Peranan Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah pada Karyawan PT.Inalum (Persero)

(1)

PERANAN JOB INVOLVEMENT DAN WORK VALUE TERHADAP

KESIAPAN BERUBAH PADA KARYAWAN

PT. INALUM (PERSERO)

(The Role ofJobInvolvementandWorkValue Toward Employees ReadinessforChange at PT.Inalum)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi

Oleh

Mestika Retina Tampubolon 127029010

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh

Nama : Mestika Retina Tampubolon Nim : 127029010

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Peranan Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah pada Karyawan PT.Inalum (Persero) Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Universitas Sumatera Utara pada hari Januari 2014

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I/Penguji I :

(Zulkarnain, Ph.D, Psikolog) NIP. 19731214 200012 1 001

Pembimbing II/Penguji II :

(Vivi Gusrini Rahmadai Pohan, MA, M.Sc, Psikolog) NIP. 19780816 200312 2 002

Penguji III :

(FerryNovliadi, M.Si) NIP. 19741111 200604 1 001)

Medan 16 Januari 2015 Koordinator Program Dekan

Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Fakultas Psikologi USU Universitas Sumatera Utara

(Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Si, Psikolog) (Prof. Dr. Irmawati, Psikolog) NIP 19650112 200003 2 001 NIP 19530131 198003 2 001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguh-sungguhnya bahwa tesis saya yang

berjudul “Peranan job involvement dan Work value terhadap Kesiapan Berubah

pada Karyawan PT.Inalum (Persero)” yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi dari Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan. 16 Januari 2015.

Mestika Retina Tampubolon NIM 127029010


(4)

Peranan Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah pada Karyawan PT.Inalum (Persero)

Mestika Retina Tampubolon, Zulkarnain,Vivi Gusrini Rahmadani Pohan Abstrak

Kesiapan individu untuk berubah merupakan hal yang penting dalam keberhasilan organisasi untuk melakukan perubahan. Apabila karyawan siap maka mereka akan mampu mengikuti perubahan organisasi yang terjadi. Kesiapan karyawan untuk berubah akan membawa dampak positif bagi perubahan organisasi. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan berubah pada karyawan diantaranya job involvement dan work value. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT. Inalum. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesiapan berubah, job involvement serta skala work value. Penelitian ini melibatkan 302 karyawan PT.Inalum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan job involvement dan work value berpengaruh positif terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT. Inalum (R=0,165, R2

=0,149, F= 346.177; p<0.05). Job involvement dan work value memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah sebesar 69,8% (R-square=0.698). Implikasi dari penelitian ini diharapkan

kepada pihak manajemen agar dapat mempertahankan pemahaman akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta melibatkan karyawan dalam membuat keputusan organisasi.

.


(5)

The Role of Job Involvement and Work Value Toward Employees Readiness for Change at PT. Inalum

Mestika Retina Tampubolon, Zulkarnain, Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

Abstract

Employee readiness for change is essential in the success of organizational changes. If the employees are ready, they will be able to deal with the organizational changes. Employee readiness for change has a positive impact on organizational change. There are various factors can affect on employee readiness for change such as job involvement and work values. The purpose of this study is to identify and examine the role of job involvement and work value toward employee readiness for change at PT. INALUM. The instruments used in this study were scale of readiness for change, scale of job involvement and scale of work value. The study involved 302 employees PT.Inalum. The multiple reggresion analysis results showed that role of job involvement and work values influenced to employee readiness for change (R=0.165, R2=0.149, F = 346.177; p <0.05). Job involvement and work values positively influenced to employees readiness for change at PT.Inalum. Job involvement and work values contributed to increasing of employee readiness for change 69,8% (R-square=0.698). The

implications of this study are expected to management in order to increasing the understanding of values and goals of the organization and also involve employees in organizational decision.


(6)

Untuk Suamiku, anak-anaku dan cucu-

cucuku ….. Tesis ini aku persembahkan

Walau tubuhku dihempas dengan badai waktu ….

Tapi semangatku tetap menderu …

Walau Panas gurun hidup membakar

wajahku ….

Ku tau ada mata air melimpah dijalanku …

Aku mulai dengan semangat …

Dan aku jalani dengan airmata …

Entah apa maksud sang pemberi Hidup …

Dia menitipkan duri pada hidupku ….

Mungkin untuk mengingatkan aku …

Bahwa aku Ibu istimewa bagi

keluargaku….

Disaat aku

hancur ….. aku punya kekuatan untuk memperbaiki

Disaat aku

putus asa ….. aku punya kekuatan bangkit kembali

Disaat aku marah dan kecewa

…. Aku sanggup mencintai lagi ….

Perjalananku ini indah penuh suka dan duka bergelombang ...

Selayaknya sebuah pembuktian, bahwa hidup adalah perjuangan

Suatu saat nanti ku rindu mengenang ini semua dengan bahagia ..

Sambil menikmati Wine di S

antorini ,…

Sambil mengecap manisnya coklat Belgia, disaat musim semi

Sambil memandang indahnya Aurora di Nerwegia, di malam hari

Dan berdoa khusyuk di Jerusalem di saat sepi ….

Semoga ……


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih atas berkat dan kasihNYA sehingga peneliti bisa menyelesaikan tesis ini dengan

judul “ Peranan job involvement dan work value terhadap Kesiapan Berubah pada

Karyawan PT.Inalum (Persero)”. Tesis ini diajukan dalam rangka memenuhi

persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada suami Wilson F Siagian, SE dan anak-anakku tercinta serta menantu Choky, SE, dr.Theresia, Ivonne, S.Kom, Novita, B.Ba, William, Lami, SE, Bryan, MM Boby, ST, dan teristimewa buat cucuku Raynard dan Cley, atas kasih sayang, pengertian, dukungan, pengorbanan dan doa yang diberikan sehingga peneliti dapat melewati semua tantangan dan rintangan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Si, Psikolog selaku Koordinator Program Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan untuk penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, MA, M.Sc, Psikolog selaku dosen pembimbing II dan Koordinator Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini 5. Ferry Novliadi, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan

kritikan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Ibu Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog selaku dosen penasehat akademik peneliti yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.

7. Seluruh dosen Magister Psikologi Profesi yang telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada peneliti selama mengikuti pendidikan Magister Psikologi Profesi.

8. Seluruh pegawai sekretariat Magister Psikologi Profesi yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada peneliti selama mengikuti pendidikan Magister Psikologi Profesi.

9. Manajement perusahaan PT.Inalum (Persero) yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lingkungan perusahaan yang tersebut diatas.

10. Teman-teman seperjuangan di kekhususan PIO Arti, Techa, Dea, Dita, Helva, Eka, Desta, Linda, Ika banyak canda dan air mata yany menjadi kenangan dan tidak terlupakan. Demikian juga teman-teman MP2 Angkatan VII, Bu Quartini, Yenni, Susi, Alin, Reni, Yustian, Umi, Ebit, Evi, Emi, dan Wina. Terima kasih


(9)

untuk kebersamaan kita selama pendidikan ini, banyak suka duka yang kita lewati bersama.

11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

Akhir kata peneliti berharap semoga Tuhan yang penuh Kasih berkenan membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah peneliti terima. Peneliti menyadari keterbatasan diri, ilmu dan pengalaman sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaannya. Harapan peneliti semoga karya ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 16 Januari 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ………... . iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ……… ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Kerangka Berpikir ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Rumusan Masalah ………... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10


(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesiapan Berubah ... 13

B. Job Involvement…….. ... 21

C. Work Value………... ... 26

D. Profil Perusahan ... 29

E. Pengaruh Job Involvement Terhadap Kesiapan Berubah... 32

F. Pengaruh Work Value Terhadap Kesiapan Berubah ... 35

G. Pengaruh Job Involvement Dan Work Value Terhadap Kesiapan Berubah ... 38

H. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

C. Subyek Penelitian ... 44

D. Metode Pengumpulan Data... 44

E. Uji Validitas Uji Daya Beda Item Dan Reliabilitas Alat Ukur 48 F. Prosedur Penelitian ... 53


(12)

BAB IV. HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 58

B. Uji Asumsi ……….. . 62

C. Uji Hipotesis ... 67

D. Interpretasi … ... 68

E. Hasil Penelitian ……….. .. 70

F. Pembahasan ... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……. ... 84

B. Saran ………..………….. ... 85

DAFTAR PUSTAKA 87


(13)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Definisi Operasional Kesiapan Berubah... 42

Tabel 2. Definisi Operasional Dimensi Job Involvement... 42

Tabel 3. Definisi Operasional Work Value... 43

Tabel 4. Distribusi Item Skala Kesiapan Berubah... 46

Tabel 5. Distribusi Item Skala Job Involvement... 47

Tabel 6. Distribusi Item Skala Work Value... 48

Tabel 7. Distribusi Item Skala Kesiapan Berubah Setelah Uji Coba... 51

Tabel 8. Distribusi Item Skala Job Involvement Setelah Uji Coba... 51

Tabel 9. Distribusi Item Skala Work Value Setelah Uji Coba... 52

Tabel 10. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel 11 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 59

