BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Job Insecurity dan Job Involvement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan pada Perusahaan Telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan

  akan terus terjadi. Setiap perusahaan atau organisasi tidak dapat menghindari perkembangan dan perubahan tersebut baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Tujuan perubahan tersebut adalah untuk kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Hanya perusahaan atau organisasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan y ang dapat tetap bertahan “hidup”.

  Terdapat beberapa faktor yang menuntut perusahaan untuk melakukan perubahan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Faktor eksternal perusahaan antara lain perkembangan teknologi, perubahan keadaan ekonomi, keadaan sosial politik, dan persaingan dengan kompetitor (Robbins, 2001; Robbins & Judge, 2007). Hussey (2000) menjelaskan beberapa faktor yang mendorong organisasi untuk melakukan perubahan yaitu perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan yang intensif dan global, tuntutan pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis dan tuntutan dari pemegang saham yang meminta lebih banyak nilai. Faktor-faktor tersebut bergerak sangat dinamis dan sulit untuk diprediksi oleh organisasi dan tidak satupun dari faktor- faktor lingkungan tersebut dapat dikendalikan oleh perusahaan manapun.

  Selain faktor eksternal tersebut di atas, beberapa faktor internal yang mengharuskan perusahaan untuk berubah, seperti pertumbuhan perusahaan itu sendiri, kesempatan untuk mengembangkan bisnis perusahaan, adanya inovasi baru dari dalam perusahaan dan kebijakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan (Madsen, Miller, & John, 2005). Meskipun pengaruhnya tidak sehebat faktor lingkungan luar, namun faktor-faktor ini juga tetap harus dicermati oleh perusahaan dengan baik.

  Pada hakikatnya, perubahan merupakan upaya pergeseran dari status quo ke kondisi yang baru (Wibowo, 2005). Sedangkan Jones (2007) mengemukakan bahwa perubahan organisasi merupakan sebuah proses dimana sebuah organisasi berubah dari keadaan saat ini ke keadaan yang diinginkan untuk meningkatkan efektivitasnya. Jika organisasi dapat beroperasi secara lebih efektif, maka ia akan lebih mampu dalam menghadapi tantangan dan perubahan di lingkungannya.

  Dengan adanya perubahan lingkungan yang terus menerus, maka organisasi perlu beradaptasi dengan baik. Smith (2005) mengemukakan bahwa mengelola perubahan organisasi merupakan bagian yang sangat luas tentang bagaimana pengelolaan aspek-aspek manusia dalam proses perubahan, karena karyawan merupakan sumber dan “kendaraan” yang nyata untuk perubahan. Kesiapan karyawan untuk berubah merupakan salah satu aspek yang sangat penting karena kesiapan berkaitan dengan keyakinan, sikap dan intensi mengenai perubahan apa yang diperlukan dan mendukung keberhasilan organisasi dalam melakukan perubahan. Hal ini dipandang sebagai tanda-tanda yang menunjukkan apakah perilaku karyawan menolak atau mendukung upaya perubahan yang dilakukan organisasi (Armenakis, Harris & Mossholder, 1993)

  Armenakis, et al (1993) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa kesiapan karyawan merupakan pendorong tercapainya efektivitas perubahan organisasi. Jika karyawan tidak percaya bahwa perubahan tersebut diperlukan atau karyawan melihat bahwa perusahaan tidak mampu melakukan perubahan tersebut, maka proses perubahan akan mengalami kegagalan.

  Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan untuk berubah pada karyawan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, para peneliti menentukan banyak variabel yang berbeda untuk mengidentifikasi kesiapan terhadap perubahan seperti peran agen perubahan, partisipasi, pemikiran dan perilaku (Hanpacern, Morgan & Griego, 1998; Eby, Adam, Russel & Gaby, 2000; Cunningham, Woodward, Shannon, Maclntosh, Lendrum, Rosenbloom & Brown, 2002; Madsen, Miller & John, 2005; Rafferty & Simons 2006; Bernerth, 2004; Holt, Armenakis, Feild & Harris, 2007).

  Goksoy (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa job insecurity, ambiguitas peran, self-monitoring dan keadilan yang dirasakan pada perubahan sebelumnya memiliki pengaruh terhadap kesiapan untuk berubah. Sedangkan Ciliana dan Mansoer (2008) menemukan bahwa ada pengaruh kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stres kerja dan komitmen organisasi terhadap kesiapan karyawan untuk berubah.

  Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa job insecurity merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Babalola (2013) bahwa job

  

insecurity memiliki kontribusi negatif terhadap keterbukaan perubahan. De Witte

  (1999) menyatakan bahwa karyawan sangat dipengaruhi oleh perubahan organisasi, karena mereka melihat kehilangan pekerjaan tidak hanya dari segi sosioekonomi saja namun juga keuntungan secara psikologis.

  Job insecurity memberikan kontribusi negatif terhadap kesiapan untuk

  berubah. Ketika karyawan merasakan insecure, mereka tidak akan merasa siap untuk berubah, tidak akan termotivasi, tidak menerima ide perubahan dengan bergairah dan secara jelas menganggap perubahan sebagai ancaman bagi diri mereka (Goksoy, 2012). Selain itu, Anderson (2010) mengemukakan bahwa sebagian karyawan atau anggota organisasi, perubahan dapat memberikan pencerahan dan menggairahkan, namun perubahan juga dapat menyakitkan,

  stressful dan membuat frustrasi.

  Vakola & Nikolaou (2005) menyatakan bahwa perubahan organisasi merupakan tantangan terhadap cara hal-hal yang dilakukan secara normal atau biasa dalam organisasi, dan akibatnya individu merasakan ketidakpastian, stres dan kekhawatiran mengenai peluang mengalami kegagalan dalam menghadapi situasi baru. Ashford (1988) mengemukakan bahwa perubahan adalah sumber dari perasaan terancam, ketidakpastian, frustasi, alienasi dan kecemasan.

  Selain job insecurity, penelitian yang dilakukan Weber & Weber (2001) menemukan bahwa ada keterkaitan antara keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam organisasi dengan kesiapan karyawan untuk berubah. Penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Shah (2009), bahwa job

  

involvement memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap kesiapan untuk

berubah.

  Tingkat keterlibatan kerja yang rendah memberikan kontribusi terhadap perasaan karyawan tentang keterasingan tujuan, keterasingan dalam organisasi atau perasaan terpisah antara apa yang karyawan lihat sebagai "kehidupan" dan pekerjaan yang mereka lakukan. Keterasingan kerja dan keterlibatan kerja berkorelasi satu sama lain (Rabinowitz & Hall, 1981; Hirschfeld & Field, 2000;

  Madsen, et al (2005) menemukan keterlibatan dalam organisasi memiliki

  

hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut

menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi memiliki

kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara

pasif. Individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi, akan memiliki

keterlibatan yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannya.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa job insecurity dan job

  

involvement karyawan merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap

kesiapan karyawan untuk menghadapi perubahan organisasi.

  Berkaitan dengan penelitian ini, fenomena yang diteliti adalah perubahan organisasi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan telekomunikasi di wilayah Sumatera Utara. Tidak dapat dipungkiri, saat ini bisnis di bidang informasi, telekomunikasi dan teknologi sangat dinamis dan melaju pesat. Khususnya di Indonesia saat ini ada beberapa perusahaan (provider) nasional maupun swasta yang menyediakan jasa tersebut. Perusahaan ini merupakan BUMN yang telah banyak melakukan perubahan atau transformasi. Transformasi yang dilakukan didorong oleh beberapa hal, yang pertama adalah perubahan dari lifestyle (gaya hidup pelanggan). Kedua, yang juga sangat vital adalah perubahan dari sisi teknologi yang dulu narrowband menjadi broadband, dari yang fixed (telepon kabel) menjadi mobile (telepon seluler). Ketiga yang juga tidak kalah drastis adalah perubahan peta kompetisi. Pemegang lisensi dulu hanya satu, sekarang sebelas. Keempat, telekomunikasi sendiri sudah menjadi komoditas biasa

  Adapun perubahan atau transformasi yang dilakukan oleh perusahaan ini meliputi empat hal. Pertama, transformasi bisnis dan produk dari POTS (derivative product), multimedia service atau FMM (Fixed, Multimedia, Mobile) menjadi TIME Service (Telecommunication, Information, Multimedia dan

  

Edutainment ). Kedua, transformasi infrastruktur untuk memenuhi requirement.

