PERMAINAN TRADISIONAL YOGYAKARTA SEBAGAI sarana

PERMAINAN TRADISIONAL YOGYAKARTA,
SEBAGAI FILTER DAMPAK NEGATIF BUDAYA LUAR
PADA MASA KANAK-KANAK AKHIR
Lila Wijayanti Saputri/11520241012/Pendidikan Teknik informatika
lyllaputrri@live.com/085729149059

ABSTRAK
Masa kanak-kanak akhir (Masa Sekolah Dasar) dialami anak pada usia 6
tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awal berkisar pada usia 11-13
tahun (Rita Eka Izzaty, dkk. 2008: 104). Perkembangan Masa kanak-kanak akhir
meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif, Perkembangan Bahasa,
Perkembangan Moral, Perkembangan Emosi, Perkembangan Sosial. Pengaruh
Budaya Luar mempengaruhi perkembangan anak dan berdampak pada kehidupan
dunianya. Selain Dampak positif, Budaya Luar juga memberikan dampak negatif bagi
mereka yang masih dalam tahap meniru. Penyimpangan-penyimpangan akibat
dampak negatif pengaruh Budaya Luar banyak terjadi bahkan dilakukan oleh anak
SD. Semakin canggihnya teknologi membuat anak-anak menjadi seseorang yang
individualis. Sikap Gotong Royong, kerja sama, Tenggang Rasa terhadap sesame
manusia semakin menghilang. Permainan tradisional yang sudah banyak ditinggalkan
memilik nilai-nilai positif yang dapat diambil. Dalam menghadapi dampak negatif
dari budaya luar yang masuk ke Indonesia dapat dilakukan dengan cara menfilter

Budaya Luar yang masuk dengan Kearifan Budaya Lokal; Permainan Tradisional
salah satunya.
Keyword: Masa kanak-kanak akhir, Budaya Luar, Permainan Tradisional
PENDAHULUAN
Masa kanak kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa
sekolah dasar. Masa ini dialami anak pada usia 6 tahun sampai masuk ke masa
pubertas dan masa remaja awal berkisar pada usia 11-13 tahun. Perkembangan Masa
kanak-kanak

akhir

meliputi

perkembangan

fisik,

perkembangan

kognitif,


Perkembangan Bahasa, Perkembangan Moral, Perkembangan Emosi, Perkembangan

Sosial. Dalam perkembangan social, anak mulai memahami tentang diri dan
lingkungannya (Rita Eka Izzaty, dkk. 2008: 104).
Kegitan bermain menjadi sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis dan
social anak. Dalam Kegiatan bermain, biasanya anak lebih memilih bermain dengan
teman sebayanya. Teman sebaya membuat anak menyadari bagaimana dan dimana
kedudukan atau posisi dirinya. Keinginan untuk diterima dalam kelompoknya sangat
besar. Anak-anak berupaya mendapat simpati dari kelompoknya. Santrock
menyatakan bahwa anak sering berfikir: Apa yang bisa aku lakukan agar semua
teman menyukaiku? Apa yang salah padaku?. (Santrock. 2002: 325).
Dalam kegiatan bermain bersama teman sebaya, anak-anak lebih mudah
menerima sesuatu yang baru yang menjadi perhatian teman sebayanya. Budaya luar
yang masuk ke Indonesia pun menjadi perhatian anak-anak. Dengan perkembangan
teknologi informasi yang begitu pesat membuat semua aspek kehidupan bergeser
menjadi era elektronik atau biasa disebut e-Global. Sepertiyang kita ketahui pada
dekade ini kita sering mendengar istilah e-education, egovernment,e-ktp, e-banking
hingga e-bussiness yang menunjukkan bahwa semua aspek kehidupan telah bergeser
ke era elektronik atau cyber. Sehingga dari lahir, anak anak sudah mulai berpikir