Tabel 12 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan ... 60

Tabel 13 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan ... 60

Tabel 14 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 61

Tabel 15 Hasil Uji Normalitas ... 62

Tabel 16 Hasil Uji Linieritas Job Involvement Dengan Kesiapan Berubah 63

Tabel 17 Hasil Uji Linieritas Work Value Dengan Kesiapan Berubah... 64

Tabel 18 HasilUji Multikolinieritas... 65

Tabel 19 Hasil Uji Autokorelasi ... 65

Tabel 20 Hasil Uji Heterokedastisitas ……… 66

Tabel 21 Hasil Uji Pengaruh Serempak (Uji-F) ... 67

Tabel 22 Hasil Uji-t Secara Parsial ... 68

Tabel 23 Hasil Uji Determinasi R... 69

Tabel 24 Norma Kategorisasi ... 70

Tabel 25 Descriptive statistics Job Involvement... 71

Tabel 26 Deskriptif Skor Job Involvement Berdasarkan Nilai Empirik dan Hipotetik ... 71


(14)

Tabel 27 Kategorisasi Skor Job Involvement Subjek

Penelitian Berdasark Skor Hipotetik... 72 Tabel 28 Norma Kategorisasi ... 72 Tabel 29 Descriptive statistics Work Value... 73 Tabel 30 Deskriptif Skor Work Value Berdasarkan Nilai Empirik dan

Hipotetik ... 73 Tabel 31 Kategorisasi Skor Work Value Subjek Penelitian

Berdasarkan Skor Hipotetik ... 73 Tabel 32 Norma Kategorisasi... 74 Tabel 33 Descriptive statistics Kesiapan Berubah ... 74 Tabel 34 Deskriptif Skor Kesiapan Berubah Berdasarkan

Nilai Empirik dan Hipotetik ... 74 Tabel 35 Kategorisasi Skor Kesiapan Subjek


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data 2. Surat Izin Melaksanakan Penelitian

3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

4. Surat Pemberitahuan Pengambilan Data di Lingkunagn Perusahaan LAMPIRAN B

1. Alat Ukur Penelitian

2. Data Uji Coba Skala Job Involvement 3. Data Uji Coba Skala Work Value

4. Data Uji Coba Skala Kesiapan Berubah 5. Hasil Uji Coba

LAMPIRAN C

1. Data Hasil Penelitian 2. Uji Asumsi

3. Hasil Pengolahan Data. 4. Data Subyek Penelitian


(16)

Peranan Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah pada Karyawan PT.Inalum (Persero)

Mestika Retina Tampubolon, Zulkarnain,Vivi Gusrini Rahmadani Pohan Abstrak

Kesiapan individu untuk berubah merupakan hal yang penting dalam keberhasilan organisasi untuk melakukan perubahan. Apabila karyawan siap maka mereka akan mampu mengikuti perubahan organisasi yang terjadi. Kesiapan karyawan untuk berubah akan membawa dampak positif bagi perubahan organisasi. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan berubah pada karyawan diantaranya job involvement dan work value. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT. Inalum. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesiapan berubah, job involvement serta skala work value. Penelitian ini melibatkan 302 karyawan PT.Inalum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan job involvement dan work value berpengaruh positif terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT. Inalum (R=0,165, R2

=0,149, F= 346.177; p<0.05). Job involvement dan work value memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah sebesar 69,8% (R-square=0.698). Implikasi dari penelitian ini diharapkan

kepada pihak manajemen agar dapat mempertahankan pemahaman akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta melibatkan karyawan dalam membuat keputusan organisasi.

.


(17)

The Role of Job Involvement and Work Value Toward Employees Readiness for Change at PT. Inalum

Mestika Retina Tampubolon, Zulkarnain, Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

Abstract

Employee readiness for change is essential in the success of organizational changes. If the employees are ready, they will be able to deal with the organizational changes. Employee readiness for change has a positive impact on organizational change. There are various factors can affect on employee readiness for change such as job involvement and work values. The purpose of this study is to identify and examine the role of job involvement and work value toward employee readiness for change at PT. INALUM. The instruments used in this study were scale of readiness for change, scale of job involvement and scale of work value. The study involved 302 employees PT.Inalum. The multiple reggresion analysis results showed that role of job involvement and work values influenced to employee readiness for change (R=0.165, R2=0.149, F = 346.177; p <0.05). Job involvement and work values positively influenced to employees readiness for change at PT.Inalum. Job involvement and work values contributed to increasing of employee readiness for change 69,8% (R-square=0.698). The

implications of this study are expected to management in order to increasing the understanding of values and goals of the organization and also involve employees in organizational decision.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan telah menjadi suatu kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi dan merupakan salah satu aspek yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi selain dapat meningkatkan kinerja, juga dapat meningkatkan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan (Robbins, 2008). Penyebab perubahan yang terus menerus dapat dikarenakan laju perkembangan global yang pesat, resiko bisnis yang baru ditemukan, kesempatan yang mengairahkan, inovasi dan sistem kepemimpinan yang baru (Madsen, Miller & John, 2005). Ada beberapa faktor yang menyebabkan organisasi melakukan perubahan yaitu, perubahan teknologi terus meningkat, persaingan yang intensif dan globalisasi, tuntutan pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis (Hussey, 2000; Zulkarnain & Hadiyani, 2014).

Setiap perubahan yang terjadi harus dicermati karena keefektifan suatu organisasi tergantung pada sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2008). Lebih lanjut Robbins (2008) menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada


(19)

struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia.

Fenomena perubahan berlaku terutama untuk organisasi dan kehidupan didalamnya. Kelangsungan hidup, eksistensi dan pertumbuhan masyarakat untuk melakukan inovasi, re-organisasi, pengenalan teknologi baru, perubahan metode, prosedur dan praktik (Thoha, 1983). Karyawan yang kinerjanya rendah dan tidak produktif cenderung menolak perubahan karena kekhawatiran perubahan dapat menimbulkan ketidakpastian dan berdampak negatif terhadap kelangsungan masa depannya (Senge, Smithson & Lewis, 2000). Penolakan atau resistensi karyawan terhadap perubahan merupakan salah satu faktor yang dilaporkan paling sering menyebabkan perubahan organisasi gagal (Kotter & Cohen, 2002).

Kesiapan individu untuk berubah merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan organisasi untuk melakukan perubahan (Berneth, 2004; Madsen, 2005). Kesiapan berubah merefleksikan keyakinan, sikap dan intensi perilaku terhadap usaha perubahan (Desplaces, 2005). Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat memerlukan dukungan karyawan yang terbuka dan mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah ( Eby, Adams, Russel & Gaby, 2000). Apabila karyawan tidak siap maka mereka tidak mampu mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang terjadi. Ketidaksiapan karyawan tersebut akan membawa dampak negatif bagi perubahan organisasi (Desplaces, 2005).

Holt (2007) menjelaskan kesiapan untuk berubah adalah hal yang perlu ditinjau sebelum melakukan perubahan organisasi. Kesiapan untuk berubah menjadi faktor penting dalam menciptakan kesuksesan perubahan (Armenakis,


(20)

1993) hal ini dapat ditunjukkan bahwa ketika perubahan dilakukan akan muncul dua sikap yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif ditunjukan dengan adanya kesiapan untuk berubah dan sikap negatif ditunjukan dengan adanya penolakan terhadap perubahan. Kesiapan untuk berubah merefleksikan keyakinan, sikap, dan sejauh mana organisasi memerlukan perubahan. Kesiapan merupakan suatu tanda kognitif untuk memilih antara tingkah laku menahan (resistensi) dan mendukung usaha perubahan. Untuk mengurangi resistensi anggota organisasi maka perlu dibentuk kesiapan untuk berubah (Madsen, Miller & John, 2005)

Untuk meraih keberhasilan dalam mengelola perubahan organisasi harus mengarah pada peningkatan kemampuan dalam menghadapi tantangan dan peluang yang timbul. Artinya perubahan organisasi harus diarahkan pada perubahan perilaku manusia dan proses organisasional, sehingga perubahan organisasi yang dilakukan dapat lebih efektif dalam upaya menciptakan organisasi yang lebih adaptif dan fleksibel. Demikian juga halnya jika kebiasaan manusia dan budaya organisasinya tidak diubah, perubahan organisasi tidak akan berhasil (Klandermans & Van Vuuren, Hartley, Probst,2003, Chirumbolo, 2005).

Perubahan organisasi tidak akan berhasil tanpa mengubah individunya. Mengelola perubahan organisasi sesungguhnya adalah mengelola karyawan yang terlibat dalam proses perubahan organisasi karena karyawan merupakan sumber dan alat dalam perubahan (Smith, 1997). Pentingnya peran karyawan dalam proses perubahan, maka karyawan perlu dipersiapkan agar lebih terbuka terhadap perubahan yang akan dilakukan dan lebih siap untuk berubah. Jika karyawan tidak siap untuk berubah maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan akan merasa kesulitan dengan kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi


(21)

(Hanpachern, Morgan & Griego, 1998). Kesiapan berubah merupakan dasar apakah karyawan akan menolak atau mengadopsi perubahan (Holt, Armenakis, Field, & Harris, 2007). Kesiapan berubah dapat diperoleh melalui usaha proaktif agen perubahan dengan cara mempengaruhi keyakinan, sikap dan perilaku target perubahan untuk meningkatkan motivasi mereka untuk berubah (Applebaum & Wohl, 1999).