  Ketiga, transformasi sistem, mulai dari sistem billing, monitoring, jaringan dan

customer . Keempat, transformasi sumber daya manusia adalah yang paling berat.

  Sistem dan alat bisa dibeli, tetapi tidak dengan sumber daya manusia. Mengingat hal ini sangat besar dan fundamental maka culture pun berubah dan harus melekat pada stakeholder dan karyawan (http://p2tel.or.id, diakses 25 Mei 2013).

  Transformasi atau perubahan yang dilakukan perusahaan bukanlah untuk yang pertama kali. Terhitung mulai tahun 2009 perusahaan ini telah beberapa kali melakukan transformasi hingga saat ini (http://p2tel.or.id, diakses 25 Mei 2012). Meskipun demikian tidak seluruhnya karyawan siap menghadapi perubahan tersebut. Hasil wawancara awal yang dilakukan dengan bagian SDM mengemukakan bahwa meskipun telah beberapa kali melakukan perubahan, reaksi dari para karyawan cukup beragam mulai dari yang sangat antusias, bersemangat namun ada juga yang cemas, khawatir bahkan cenderung menolak perubahan. Selain itu, adanya program pensiun dini yang ditawarkan oleh perusahaan ini merupakan salah satu jalan yang ditempuh untuk melakukan downsizing cukup diminati oleh sebagian kalangan karyawan yang diindikasikan kurang mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di perusahaan ini.

  Transformasi atau perubahan yang dilakukan juga melibatkan restrukturisasi mangakibatkan banyak karyawan yang dipindahkan ke lokasi kerja yang berbeda, jabatan yang berbeda dan juga dengan pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya. Hal inilah yang membuat sebagian karyawan merasa tidak nyaman dan khawatir. Di sisi lain, dengan adanya perubahan tersebut apakah karyawan masih tetap dapat terlibat secara aktif dalam pekerjaannya kelak.

  Penelitian mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi kesiapan untuk berubah sudah cukup banyak diteliti di luar negeri, namun di Indonesia masih jarang. Penelitian sebelumnya oleh Priantalo (2008) dilakukan pada kantor perpajakan, Ciliana & Mansoer (2008) pada perusahaan perbankan dan Irwanti (2012) pada perusahaan yang bergerak di bidang broadcasting. Sedangkan pada perusahaan telekomunikasi, dilakukan oleh Pramadani (2012) dan Megani (2012) dengan variabel yang berbeda dari peneliti.

  Berdasarkan data-data yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh job insecurity dan job involvement terhadap kesiapan berubah karyawan di salah satu perusahaan telekomunikasi yang dalam waktu dekat akan melakukan transformasi atau perubahan struktur lagi.

  B. Rumusan Masalah

  Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1.

  Bagaimana pengaruh job insecurity terhadap kesiapan berubah karyawan? 2. Bagaimana pengaruh job involvement terhadap kesiapan berubah karyawan? Bagaimana gambaran kesiapan berubah karyawan? 4. Bagaimana gambaran job insecurity karyawan? 5. Bagaimana gambaran job involvement karyawan?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini yaitu: 1.

  Untuk mengetahui pengaruh job insecurity terhadap kesiapan berubah karyawan.

  2. Untuk mengetahui pengaruh job involvement terhadap kesiapan berubah karyawan.

  3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran kesiapan berubah karyawan.

  4. Untuk mengetahui bagaimana gambaran job insecurity karyawan.

  5. Untuk mengetahui bagaimana gambaran job involvement karyawan.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat teoritis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian mengenai perubahan organisasi, kesiapan berubah, job

  insecurity dan job involvement karyawan. b.

  Memberikan pemahaman mengenai pengaruh job insecurity dan job involvement terhadap kesiapan berubah karyawan.

2. Manfaat praktis

  Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perusahaan yang sedang mengalami perubahan dalam merencanakan intervensi terhadap kesiapan

E. Sistematika Penulisan

  Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori mengenai kesiapan berubah, job

  

insecurity , job involvement, pengaruh job insecurity terhadap kesiapan

  berubah, pengaruh job involvement terhadap kesiapan berubah, dan hipotesis penelitian.

  Bab III Metode Penelitian Bab ini memuat tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subyek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data.

  Bab IV Analisa Data dan Pembahasan Bab ini memuat gambaran umum subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan penelitian, saran praktis dan saran metodologis yang berkaitan dengan penelitian ini.