secara modern.
Budaya luar tidak hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan
masyarakat Indonesia, namun juga memberikan dampak negatif. Perkembangan gaya
berpakaian, gaya rambut, gaya hidup, dan sebagainya menjadi anak terinspirasi
dengan budaya luar tersebut. Perkembangan gaya hidup dalam perkembangan social
anak-anak, contohnya dengan adanya gadget yang berisi banyak permainan yang
menarik menjadi perhatian anak-anak. Mereka beranggapan anak yang memiliki
gadget akan mudah diterima dengan teman sebayanya. Saat ini, seorang anak kelas 2
SD sudah mengerti akan pacaran hal tersebut tentu berdampak negatif pada
perkembangan psikologis anak. Bisa kita rasakan perbedaan perkembangan anakanak di era globalisasi ini dengan anak-anak zaman dulu, anak-anak zaman dulu
identik belum mengerti akan hal seperti itu, akan tetapi di era globalisasi banyak

faktor pendorong untuk menjadikan anak-anak berperilaku seperti itu, faktor yang
paling dominan yaitu teknologi, semakin canggih teknologi saat ini, semakin mudah
pula budaya-budaya luar yang masuk seakan tanpa filter untuk merusak generasi
bangsa ini.
Dalam tahapan belajar anak-anak, Bandura mengemukakan bahwa anak-anak
belajar melalui observasi atau modeling, terdapat empat proses diantaranya yaitu :
1. Attentional, yaitu proses dimana anak menaruh perhatian terhadap tingkah laku
atau perilaku orang yang diimitasinya.

2. Retention, yaitu proses yang merajuk kepada upaya anak untuk memasukan
informasi tentang segala hal yang ada pada objek yang ditiru anak ke dalam
memorinya.
3. Production, yaitu proses mengontrol tentang bagaimana anak merespon hal yang
ditirunya.
4. Motivational, yaitu proses pemilihan tingkah laku yang diimitasi oleh anak
(Yusuf. 2000: 9).
Anak-anak yang mudah tertarik dengan sesuatu yang menjadi perhatian
lingkungannya akan menjadikan ketertarikan itu sebagai minatnya. Apabila yang
berkembang di lingkungannya adalah hal-hal positif, tentu akan menjadikan anak
tersebut sebagai seseorang yang positif. Akan berbanding terbalik jika yang
berkembang di lingkungannya adalah sesuatu yang negatif.
Sebagian orang tua dalam menanggapi budaya luar yang masuk berusaha
memberikan hal-hal positif untuk anak mereka. Mereka memberi laptop ataupun PC
sebagai penunjang belajar anak-anaknya. Saat ini, anak-anak SD sudah banyak yang
memiliki HP dengan alasan agar orangtua dapat menjemput tepat waktu ketika
sekolah, agar dapat berkomunikasi dengan mudah kepada orang tua yang sibuk, dan
sebagainya. Tanpa orangtua sadari, kecanggihan HP, Laptop ataupun gadget lainnya
yang dimiliki anak membuat mereka menjadi seseorang yang individualis apabila
orangtua tidak mengontrol pemakaian gadget anak mereka. Padahal orangtua adalah

peranan penting dalam filter budaya luar.

PEMBAHASAN
Faktor-faktor yang membuat perkembangan anak menyimpang akibat adanya Budaya
Luar:
1. Keluarga
Menurut Yusuf Syamsu (2000:37) mengemukakan bahwa keluarga memiliki
peranan penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua
yang penuh kasih sayang dan pendidikan nilai tentang nilai-nilai kehidupan, baik
agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif
untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Keluargalah yang menentukan suatu individu menjadi individu yang sehat dari lahir
dan batinnya atau tidak. Keluarga merupakan pijakan pertama bagi individu untuk
mendapatkan segala aspek nilai-nilai, akan tetapi tidak sedikit pula peran keluarga
pada perkembangan anak tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti orangtua
terlalu sibuk dengan pekerjaan pribadinya, orangtua tidak memberikan peran aktif
kepada anak di dalam keluarga, orangtua kurang memberikan perhatian kepada anakanak. Hal itu seringkali terjadi di daerah perkotaan yang identik kedua orangtua
mempunyai pekerjaan yang terlampau sibuk. Anak akan mulai memberikan
kepercayaan kepada orang lain yang lebih memberikan perhatian kepadanya.
2. Lingkungan

