; (5) proporsi masyarakat yang memberi suara; (6) kekuasaan legislatif yang
melebihi eksekutif; (7) kebebasan media massa; (8) kebebasan kelompok individual dan
politik; (9) tidak ada intervensi negara secara paksa.
Pertanyaan yang muncul bagaimana menjamin agar pemerintah selalu tanggap

terhadap kehendak rakyat atau berperilaku demokratis? Menurut Dahl, untuk
menjamin itu rakyat harus diberi kesempatan: pertama, merumuskan preferensi atau
kepentingannya sendiri; kedua, memberitahukan perihal preferensinya itu kepada
sesama warga negara dan kepada pemerintah melalui tindakan individual maupun
kolektive; ketiga, mengusahakan agar kepentingannya itu dipertimbangkan secara setara

dalarn proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak didiskriminasi berdasar isi
atau asal-usulnya.
Pengalaman di Eropa bahwa Industrialisasi bisa menghasilkan demokrasi. Ada

kecenderungan tertentu bahwa dalam kapitalisme hanya bisa berrnanfaat bagi
demokratisasi kalau ada faktor-faktor yang mendukungnya. Industrialisasi tahap akhir di
Asia tidak didahului oleh demokratisasi; bahkan pembangunan industrial yang paling
cepat di wilayah itu justru dilalorkah oleh masyarakat yang hidup dalam lingkungan
yang tidak demokratis. Walaupun juga harus diakui proses industrialisasi itu semakin
matang dan kelas-kelas pemilik kapital semakin kuat dan percaya diri, kecenderungan
ke arah demokratisasi bisa muncul.
Dalam konteks pembangtrnan, demokrasi dimaknai dengan kerja sama antara

pemerintah dan oposisi demokratis, yaitu pola "transisi melalui hansaksi" (Share) atalu
"transformasi" dan "transplacemenf' (Hwrtington). Dalam hal ini pemerintah
dimungkinkan melalekan bargaining dengan masyarakat. Insentif bagi pemerintah
sehingga mau membuka diri terhadap pengaruh dari anggota masyarakat tentu saja

adalah kebutuhannya untuk menyelesaikan persoalan yang cukup mendasar dan
stategis. Mungkin saja isu-isu tersebut menyangkut dinamika akumulasi dan ekspansi

kapital, terutama upaya-upaya unhrk mereproduksi kondisi-kondisi

yang

memungkinkan. Dengan demikian demokratisasi dalam pembangunan adalah
kernampuan pemerintah untuk memperkecil wewenangnya dalam prosesisasi
pembuatan kebijakan. Artinya dalam melakukan kebijakan-kebijakan menyangkut
pembangunan, pemerintah senantiasa bernegosiasi dengan para pengusaha, individu
berkaitan dengan jaminan yang ada. Memberikan wewenangnya yang lebih besar bagi
aktor di tingkat lokal untuk mengembangkan dan mengelola sendiri sumberdayanya.
Dalam berbagai pendapat tentang demokrasi, ada sejumlah pihak yang
mengatakan bahwa kemajuan ekonomi sebuah negara menjadi tolak ukur kadar
demokrasi. Semakin maju ekonomi sebuah negara maka akan semakin tinggi kadar
demokrasinya dan sebaliknya. Namun, kenyataannya, negara sekaliber Amerika sebagai
negara adi-maju, belum bisa menjadi tolak ukur sebuah demokrasi sesungguhnya.
Bagaimana mungkin bisa jika negara penggiat demokrasi (Amerika) semakin
membentangkan kesenjangan antar kelompok, terdapat kelompok zuperkaya, kelompok
penikmat privilese dan pada sisi lain terdapat kelompok minoritas yang tersingkirkan
(Wibowo,201l)- Dengan demikian, apakah mernang demokrasi itu masih perlu,

sebagaimana istilah Giddens "democratization of democraql'-mengalami
demokratisasi lagi atau tidak sama sekali. Bagi tinjauan pembangunan politik,
demokrasi masih perlu, karena merupakan idealisasi atau tujuan dari pembangunan
politik itu sendiri.
GOVERNANCE

Secara umum, pemerintahan berarti aktivitas yang dikontrol dengan mengacu
pada standar baktt (established standard) yang ada. Penerapannya menekankan pada
relasi dan keterlibatan institusi dalam proses manajemen publik maupun urusan pribadi

Qtrivate affairs).

