Pemupukan dan Peranannya bagi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan dan Peranannya bagi Tanaman

  Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995).

  Menurut Sarief (1985) dalam Kusharsoyo (2001), pupuk merupakan setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Pada proses pemupukan setiap usaha pemberian pupuk bertujuan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil tanaman.

  Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman pupuk digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Jika dalam makanan manusia dikenal ada istilah gizi maka dalam pupuk dikenal dengan nama zat atau unsur hara. Secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua hal, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air perkolasi (Marsono dan Sigit, 2001).

  Tanaman membutuhkan 16 unsur untuk pertumbuhannya, yaitu karbon, hidrogen dan oksigen yang diperoleh dari udara dan air serta 13 unsur lainnya yang diperoleh dari tanah. Biasanya 16 unsur ini dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu unsur primer, unsur sekunder dan unsur mikro (Parker, 2004).

  Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Memupuk berarti menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah.

  Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus di tempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Untuk lebih sederhana lagi, sebaiknya pupuk anorganik yang diberikan lewat akar ini dikelompokkan lagi. Ada dua kelompok pupuk berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Kedalam kelompok pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono, 2002).

  Wet Litter Segar (Feses basah)

  Wet Litter segar atau disebut juga dengan feses basah biasa terjadi pada

  plasma peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu

  Litter basah yang terjadi akibat litter bercampur dengan fes5es, air minum yang

  tumpah atau terkena tampias air hujan sehingga mengeluarkan bau yang mengganggu lingkungan (Yuwanta, 2000).

  Sumber pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut. Pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat dan nitrit serta gas sulfide dan gas tersebutlah yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi sebagai amonia, tetapi dikeluarkan sebagai ammonia dalam kotoran (Pauzenga, 1991).

  Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa rata rata produksi buangan segar ternak pada pemeliharaan ayam pedaging menghasilkan kotoran sebanyak 0, 1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 2 5%. Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata-rata per ekor ayam 0, 15 kg (Charles dan Hariono, 1991). Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan makanan (Foot et al. 1976).

  Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi rata-rata kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah.

  Tabel 1. Kandungan rata-rata unsur pada kotoran ayam pedaging Nama Unsur Kandungan unsur pada kotoran/bobot basah

  Minimum Maksimum Rata-rata Total padatan (%) 38,00 92,00 75,80 Total N (%) 0,89 5,80 2,94 NH4-N (0/6) 0,08 1,48 0,75 P205 (0/0) 1,09 6,14 3,22 K20 (%) 0,63 4,26 2,03 Ca (Kalsium) (ppm) 0,51 6,22 1,79 Mg (Magnesium) (ppm) 0,12 1,37 0,52 Sulfida (ppm) 0,07 1,05 0,52 Mn (Mangnan) (ppm) 66,00 579,00 266,00 Zn (Seng) (ppm) 48,00 583,00 256,00 Cu (Tembaga) (ppm) 16,00 634,00 283,00

  Sumber : Malone (1992) Wet Litter Segar (Feses Basah) sebagai pupuk organik

  Anggorodi (1985) menjelaskan, feses merupakan bahan yang terdiri dari bahan pakan tidak tercerna, bakteri usus, getah pencernaan, cairan empedu, jaringan lapisan usus yang aus dan zat-zat mineral berasal dari metabolisme tubuh. Sebagian dari zat-zat yang tidak dapat diserap dan tidak tercerna dari usus halus berkumpul didalam usus buntu. Di bagian ini terjadi sedikit penyerapan. Berkontraksinya usus buntu untuk mendorong isinya keluar ke dalam usus besar, berlangsung lebih kurang sehari. Bahan yang tidak tercerna dikeluarkan dari usus besar kedalam kloaka, dari sini keluar tubuh sebagai feses. Cairan antara feses dan urine yang dikeluarkan unggas disebut manure. Seekor ayam menghasilkan sekitar dua puluh kilogram manure setahun.

  Pupuk kandang yang berasal dari feses ayam, kandungan N, P dan Ca relative lebih tinggi dari hewan lainnya, mudah terpecah-pecah atau terbagi-bagi dan pelapukan organik sangat bermanfaat dalam memperbaiki kemampuan dalam menahan air ( Nasution, 1985).