Lingkungan yang baik akan membentuk perilaku yang baik pula terhadap suatu
individu begitupun sebaliknya. Lingkungan masyarakat juga sangat membentuk
karakter seseorang, karena anak-anak sering kali bermain di tengah-tengah
masyarakat bersama orang-orang yang bukan seusianya. Jika lingkungan masyarakat
di sekitar individu tidak sehat maka perilaku individu tersebut akan mengalami
perubahan seperti kondisi di lingkungannya berada.
3. Teknologi
Berjuta informasi tidak terbatas sangat mudah didapat pada masa kini, bahkan
anak-anak mampu mendapatkan informasi di internet tanpa filter. Semakin canggih
teknologi di era globalisasi ini mengubah perkembangan anak, banyak hal-hal negatif

yang dapat anak turuti dari teknologi seperti informasi tentang seks, atau video dan
foto yang berbau fornografi sangat mudah di dapat di internet. Hal-hal negatif
tersebut akan berbeda dengan kehidupan anak-anak yang belum merasakan teknologi
yang semakin canggih.
Perkembangan Anak menyimpang memiliki beberapa gejala atau kebiasaan
yang disebut disruptive behavior disorder . Menurut Halgin (1994), ada tiga macam
perilaku yang termasuk dalam disruptive behavior disorder yaitu :
1.


Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)

Gejala utama pada anak yang mengalami ADHD adalah kurangnya atau tidak
adanya konsentrasi pada diri anak, ketika anak bermain, belajar atau segala sesuatu
yang dilakukan tidak bertahan lama. Perhatiannya mudah teralih, diikuti dengan
perilakunya yang banyak, banyak gerak dan tidak bisa diam. Selain itu, anak biasanya
juga terlihat sangat aktif dalam berbicara, dan perilakunya sering mengganggu orang
lain.
2.

Conduct Disorder
Conduct disorder ini merupakan perilaku yang melatar belakangi seorang anak

memiliki perilaku kekerasan, kenakalan atau kriminalitas. Perilaku yang ditampilkan
dalam conduct disorder merupakan perilaku yang tidak menghargai hak-hak orang
lain, melanggar aturan, norma-norma yang berlaku

atau pun hukum. Conduct

disorder biasanya muncul sebelum masa pubertas, diperkirakan 9% terjadi pada lakilaki dan 2% pada anak-anak perempuan. Conduct disorder ini meliputi juga perilaku

bermusuhan atau menyakiti orang lain.
3.

Oppositional Defiant Disorder
Oppositional defiant disorder biasanya terjadi pada anak-anak usia 8-12 tahun,

dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
Pada anak-anak dengan gangguan tersebut memiliki pandangan maupun perilaku
negatif dan menyimpang, biasanya disertai dengan komplain-komplain terhadap
orang tua, sikap permusuhan dan kemampuan berargumentasi tentang apa pendapat
dan apa yang dilakukannya. Reaksi-reaksi yang ditampilkan pada saat masa remaja

adalah reaksi negatif terhadap kemandirian. Kemungkinan besar anak-anak atau
remaja dengan gangguan tersebut akan mengalami juga gangguan suasana perasaan
(mood disorder) atau pun gangguan kepribadian pasif-agresif (Noor Fitriani. 2011.
http://www.slideshare.net/pipitpurple/makalah-bk-peran-orang-tua-terhadap-perilakumenyimpang-anak-dan-solusinya-27001129).
Saat ini orang lebih mengenal “playstation” dan permainan online lainnya
yang menjamur seiring kemudahan ber-internet. Jelas pula terlihat penurunan
popularitas dari permainan tradisional lokal. “Masyarakat seakan telah lupa terhadap
permainan-permainan tradisional yang memiliki peran historis dalam pembentukan

karakter dan budaya bangsa, “ ditegaskan Muhammad Zaini Alif, pendiri komunitas
permainan

tradisional

Hong

(Edo

Irfandi.