Untuk mempersiapkan karyawan agar siap berubah, diperlukan pemahaman mengenai cara-cara yang dapat digunakan dalam menumbuhkan kesiapan untuk berubah. Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh organisasi yaitu membentuk kesiapan karyawan untuk berubah dan menyelesaikan masalah resistensi untuk berubah (Cummings & Worley, 1997). Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan perubahan, organisasi harus senantiasa berada dalam keadaan yang siap untuk berubah. Namun kesiapan organisasi untuk berubah juga perlu didukung oleh karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik, dan siap untuk berubah (Eby, 2000).

Beberapa peneliti menyatakan bahwa karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik, dan siap untuk berubah dapat mendukung kesiapan organisasi untuk berubah (Madsen 2005; Eby, Adams, Russell, & Gaby, 2000). Kesiapan untuk berubah merupakan faktor penting bagi kesuksesan usaha untuk perubahan (Berneh, 2004; Madsen, 2005). Apabila karyawan tidak siap untuk berubah, maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang sedang terjadi (Hanpachern, Morgan, & Griego, 1998, Ciliana & Mansoer, 2008).


(22)

Kesiapan individu untuk berubah merupakan sebuah sikap komprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh proses, konteks, dan individu yang terlibat didalam suatu perubahan, yang merefleksikan sejauh mana kecenderungan individu untuk menyetujui, menerima dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini (Holt, Armenakis, Field, & Harris, 2007, Ciliana & Mansoer, 2008). Dengan job involvement dari karyawan, akan dapat mendorong peningkatan work value, bahkan kesuksesan organisasi dalam melakukan perubahan (Robbins, 2008).

Cascio (2003) mengemukakan bahwa keterlibatan secara penuh terhadap pekerjaan membuat karyawan akan menciptakan kinerja yang baik dan akan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya karena hal ini dianggap penting. Karyawan akan lebih merasa puas dan senang jika bisa menghabiskan sebagian besar waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaannya

Job involvement dalam sebuah organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana individu bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka untuk membantu keberhasilan organisasi (Steers,1997). Karyawan dengan tingkat job involvement yang tinggi dengan kuat aktif mengaitkan dirinya ke jenis pekerjaan yang dilakukannya dan benar-benar antusias dalam pengerjaannya. Karyawan yang aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya menunjukkan kemauan dan keinginan karyawan untuk ikut terlibat langsung dalam pekerjaan. Ketika karyawan mempunyai job involvement yang rendah maka dia akan menjadi seseorang yang hadir secara fisik tapi secara mental absen. Ketika seorang


(23)

karyawan sepenuhnya terlibat dalam karyanya, energi dan fokus yang ditujukan langsung pada keterlibatannya (Woodward & Buchholz, 1987)

Job involvement dapat menunjukkan secara signifikan integrasi karyawan terhadap perusahaan, karena semakin menyatu dengan pekerjaannya karyawan akan lebih melibatkan diri dan menghabiskan waktu lebih banyak dalam pekerjaannya (Yekty, 2006). Hal ini dapat terlihat dari karyawan jarang datang terlambat, bersedia untuk kerja lembur, melakukan inovasi terhadap perusahaannya, berperilaku positif dalam pekerjaannya, kreatif, semangat dalam setiap program dan kegiatan perusahaan dan bangga menjadi bagian dari perusahaaan. Karyawan menjadi aset organisasi dan tidak akan mungkin berpikir meninggalkan organisasi ketika mempunyai job involvement yang tinggi sedangkan job involvement yang rendah menambah perasaan karyawan dari keterasingan dalam organisasi atau perasaan adanya pemisahan antara apa yang dilihat karyawan sebagai kehidupan dan pekerjaan yang mereka lakukan (Hafer & Martin, 2006; Akinbobola, 2011)

Studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan adanya hubungan antara job involvement dengan kesiapan individu untuk berubah (Yoon & Thye, 2002; Zangaro, 2001). Studi yang dilakukan Madsen (2005) menunjukkan bahwa job involvement dalam organisasi memiliki hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi, memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara pasif, individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi akan memiliki keterlibatan yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannnya (Ciliana &Mansoer, 2008).


(24)

Ketidakpastian merupakan salah satu hal yang mempengaruhi sikap individu terhadap perubahan. Untuk itu dalam menghadapi ketidakpastian setiap individu memiliki cara yang berbeda dan dipengaruhi oleh work value (Hofstede, 1980). Salah satu dimensi work value adalah penghindaran ketidakpastian, ketakutan terhadap ketidakpastian ini membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk menolak perubahan. Berdasarkan hal tersebut tidak semua individu mau menerima perubahan, karena mereka menganggap bahwa ketidakpastian dapat mengancam hidup mereka. Setiap perubahaan pada awalnya mendatangkan ketidakpastian. (Judson, 2000).

Salah satu cara untuk menjalankan perubahan adalah dengan menanamkan work value yang baru, yang dapat menjadi sebuah katalis untuk memberi “ warna

baru “ pada manajemen perusahaan. Dengan adanya warna baru dalam perusahaan tersebut maka karyawan tersebut dapat mengadaptasi kebijakan-kebijakan perubahan yang biasanya di bawa oleh manajemen baru (Kasali, 2007). Work value dapat merefleksikan tujuan utama dari kepuasan kerja bukan hanya pekerjaan yang mereka lakukan sekarang tetapi untuk potensi kerja di masa depan (Malka & Chatman, 2003).

Nilai merupakan satu petunjuk ke arah kesejahteraan setiap individu. Nilai yang digunakan ditempat kerja merupakan work value bersama, yaitu komponen penting dari setiap hubungan kerja. Work value yang positif dapat mempengaruhi sikap dan pandangan individu terhadap sesuatu tindakan. Work value merujuk pada sikap individu terhadap kerja dan berkaitan dengan makna yang diberikan oleh individu terhadap kerjanya (Hofstede, 1980). Work value penting karena mempengaruhi perilaku organisasi, performa kerja, produktifitas dan komitmen


(25)

organisasi. Kecemerlangan organisasi sangat tergantung pada work value individu dalam organisasi. Work value yang dimiliki individu akan menentukan prestasi kerjanya. Prestasi kerja yang cemerlang merupakan hasil daripada work value yang positif dan akan dapat meningkatkan produktivitas organisasi (Hofstede, 1980).

Work value merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu organisasi karena kecemerlangan sebuah organisasi sangat bergantung pada work value individu. Work value merujuk pada sikap individu terhadap kerja dan berkaitan dengan makna yang diberikan oleh individu terhadap kerja. (Kinicki dan Kreiner 2008)

Keterbukaan pada perubahan akan menghasilkan work value yang tercermin dari semangat kerja yang berbeda dari yang sebelumnya, perbedaan itu akan menjadi faktor penentu keberhasilan dan keunggulan perusahaan di masa depan karena keterbukaan terhadap hal-hal yang baru adalah modal awal yang penting dalam sebuah proses perubahan (Kasali, 2007). Setiap perusahaan yang unggul sangat jelas selalu menjunjung work value yang tercermin dalam perilaku kerja mereka, work value sebagai dasar semangat dan pengerak dan juga faktor tunggal dalam merespon dan memasuki dimensi perubahan organisasi (Peters, 2009).

Tahun 2013 adalah tahun bersejarah bagi perusahaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Melalui perundingan yang panjang, pengalihan PT. Inalum dari PMA ke BUMN akhirnya tercapai. Direncanakan bahwa seluruh saham akan menjadi milik negara Indonesia. Jadi perusahaan yang tadinya Penanaman modal asing (PMA) berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara


(26)

(www.inalum.co.id). Sejalan dengan hal ini telah dimulai menyesuaikan hal-hal yang berkaitan dengan perubahan status tersebut, dan akan dilaksanakan secara bersama-sama, bertahap dan terukur dan akan disesuaikan dengan budaya dan nilai korporasi PT Inalum, antara lain memelihara operasional PLTA dan pabrik peleburan Aluminium yang aman, stabil dan berwawasan lingkungan, memprioritaskan pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan yang produktif, sinergi dengan kebijakan pembangunan pemerintah dan kebutuhan masyarakat dengan tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan pemangku amanah lokal dan nasional guna mendukung operasional perusahaan (inspirasibangsa.com). Pengalihan Inalum dari PMA menjadi BUMN sudah dipastikan ada perubahan manajemen dan etos kerja dari suasana Jepang menjadi suasana BUMN.

B. Kerangka Berpikir

JOB INVOLVEMENT

1. Performance self-esteem contingency.

2. Psychological identification.

KESIAPAN BERUBAH 1. Appropriatness.