  Lubis (1986), Manfaat kotoran ayam telah diteliti dan ternyata memberikan efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman bahkan lebih besar dari pada kotoran ternak besar. Dari segi hara tiap ton kotoran unggas terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan 12,8 kg K sedangkan hewan ternak besar dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N, 2,8 kg P dan 13,7 kg K. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemakaian kotoran unggas jauh lebih baik daripada hewan ternak jika diberikan dalam jumlah besar.

  Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum Stylosantes Guianensis

  Stylosanthes guianensis lebih dikenal dengan nama stylo, digunakan sebagai

  tanaman penutup tanah, sebagai pupuk hijau, dan sebagai tanaman pengganti pada penanaman berpindah tapi Stylo lebih dikenal sebagai tanaman pastura.

  Konsentrasi nitrogennya 1.5–3.0%. Legum berumur panjang, membentuk rumpun, batang berbulu, tinggi mencapai 1.5 m dan bertekstur kasar. Stylo merupakan jenis legum yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia. Toleransinya terhadap jenis tanah sangat luas bahkan tanah- tanah yang miskin unsur hara, dapat hidup pada tanah yang tergenang, dari berpasir sampai dengan tanah liat, toleransi pada tanah yang memiliki kandungan

  Al dan Mn yang tinggi tetapi tidak pada salinitas tanah yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992).

  Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, tingginya

  dapat mencapai 1,2 m. Daunnya trifoliat dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2- 2 cm, bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi dari kuning sampai agak kehitaman). Tanaman ini lebih dikenal dengan nama stylo yang digunakan untuk tanaman pakan pada lahan pastura (penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah (mencegah erosi), pupuk hijau, dan diolah menjadi hayatau pellet. Stylo dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik, dan pada tekstur tanah dari pasir sampai liat (seperti tanah tropis latosol, liat, tanah berpasir, dan podsolik asam). Stylo dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 4,0-8,3 dan toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada salinitas yang tinggi. Stylo dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P yang rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu pada taraf yang rendah (FAO, 2009).

  Chamaecrista Rotundifolia

  Jenis-jenis tumbuhan penutup tanah yang banyak digunakan adalah dan kelompok legume Cover Crop karena secara alami memiliki bintil-bintil pada akarnya yang memiliki fungsi sebagai penangkap nitrogen dari udara untuk mensuplai kebutuhan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman, meliputi jenis-jenis: Bermuda (Cynodon dactilon) , WF millet (Panicum miliaceum), Burgundy (Macroptilium bracteatum), Wynn cassia (Chamaecrista rotundifolia), Centrosema (Centrosema SP), Orok-Orok (Cotaaria SP) (Soewandita, 2010).

  Chamaecrista rotundifolia merupakan tanaman tahunan berumur pendek,

  tanaman semusim yang beregenerasi sendiri tinggi sekitar 1 m. Helai daun setengah lingkaran sampai bulat lebar dengan panjang 12-38 mm, lebar 5-25 mm.

  Bunga 1-2 (-3) axillary, kecil kuning. Buah polnjang 20-45 mm. Biji segi empat dengan 200.000-470.000 biji/kg. spesies pasangan rumput yang cocok ditanam dengan Chamaecrista rotundifolia antara lai

  

dan beberapa

  rumput lainnya dan spesies legume antara lain Stylosanthes guianensis varitas intermedia (Jones, 1992).

  Palatabilitas ternak terhadap Chamaecrista rotundifolia biasanya kurang disukai oleh ternak pada musim tumbuh dibawah curah hujan yang lebih tinggi, tetapi menjadi lebih diterima ketika rumput yang tumbuh bersama menjadi lebih tua di akhir musim. Dapat mencapai sekitar 20% dari ransum pada akhir musim gugur. Keunggulan dari legume chamaecrista rotundifolia antara lain penanaman dan penyebaran cukup cepat, kebutuhan pupuk rendah, dapat beradaptasi pada tanah asam dan produksi biji tinggi (Tarawali, 1995).

  Kombinasi dari beberapa tanaman yaitu Wynn cassia, burgundi, jenis Leguminaceae , Crotalaria sp. mulai dipergunakan sebagai tumbuhan penutup tanah. Leguminaceae dipilih karena dapat menambah N tanah, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok, juga beberapa jenisnya sangat toleran terhadap tanah miskin (Hadjowigeno, 1987).