2011.

http://sosbud.kompasiana.com/2011/12/25/komunitas-hong-bicara-budaya-melaluipermainan-422082.html). Padahal, dalam permainan tradisional banyak nilai nilai
positif yang dapat diambil. Selain kita melestarikan Budaya Lokal, Dalam permainan
tradisional juga diajarkan banyak nilai tentang kehidupan guna membentengi diri dari
Budaya Luar yang bersifat negatif.
Permainan adalah sesuatu yang dimainkan. Tradisional adalah berpegang
teguh terhadap kebiasaan turun temurun ; Sikap dan cara berpikir serta bertindak
yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang secara turun

temurun. Jadi arti dari permainan tradisional adalah suatu hal yang berhubungan
dengan bermain yang sifatnya turun temurun atau warisan nenek moyang.. Permainan
tradisional sebagian besar berupa permainan anak yang merupakan bagian

dari

folklore( ). Permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat, yang berasal
dari zaman yang sangat tua, yang telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan
masyarakat pendukungnya yang terdiri atas tua muda, laki perempuan, kaya miskin,
rakyat bangsawan dengan tiada bedanya. Permainan tradisional bukanlah hanya
sekedar alat penghibur hati, sekedar penyegar pikiran atau sekedar sarana berolah
raga tetapi memiliki berbagai latar belakang yang bercorak rekreatif, kompetitif,

paedogogis, magis dan religius. Permainan tradisional juga menjadikan orang bersifat
terampil, ulet, cekatan, tangkas dsb.
Permainan tradisional mengajarkan anak- anak untuk rajin menyimpan atau
betengan yang selain dapat dimainkan secara fisik juga menanamkan nilai-nilai kerja
sama tim, kekompakan, dan berpikir strategis ketika harus membantu temannya di
beteng musuh dan untuk memenangkan permainan; memiliki cukup banyak
kelebihan yang tidak dapat diperoleh dalam permainan modern, seperti tumbuh rasa

solidaritas atau kesetiakawanan, rasa empati bagi orang lain, keintiman dengan alam
dan selalu menjunjung nilai-nilai sportivitas( Adventia Novi Astuti. 2011.
http://jogjanews.com/citizen-journalism-permainan-tradisional-kearifan-lokal-yangdilupakan).
Banyak sekali nilai pendidikan yang terkandung di dalam permainan anak
tradisional. Nilai-nilai tersebut dapat terkandung dalam gerak permainannya atau
terkandung dalam tembang ataupun syair lagunya, misalnya ada tembang yang
mengandung nasehat tertentu. Menurut Agung Nugroho dalam tugas Akhir yang
berjudul “Permainan tradisional anak-anak sebagai sumber ide dalam penciptaan
karya seni grafis”, nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional adalah
sebagai berikut:
1. Nilai Demokrasi.
Nilai Demokrasi dalam permainan anak tradisional sebenarnya telah ditujukan
oleh anak-anak sebelum mereka mulai bermain, terbukti dengan cara memilih dan
menentukan jenis permainan, harus mengikuti tata tertib atau aturan yang disepakati.
Kesemuanya itu dilakukan secara berunding atau bermusyawarah secara sukarela dan
tidak ada paksaan atau tekanan dari luar, contohnya dengan melakukan hompimpah
ataupun suit. Dengan demikian anak-anak sebenarnya sejak dahulu telah memiliki
jiwa yang demokratis.
2. Nilai Pendidikan.