2. Change Specific Efficacy. 3. Management Support. 4. Personal benefit. WORK VALUE

1. Intrinsik 2. Kenyamanan. 3. Keuangan.

4. Hubungan dengan rekan-rekan kerja.

5. Karir.


(27)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana peranan job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT. Inalum yang tengah dalam masa transisi perubahan dari PMA ke BUMN

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji peranan job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT Inalum (Persero)

D. Perumusan Masalah

“ Apakah job involvement dan work value memiliki peranan yang signifikan terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT Inalum ( Persero )?”

E. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis :

1. Memberikan referensi kepada pihak manajemen terlebih HRD, agar mereka dapat memberikan pengarahan maupun pelatihan kepada karyawan perihal pentingnya job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah yang direncanakan maupun yang sedang terjadi dalam organisasi.


(28)

Manfaat Praktis :

1. Setelah dilakukan pengukuran akan diketahui apakah ada pengaruh job involvement terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT.Inalum (Persero).

2. Setelah dilakukan pengukuran akan diketahui apakah ada pengaruh work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT.Inalum (Persero).

3. Setelah dilakukan pengukuran akan diketahui apakah ada pengaruh job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT.Inalum (Persero).

F. Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, kerangka berpikir, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistimatika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang yang menjadi objek penelitian. Landasan teori yang diuraikan adalah mengenai job involvement, work value dan kesiapan berubah, pengaruh job involvement terhadap kesiapan berubah, pengaruh work value terhadap kesiapan berubah, pengaruh job involvement


(29)

dan work value terhadap kesiapan berubah. Bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengambilan data, uji validitas, uji reliabilitas, uji coba alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data

BAB IV HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi, hasil penelitian yang disertai analisa data dan pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang meliputi saran prktis dan saran teoritis.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesiapan Berubah

1. Definisi Kesiapan Berubah

Holt, Armenakis, Field & Harris (2007) mendefinisikan kesiapan individu untuk berubah sebagai sikap konprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh isi (apa yang berubah), proses (bagaimana perubahan di implementasikan), konteks (lingkungan dimana perubahan terjadi), dan individu (karakteristik individu yang diminta untuk berubah) yang terlibat didalam suatu perubahan. Kesiapan individu untuk berubah secara kolektif merefleksikan sejauh mana individu atau kelompok individu cendrung untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini.

Holt (2007) mendefinisikan kesiapan adalah kepercayaan karyawan bahwa mereka mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy), perubahan yang diusulkan tepat untuk dilakukan organisasi (appropiateness), pemimpin berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support), dan perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi anggota organisasi (pesonal benefit). Dari penjelasan Holt (2007) seorang karyawan yang dinyatakan siap untuk berubah akan menunjukkan perilaku menerima, merangkul, dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan. Sebelum karyawan berada pada posisi siap, karyawan merefleksikan content, context, proses dan atribut


(31)

individu untuk mempersepsikan dan mempercayai perubahan yang akan dilakukan organisasi.

Hanpachern, Morgan & Griego (1998) mendefinisikan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan sejauh mana karyawan siap secara mental, fisik, sedia untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan organisasi. Terutama lebih merujuk pada kondisi dimana karyawan akan memiliki skor yang tinggi pada dukungan dan partisipasi dalam perubahan.

Berneth (2004) mendefinisikan bahwa kesiapan adalah lebih dari pemahaman akan perubahan, lebih dari keyakinan pada perubahan tersebut, dan merupakan kumpulan dari pemikiran dan intensi pada usaha perubahan yang spesifik. Backer (1995) mengemukakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah melibatkan kepercayaan, sikap dan intensi karyawan terhadap sejauh mana tingkat perubahan dibutuhkan dan persepsi karyawan serta kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses.

Armenakis, Harris & Mosshlder, (1993) menyatakan bahwa karyawan yang siap untuk berubah akan percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan apabila organisasi melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki sikap positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan perubahan organisasi. Hanpacern (1998) menyatakan, apabila karyawan tidak siap untuk berubah, maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan merasa kewalahan dengan kecepatan perubahan organisasi yang terjadi.

Wibowo (2005) mendefinisikan bahwa kesiapan untuk berubah adalah mempersiapkan segenap sumber daya manusia untuk menerima perubahan, karena pada hakekatnya manusia menjadi subjek dan objek perubahan serta


(32)

mempunyai sifat resisten terhadap perubahan. Oleh karena itu, perubahan sumber daya manusia perlu dimulai dengan melakukan pencairan terhadap pola perilaku lama yang cendrung mempertahankan status quo untuk diubah agar bersedia menerima pola pikir baru yang berkembang secara dinamis.

Kesiapan untuk berubah didefinisikan sebagai sekumpulan pemikiran dan kemauan individu untuk menghadapi perubahan tertentu, dan perubahan yang terjadi akan membawa dampak kepada karyawan, bagi yang siap dengan perubahan akan bersemangat mengikuti perubahan. (Madsen 2005, Jelpa & Mansoer 2008).

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan untuk berubah adalah sikap komprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh isi, proses, konteks dan karakteristik individu, merefleksikan sejauh mana individu atau sekelompok individu cendrung untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini. Setiap individu perlu menyadari dan memahami arti pentingnya perubahan, serta bersedia untuk berubah.

2. Dimensi Kesiapan untuk Berubah

Holt (2007) mengemukakan ada 4 dimensi kesiapan karyawan untuk berubah, yaitu sebagai berikut:

a. Appropriateness ( Ketepatan untuk melakukan perubahan )

Dimensi ini menjelaskan tentang aspek keyakinan individu bahwa perubahan yang diajukan akan tepat bagi organisasi dan organisasi akan mendapat keuntungan dari penerapan perubahan. Individu akan meyakini adanya alasan yang logis untuk berubah dan adanya kebutuhan untuk berubah yang diusulkan,


(33)

serta berfokus pada manfaat dari perubahan bagi perusahaan, efisiensi yang diperoleh dari perubahan dan kongruensi tujuan perusahaan dengan tujuan perubahan.

b. Change specifik efficecy (Rasa percaya terhadap kemampuan diri untuk berubah )

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuannya untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana ia merasa mempunyai ketrampilan serta sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan perubahan. Dengan kata lain, karyawan merasa bahwa ia memiliki kemampuan dan dapat menyelesaikan tugas dan aktivitas yang berhubungan dengan pelaksanaan perubahan yang diusulkan.

c. Management support ( Dukungan manajemen)

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para pemimpin atau manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap perubahan yang diusulkan. Dengan kata lain, karyawan merasa bahwa pemimpin dan manajemen dalam organisasi memiliki komitmen dan mendukung pelaksanaan perubahan yang diusulkan. Ketika organisasi memberikan dukungan kepada karyawan, maka karyawan pun akan siap memberikan dukungan kepada organisasi, salah satunya adalah siap mendukung perubahan (Fuller, 2006; Periantalo & Mansoer, 2008)

d. Personal benefit ( Manfaat bagi individu)

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan mengenai keuntungan yang dirasakan secara personal yang akan didapatkan apabila perubahan tersebut


(34)

diimplementasikan. Dengan kata lain karyawan merasa bahwa ia akan memperoleh manfaat dari pelaksanaan perubahan yang diusulkan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dimensi kesiapan untuk berubah adalah appropriateness, change specific efficecy, management support dan personal benefit.

2. Pengukuran Kesiapan untuk Berubah

Holt (2007) mengemukakan bahwa dalam mengukur kesiapan berubah dapat menggunakan empat dimensi kesiapan berubah. Pengukuran kesiapan berubah dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, namun metode kuantitatif merupakan suplemen yang sesuai dan memberikan keuntungan yang unik bagi manager, konsultan pengembangan organisasi dan peneliti dalam lingkungan atau suasana tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh efisiensi yang diperoleh dari pendistribusian instrumen kuantitatif yang memiliki daerah cakupan yang luas dalam periode waktu yang relatif singkat (Holt, 2007). Armenakis, (1993) membuktikan bahwa kesiapan individu untuk berubah dapat diukur dengan metode kuesioner, wawancara , dan observasi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan untuk Berubah

Armenakis & Holt (2007) mengemukakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah secara simultan dapat dipengaruhi oleh tiga hal utama, yaitu:

a. Change content, merujuk pada apa yang akan diubah oleh organisasi ( misalnya perubahan sistem administrasi, perubahan manajemen, prosedure kerja, teknologi atau struktur). Individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki kebutuhan pertumbuhan yang kuat dan berpartisipasi secara aktif dalam pekerjaannya. Individu tersebut akan lebih siap untuk berubah


(35)

karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam melakukan prosedure pekerjaannya. (Lodahl & Kejnar,1965; Robbins, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Willian (2011) menemukan bahwa para sales manager yang memiliki prestasi (achievement) baik yang merupakan dimensi work value akan memiliki kesiapan berubah yang tinggi, dan perubahan manajemen cendrung menguntungkan para sales manager yang memiliki prestasi baik. Dengan

kata lain bahwa achievement mempengaruhi kesiapan individu untuk

berubah. Dalam penelitian ini juga didapati bahwa para karyawan yang berumur 47 tahun keatas memiliki masalah dalam kepastian pekerjaan

mereka (security) dibandingkan dengan karyawan yang berumur dibawah

40 tahun.