World Bank (1991) mendefinislkan governance sebagai: cara

di

mana

kekuasaan dilaksanakan dalam pengelolaan sumber daya suatu negara ekonomi dan
sosial untuk pembangunan. Penggunaan lembaga, struktur otoritas dan bahkan
kolaborasi untuk mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikan atau mengontrol
aktivitas dalam masyarakat atau ekonomi (Be11,2002). Governance sebagai: (a) aktivitas

4

atau proses memerintah; (b) suatu kondisi dari aturan yang dijalankan; (c) orang-orang
yang diberi tugas memerintah atau pemerintah; (d) cara, metode, atau sistem di mana
masyarakat tertentu diperintah.

Penggunaan istilah governance bttkan merupakan sinonim dai governmmt,
padahal dalam kamus-kamus konvensional kedua istilah itu dipersamakan. Goyernance
mengalami perubahan makna yang berarti dai government, mer,gacu pada proses
pemerintahan; atau kondisi yang berubah dari pelaksanaan aturan; atau metode baru
untuk memerintah masyarakat. Sejauh ini sebenarnya sederhana, tetapi masalah definisi
menjadi kompleks ketika meninjau secara khusus proses, kondisi, atau metode akhirakhir ini. Rhodes (1996) memahami govq/nonce dalam arti : (a) sebagai ,,good

government"; (b) sebagai negara dalam keadaan minimal; (c) sebagai cara menjalankan
perusahaan; (d) sebagai manajemen publik baru; (e) sebagai cara memerintah yang baik;
(f) sebagai sistem sosio-sibernetik; (g) sebagaijaringan pengorganisasian diri.
Governance sebagai "Good Governmenf'. Sebagian besar definisi yang
secara politik digunakan oleh Departemen Pembangunan Internasional adalah dengan
label "good government". Definisi ini terdiri dari empat komponen utama. Legilimacy

yang menyiratkan bahwa suatu sistem pemerintah mesti berlangsung dengan
meletakkan kepedulian terhadap yang diperintah, yang karena itu, harus memiliki

perlengkapan untuk memberikan atau menegakkan persetujuan itu: legitimasi semacam
itu, misalnya, dapat dilihat dalam dokumen kebijakan di Inggris yang tampaknya
dijamin dengan adanya demokrasi pluralis, sistem multipartai. Accountability yang
meliputi adanya mekanisme-mekanisme yang menjamin bahwa para pejabat publik dan
pemimpin politik bertanggung-jawab terhadap tindakan-tindakan mereka dan terhadap
penggunaan sumberdaya publik, dan adanya kemauan terhadap pemerintah yang

terbuka dan media yang bebas. competence dalam membuat dan melaksanakan
kebijakan-kebijakan publik yang tepat dan memberikan pelayanan publik yang efisien,
sementara penghargaan terhadap hukum dan perlindungan terhadap hak-hak azasi
marutsia menjadi penopang seluruh sistem pemerintahan yang baik.
Governance sebagai Negara dalam Keadaan Minimal. Penggunaan istilah
ini merupakan suatu istilah yang didefinisikan kembali yang diperluas dan bentuk dari
intervensi publik dan penggunaan pasar dalam memberikan "pelayanan publik". Dengan
menerapkan istilah yang cocok, maka governance merupakan pemotongan anggaran

yang diterima- Besarnya perubahan merupakan hal masih diperdebatkan. Ukuran
pemerintahan dikurangi dengan privatisasi dan pemotongan dalam pelayanan sipil.
Tetapi, anggararr publik secara kasar masih tetap sebagai proporsi GDP; angkatan kerja
meningkat tipis pada pemerintahan lokal dan pelayanan kesehatan nasional. Apa pun
hasilnya