Permainan tradisional anak baik untuk pendidikan aspek kejasmanian maupun
pendidikan aspek kerohanian dengan berbagai segi misalnya sifat sosial, sifat disiplin,
etika, kejujuran, kemandirian dan percaya diri.
3. Nilai Kepribadian.
Aktivitas bermain merupakan media yang sangat tepat bagi anak untuk
mengembangkan dan mengungkapkan jati dirinya. Dengan bermain anak dapat
mempunyai kesiapan mental dan kesiapan diri maupun untuk mengatasi masalah
sehari-hari. Disamping dapat mengembangkan pribadinya, melalui bermain dapat
melatih anak untuk mengolah cipta, rasa dan karsa, sehingga sikap seperti itu dapat
menumbuhkan sikap arif dan bijaksana apabila dewasa kelak.
4. Nilai Keberanian.
Pada dasarnya setiap permainan tradisional anak dituntut sikap keberanian bagi
semua pesertanya. Sifat berani yang dimaksud adalah berani mengambil keputusan
dengan memperhitungkan strategi - strategi tertentu, sehingga dapat memenangkan
pemainan.
5. Nilai Kesehatan.
Aktivitas bermain yang dilakukan oleh anak merupakan suatu kegiatan yang
banyak menggunakan unsur berlari, melompat, berkejar-kejaran sehingga otot-otot
tubuh dapat bergerak. Seorang anak yang sehat akan terlihat dari kelincahannya
dalam gerak.
6. Nilai Persatuan.
Permainan kelompok dapat dikatakan sebagai permainan yang sangat positif
karena

masing-masing anggota kelompok harus mempunyai jiwa persatuan dan

kesatuan kelompok untuk mencapai suatu tujuan yaitu kemenangan, sehingga
masing-masing anggota harus mempunyai solidaritas kelompok yang tinggi. Itu
sebabnya rasa solidaritas yang meliputi saling menjaga, saling menolong, saling
membantu harus selalu di tumbuhkan dalam diri anak.
7. Nilai Moral.

Dengan permainan tradisional, anak dapat memahami dan mengenal kultur atau
budaya bangsa serta pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya. Dengan adanya
pesan-pesan moral tersebut, maka diharapkan permainan tradisional yang tadi telah
dilupakan dapat tumbuh kembali.

Dari uraian

diatas telah disebutkan bahwa

sebenarnya permainan tradisional anak sangat sarat dengan nilai-nilai budaya tertentu
yang

sangat

berguna.

(Nugroho,

Agung.

2011.

http://eprints.uns.ac.id/2347/1/62631506200903171.pdf)
Menurut Dharmamulya (1993) ada berbagai permainan tradisional anak yang
pernah hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan masyarakat DI Yogyakarta.
Beberapa diantaranya yang populer:
1.

Ancak-ancak alis
Permainan ini biasanya dimainkan berkelompok. Dua orang anak membentuk
gua yang kedua sisinya terbuka dengan kedua tangan mereka, teman-teman lain
melewati gua sambil bernyanyi. Ketika nyanyian berhenti seorang teman yang
tertangkap dalam gua akan ditanyai dua pilihan. Dua pilihan itu sebelumnya
sudah ditentukan oleh yang membuat gua. Nantinya akan ada dua kelompok
sesuai dengan pilihan mereka. Kemudian dilanjutkan dengan ulo-ulonan. Yang
menang adalah yang berhasil membuat kelompoknya putus.

2.

Benthik
Kata benthik berarti suara benturan antara barang pecah belah sehingga
menimbulkan suara “thik”. Permainan ini biasanya dilakukan di siang hari,
dengan alat permainan berupa batang kayu atau ranting. Dalam permainan
Benthik terdapat

3.

Cublak-cublak Suweng
Adalah permainan berkelompok dengan satu anak yang nantinya akan
menjawab siapa yang memegang kertas/ sesuatu yang disembunyikan lainnya.
Permainan ini juga dimainkan dengan nyanyian.

4.

Dhelikan.