b. Change process, meliputi bagaimana proses pelaksanaan perubahan yang telah direncanakan sebelumnya. Studi-studi yang dilakukan Cunningham at all (2002) menunjukkan bahwa terdapat kaitan adanya kebutuhan untuk berubah dengan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan perubahan dengan sukses (Cunningham, Woodward, Shannon, MacIntosh, Lendrum, Rosenbloom,& Brown, 2002), dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses perubahan. Cunningham et

al., (2002); Eby et al., (2000); Weber & Weber., (2001), Job Involvement

memiliki kontribusi terhadap kesiapan individu untuk menghadapi proses perubahan dalam organisasi

c. Organizational context, terkait dengan kondisi atau lingkungan kerja saat perubahan terjadi. Penelitian yang dilakukan beberapa peneliti ditemukan


(36)

bahwa kesiapan individu untuk berubah diawali oleh adanya persepsi terhadap manfaat dari perubahan (Prochaska, Velicer, Rossi, Goldstein, Marcus, Rakowski, Fiore, Harlow, Redding, Rosenbloom,& Rossi, 1994), adanya risiko untuk gagal dalam perubahan (Armenakis et al., 1993), dan adanya tuntutan dari luar organisasi untuk melakukan perubahan (Pettigrew, 2002).

Selain faktor diatas, hasil penelitian Zangaro (2001) menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara komitmen organisasi, dukungan organisasi, kepuasan, job involvement dan kesetiaan dengan kesiapan individu

untuk berubah. Hanpacern (1998) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan

antara kesiapan untuk berubah dengan hubungan sosial dalam tempat kerja, budaya organisasi dan hubungan manajemen kepemimpinan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Madsen, Miller & John (2005) bahwa persepsi dari adanya relasi sosial yang baik atau positif, juga berkaitan secara positif dengan kesiapan terhadap perubahan organisasi. Dalam penelitian Madsen et all (2005) juga ditemukan bahwa identifikasi keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi berkaitan secara positif dengan kesiapan terhadap perubahan organisasi.

Studi yang dilakukan oleh Madsen (2005) menunjukkan bahwa keterlibatan dalam organisasi memiliki hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara pasif. Individu yang terlibat secara aktif


(37)

dalam organisasi, akan memiliki keterlibatan yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannya.

Beberapa peneliti juga menemukan ada beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah diantaranya, iklim psikologis, komitmen organisasi (Madson, 2005), keadilan organisasi, dukungan organisasi (Krause, 2008). Dalam perubahan, organisasi membutuhkan karyawan yang berkomitmen dengan organisasi. Karyawan yang berkomitmen tinggi terhadap organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi serta memiliki produktivitas kerja yang tinggi (Minner, 1992).

Penelitian yang dilakukan oleh Pramadani & Fajrianthi (2012) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dengan kesiapan untuk berubah. Selanjutnya dalam penelitian tersebut diungkapkan beberapa konstruk yang mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah yaitu, dimilikinya work value dan sikap baru yang sesuai dengan perubahan, iklim kerja yang kondusif, dan adanya dukungan organisasi. Dalam kajiannya juga diungkapkan bahwa derajat kesiapan individu untuk berubah diasumsikan berkaitan erat dengan work value.

Penelitian yang dilakukan oleh Vansteekiste (2005), keadilan (security,

economic, returns) yang merupakan dimensi work value menjadi landasan dan merupakan variabel penting dalam perilaku organisasi. Penelitian ini menegaskan bahwa keadilan yang dirasakan dari perubahan sebelumnya merupakan faktor penting yang mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah dan menunjukkan bahwa manajer perubahan harus memberikan perhatian khusus terhadap konsep ini dalam organisasi mereka.


(38)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan berubah adalah change content, change process, organizational context, komitmen organisasi, dukungan organisasi, kesetiaan, job involvement, kepuasan kerja, hubungan sosial ditempat kerja, budaya organisasi, hubungan manajemen kepemimpinan, iklim psikologis, keadilan organisasi, work value dan iklim kerja.

B. Job Involvement

1. Definisi Job Involvement

Cohen (2003) mendefinisikan job involvement sebagai sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi dirinya dan sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam kehidupannya. Schultz & Schultz (1990) mendefinisikan job involvement merupakan intensitas dan identifikasi psikologis seseorang terhadap pekerjaannya. Robbins (2003) mendefinisikan bahwa job involvement adalah derajat di mana seseorang mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya, berpartisipasi secara aktif, dan menyadari bahwa performa yang ia tampilkan merupakan hal yang penting bagi harga dirinya.

Rabinowitz, Hall, Kanungo (1981) mendefinisikan job involvement ke dalam dua kategori. Pertama job involvement dipandang sebagai suatu “performance self esteem contingency”, menurut definisi ini job involvement adalah tingkat sampai sejauh mana harga diri individu dipengaruhi oleh tingkat performansinya ketika bekerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa job involvement yang lebih rendah atau lebih tinggi menunjukkan harga diri yang lebih rendah atau


(39)

yang lebih tinggi, yang diperoleh ketika bekerja. Kedua, job involvement sebagai suatu identifikasi psikologis dengan pekerjaan seseorang.

Davis & Newstrom (1997) mendefinisikan job involvement adalah tingkatan sampai seberapa besar seseorang menekuni serta menggunakan waktu dan tenaga untuk pekerjannya dan memandang pekerjaan sebagai satu hal penting bagi kehidupannya. Hal ini dapat dilihat dari kesediaan karyawan untuk mematuhi peraturan dan melaksanakan prosedur perusahaan yang telah ditetapkan, menyelesaikan seluruh pekerjaan dengan tepat waktu, serta memanfaatkan potensi keahliannya secara maksimal untuk pekerjaannya.

Brwon (1996) mengemukakan bahwa job involvement merujuk pada tingkat dimana seseorang secara psikologis memihak kepada organisasinya dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran dirinya. Seseorang yang memiliki job involvement yang tinggi dapat terstimulasi oleh pekerjannya. Hal ini didukung oleh Robbins (2003) bahwa karyawan yang memiliki tingkat job involvement yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli serta akan melebur dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Namun pada seseorang yang terlibat dalam pekerjaannya belum tentu senang dengan pekerjaannya karena pada kenyataannya seseorang yang tidak merasa senang dengan pekerjaannya juga dapat memiliki derajat job involvement yang sama dengan orang yang menyukai pekerjaannya (Ciliana & Mansoer, 2008).

Srivastava (2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki job involvement yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi. Individu


(40)

akan memiliki job involvement yang rendah jika ia memiliki motivasi kerja yang rendah.

Menurut Sashkin (2003) definisi dari job involvement adalah suatu proses partisipasi yang menggunakan seluruh kapasitas karyawan yang dirancang untuk meningkatkan komitmen bagi kesuksesan organisasi. Selanjutnya Hiriyappa (2009) mendefinisikan job involvement sebagai tingkat sampai sejauh mana individu mengidentifikasikan dirinya kepada pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap performansi yang dilakukannya penting untuk keberhargaan dirinya. Tingkat job involvement yang tinggi akan menurunkan ketidakhadiran dan angka pengunduran diri dalam suatu organisasi.

Berdasarkan definisi yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa job involvement merupakan intensitas dimana seorang karyawan mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya yang ditandai dengan adanya kepedulian yang tinggi dan terlibat secara aktif dalam pekerjaannya, adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang dilakukan dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.

2. Dimensi Job Involvement

Millmore (2007) mengemukakan bahwa job involvement memiliki dua dimensi, yaitu sebagai berikut:

1. Performance self-esteem contingency

Dimensi ini merefleksikan tingkat dimana rasa harga diri seseorang dipengaruhi oleh performansi kerjanya. Aspek ini memcakup tentang seberapa jauh hasil kerja seseorang karyawan (performance) dapat mempengaruhi harga dirinya


(41)

(self-esteem). Job involvement muncul ketika ada kemungkinan (contingency). Kanungo (1982) mengatakan bahwa job involvement muncul ketika performansi yang baik meningkatkan harga diri seseorang. Harga diri didefinisikan sebagai suatu indikasi dari tingkat dimana individu mempercayai dirinya mampu, cukup dan berharga ( Harris,1996; Hartman, 2000).

2. Psychological identification.

Dimensi ini merujuk pada tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasikan dirinya secara psikologis pada pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri secara total (Kanungo,1982). Dubin (1982) mengatakan bahwa orang yang memiliki job involvement adalah orang yang menganggap pekerjaan sebagai bagian yang paling penting dalam hidupnya.

Berdasarkan uraian tersebut maka dimensi job involvement adalah performance self-esteem contigency dan psychological identification

3. Karakteristik Job Involvement

Menurut Mathis & Jackson (2008) ada beberapa karakteristik dari karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi maupun yang rendah, yaitu:

Karakteristik karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi adalah sebagai berikut:

a. Menghabiskan waktu untuk bekerja.

b. Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan dan organisasi.

c. Merasa puas dengan pekerjaannya.

d. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi, karir dan organisasi.


(42)

e. Memberi usaha yang terbaik untuk organisasi. f. Tingkat absensi dan intensi turnover yang rendah. g. Memiliki motivasi yang tinggi.

Karakteristik karyawan yang memiliki job involvement yang rendah adalah sebagai berikut:

a. Tidak berusaha keras untuk kemajuan organisasi. b. Tidak peduli dengan pekerjaan maupun perusahaan. c. Tidak puas dengan pekerjaan.

d. Tidak berkomitmen dengan pekerjaan maupun organisasi. e. Tingkat absensi dan intensi turnover tinggi.

f. Motivasi kerja rendah.

g. Kurang bangga dengan pekerjaan maupun organisasi.

4. Pengukuran Job Involvement.

Menurut Millmore (2007) pengukuran job involvement dapat dilakukan dengan mengunakan dua dimensi yang dikemukakannya. Holt (2007) mengemukakan bahwa metode yang dapat digunakan dalam mengukur job involvement adalah menggunakan metode kuantitatif dan dapat diukur dengan menggunakan skala, kuesioner, wawancara dan observasi.

5. Dampak Job Involvement

Dalam suatu perusahaan ataupun organisasi job involvement timbul sebagai respon terhadap suatu pekerjaan atau situasi tertentu dalam lingkungan kerja. Dengan kata lain suatu jenis pekerjaan atau situasi dalam lingkungan pekerjaan akan mempengaruhi orang tersebut makin terlibat atau tidak dalam


(43)

pekerjaannya (Robbins, 2006). Beberapa dampak dari job involvement menurutnya adalah sebagai berikut :

a. Individu akan memperlihatkan citra dirinya dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi sehingga bentuk kinerja terdorong menjadi lebih positif, baik dalam sikap dan perilaku.

b. Individu akan memperlihatkan efektifitas kerja dalam tim berada pada tingkat tinggi sehingga menghasilkan kinerja yang baik.

C. Work Value

1. Definisi Work Value

Rokeach (1973) dan Kinicki & Kreitner (2008) mendefinisikan work value sebagai keyakinan individu mengenai cara-cara bertingkah laku yang dipilih dan kondisi akhir yang diinginkan dan dibawa ke dalam situasi kerja. Hal ini juga menggambarkan work value sebagai standard evaluatif yang berkenaan dengan pekerjaan atau lingkungan pekerjaan yang mana individu mendiskusikan apa yang benar atau menilai pentingnya pilihan.

Cherington (1995) mendefinisikan bahwa work value merupakan suatu refleksi sikap seseorang terhadap aspek-aspek pekerjaannya seperti aktivitas ataupun job involvement dalam perusahaan dan jenjang karir yang lebih tinggi. Work value itu penting karena mempengaruhi perilaku organisasional, performa kerja, produktivitas dan komitmen organisasi. Hofstede, (1980); Matsumoto & Juang (2004) memberi definisi work value sebagai orientasi individual dan sikap tehadap pekerjannya sendiri, terhadap hubungan personalnya dengan anggota perusahaan dan loyalitas kepada perusahaan maupun organisasi.


(44)

Sementara Wollack (1971) memberi definisi work value sebagai sikap individu terhadap pekerjaannya secara umum, bukan pada posisi atau spesifikasi dari pekerjannya di perusahaan.

Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007) definisi work value adalah keyakinan-keyakinan dasar akan suatu perilaku dan meresap di dalam prakarsa individual, serta mengandung suatu unsur pertimbangan, dalam arti mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Work value mempunyai atribut isi maupun intensitas dan diidentifikasikan oleh kepentingan relatif seperti kebebasan, hormat diri, kejujuran, kepatuhan dan kesamaan. Work value merupakan nilai bersama seluruh karyawan dari setiap hubungan pekerjaan, dan kesuksesan organisasi tergantung pada work value nya. Work value yang dimiliki oleh individu akan menentukan prestasi kerja, maka prestasi kerja yang cemerlang adalah hasil daripada work value yang positif. Selanjutnya dikatakan work value merupakan petunjuk untuk menilai sejauh mana penilaian pekerja terhadap pekerjaannya dan bagaimana rasa tanggung jawab, kesungguhan, cara bekerja, dan akhinya prestasi kerja yang dihasilkannya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka diambil kesimpulan bahwa work value dapat diartikan sebagai suatu keyakinan dan sikap individu mengenai cara-cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu terhadap pekerjaannya yang digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya dalam melakukan pekerjaan.

2. Dimensi Work Value


(45)

a. Intrinsik : yang berhubungan dengan tugas serta kemampuan diri dari setiap individu untuk mengembangkan kemampuan serta job involvement nya dalam organisasi.

b. Kenyamanan : karakteristik pekerjaan yang memberikan kenyamanan, seperti nyaman untuk bekerja dan lingkungan kerja yang menyenangkan. c. Keuangan : meliputi gaji, manfaat dan keamanan kerja, dimana ada

kesesuaian antara pekerjaan serta gaji yang diberikan.

d. Hubungan dengan rekan-rekan kerja : termasuk perubahan suasana kerja, dimana peran rekan kerja sangat berpengaruh terhadap kondisi kerja sehingga ada semangat tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan. e. Karir : terkait dengan nilai pekerja serta kemajuan karir dan pengakuan

dari organisasi atas pencapaian yang dicapai.

f. Sumber daya : memberdayakan pekerja untuk saling menghargai sumber daya yang ada dan sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja.

Berdasarkan uraian diatas maka dimensi dari work value adalah, intrinsik, kenyamanan, keuangan, hubungan dengan rekan-rekan kerja, karir dan sumber daya yang berkecukupan.

3. Pengukuran Work Value

Pengukuran work value dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Kalleberg (1997). Ia mengatakan pengukuran work value dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dan dapat diukur dengan metode skala, wawancara dan observasi.


(46)

4. Dampak Work Value

Work value terkait langsung dengan kredibilitas yang merupakan suatu tindakan yang sesuai dengan apa yang diucapkan (credibility).Work value merupakan jembatan antara lingkungan dalam dan lingkungan luar dalam organisasi. Sementara proses dalam organisasi itu sendiri dilakukan sesuai dengan work value yang dianut sebagai penuntunnya (Kouzes dan Posner, 1993). Menurutnya work value memiliki dampak kepada individu, adapun dampaknya adalah sebagai berikut :

a. Dapat berpikir secara positf, adil, cerdas dan bijaksana.

b. Bekerja dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan dan berusaha mencapai visi organisasi.

c. Memiliki pengabdian, kerja keras serta loyal kepada organisasi. d. Memiliki ketekunan, kompeten dan keselarasan dalam bekerja e. Memiliki kreativitas dan selalu konsisten.

f. Memiliki rasa persahabatan dan perdamaian dalam tindakan dan perilaku.

D. Profil Perusahaan

Setelah upaya memanfaatkan potensi sungai Asahan yang mengalir dari Danau Toba di Propinsi Sumatera Utara untuk menghasilkan tenaga listrik, mengalami kegagalan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah Republik Indonesia bertekad mewujudkan pembangunan pembangkkit listrik tenaga air (PLTA) di sungai tersebut. Tekad ini semakin kuat ketika tahun 1972 pemerintah menerima dari Nippon Koei, sebuah perusahaan konsultan Jepang laporan tentang studi kelayakan proyek PLTA dan Aluminium Asahan. Laporan


(47)

tersebut menyatakan bahwa PLTA layak untuk dibangun dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama listrik yang dihasilkannya.

Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan-perundingan yang panjang dan dengan bantuan ekonomi dari pemerintah Jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik Indonesia dan 12 perusahaan penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan pabrik peleburan aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek Asahan. Kedua belas perusahaan penanam modal Jepang tersebut adalah, Sumitomo Chemical company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd.,C itoh & Co., Ltd., Nissho Iwai Co.,Ltd., Nichimen Co., Ltd.,m Showa Denko K.K., Marubeni Corpotation, Mitsubihi Chemical Industries Ltd., Mitsubshi Corporation, Mitsui Aluminium Co., Ltd., Mitsui & Co., Ltd. Selanjutnya untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta, kedua belas perusahaan penanam modal tersebut bersama pemerintah Jepang membentuk sebuah perusahaan dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 Nopember 1975

Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium, sebuah perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd, didirikan di Jakarta. Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%. Pada bulan Oktober 1978 perbandingan tersebut menjadi 25% dengan 75%, dan sejak Juni 1987 menjadi


(48)

41,13% dengan 58,87%. Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%.

Untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan SK Presiden No. 5/1976 yang melandasi terbentuknya otorita pengembangan proyek Asahan sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan pengembangan proyek Asahan

PT Inalum dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium dengan investasi sebesar 411 milyar Yen. Kontrak kerjasama antara Indonesia dan Jepang didalam perusahaan ini akan segera berakhir,yaitu pada tanggal 31 Oktober 2013, maka direncanakan pada 1 November 2013 perusahaan akan diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan yang tadinya PMA akan berubah menjadi BUMN.

PT Inalum membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga yang dikenal dengan Asahan 2 yang terletak di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Stasiun pembangkit ini dioperasikan dengan memanfaatkan air sungai Asahan yang mengalirkan air Danau Toba ke Selat Malaka. Oleh karena itu total listrik yang dihasilkan sangat bergantung pada kondisi permukaan air Danau Toba. Pembangunan PLTA dimulai pada tanggal 9 Juni 1978. Pembangunan stasiun pembangkit listrik bawah tanah Siguragura dimulai pada tanggal 7 April 1980 dan di resmikan oleh Presiden RI, Soeharto dalam acara peletakan batu pertama yang diselenggarakan dengan tata cara adat Jepang dan tradisi lokal.


(49)

Pembangunan seluruh PLTA memakan waktu 5 tahun dan diresmikan oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma pada tanggal 7 Juni 1983. Total kapasitas tetap 426 MW dan output puncak 513 MW. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung.

Desain produksi aluminium ingot PT. Inalum adalah 225.00 ton aluminium per tahun. Namun dengan adanya Technology Improvement yang dilakukan oleh karyawan PT. Inalum, kini produksi PT. Inalum jauh diatas desain produksinya ( 260.00 ton/tahun). Tingkat efisiensi penggunaan arus listrik juga meningkat lebih dari 92%. Kapasitas produksi aluminium batangan PT. Inalum sangat bergantung kepada jumlah listrik yang dihasilkan oleh PLTA PT. Inalum. Sedangkan PLTA PT. Inalum sangat bergantung pada kondisi permukaan air danau Toba sebagai sumber air utama sungai Asahan. Jumlah seluruh karyawan pada saat ini sebanyak 1940 orang pertanggal 1 November 2013.

E. Pengaruh Job Involvement terhadap Kesiapan Berubah.

Conner & Patterson (1982) mengatakan bahwa faktor penting yang mengakibatkan tidak suksesnya perubahan organisasi adalah kurangnya komitmen dari orang-orang yang terlibat didalamnya. Penelitian yang dilakukan Zangaro (2001), menunjukkan adanya hubungan tidak langsung antara komitmen organisasi dan dukungan organisasi, kepuasan dan job involvement dengan kesiapan individu untuk berubah. Penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Shah (2009), bahwa job involvement memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Hal ini berarti bahwa


(50)

semakin tinggi job involvement seorang karyawan, maka akan semakin tinggi pula kesiapan untuk berubah pada karyawan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian Madsen (2005) menemukan bahwa job involvement memiliki hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi akan memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara pasif. Individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi akan memiliki job involvement yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannya. Selain itu karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi internal yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi akan lebih siap untuk mengikuti perubahan yang dilakukan perusahaan.

Demikian pula dalam penelitian yang dilakukan Armenakis (1993), Becker, (1995) dan Lehman (2002) menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara job involvement dengan kesiapan untuk berubah pada karyawan. Hal ini dikatakan bahwa individu yang memiliki job involvement yang tinggi dalam organisasi dan selalu melihat akan perkembangan dan persaingan global maka individu tersebut akan memiliki kesiapan untuk berubah. Penelitian ini didukung oleh Feldman (1978) yang menemukan bahwa individu yang memiliki job involvement yang tinggi akan mampu mengantarkan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan mampu untuk bersaing dalam kancah persaingan, hal ini menunjukkan job involvement mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah.


(51)

Dalam penelitian yang dilakukan Ciliana dan Mansoer (2008) ditemukan bahwa job involvement, kepuasan kerja, stres kerja dan komitmen organisasi, memiliki pengaruh yang bermakna dengan kesiapan untuk berubah. Demikian pula penelitian yang dilakukan Januarti dan Bunyanuddin (2006) menunjukkan bahwa job involvement dan etika kerja dalam organisasi memiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Etika kerja yang baik dalam organisasi dan job involvement yang tinggi akan membuat individu siap dalam menghadapi perubahan yang dilakukan oleh organisasi. Sementara penelitian yang dilakukan Mansoer (2008) bahwa dukungan organisasi, keadilan organisasi, iklim psikologis dan job involvement memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Apabila organisasi selalu mendukung setiap anggota organisasi yang memiliki job involvement yang tinggi maka anggota organisasi akan lebih siap untuk menghadapi perubahan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Prihatini dan Wardani (2012) menunjukkan bahwa secara simultan job involvement dan komitmen organisasi mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Dikatakan apabila karyawan memiliki job involvement yang baik serta berkomitmen terhadap organisasi maka karyawan tersebut akan siap untuk menghadapi perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. Selanjutnya di temukan bahwa dukungan organisasi, derajat kesadaran dan kepercayaan diri serta job involvement mempunyai hubungan yang positif terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan. Kepercayaan diri dalam melakukan tugas pekerjaan berdampak kepada efektivitas job involvement dan sangat berpengaruh kepada kesiapan untuk berubah bagi karyawan tersebut.


(52)

F. Pengaruh Work Value terhadap Kesiapan Berubah

Menurut Simpson (2002), kesiapan berubah antara lain dipengaruhi sejauh mana pengetahuan dan teknologi baru bisa diadopsi oleh warga organisasi. Selanjutnya dikatakan Simpson tentang perlunya untuk memperkenalkan pengetahuan dan teknologi baru kedalam program pengembangan organisasi. Program tersebut akan berkembang apabila didukung oleh warga organisasi yang siap untuk berubah. Dalam hal ini perlu mengkreasikan iklim kerja dan menerapkan work value yang positip kepada seluruh warga organisasi agar tercapai kesuksesan perubahan. Ketersediaan aspek motivasional dari pimpinan organisasi dan bila diikuti dengan ketersediaan work value yang positip serta melekat pada setiap warga organisasi akan menumbuhkan inovasi dalam organisasi dan mempersiapkan warga organisasi menghadapi perubahan (Lehman, 2002). Menurut Kasali (2007) organisasi yang mampu mengembangkan inovasi akan lebih memungkinkan bagi organisasi tersebut melakukan perubahan.

Studi yang dilakukan Soetjipto (2007) menyatakan bahwa tuntutan perubahan yang sedang berkembang dipengaruhi oleh work value dan sikap baru yang sangat relevan dengan perubahan. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa para individu yang memiliki kesiapan untuk berubah sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi yang juga harus menghadapi tuntutan perubahan yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu kesiapan individu untuk berubah diasumsikan dipengaruhi work value dalam organisasi.

Kajian yang dilakukan Klein & Sorra (1996) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan kesiapan untuk berubah yaitu: ketersediaan sumber dana, dukungan managemen, dan work value yang


(53)

selalu diusahakan untuk dikembangkan. Lewis (1998) mengatakan bila kesiapan untuk berubah telah melekat kuat dalam semua warga organisasi, maka hal ini akan memunculkan budaya kerja baru yang disebut dengan kesiapan untuk berubah.

Desplaces, (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dukungan organisasi yang dirasakan karyawan berkaitan dengan work value yang berkembang dalam organisasi untuk mengembangkan karir. Work value yang berkembang ini akan membentuk komitmen dari anggota organisasi dan selanjutnya akan mendukung kesiapan anggota organisasi untuk berubah. Dukungan organisasi yang dirasakan akan membantu karyawan dalam mengadopsi work value, cara kerja, budaya kerja, dan teknologi terbaru.

Menurut Lehman, (2002) kesiapan untuk berubah didukung oleh iklim organisasi, work value, ketersediaan sumber daya dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan. Dalam hal ketersediaan sumber daya dalam organisasi akan mencakup work value organisasi, ketersediaan fasilitas kerja dan karyawan yang terlatih. Ketersediaan karyawan yang terlatih didukung work value serta sikap positif dari karyawan untuk terlibat dalam kesiapan untuk berubah. Untuk mencapai hal ini maka dikembangkanlah work value, kepercayaan diri yang tinggi dalam bekerja serta kemampuan karyawan untuk dapat berdaptasi dengan situasi baru.

Hasil penelitian yang dilakukan Silver (1997) menemukan bahwa rasa percaya diri pada karyawan berhubungan positif dengan kemampuan mereka menampilkan kinerja yang terbaik dan kesediaan mereka untuk mengadopsi work value yang baru. Dengan kata lain meningkatnya kesiapan individu untuk berubah


(54)

memiliki hubungan dengan adanya dukungan organisasi yang dirasakan karyawan dan rasa percaya diri serta kemauan untuk mengadopsi work value yang baru.

Dalam penelitian Powel (1995) program pengembangan yang dijalankan organisasi merupakan faktor yang akan memunculkan budaya kerja yang baru dan akan membuka work value yang baru dalam pemberdayaan karyawan serta meningkatkan komitmen kerja dalam melaksanakan perubahan. Studi yang dilakukan Campbell (2004) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah didukung oleh pimpinan organisasi yang kuat, penuh komitmen dan memiliki disiplin yang tinggi dalam peningkatan kinerja organisasi dalam mewujudkan work value.