di

dalam praktik, acuan ideologis terhadap berkurangnya kekuasaan

pemerintah telah dinyatakan dengan lantang dan sering. Governance meliputi acuan
seperti itu, namun sedikit berbeda dari retorika politik.
Governance sebagai Cara Pengelolaan Perusahaan. Penggunaan istilah ini
secara khusus merujuk pada "sistem di mana organisasi diarahkan dan dikontrol"Peranan governance bukan pada menjalankan bisnis perusahaan semata, melainkan
memberikan seluruh arahan kepada perusahaan, dengan mengatur dan mengawasi
tindakan para eksekutif manajemen dan dengan pemuasan harapan-harapan yang sah
terhadap akuntabilitas dan regulasi oleh minat-minat di luar batas-batas perusahaan
(Tricker, 1984). Pengembangan dari hal semacam itu sebagai tawaran kompetitif yang

bersifat wajib, penciptaan unit bisnis yang berciri khas dalam pasar internal dan
pengenalan secara umum dari gaya manajemen yang lebih komersial membawa budaya

dan iklim yang berbeda, yang menunjukkan suatu perubahan dari etos pelayanan publik
yang tradisional, dan nilai-nilainya mengenai pelayanan yang tidak menarik dan

terbuka.
Governance sebagai Manajemen Publik Baru. Secara ringkas "manajemen
publik baru" (MPB) memiliki dua arti: manajerialisme dan ekonomi institusional baru.
Manajerialisme mengacu pada pengenalan metode-metode manajemen sektor privat ke
dalam sektor publik. Ini menekankan pada penguasaan manajemen profesional, standar
dan pengukuran kinerja yang jelas; mengelola berorientasi hasil; nilai uang; dan yang
terbaru: kedekatan dengan pelanggan. Ekonomi institusional baru mengacu kepada
pengenalan struktur insentif (seperti persaingan pasar) ke dalam kebijakan pelayanan
publik. Hal Ini menekankan kepada pemecahan birokrasi; persaingan yang lebih besar
melalui sistem kontrak dan pasar semu; dan pilihan pelanggan. MPB relevan dalam
diskusi mengenai govetnance karena pengendalian (steering) merupakan pusat untuk
analisis manajemen publik dan pengendalian sinonim dengan governance (Osborne dan
Gaebler, 1992).

Governance sebagai Cara Mengendalikan Pemerintahan yang Bailc
Reformasi pemerintahan merupakan kecenderungan di seluruh dlurr.a dan good
government merupakan kemauan terbaru dari Bank Dunia dalam melalrukan kebijakan
pemberian bantuan kepada negara-negara Dunia Ketiga. Bagi Bank Dunia, governance
merupakan pelaksanaan kekuasaan politik tmtuk mengelola masalah-masalah negara
dan"good goverttment". Pelayan publik yang dapat diaudit dan memiliki akuntabilitas
terbuka dan efisien dengan birokrasi yang berkompetensi untuk membantu mefttncang
dan menerapkan kebijakan dan pengelolanyang tepat pada sektor publik yang ada.
Governsnce sebagai Sistem Sosio-Sibernetik. "Sosio-Sibernetik" merupakan
bahasa yang masih samar, walaupun mentereng. Barangkali akan lebih banyak
membantu dalam memahami pengertian ini dengan mengemukakan pendapat Jan
Kooiman mengenai governance. Baginya Governance, dapat dilihat sebagai pola atau
struktur yang muncul di dalam sistem sosio-politik sebagai konsekuensi logis dari
interaksi usaha-usaha campur tangan yang melibatkan semua pihak secara khusus
(Kooiman, 1993). Dengan kata lain, hasil kebijakan bukan merupakan produk tindakan
dari pemerintahan pusat. Pusat bisa saja menetapkan hukum, tetapi sesudah itu ia
menjadi urusan pemerintah lokal, badan kesehatan, lembaga swadaya masyarakat,
sektor privat, dan pada gilirannya menjadi urusan bersama. Kooiman (1993)
membedakan antara proses pemerintahan government (atau intewensi yang berorientasi
tujuan) dan cara mengendalikan pemerintahan governance yang merupakan hasil (atau
efek total) dan campur tangan dan interaksi yang bersifat sosial-politis-administratif.
Memang terdapat aturan di dalam bidang kebijakan, tetapi hal i1u [ukanlah dipaksakan
dari atas, melainkan tumbuh dari negosiasi-negosiasi beberapa kelompok yang terlibat.
Semua pihak dalam bidang kebijakan tertentu saling memerlukan satu sama lain.
Masing-masing dapat memberikan sumbangan pengetahuan atau sumberdaya yang
relevan. Tak satu pihak pun memiliki pengetahuan atau sumberdaya yang relevan untuk
menjalankan kebijakan dengan baik. Pemerintahan menghadapi tantangan-tantangan
sebagai konsekuensi dari digunakannya negara atau pasar sebagai sandaran. Secara
sosio-politis cara pemerintahan diarahkan kepada penciptaan pola-pola interaksi di
mana pemerintahan secara politis dan hierarkis tradisional, dan secara sosial organisasi
mandiri saling melengkapi, di mana responsibilitas dan akuntabilitas intervensinya
menyebar ke pihak publik dan privat (Kooiman, 1993).