Permainannya ini disebut dhelikan atau umpetan karena para pelakunya
diharuskan untuk bersembunyi.
5.

Dhakon
Dimainkan oleh dua orang. Yang menang adalah yang memiliki tabungan
paling banyak.

6.

Dhingklik Oglak-aglik
Dimainkan berkelompok.

7.

Gobag Sodor
Permainan gobag sodor merupakan permainan anak – anak seusia sekolah
dasar yang dilaksanakan di halaman yang agak luas dan berkelompok dengan
jalan permainan dilakukan dengan bebas dan berputar – putar.

8.

Jamuran
Suatu permainan anak tradisional yang pelaksanaannya dengan membentuk
bulatan seperti jamur. Permainan ini disertai dengan nyanyian dan diakhiri
dengan mengerjakan apa yang disuruh oleh anak yang jadi (dadi-dalam bahasa
jawa).

9.

Jamuran.
Suatu permainan anak tradisional yang pelaksanaannya dengan membentuk
bulatan seperti jamur. Permainan ini disertai dengan nyanyian dan diakhiri
dengan mengerjakan apa yang disuruh oleh anak yang jadi atau dadi.

10.

Koko-koko

11.

Macanan

12.

Ndhog-ndhogan

13.

Pasaran

14.

Tawonan

15.

Tikus-tikusan

16.

Ulo-Ulo Dawa, dan masih banyak lagi, yang tercatat ada 241 jenis permainan.
(Yudhi Pri. 2010. http://yudhipri.wordpress.com/2010/03/05/permainan-anaktradisional-di-diy/)

Manfaat Permainan Tradisional
1.

Jasmani (tubuh)
Badan menjadi sehat dan kuat, dapat menghilangkan kekakuan badan, seluruh

pancainderanya dapat dipergunakan dengan baik, lancar, dan cekatan.
2. Rohani
Tumbuhnya ketajaman berpikir, kehalusan rasa serta kekuatan kemauan, disiplin,
tertib, membiasakan bersikap waspada, membiasakan berpikir riil dan menghilangkan
rasa segan atau mudah putus asa.
Selain itu, manfaat lainnya:
a. Memahami konsep sportivitas
Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar
bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai
pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan
secara terbuka.
Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak terlalu ditekankan
pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orangtua adalah menghargai
anak karena ia bermain dengan sikap sportif.
b. Melatih Kemampuan fisik anak
Berbeda dengan permainan elektronik, dalam beberapa permainan tradisional
seperti lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan. Berkesempatan memainkan
permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi anak yang berlebih karena sejak
usia 5-6 tahun anak memang harus banyak bergerak. perminanan tradisional semacam
lompat tali juga bisa merangsang perkembangan koordinasi mata dengan anggota
badan lainnya. Variasi bentuk permainan dapat lebih meningkatkan kemampuan
motorik dan koordinasi tubuh anak.
Demikian pula dalam permainan bekel, anak dilatih mengubah posisi
biji(kuningan atau kerang) ke posisi yang lain, tanpa menyentuh biji-biji yang terletak
dii sebelahnya. Aktivitas ini merupakan latihan motorik halus yang penting bagi
perkembangan anak dikemudian hari.

c. Belajar mengelola emosi
Pengelolaan emosi sangat penting bagi anak agar dapat survive dalam
kehidupannya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti lompat tali karet
yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tiak bisa melompati ketinggian karet
yang direntangkan maka ia harus menerima kekalahannya sebagai konsekuensi dari
lompatan yang kurang bagus. Keterampilan mengelola emosi semacam ini penting
dipelajari, karena secara tidak langsung melatih kecerdasan emosional anak.
d.

Menggali kreativitas
Melalui beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah.