Penelitian yang dilakukan oleh Tummers (2013) menyatakan bahwa karyawan yang mendapatkan pelatihan berkesinambungan untuk merangsang pikiran (intellectual stimulate) yang merupakan dimensi work value memiliki kesiapan berubah lebih baik dari karyawan yang tidak pernah mengikuti pelatihan dalam mengembangkan kapasitas intelektualnya.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sikh (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara supervisory relations (merupakan dimensi work value) dengan kesiapan untuk berubah pada individu. Hubungan yang positif akan berdampak kepada kesiapan untuk berubah dari karyawan tersebut. Hallgrimsson (2008) dalam penelitiannya kepada para executive manager menemukan bahwa executive manager yang memiliki peranan serta kepercayaan dan hormat (prestige) didalam perusahaan akan cendrung memiliki kesiapan berubah yang lebih tinggi.


(55)

G. Pengaruh Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah Kesiapan individu untuk berubah dipengaruhi oleh job involvement dan work value, dimana individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki pertumbuhan yang kuat dalam mencapai work value dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaannya lebih siap untuk berubah, karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus berkembang dalam pekerjaan (Lodahl & Kejner, 1965; Robbins, 2003)

Penelitian yang dilakukan oleh Timmor (2011) mengidentifikasi bahwa keyakinan pengambilan risiko dan manajemen proaktif dari individu (performance self esteem contigency) yang merupakan dimensi dari job involvement didukung dengan kenyamanan serta rasa aman dalam bekerja (convinance) yang merupakan dimensi dari work value memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesiapan berubah. Kesiapan berubah juga di wujudkan dalam kesediaan untuk melakukan tindakan dalam pengambilan keputusan terhadap proyek-proyek berisiko, dan mampu melihat peluang dan ancaman dalam lingkungan organisasi.

Selain itu ditemukan bahwa organisasi yang memposisikan untuk sulit berubah cendrung lambat dalam bereaksi terhadap respon eksternal dan kurang berhasil merespon tantangan perubahan. Selanjutnya dalam penelitian Timmor (2011) menemukan bahwa kesiapan berubah secara positif dipengaruhi oleh ketersediaan peralatan dan fasilitas (resources adequacy), dan kompetensi sumber daya manusia (psychological identification) yang merupakan dimensi job involvement. Hal ini dijelaskan bahwa antara sumber daya dan tekhnologi memiliki korelasi yang relatif tinggi. Selain itu, temuan ini mendukung gagasan


(1)

177

Reliability Work Value (X2)

Scale: ALL VARIABLES

Item-Total Statistics

95.2200 67.709 .562 .913

95.4700 67.282 .702 .911

95.4700 67.282 .702 .911

95.2500 67.482 .477 .915

95.4400 66.613 .577 .913

95.2500 68.351 .431 .916

95.6000 67.818 .543 .914

95.2000 67.879 .540 .914

95.5300 68.656 .392 .916

95.4700 67.282 .702 .911

95.4700 65.625 .675 .911

95.4900 66.050 .645 .912

95.5100 66.737 .625 .912

95.3500 66.533 .632 .912

95.5600 66.976 .581 .913

95.3600 68.112 .469 .915

95.7700 68.603 .369 .917

95.4700 66.837 .571 .913

95.7200 66.648 .568 .913

95.6100 67.473 .571 .913

95.2900 67.986 .477 .915

95.8900 68.705 .312 .919

95.5900 67.497 .569 .913

95.5100 67.465 .449 .916

Job1 Job2 Job3 Job4 Job5 Job6 Job7 Job8 Job9 Job10 Job11 Job12 Job13 Job14 Job15 Job16 Job17 Job18 Job19 Job20 Job21 Job22 Job23 Job24

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

Case Processing Summary

99 99.0

1 1.0

100 100.0

Valid Excludeda Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.


(2)

Reliability Statistics

.959 60

Cronbach's


(3)

179

Item-Total Statistics

237.4545 446.699 .423 .958

237.5556 446.454 .428 .958

237.1919 449.851 .411 .958

237.3535 443.843 .541 .958

237.3131 443.156 .559 .958

237.2525 444.476 .598 .958

237.3838 447.198 .471 .958

237.4646 445.945 .459 .958

237.2121 440.618 .622 .958

237.3838 448.014 .391 .958

237.4444 448.556 .393 .958

237.4141 443.102 .600 .958

237.2525 445.436 .601 .958

237.2323 447.629 .462 .958

237.3535 448.231 .437 .958

237.1717 441.572 .619 .958

237.5253 445.211 .493 .958

237.3939 442.568 .623 .958

237.6364 444.907 .414 .958

237.5354 445.313 .337 .959

237.4848 446.150 .481 .958

237.6667 449.122 .328 .959

237.3434 443.432 .626 .958

237.3737 447.094 .388 .959

237.3333 440.816 .517 .958

237.3434 440.616 .548 .958

237.7778 440.440 .463 .958

237.3838 436.382 .684 .957

237.6364 440.213 .624 .958

237.5152 437.028 .644 .958

237.4242 447.267 .484 .958

237.3434 447.187 .313 .959

237.4444 440.617 .653 .958

237.3030 443.989 .451 .958

237.4040 438.366 .629 .958

237.2525 439.844 .637 .958

237.4747 448.150 .330 .959

237.4747 442.007 .548 .958

237.4848 441.191 .599 .958

237.4040 443.345 .581 .958

237.4141 442.102 .558 .958

237.4747 437.844 .616 .958

237.3939 440.364 .569 .958

237.5354 437.904 .618 .958

237.3434 448.534 .501 .958

237.3535 447.864 .394 .958

237.5859 441.102 .489 .958

237.6061 442.098 .542 .958

237.3232 440.548 .633 .958

237.5051 436.783 .613 .958

237.4545 441.699 .546 .958

237.6263 436.032 .575 .958

237.3333 443.388 .547 .958

237.5657 445.656 .392 .959

237.4444 441.515 .586 .958

237.3636 438.724 .648 .958

237.3636 444.601 .570 .958

237.4040 439.243 .546 .958

237.3535 442.251 .544 .958

237.3838 443.749 .461 .958

Value1 Value2 Value3 Value4 Value5 Value6 Value7 Value8 Value9 Value10 Value11 Value12 Value13 Value14 Value15 Value16 Value17 Value18 Value19 Value20 Value21 Value22 Value23 Value24 Value25 Value26 Value27 Value28 Value29 Value30 Value31 Value32 Value33 Value34 Value35 Value36 Value37 Value38 Value39 Value40 Value41 Value42 Value43 Value44 Value45 Value46 Value47 Value48 Value49 Value50 Value51 Value52 Value53 Value54 Value55 Value56 Value57 Value58 Value59 Value60

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted


(4)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

100 100.0

0 .0

100 100.0

Valid Excludeda Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.935 40

Cronbach's


(5)

181

Item-Total Statistics

159.5600 173.946 .446 .934

159.2600 172.457 .546 .933

159.2700 173.128 .499 .934

159.6100 170.341 .517 .934

159.5000 170.455 .554 .933

159.5600 169.804 .562 .933

159.4800 173.343 .503 .934

159.9100 172.325 .336 .936

159.7500 174.533 .322 .935

159.2600 172.457 .546 .933

159.6100 172.564 .425 .934

159.6100 172.624 .559 .933

159.5800 170.084 .555 .933

159.7300 168.260 .529 .934

160.2300 172.401 .443 .934

159.6700 173.536 .522 .934

159.6900 173.166 .470 .934

159.7200 170.365 .579 .933

159.6300 175.124 .385 .935

159.5300 170.878 .540 .933

159.8300 170.607 .500 .934

159.7100 168.592 .663 .932

159.6300 171.670 .528 .933

159.5800 172.711 .478 .934

159.6300 171.953 .510 .934

159.8200 173.301 .492 .934

159.4000 170.364 .571 .933

159.6500 171.018 .498 .934

159.5300 172.312 .566 .933

159.5500 172.836 .419 .934

159.8300 175.254 .360 .935

160.0800 173.488 .361 .935

159.5900 172.830 .491 .934

159.6500 170.088 .593 .933

159.6800 170.583 .526 .933

159.6300 173.246 .529 .934

159.8300 168.062 .615 .933

159.4800 172.050 .506 .934

159.5000 171.222 .567 .933

159.7100 171.016 .506 .934

Siap1 Siap2 Siap3 Siap4 Siap5 Siap6 Siap7 Siap8 Siap9 Siap10 Siap11 Siap12 Siap13 Siap14 Siap15 Siap16 Siap17 Siap18 Siap19 Siap20 Siap21 Siap22 Siap23 Siap24 Siap25 Siap26 Siap27 Siap28 Siap29 Siap30 Siap31 Siap32 Siap33 Siap34 Siap35 Siap36 Siap37 Siap38 Siap39 Siap40

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted


(6)