Governance sebagai Jarin ganJaringan Pengorganisasian

Diri.

Penggtma

istilah ini melihat governance sebagai istilah yang memiliki arti lebih luas daripada
government di mana pelayanan diberikan melalui pemerintah, sektor privat, dan
lembaga swadaya masyarakat secara bergantian. Jaringan antar-organisasi merupakan
pengantaran pelayanan yang disebutkan dengan jelas dan Rhodes (1996)
menggunakan istilah jaringan untuk menggambarkan beberapa pihak yang terkait dalam
rangka pemberian pelayanan. Jaringan-jaringan ini dibuat oleh organisasi-organisasi
tersebut dengan eling mempertukarkan sumberdaya (misalnya, uang, inforrnasi,
keahlian) untuk mencapai tujuannya, untuk memaksimalkan pengaruh mereka terhadap
hasil, dan untuk menghindari ketergantungan pada pihak lain dalam menjalankan
perannya. Sebagaimana dimaklumi, pemerintah-pemerintah menciptakan lembagalembaga, melangkahi pemerintah lokal, menggunakan lembaga-lembaga yang
mengemban tugas khusus untuk memberikan pelayanan, dan mendorong kemihaan
sektor publik-privat, sehingga kian lama jaringan-jaringan itu mencapai kedudukan

ciri

penting

di

antara struktur-struktur pemerintahan. Memang, manajemen publik

"membuat sesuatu bekerja melalui organisasi lain" dan melihat dengan kritis reformasi
manajerial dalam manajemen pelayanan publik demi mengonsentrasikan diri pada

manajemen internal. Governance kira-kira merupakan usaha mengelola jaringanjaringan itu.

SUPREMASI HUKUM
Supremasi hukum [dikenal dengan isttlah rule of law merupakan suatu doktrin
hukum yang mulai muncul pada abad ke XIX, bersamaan dengan kelahiran Negara
berdasarkan hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut
sebagai reaksi dan koreksi terhadap Negara absolute (kekuasaan di tangan penguasa)
yang telah berkembang sebelumnya.

Berdasarkan pengertiannya, Friedmann (1959) membedakan rule of law
menjadi 2 yaitu pengertian secara forrnal (in the formal sense) dan pengertian secara
hakikil materiil (ideological sense\. Secara formal , rule of law diartiY'an sebagai
kekuasaan nmum yang terorganisir (organized public power). Hal ini dapat diartikan
bahwa setiap Negara mempunyai aparat penegak hukum yang menyangkut ukuran yang

baik dan buruk (1zst and unjust /aw)- Negara yang penyelenggaraan

kekuasaan

pemerintah dan lembaga - lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus
dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungiawabkan secara hukum. Dalam Negara
hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan (supremasi
hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum @asha, 2003). Rule
of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara forrnal terhadap "rasa keadilan " bagi
rakyat dan juga " keadilan sosial ". Inti dari rule of law adalah adanya keadilan bagi
masyarakat, teruatama keadilan sosial.
Unsur - unsur rale of law menerurut AV Dicey terdiri dari : (a) Supremasi
hukum, dalam artian tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya
boleh dihukum jika melanggar hukum; (b) Kedudukan yang sama di depan hukum, baik
bagi rakyat baisa maupun bagi pejabat; (c) Terjamin hak-hak manusia dalam undangundang atau keputusan pengadilan.
Secara kuantatif, peraturan perundang - undangan yang terkait dengan rule of
law telah banyak dihasilkan di Indonesia, namun implementtasi / penegakannya belum
mencapai hasil yang optimal.sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan
rule of law belum dirasakan sebagian masyarakat.

Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini
I ayat 3 Undang - Undang Dasar 1945 Perubahan
Ketiga, yang berbunyi " Negara Indonesia adalah Negara hukum ". Dimasukkanya
ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum
bahwa Indonesia harus dan merupakan Negara hukum. Dasar lain yang dapat dijadikan
landasan bahwa Indonesia adalah Negara hukum dalarn arti materiil terdapat dalam
pasal - pasal tltlD 1945, sebagai berikut : (a) Pada Bab XIV tentang Perekonomian
Negara dan kesejahteraan sosial Pasal 33 dan pasal 34 Undang - Undang Dasar 1945,
yang menegaskan bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian
Negara dan kesejahteraan rakyat; (b) Pada bagian penjelasan umnm tentang pokok pokok pikiran dalam pembukaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam
tertuang dengan jelas pada pasal

kesejahteraan ralryat.

Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara
hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of low harus
diartikan secara hakiki (materil) yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip prinsip rule oflow secara hakiki sangat erat kaitannya dengan "the enforcement ofthe
rules of law " dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan
hukum dan implementasi prinsip -prinsipnya.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya noflna-norna hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
itu dapat dilakukan oleh
subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu
metibatkan semua zubyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
menjalankan aturan norrnatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
dengan mendasarkan diri pada norna aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya
itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu. Apabila diperlukan,
bernegara. Ditinjau dari sudut subye}rrya, penegakan hukum

aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan
sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang
terkandung di dalam bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan

peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataat "lqw
enforcement" ke dalam bahasa indonesia dalam menggunakan perkataan "Penegakan
Hukum" dalam arti luas dapat pula digrmakan istilah '?enegakan Peraturan" dalam arti
sempit. Pembedaan antara formalita aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai
keadilan yang dikandungrrya ini bahkan juga timbul dalam bahasa inggris sendiri
dengan dikembangkannya istilah "the rule of law" atau dalam istilah " the rule of law
and not of a man" versus istilah " the rule by law" yang berarti "lhe rule of man by
law". Dalarrr istilah " the rule of law" terkandung makna pemerintahan oleh hukum,
tetapi bukan dalam artinyayalg formal, melainkan mencakup pula nilainilai keadilan
yang terkandung di dalamnya. Karenanya, digunakan istllah "the rule of just lawl'.
Dalam istilah"the rule of law and not of man", dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum,
bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah "lhe rule by law" yang dimaksudkan

8

sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat
kekuasaan belaka.
Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan

hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum,
baik dalarn artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai
pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para zubyek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfrrngsinya norna-noflna hukum
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas
itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batasbatasnya apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum
itu, baik dari segi subyeknya maupun obyeknya atau kita batasi haya membahas hal-hal
tertentu saja, misalnya hanya menelaah aspek-aspek subyektif saja.
Agar pelaksanam rule of law dalam arti penegakan hukum bisa berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, maka : (a) Keberhasilan"the enforcement of the rules of law"
harus didasarkan pada corak masyarakan hukum yang bersangkutan dan kepribadian
masing-masing setiap bangsa; (b) rtle of law yang merupakan institusi sosial harus
didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa; (c) Rule of law
sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar
manusia, masyarakan dan negara, harus ditegakkan secara adil juga memihak pada
keadilan. Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Raharjo,20o6),yang memihak
hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi
dasar hukum progresif bahwa "hukum adalah untuk manusia", bukan sebaliknya.
Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak hukum yang
dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa
yang bersangkutan atau "back to law and order".

PENUTUP
Pembangunan politik ditandai dengan proses perubahan sosial, khususnya
dalam sistem politik. Namun perubahan sosial tidak bisa disebut sebagai pembangunan
politik. variabel pembangunan politik yang disinggung dalam tulisan ini adalah
demokrasi, govsnance dan supremasi hukum. Jelaslah bahwa demokrasi yang adil

adalah tujuan pembangunan politik negara-bangsa

di dunia.

Sehingga untuk

membangunan sebuah demokrasi yang sejati mesti melibatkan sinergitas berbagai

aspek. Dalam karya mengenai demokratisasi adalah bahwa mayoritas ilmuwan
menghasilkan kesimpulan yang sama, bahwa transisi ke arah demokrasi disebabkan
oleh perilaku elit. Wajib sepakat bahwa kalau terdapat dalam lingkungan stuktural

yang sangat tidak menguntungkan bagi demokratisasi, seringkali terjadi karena
ketidakmampuan para politisi untuk menghasilkan reformasi ekonomi dan inovasi
pelernbagaan yang diperlikan bagi tumbuhnya demokrasi.

Untuk mencapai demokrasi yang diharapkan maka tidak bisa lepas dari peran

good governance darl supremasi hukum yang tegak. Dalam konteks pembangunan,
kekuatan pemerintah dalam melakukan proses pembuatan dan penerapan kebijakan
pembangunan yang jauh dari pengaruh rakyat telah berhasil membawa akumulasi
kapital dan keberhasilan industrialisasi. Penerapan "good gevernance", yaitu prinsip

mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem
pengendaliannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggung jawab pada publik
dan di mana mekanisme pasar merupakan pertimbangan utama dalam proses pembuatan

keputusan mengenai alokasi surnber daya. Pada gilirannya proses demokratisasi tersebut
mulai digalakkan, yaitu adanya jaminan dari kedua belah pihak.

Pentingnya komitmen para pemimpin politik yang kuat terhadap demokrasi
sehingga menolak penerapan kekerasan dan sarana yang ilegal dan tidak konstitusional
untuk mengejar kekuasaan. Komitmen yang kuat terhadap demokrasi hendaknya

disertai dengan supremasi hukum yang kuat pula. Hal ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan pembangunan, kekuasaan tidak mudah diselewengkan oleh penguasa.
Karena demokrasi adalah tujuan dari pembangunan politik maka demokrasi baru bisa
tercapai bila berada dalam sistem pemerintahan yang bersih (good governance) serta
pelaksanaan penegakan hukum yang adil.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, Stephen, 2002. Economic Governance and Instilutional Dynamics, Aushalia:
Melboume University Press.

H., 1999. Teori Perbandingan Politik: Penelusuron Paradigma,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahl, Robert A. 2001. How democratic is the American Constitution?, New Haven &
London : Yale University Press.
Diamond, et al., eds., 1997. Consolidating the Third-Wove Democracies, Baltimore:
Johns Hopkins University Press, forthcoflrng.
Edward, Shils, 1960. Political Development in the New States, Comparative Studies in
Society and History, Yol- 2, No. 3, Cambridge University Press.
Friedmann, W., 1959. Law in a Changing Society, California: University of California
Chilcote, Ronald,

Press.

Huntington, Samuel, 1968. Polilical Order in Changing Societies New Haven: Yale
University Press.
Kooiman, Jan, 1993. Modern Governance: New Government-Society Interaclion,
London: Sage Publications.
Lerner, Daniel, 1958. The Passing of Traditional: Society Modernizing the Middle East,
London: Glencoe Collier Macmillan.
Moore, Mark H., 1995, Creating Public Value Strategic Managetnent in
Government, Harvard University Press.

Osborne, David Gaebler, Ted, 1993. Reinventing Government: How the
Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, A Plume book :
Political science.
Pasha, Musthafa Kamal, Et a1.,2003, , Pancasila dalam Tinjauan Hisloris, Yuidis dan
Filosofis, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri
Pye, Lucian W., 1963. Communications and Political DevelopmentPinceton: Princeton
University Press.
Pye, Lucian W., 1969. Political Development: Analytical and Normative Perspectives
C omparativ e P olili c al

Studies.

Raharjo, Satjipto, 2006, Membedah Huhrm Progresif, Jakarta, Buku Kompas
Riggs, Fred W., 1964. Administration in Developing Counlries, Boston: Houghton
Mifflin Company.
Rodhes, R.A.W, 1996. Political Studies, XLIV, University of Newcastle-Upon-tyne.

Volume 44. Issue 4.

S

c History Assosiatisa : The Croative Response
of EconomicHistory, Vol. T, No.2, Cambridge

Tricker, R. I., l9M. Corporate Gavernsnce. Gowef.
Wibowo, l,20ll.Negwa dan Bandit Demobasl, Ja&arta: Konrpas.
world Badq 1991, Itlonaging D*elopntent - The Governance Dimension, washington
D.C

11