Misalnya pada permainan mobil-mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali. Untuk
membuatnya

dituntut

kemampuan

anak

berimajinasi, misalnya,

bagaimana

memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan badan mobil.
Kreativitas anak juga bisa digali dalam permainan congklak. Anak dapat mencari
alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak. Sama
halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan yang
dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan.
Latihan menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua
permainan tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari
sisi mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi
dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional ini
anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak variasi yang
dapat dilakukan.
e. Mengenal kerja sama
Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal.
Misalnya, dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam
permainan ini, si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus
memperhatikan anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan
dimakan kelompoklawan. Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat
melindungi bagian tubuh dan ekornya.

f. Meningkatkan kepercayaan diri
Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat
ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat
kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung

bisa menumbuhkan dan

memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal
dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari.
Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran
pergaulan di mana saja ia berada.
g. Bersosialisasi lewat permainan
Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di
perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga
sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit
banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya
interaksi sosial .
Banyaknya jenis permainan tradisional yang bisa mengisi kegiatan anak bersama
orang tua memberikan bukti kepada orang tua agar tidak hanya memberikan mereka
perhatian bab materi tetapi juga perhatian dalam kasih sayang sebagai orang tua dan
anak. Selain kepada orang tua, permainan tradisional yang dilakukan oleh anak dan
temannya dengan bimbingan orangtuanya dapat menghindarkan diri dari sikap
individualis, sikap acuh kepada teman, dsb.
PENUTUP
Faktor-faktor yang membuat perkembangan anak menyimpang akibat adanya
Budaya Luar factor Keluarga, Lingkungan, dan Faktor Teknologi. Perilaku anak
menyimpang terbagi menjadi tiga, yaitu Attention-deficit/hyperactivity disorder
(ADHD), Conduct Disorder, Oppositional Defiant Disorder. Terdapat banyak nilai
nilai positif yang dapat diambil dari Permainan Tradisional sehingga anak dapat
terhindar dari dampak negatif budaya luar yang masuk ke dalam dunianya.

Orangtua hendaknya mengisi kegiatan anak bersama orang tua dengan
kegiatan permainan tradisional sehingga orang tua ]tidak hanya memberikan mereka
perhatian bab materi tetapi juga perhatian dalam kasih sayang sebagai orang tua dan
anak. Orangtua juga membimbing anak dalam permainan tradisional yang dilakukan
oleh anak bersama temannya sehingga anak dapat menghindarkan diri dari sikap
individualis, sikap acuh kepada teman, dsb
DAFTAR PUSTAKA
Adventia Novi Astuti . 2014. Permainan tradisional kearifan local yang dilupakan.
http://jogjanews.com/citizen-journalism-permainan-tradisional-kearifan-lokalyang-dilupakan. Diunduh pada hari Selasa tanggal 3 Juni 2014 pukul 14.00
WIB
Edo Irfandi. 2014. Komunitas Hong Bicara melalui permainan.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/12/25/komunitas-hong-bicara-budayamelalui-permainan-422082.html. Diunduh pada hari Selasa tanggal 3 Juni
2014 pukul 14.00 WIB
Izzaty, Rita Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press
Noor Fitriyanti Jayanti. 2014. Makalah BK peran orang tua terhadap perilaku
menyimpang anak dan solusinya.
http://www.slideshare.net/pipitpurple/makalah-bk-peran-orang-tua-terhadapperilaku-menyimpang-anak-dan-solusinya-27001129. Diunduh pada hari
Selasa tanggal 3 Juni 2014 pukul 15.00 WIB
Nugroho, Agung. 2011. Permainan tradisional anak-anak sebagai sumber ide dalam
penciptaan karya seni grafis.
http://eprints.uns.ac.id/2347/1/62631506200903171.pdf. Diunduh pada hari
Selasa tanggal 3 Juni 2014 pukul 14.00 WIB
Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yudhi Pri. 2014. Permainan Anak Tradisional di DIY.
http://yudhipri.wordpress.com/2010/03/05/permainan-anak-tradisional-di-diy/.
Diunduh pada hari Selasa tanggal 3 Juni 2014 pukul 14.30 WIB