  Rumput Signal (Brachiaria Decumbens)

  Rumput Signal (Brachiaria decumbens)tumbuh baik pada daerah sub humidstropis dan dapat tumbuh pada musim kering kurang dari 6 bulan. Tumbuh baik pada jenis tanah apapun termasuk tanah berpasir atau tanah asam, seperti dilaporkan oleh Mannetje dan Jones (1992) yang melaporkan bahwa Brachiaria

  

decumbens sangat toleran terhadap tanah-tanah yang asam dan respon terhadap

  pemupukan yang mengandung unsur N, P, K, walaupun tidak tahan terhadap tanah berdrainase rendah. Tahan terhadap injakan, dan renggutan.

  Cook et al (2005) menyatakan bahwa rumput Brachiaria decumbens mempunyai produksi bahan kering tinggi dengan pemupukan berat, dengan produksi sekitar 10 ton/ha/tahun dan sampai 30 ton/ha dibawah kondisi ideal.

  Produksi Brachiaria, selain dipengaruhi oleh pemupukan, juga dipengaruhi oleh tinggi pemotongan. Semakin tinggi tingkat pemotongan produksi yang dihasilkan semakin tinggi (Siregar dan Djajanegara, 1972). Tabel 3. Kandungan nutrisi Brachiaria decumbens

  `Spesies PK% N% Ca% P% Mg% K% Na% KCB%

  Brachiaria

  10,6 1,69 0,30 0,15 0,19 1,35 0,02 59,8

  decumbens Sumber : Ciat (1983) Brachiaria humidicola

  Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama Koronivia grass. Rumput ini merupakan rumput berumur panjang yang berkembang secara vegetatif dengan stolon. Stolon tumbuh pada jarak 1-2 m dan cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput ini memiliki tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet 3,5-4 mm (Skerman dan Rivers, 1990).

  Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banyadan rizoma dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma. Dapat digunakan sebagaidan untuk menekan nematoda pada sistem tanaman pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak subur tinggi. Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap. Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak disukai terna.

  Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan

  dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991).

  

Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah

  pohon kelapa serta sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991).

  Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicolamuda berdasarkan persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar (SK) 37,4%; abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%, sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa mengandung protein kasar 7,6%; serat kasar 35,5%; abu 14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Gohl, 1975 dalam Skerman dan Rivers, 1990).

  Brachiaria Ruziziensis

  Tabel 4. Kandungan nutrisi Brachiaria ruziziensis `Spesies PK% N% Ca% P% Mg% K% Na% KCB%

  Brachiaria

  11,6 1,86 0,31 0,16 0,20 1,80 0,02 60,7

  ruziziensis Sumber : Ciat (1983) Arachis glabarata

  Arachis glabarata merupakan tanaman perennial dengan rhizome yang

  bercabang dan tanaman ini untuk tumbuh tegak diatas tanah. Mempunyai dua pasang daun yang berbentuk ellips, panjangnya 6–20 mm dan lebarnya 5–14 mm.

  Bunga berbentuk bukat dengan diameter 10–12 mm, berwarna kuning sampai dengan orange dan panjang kelopak bunganya 6–7 mm. Polongnya kecil dengan panjang 10 mm dan tebal 5–6 mm. Mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak lambat (Bogdan, 1977).

  Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi

  tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan CPI29986 daya tahan naungan rendah. Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai tanak masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropics

  (Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.

  Arachis glabrata merupakan jenis leguminosa yang mempunyai prospek

  untuk dikembangkan karena menunjukkan adaptasi yang cukup baik pada berbagai tipe tanah dan tahan terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan, serta produksi berat kering 13,0 ton/ha/th dengan kandungan protein rata-rata 15,9% (Yuhaeni, 1989). Arachis sangat bermanfaat untuk campuran hay atau untuk padang pengembalaan (Prine et al., 1981). Di daerah iklim kering seperti Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Arachis termasuk tanaman yang tumbuh baik pada musim hujan maupun kemarau sehingga jenis tanaman ini diharapkan untuk peningkatan pastura alam (Nulik et al., 1986). Valentine et al., (1986) melaporkan bahwa penanaman campuran Arachis glabrata dengan Paspalum notatum dapat meningkatkan 100 sampai 300% produksi berat kering rumput Paspalum dibandingkan dengan penanaman rumput secara tunggal.

  Pertanaman Campuran

  Penampilan pertanaman campuran rumput dan leguminosa yang baik pada suatu lahan pastura, pada dasarnya adalah keberhasilan transfer nitrogen tanaman leguminosa ke tanaman rumput, sehingga dapat diharapkan adanya peningkatan produksi dan kualitas hijauan rumput dalam pertanaman campuran tersebut (Middleton, 1981). Mengusahakan pertanaman campuran rumput dengan leguminosa dapat menghemat pemupukan nitrogen karena dapat dipenuhi dari pengikatan nitrogen udara hasil simbiosis leguminosa dengan bakteri rhozobium (Whiteman et al., 1974, Hanzell dan Vallis, 1975) Tanaman leguminosa mempunyai peranan yang penting rumput karena kemampuan fiksasi nitrogen udara juga akan ditransfer kepada rumput yang tumbuh bersama (Whitney dan Kanehiro, 1967; Whitney dan Green, 1979).

  Padang rumput campuran antara rumput dan leguminosa lebih baik dan lebih disukai ternak daripada suatu pertanaman murni. Bila dibandingkan dengan pertanaman murni maka keuntungan dari pertanaman campuran adalah (1) pembentukan padang rumput yang lebih cepat dan penggunaan tanah yang lebih baik, (2) distribusi pertumbuhan musiman yang lebih baik, (3) produksi dengan palatabilitas yang lebih baik, (4) dapat menaikkan nilai gizi padang rumput.

  Cullison (1978) menyatakan bahwa leguminosa tidak hanya berperan sebagai sumber nitrogen untuk rumput tetapi dapat sebagai pakan yang berkualitas lebih tinggi serta mempunyai ciri penurunan nilai gizi yang lebih lambat dengan meningkatnya umur dibandingkan dengan rumput.

  Pengaturan defoliasi merupakan masalah kompleks karena respon terhadap intensitas defoliasi merupakan modifikasi berbagai faktor, seperti : iklim, hara, cahaya dan saat pemotongan (Alberda, 1967, Whitehead, 1970). Memperpanjang interval defoliasi dapat diperoleh produksi bahan kering hijauan yang tinggi dan pertumbuhan kembali tidak terganggu. Namun memperpanjang interval defoliasi akan menurunkan kandungan protein kasar, meningkatkan kadar serat kasar sehingga juga menurunkan daya cerna hijauan (Rios, Julia dan Anguilu, 1974)

  Pemupukan fosfat diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas pengikatan nitrogen udara tanaman leguminosa sentro sehingga juga akan meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kualitas hijauan rumput setaria yang tumbuh bersamanya (Middleton, 1981 dan Whiteman et al, 1974).

  Tanaman leguminosa sensitif terhadap kekurangan unsur fosfor dari tanah untuk memelihara pertumbuhannya (Shaw et al., 1966 dan Bowen dan Kratky, 1982). Kebaanyakan tanah tropika kekurangan unsur fosfor, sehingga pertumbuhan tanaman leguminosa di daerah ini sering kurang baik.(Geus, 1973; Kamprath, 1978 dan Goedert et al, 1982). Memperbaiki pertumbuhan tanaman leguminosa akan memberi manfaat pula bagi pertumbuhan tanaman rumput yang tumbuh bersama dalam pertanaman campuran (Henzell dan Valllis, 1975; Bruce, 1985).

  Legum selain berperan menyuburkan tanah, nilai gizinya lebih tinggi daripada rumput. Di daerah tropis peranan legume sangat penting untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan. Crowder dan Chheda (1982) menyatakan bahwa peranan legum pada pertanaman ganda sangat penting karena:

  1. Nitrogen merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan rumput, dengan adanya tanaman legum pada pertanaman ganda maka sebagian kebutuhan nitrogen dari rumpt terpenuhi.

  Kapasitas Tampung Ternak

  Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan. Taksiran daya tampung menurut Halls et al., (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia.

  Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan.

  Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa, kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat digembalakan diluasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya.

  Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.

  Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000), Kapasitas tampung (Carrying capacity ) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar.

  Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar.