BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air 2.1.1. Pengertian Air - Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Air Sumur Gali di Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

2.1.1. Pengertian Air

  Menurut Achmad (2004), air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Sebuah molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H. Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan hidrogen antara atom H dengan atom O. Adanya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan air mempunyai sifat-sifat yang khas seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Sifat-sifat Penting dari Air Sifat Efek dan kegunaan

  Pelarut yang sangat baik. Transport zat-zat makanan dan bahan buangan yang dihasilkan proses biologi. Konstanta dielektrik paling tinggi di antara Kelarutan dan ionisasi dari senyawa ini cairan murni lainnya. tinggi dalam larutannya. Tegangan permukaan lebih tinggi daripada Faktor pengendali dalam fisiologi; cairan lainnya. membentuk fenomena tetes dan permukaan. Transparan terhadap cahaya tampak dan Tidak berwarna, mengakibatkan cahaya yang sinar yang mempunyai panjang gelombang dibutuhkan untuk fotosintesis mencapai lebih besar dari ultraviolet. kedalaman tertentu. Bobot jenis tertinggi dalam bentuk cairan Air beku (es) mengapung, sirkulasi vertikal (fasa cair) pada 4 ºC menghambat stratifikasi badan air. Panas penguapan lebih tinggi daripada yang Menentukan transfer panas dan molekul air lainnya. antara atmosfer dan badan air. Kapasitas kalor lebih tinggi dibandingkan Stabilitas dari temperature organisme dan dengan cairan lain kecuali ammonia. wilayah geografis. Panas laten dan peleburan lebih tinggi Temperatur stabil pada titik beku. daripada cairan lain kecuali ammonia.

  Sumber : Achmad, 2004

  Siklus hidrologis merupakan suatu fenomena alam. Dengan adanya siklus ini maka keberadaan air di bumi akan tetap terjaga. Di alam, air mempunyai fungsi terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia memanfatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, mandi, memasak dan membersihkan kotoran- kotoran yang ada di lingkungan. Air di alam ini bersirkulasi atau mengalami siklus hidrologi (Chandra, 2006).

  Menurut Chandra (2006), secara umum pergerakan air di alam terdiri dari berbagai peristiwa, seperti:

  1. Penguapan air (evaporasi)

  2. Pembentukan awan (kondensasi)

  3. Peristiwa jatuhnya air ke bumi/hujan (presipitasi)

  4. Aliran air pada permukaan bumi dan di dalam tanah Secara jelas, siklus hidrologis ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  Pada mulanya, air yang terdapat di bumi baik berasal dari air permukaan, air yang ada di dalam tumbuhan serta hewan dan manusia akan menguap dengan adanya panas yang berasal dari sinar matahari. Selanjutnya uap ini akan tertahan di atmosfer dan membentuk awan. Dalam kondisi tertentu, uap ini selanjutnya akan mendingin dan berubah bentuk menjadi tetesan-tetesan air dan akhirnya jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan tersebut ada yang masuk langsung ke permukaan tanah, namun ada pula yang meresap di dalam tanah dan menjadi air tanah serta ada sebagian yang diserap oleh tumbuhan. Selanjutnya tumbuhan, air permukaan, manusia serta hewan akan kembali menghasilkan uap. Seperti ini seterusnya proses yang terjadi di alam sampai ini. Siklus inilah yang disebut sebagai siklus hidrologi (Mulia, 2005).

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi

2.3. Sumber-sumber Air

  Menurut Pandia, dkk (1995), sumber-sumber air yang ada di alam terdiri dari:

  2.3.1. Air laut

  Air laut mempunyai rasa asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut adalah lebih kurang 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk kebutuhan domestik maupun industri (Pandia, dkk, 1995).

  2.3.2. Air atmosfir, air meteorologik atau air hujan

  Air atmosfir mempunyai sifat sadah karena mengandung ion bikarbonat sehingga boros dalam pemakaian sabun. Air yang sadah ini juga dapat menyebabkan kerusakan (karat) pada alat-alat rumah tangga. Hal ini disebakan kation-kation ataupun anion-anion dalam air sadah tersebut bereaksi dengan sabun membentuk endapan karat (Pandia, dkk, 1995).

  Air permukaan merupakan air yang sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke bumi. Air permukaan ini seperti air danau, sungai, rawa, telaga, waduk dan terjun. Air permukaan ini dapat mengandung pengotor-pengotor yang bisa terjadi akibat dari aliran air hujan yang menuju permukaan tanah bercampur dengan lumpur, sampah dan lainnya (Pandia, dkk, 1995).

  Air permukaan dapat dibedakan atas : a. Air sungai

  Air sungai mempunyai derajat pengotoran yang cukup tinggi. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan domestik pada umumnya dapat mencukupi (Pandia, dkk, 1995).

  b.

  Air rawa dan danau Kebanyakan air rawa dan danau mempunyai warna, yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humat yang larut dalam air.

  Dengan adanya pembusukan maka kadar zat organis dalam air rawa akan tinggi, dan umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Pada permukaan air rawa juga tumbuh algae, karena adanya sinar matahari dan O

  2 sehingga Fe dan Mn

  mengendap. Karena itu, untuk pengambilan air sebaiknya dilakukan pada kedalaman tertentu di tengah-tengah agar endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian pula dengan algae yang ada pada permukaan rawa dan danau (Pandia, dkk, 1995).

  Menurut Chandra (2006), air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah dan meyebabkan terjadinya kesadahan pada air. Kesadahan pada air menyebabkan air mengandung zat-zat mineral seperti kalsium, magnesium, dan logam berat seperti Fe dan Mn. Akibatnya, apabila kita menggunakan air sadah untuk mencuci, sabun yang kita gunakan tidak akan berbusa dan bila diendapkan akan terbentuk endapan semacam kerak.

  Air tanah merupakan air yang berada di permukaan tanah. Menurut Darmono (2001), air tanah dapat terkontaminasi dari beberapa sumber pencemar, baik lokal maupun regional. Dua sumber utama kontaminasi air tanah ialah terjadinya kebocoran bahan kimia organik dari penyimpanan bahan kimia dalam bunker yang disimpan dalam tanah, dan penampungan limbah industri yang ditampung dalam suatu kolam besar yang terletak di atas atau di dekat sumber air tanah.

  Berdasarkan lokasinya, air tanah dapat dibedakan atas air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air.

  a.

  Air tanah dangkal Terjadi karena daya peresapan air pada permukaan tanah. Akibatnya lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri. Air tanah yang jernih dapat mengandung lebih banyak zat kimia (garam-garam yang terlarut), karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu yang berfungsi sebagai saringan. Selain penyaringan, pengotoran juga dapat terus berlangsung, terutama pada air yang terkumpul merupakan air tanah dangkal. Air tanah ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik melalui sumur-sumur dangkal (Sanropie, dkk, 1984).

  Air tanah dangkal dapat diperoleh pada kedalaman sekitar 15 meter. Kualitas air tanah dangkal sebagai sumur-sumur air minum cukup baik, tetapi kuantitasnya kurang dan tergantung kepada musim (Sanropie, dkk, 1984).

  Air tanah secara normal akan bebas dari kekeruhan dan organisme pathogen. Apabila air yang berasal dari aquifer (air tanah dangkal) yang mengandung zat organik, kandungan oksigen akan terurai dan kandungan karbon dioksida akan menjadi tinggi, air akan menjadi korosif. Pada kandungan zat organik dalam aquifer tinggi, kandungan oksigen akan habis terurai. Air yang tidak mengandung oksigen (anaerobik) akan melarutkan besi, mangan dan logam berat dalam air tanah (Sanropie, dkk, 1984).

  b.

  Air tanah dalam Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Untuk pengambilan sampel air tanah dalam memerlukan bor dan memasukkan pipa hingga kedalaman 100-300 meter.

  Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar dan dalam keadaan ini sumur yang terbentuk disebut sumur artesis. Jika air tidak dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam.

  Kualitas air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, karena penyaringan air lebih sempurna. Kandungan kimianya tergantung pada lapisan mengandung Ca(HCO ) dan Mg(HCO ) Jika melalui batuan granit, maka air akan

  3

  2

  3 2.

  lunak dan agresif karena mengandung gas CO

  2 dan Mn (HCO 3 ) 2 (Sanropie, dkk, 1984) .

  Air yang bersifat sadah tidak ekonomis dalam penggunaannya karena : 1) terlalu boros dalam pemakaian sabun. Hal ini disebabkan air yang

  2+

  mengandung ion Ca bereaksi dengan senyawa sodium stearat C

  17 H

  35 COONa dalam sabun membentuk endapan kalsium stearat

  C

  17 H 35 (COO 2 )Ca yang menyebabkan tidak terbentuknya busa sabun. Setelah 2+

  ion Ca habis, baru busa akan terbentuk. 2) mengganggu pada ketel-ketel air karena terjadi reaksi :

  Ca(HCO )  CaCO + H O + CO

  3

  2

  3

  2

  2 Dengan terbentuknya kerak CaCO 3 sebagai batu ketel, maka akan

  mengganggu perpindahan panas sehingga sering terjadi ledakan pada ketel- ketel air atau sumbatan pada pipa-pipa (Sanropien, dkk, 1984). Kuantitas air tanah dalam umumnya mencukupi dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.

  c.

  Mata air Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.

  Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak berpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan air tanah dalam.

  Berdasarkan cara munculnya ke permukaan tanah, mata air dibedakan atas: 1) air yang keluar dari lereng-lereng atau rembesan. air yang keluar ke permukaan pada suatu dataran atau air artesis (Sanropie, dkk, 1984).

  Menurut Darmono (2001), banyak logam berat baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya, dan dapat juga berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau antihama yang mengandung logam.

  Air tanah sering terkontaminasi oleh logam-logam diantaranya besi (Fe) dan mangan (Mn). Keberadaan logam ini biasanya ditandai dengan warna air yang berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Menurut Sobirin (2010), kontaminasi air tanah oleh besi (Fe) dan mangan (Mn) adalah akibat adanya kontak antara air dengan batu dan mineral, dan kadang-kadang akibat kontak dengan bahan buatan manusia seperti pipa besi dan baja. Biasanya air tanahlah yang memerlukan pengolahan untuk menghilangkan besi (Fe) dan mangan (Mn). Selain itu, beberapa hal yang berandil besar dalam menimbulkan kontaminasi air tanah oleh besi (Fe) dan mangan (Mn) adalah pembuangan limbah industri atau tambang.

3.4. Sumur

  Menurut Chandra (2006), sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Secara teknis sumur dapat dibagi menjadi 2 jenis: 1.

  Sumur dangkal ( shallow well) Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu sekali diperhatikan.

2. Sumur dalam (deep well)

  Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air hujan oleh pelapisan kulit bumi menjadi air tanah. Sumber airnya tidak terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi.

  Menurut Azwar (1979), sumur dangkal yang dipandang memenuhi syarat kesehatan ialah: a.

  Dinding sumur 3 meter bagian atas harus dibuat dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang telah tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut.

  b.

  Kira-kira 1½ meter berikutnya ke bawah, dinding ini dibuat dari tembok yang tidak disemen, tujuannya lebih banyak untuk mencegah runtuhnya tanah.

  c.

  Dasar tanah diberi batu kerikil agar tidak keruh.

  d.

  Di atas tanah dibuat dinding tembok kira-kira 1 meter, agar air sekitarnya tidak masuk ke dalam sumur, serta juga untuk keselamatan pemakai.

  e.

  Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring dengan tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira 1½ meter, agar air permukaan tidak masuk.

  f.

  Sumur diberi atap dan ember yang dipakai jangan diletakkan di bawah, tetapi harus tetap tergantung.

  Sebaiknya air sumur diambil dengan pompa.

  Air sumur ini bersumber dari air tanah, untuk kontaminasi air sumur dapat terjadi seperti penjelasan pada air tanah. Dimana kontaminasi yang sering terjadi adalah tingginya kandungan logam besi (Fe) dan mangan (Mn) pada sumur tersebut. Kedua logam yaitu besi (Fe) dan mangan (Mn) dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Besi (Fe)

  1. Pengertian Besi Menurut Alaerts (1987), Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat :

  2+ 3+

  a. (fero) atau Fe (feri); Terlarut sebagai Fe b.

  Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 µm) atau lebih besar, seperti Fe

2 O 3 , FeO, FeOOH, Fe(OH) 3 dan sebagainya; c.

  Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat).

  Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/l, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur.

  Pada air yang tidak mengandung oksigen O , seperti seringkali air tanah, besi

  2 2+

  berada sebagai Fe yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang

  2+ 3+ 3+

  mengalir dan terjadi aerasi, Fe teroksidasi menjadi Fe ; Fe ini sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa µg/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)

  3 , atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan

  2+ 3+ 3+

  dan Fe dalam bentuk senyawa organis berupa koloidal (Alaerts, 1987).

  2. Kandungan Besi (Fe) dalam Air Menurut Achmad (2004), besi adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Perairan yang mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum pada konsentrasi diatas kurang lebih 0,31 mg/l.

  2+

  Menurut Yuliana (2009), besi dalam air berbentuk ion bervalensi dua (Fe )

  3+

  dan bervalensi tiga (Fe ). Dalam bentuk ikatan dapat berupa Fe

  2 O 3 , Fe(OH) 2 ,

  Fe(OH)

  3 atau FeSO 4 tergantung dari unsur lain yang mengikatnya. Dinyatakan pula

  bahwa besi dalam air adalah bersumber dari dalam tanah sendiri di samping dapat pula berasal dari sumber lain, diantaranya dari larutnya pipa besi, reservoir air dari besi atau endapan-endapan buangan industri. Hal-Hal yang memengaruhi kelarutan besi dalam air, yaitu: a.

  Kedalaman Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami infiltrasi masuk ke dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H

  2 O dan CO 2 dalam tanah

  dan membentuk Fe(HCO ) . Dimana semakin dalam air yang meresap ke dalam

  3

  2 tanah semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut.

  b.

  Derajat Keasaman ( pH ) pH air akan terpengaruh terhadap kadar besi dalam air. Apabila pH air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan

  Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan air menjadi berwarna, berbau dan berasa.

  c.

  Suhu Temperatur yang tinggi menyebabkan menurunnya kadar O dalam air. Kenaikan

  2

  temperatur air juga dapat menguraikan derajat kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada air tinggi.

  d.

  Bakteri besi Bakteri besi (Crenothrix, Lepothrix, Galleanella, Sinderocapsa dan Sphoerothylus) adalah bakteri yang dapat mengambil unsur besi dari sekeliling lingkungan hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya kandungan besi dalam air. Dalam aktifitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan besi. Hasil aktifitas bakteri besi tersebut menghasilkan presipitat (oksida besi) yang akan menyebabkan warna pada pakaian dan bangunan. Bakteri besi merupakan bakteri yang hidup dalam keadaan anaerob dan banyak terdapat dalam air yang mengandung mineral. Pertumbuhan bakteri akan menjadi lebih sempurna apabila air banyak mengandung CO dengan kadar yang cukup tinggi.

  2 e. 2 ) Agresif

  Karbondioksida ( CO Karbondioksida (CO 2 ) merupakan salah satu gas yang terdapat dalam air. Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida (CO ) di dalam air, CO dibedakan

  2

  2

  menjadi : CO

  2 bebas yaitu CO 2 yang larut dalam air, CO 2 dalam kesetimbangan air, CO agresif-lah yang paling berbahaya karena kadar CO agresif lebih tinggi

  2

  2

  dan dapat menyebabkan terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam-logam dan beton. Menurut Powell CO

  2 bebas yang asam akan merusak

  logam apabila CO

  2 tersebut bereaksi dengan air. Reaksi ini dikenal sebagai teori

  asam, dengan reaksi sebagai berikut:

  • +

    2 Fe + H CO FeCO + 2 H

  2

  3

  3

  2 FeCO

  3 + 5 H

2 O +1/2 O

  2

  2 Fe(OH)

  2 + 2 H

  2 CO

  3 Dalam reaksi di atas dapat dilihat bahwa asam karbonat tersebut secara terus-

  menerus akan merusak logam, selain membentuk FeCO

  3 sebagai hasil reaksi

  antara Fe dan H

  2 CO 3 , selanjutnya FeCO 3 bereaksi dengan air dan gas oksigen

  (O ) menghasilkan zat 2FeOH dan 2H CO dimana H CO tersebut akan

  2

  2

  3

  2

  3

  menyerang logam kembali sehingga proses perusakan logam akan berjalan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan yang semakin lama semakin besar pada logam tersebut.

  3. Dampak Besi (Fe) dalam kehidupan Menurut Yuliana (2009), apabila kosentrasi besi terlarut dalam air melebihi

  1,0 mg/l akan menyebabkan berbagai masalah, diantaranya :

  a) Gangguan Teknis

  Endapan Fe(OH) bersifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan efek-efek yang dapat merugikan seperti mengotori bak yang terbuat dari seng, mengotori washtafel dan kloset. Gangguan Fisik Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya > 1,0 mg/l.

  c) Gangguan Kesehatan

  Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mensekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.

  b. Mangan (Mn)

  1. Pengertian Mangan (Mn) Mangan merupakan unsur logam yang termasuk golongan VII, dengan berat atom 54,93, titik lebur 1247

  C, dan titik didihnya 2032

  C. Menurut Slamet (2002), mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Di dalam penyediaan air, seperti halnya Fe, Mn juga menimbulkan masalah warna, hanya warnanya ungu/hitam. Menurut Achmad (2004), toksisitas mangan (Mn) relatif sudah tampak pada konsentrasi rendah. Dengan demikian tingkat kandungan Mn yang diizinkan dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik sangat rendah, yaitu di bawah 0,05 mg/l. Dalam kondisi aerob mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO

  2 dan

2+

  pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh karena itu pemakaian air yang berasal dari dasar suatu sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi.

  3. Dampak Mangan (Mn) terhadap Kesehatan Di dalam tubuh manusia, mangan dalam jumlah yang kecil tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi dalam jumlah yang besar dapat tertimbun di dalam hati dan ginjal. Ada berbagai pendapat tentang gangguan kesehatan akibat keracunan mangan, tetapi umumnya dalam keadaan kronis menimbulkan gangguan pada sistem saraf dan menampakkan gejala seperti penyakit Parkinson. Berdasarkan percobaan yang dilakukan terhadap kelinci, keracunan mangan menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tulang.

  Menurut Sri dalam Fajar (2008), menyatakan bahwa pengaruh kesehatan yang ditimbulkan mangan dapat terserap tubuh melalui beberapa jalur. Jalur tersebut seperti melalui udara, debu mangan dapat terhirup masuk ke tubuh lewat saluran pernapasan. Selain itu mangan juga dapat terserap melalui air tanah, serta makanan dan air minum. Efek mangan ditentukan lamanya dan tingginya kadar mangan yang diserap tubuh dan bersifat meracuni tubuh dan membahayakan kesehatan. Orang yang terkena mangan berkadar tinggi secara terus menerus untuk waktu yang lama manganisme dapat muncul perlahan selama berbulan atau bertahun-tahun dengan intensitas berlainan. Bisa muncul sekaligus atau sendiri-sendiri dan umumnya gejala masih terus berlanjut hingga bertahun-tahun, namun tidak semua penderita mengalami gejala yang sama.

  Air tanah sangat sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan air. Baik kuantitas maupun kualitas sangat diperhatikan. Untuk kuantitas, air sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Sunjaya dalam Wulan (1999), menyatakan bahwa ditinjau dari segi kuantitasnya kebutuhan air untuk rumah tangga adalah: 1)

  Kebutuhan air untuk minum dan mengolah makanan 5 liter / orang perhari 2)

  Kebutuhan air untuk higien yaitu untuk mandi dan membersihkan dirinya 25-30 liter / orang perhari

  1) Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25-30 liter / orang perhari

  2) Kebutuhan air untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas sanitasi atau pembuangan kotoran 4-6 liter / orang perhari.

  Menurut Suparmin (2000), kualitas air tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Iklim, meliputi curah hujan dan temperatur. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap kelarutan gas. Semakin rendah temperatur maka gas yang tertinggal sebagai larutan semakin banyak. Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan melarutkan unsur-unsur kimia antara lain oksigen, karbondioksida, nitrogen, dan unsur lainnya.

  Litologi yaitu jenis tanah dan batuan dimana air akan melarutkan unsur-unsur padat dalam batuan tersebut.

3. Waktu yaitu semakin lama air tanah itu tinggal di suatu tempat akan semakin banyak unsur terlarut.

  4. Aktivitas manusia yaitu kepadatan penduduk berpengaruh negatif terhadap air tanah apabila kegiatannya tidak memperhatikan lingkungan seperti membuang sampah sembarangan dan kotoran manusia (Suparmin, 2000).

2.5. Kualitas Air

  Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:

  1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

  2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum

  3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan

  4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Effendi, 2003).

  Peraturan tentang kualitas air yang lain adalah Permenkes RI Nomor 416 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih dan Permenkes RI Nomor 492 tentang persyaratan kualitas air minum. Standard kualitas air bersih dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan berdasarkan Permenkes RI No.

  416/MENKES/PER/IX/1990. Peraturan tersebut dalam bentuk pernyataan atau angka tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan dalam segi estetika. Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Dengan peraturan ini telah diperoleh landasan hukum dan landasan teknis dalam hal pengawasan kualitas air bersih.

2.6. Persyaratan Kualitas Air

  Persyaratan kualitas air wajib dipenuhi dalam penggunaan air untuk kebutuhan hidup manusia. Air yang baik dan aman bagi kesehatan adalah apabila memenuhi syarat fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif.

2.6.1. Persyaratan Fisik

  Menurut Kusnaedi (2010), persyaratan fisik air yaitu: 1. Tidak berwarna

  Air yang berwarna berarti air tersebut telah mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan jika dikonsumsi.

  2. Temperaturnya normal Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-

  26 C). Menurut Permenkes RI No 416 tahun 1990, temperatur air yang baik adalah suhu udara ± 3 C.

  3. Rasanya tawar Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik.

  Tidak berbau Air yang baik adalah air yang apabila dicium tidak menimbulkan bau baik dicium pada jarak dekat maupun jauh.

  5. Jernih atau tidak keruh Air yang keruh disebabkan oleh adanya koloid-koloid dari bahan tanah liat yang terkandung di dalam air tersebut. Semakin banyak kandungan koloid maka air tersebut akan semakin keruh. Menurut Permenkes RI Nomor 416 tahun 1990, kekeruhan yang diperbolehkan di dalam air bersih adalah 25 NTU.

  6. Tidak mengandung zat padatan Air minum yang baik tidak diperbolehkan mengandung padatan, meskipun air tersebut jernih namun jika mengandung padatan yang terapung maka air tersebut tidak baik digunakan sebagai air minum. Total zat padatan terlarut (TDS) yang diperbolehkan di dalam air minum adalah 500 mg/l menurut Permenkes RI Nomor 492 tahun 2010.

2.6.2. Persyaratan Kimia

  Menurut Slamet (2000), air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air Raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebaiknya tidak mengandung zat-zat kimia tersebut dalam konsentrasi yang melebihi seperti yang tercantum dalam PerMenKes RI Nomor: 492/Menkes/per/IV/2010. Jika hal ini yang terjadi maka dapat menyebabkan dalam tubuh memang diperlukan namun dalam konsentrasi yang rendah. Jika di dalam air bersih, konsentrasi Besi (Fe) yang diperbolehkan ada yaitu hanya dalam konsentrasi 1,0 mg/lt saja dan untuk air minum yaitu 0,3 mg/l.

  Menurut Permenkes RI Nomor 416 tahun 1990, untuk syarat kimia air yaitu kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang masih diperbolehkan ada dalam air bersih adalah Fe (01,0 mg/l) dan Mn (0,5 mg/l).

  2.6.3. Persyaratan Mikrobiologi

  Syarat biologi yang harus dipenuhi di dalam air yang digunakan untuk kebutuhan domestik adalah tidak boleh mengandung mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan. Mikroorganisme tersebut seperti bakteri total coliform. Menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990, total coliform yang diperbolehkan dalam air perpipaan adalah 10 per 100 ml air sedangkan untuk non perpipaan adalah 50 per 100 ml air.

  2.6.4. Persyaratan Radioaktif

  Adanya zat radioaktif di lingkungan tentu saja sangat membahayakan. Hal ini disebabkan zat radioaktif ini bersifat sangat reaktif karena mengandung radiasi yang tinggi. Di dalam air, zat radioaktif ini biasanya ada akibat bahan radioaktif dibuang langsung ke lingkungan air. Zat radioaktif dapat menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar dan kerusakan ini berupa kematian serta perubahan komposisi genetik. Perubahan genetik dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi (Mulia, 2005).

  Air Bersih yang baik yaitu harus memenuhi syarat kesehatan seperti dijelaskan di atas.

2.7.1. Pengertian Air Bersih

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

2.8. Teknologi Penurunan Kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air

  Menurut Said, N.S dan Wahjono, H.D (1999), beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air adalah:

1. Oksidasi

  Cara oksidasi ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu a.

  Oksidasi dengan udara (aerasi) Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air dengan melakukan oksidasi yaitu Fe menjadi Fe(OH)

  3 dan Mn menjadi Mn

  2 O 3 yang tidak larut dalam

  air, kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Proses oksidasi dilakukan dengan menggunakan udara biasa disebut aerasi yaitu dengan cara memasukkan udara dalam air.

  b.

  Oksidasi dengan khlorine (khlorinasi) Khlorine, Cl

  • ) adalah bahan oksidator yang kuat, sehingga meskipun pada pH rendah dan oksigen terlarut sedikit dapat mengoksidasi dengan cepat. Untuk melakukan khlorinasi, khlorin dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan ke dalam air yang jumlahnya diatur

  2 dan ion hipoklorit (OCl Pemakaian kaporit atau kalsium hipokhlorit untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air.

  c.

  Oksidasi dengan kalium permanganat Dalam proses oksidasi Fe dan Mn dengan kalium permanganat, kebutuhan akan kalium permanganat cukup sedikit. Selanjutnya dalam proses akan terbentuk mangan dioksida yang berlebihan. Mangan dioksida ini berfungsi sebagai oksidator yang dapat mengoksidasi Fe dan Mn dalam air tersebut.

  2. Pertukaran ion Penurunan besi dan mangan dengan cara pertukaran ion yaitu dengan cara mengalirkan air baku yang mengandung Fe dan Mn melalui suatu media pertukaran ion. Sehingga Fe dan Mn akan bereaksi dengan media penukar ionnya. Sebagai media penukar ion yang sering dipakai zeolit alami yang merupakan senyawa hydrous silikat aluminium dengan kalsium dan natrium. Selain bahan penukar ion alami ada juga penukar ion tiruan (resin sintetis) yang mempunyai sifat-sifat yang lebih khusus. Ditinjau dari siklus penukar ionnya, ada dua tipe yaitu: penukar ion dengan siklus Na yang regenerasinya dengan memakai larutan NaCl, dan penukar ion dengan siklus H yang regenerasinya dengan menggunakan larutan HCl.

  3. Filtrasi kontak Ada dua cara yang banyak dipakai, yaitu: a.

  2 Filtrasi dengan media filter yang mengandung MnO medianya mengandung MnO

  2 . n

  H

  

2

O. Selama mengalir melalui media

  tersebut Fe dan Mn yang terdapat dalam air baku akan teroksidasi menjadi bentuk Fe(OH)

  3 dan Mn

2 O 3 oksigen terlarut dalam air, dengan oksigen sebagai oksidator.

  b.

  Dengan mangan zeolit Air baku yang mengandung Fe dan Mn dialirkan melalui suatu filter bed yang media filternya terdiri dari mangan-zeolit (K

  2 Z.MnO.Mn

  2 O 7 ).

  Mangan zeolit berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang bersamaan besi dan mangan yang ada dalam air teroksidasi menjadi bentuk ferri- oksida dan mangandioksida yang tak larut dalam air.

4. Soda lime

  Proses ini merupakan gabungan antara proses pemberian zat alkali untuk menaikkan pH dengan proses aerasi. Dengan menaikkan pH air baku sampai harga tertentu maka reaksi oksidasi besi dan mangan dengan cara aerasi dapat berjalan lebih cepat. Zat alkali yang sering dipakai yaitu (CaO) atau larutan kapur [Ca(OH)

  2 ] dan soda api [Na(OH)] atau campuran antara keduanya.

  Cara penambahan zat alkali yakni sebelum proses aerasi. Untuk oksidasi besi, sangat efektif pada pH 8-9, sedang untuk oksidasi mangan baru efektif pada pH >10. Oleh karena pH air baku menjadi tinggi, maka setelah Fe dan Mn nya dipisahkan, air olahan harus dinetralkan kembali. Bakteri besi Pada saringan pasir lambat, pada saat operasi dengan kecepatan 10-30 meter/hari, setelah operasi berjalan 7-10 hari, maka pada permukaan atau dalam media filternya akan tumbuh dan berkembang biak bakteri besi yang dapat mengoksidasi besi atau mangan yang ada dalam air. Bakteri besi mendapatkan energi aktivasi yang dihasilkan oleh reaksi oksida besi ataupun oksida mangan, untuk proses perkembangbiakannya. Dengan didapatkannya energi tersebut maka jumlah sel bakteri juga akan bertambah. Dengan bertambahnya jumlah sel bakteri besi tersebut, maka kemampuan mengoksidasi-nyapun menjadi bertambah pula. Sedangkan besi yang telah teroksidasi akan tersaring/tertinggal dalam filter. Yang termasuk dalam grup Bakteri besi yang banyak dijumpai yaitu: Crenothrix yang dapat menghilangkan besi maupun Mangan.

  6. Filtrasi dua tahap Cara ini sebetulnya untuk menghilangkan / meniadakan proses koagulasi dan sedimentasi yaitu dengan cara melakukan penyaringan 2 (dua) tahap dengan saringan pasir cepat. Setelah proses aerasi, maka senyawa besi dalam bentuk Fe(OH)

  3 larut dalam air dialirkan ke dalam saringan pasir cepat secara

  bertahap. Cara ini dapat menghemat biaya operasi untuk koagulasi dan pengendapan tetapi beban saringan pertama akan cukup besar.

  7. Koagulasi Proses penurunan kadar besi dan mangan dengan cara koagulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

  Koagulasi dengan penambahan bahan koagulan Besi dan mangan banyak terdapat dalam air tanah dan umumnya berada

  2+ 2+ dalam bentuk senyawa valensi 2 atau dalam bentuk ion Fe dan Mn .

  Lain halnya jika besi dan mangan tersebut berada dalam air dalam bentuk senyawa organik dan koloid, misalnya bersenyawa dengan zat warna organik atau asam humus (humic acid), maka keadaan yang demikian susah dihilangkan baik dengan cara aerasi, penambahan khlorine maupun dengan penambahan kalium permanganat. Adanya partikel-partikel halus Fe(OH)

  3 .nH

2 O air juga sukar mengendap dan menyebabkan air menjadi

  keruh. Untuk menghilangkan zat besi dan mangan seperti pada kasus tersebut, perlu dilakukan koagulasi dengan membubuhkan bahan koagulan, misalnya aluminium sulfat, Al (SO ).nH O dalam air yang

  2

  4

  2

  mengandung koloid. Dengan pembubuhan koagulan tersebut, koloid dalam air menjadi bergabung dan membentuk gumpalan (flock) kemudian mengendap. Setelah koloid senyawa besi dan mangan mengendap, kemudian air disaring dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir lambat.

  b.

  Koagulasi dengan cara elektrolitik Ke dalam air baku dimasukkan elektroda dari lempengan logam aluminium (Al) yang dialiri dengan listrik arus searah. Dengan adanya arus listrik tersebut, maka elektroda logam Al tersebut sedikit demi sedikit

  3+

  akan larut ke dalam air membentuk ion Al , yang oleh reaksi hidrolisa air akan membentuk Al(OH)

  3 merupakan koagulan yang sangat efektif.

  3+

  pertikel koloid lain yang bermuatan negatif akan tertarik oleh ion Al sehingga menggumpal menjadi partikel yang besar, mengendap dan dapat dipisahkan. Cara ini sangat efektif, tetapi makin besar skalanya maka kebutuhan listriknya makin besar pula.

  8. Cara lain Khususnya untuk menghilangkan besi yang ada dalam air ada cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan Oksidasi Kontak (Contact Oxydation). Air baku dialirkan melalui saringan pasir atau media lainnya yang permukaannya terlapisi oleh zat oksiferrihidroksida (FeOOH). Pada saat melalui media

  2+ 3+

  tersebut Fe dengan waktu yang sangat singkat akan teroksidasi menjadi Fe dengan zatoksigen yang terlarut (DO) sebagai oksidator.

  Tetapi jika kandugnan oksigen yang terlarut dalam air baku kecil misalnya air tanah, maka air bakunya harus dikontakkan dengan udara dengan cara kontak biasa atau menggunakan peralatan tertentu untuk suplai oksigen. Mekanisme reaksi penghilangan besi dengan oksidasi kontak adalah merupakan reaksi auto-katalitik dengan oksiferrihidroksida (FeOOH) sebagai katalis, yang banyak terdapat pada bijih limonite. Jika dibandingkan dengan cara-cara yang lain, penghilangan besi dengan cara ini mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Cara oksidasi kontak ini mempunyai keuntungan:

  1. Tanpa proses koagulasi dan pengendapan.

  2. Kecepatan filtrasi besar.

  3.

4. Tanpa proses regenerasi.

2.9. Koagulasi dan Flokulasi

2.9.1. Koagulasi

  Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended

  

solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk

  mendispersikan bahan kimia secara merata. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain adalah: a.

  Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok; b. Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid; c.

  Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap.

  Faktor-faktor yang memengaruhi proses koagulasi antara lain: 1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan; 2. Jumlah dan karakteristik koloid; 3.

  Derajat keasaman air (pH); 4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle; 5. Temperatur air 6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur;

  Karakteristik ion-ion dalam air (Mignolo, 2012).

  Koagulasi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: a. Cara elektroforesis

  Dalam cara ini, koloid diberi arus listrik sehingga partikel bergerak ke elektroda yang berlawanan muatannya. Akibatnya partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap di sekitar elektroda itu.

  b.

  Cara pemanasan Suatu koloid jika dipanaskan akan terkoagulasi karena energi partikel menjadi lebih besar, dan tabrakan sesamanya dapat membentuk ikatan dan akhirnya menggumpal.

  c.

  Penambahan elektrolit Koloid yang dapat menyerap ion akan terkoagulasi bila ditambah larutan elektrolit, karena menjadi tidak stabil, contohnya koloid Fe(OH)

  3 bila ditambah 3- 3+

  ion negatif seperti PO . Koloid Fe(OH) distabilkan oleh ion Fe dengan cara

  4

  3 3- 3+

  teradsorpsi di permukaannya. Bila ditambah PO

  4 , mengakibatkan Fe di

  permukaan itu lepas karena membentuk FePO

  4 . Akibatnya koloid menjadi tidak stabil dan terkoagulasi.

  d.

  Mencampur dua macam koloid Bila dua macam koloid yang berlawanan muatannya dicampur akan menimbulkan koagulasi karena ada daya tarik listrik antara keduanya. Contohnya koloid Fe(OH)

  3 dengan As

2 S 3 (Syukri, 1999).

  pada pengolahan air adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Jenis Koagulan NAMA FORMULA BENTUK REAKSI pH DENGAN AIR OPTIMUM

  Aluminium Al

  2 (SO 4 ) 3 . x H

2 O Bongkah, Asam 6,0 – 7,8

  sulfat (tawas), Bubuk

  Alum sulfat, Alum, salum

  Sodium NaAlO

  2 atau Bubuk Basa 6,0 – 7,8

  Na

  2 Al

  2 O

  4

  aluminat Polyaluminium Al (OH) Cl Cairan, Asam 6,0 – 7,8

  n m 3n-m

  bubuk chloride, PAC Ferri sulfat Fe(SO

  4 ) 3 .

  9 H

  2 O Kristal Asam 4 – 9

  halus Ferri klorida FeCl . H O Bongkah, Asam 4 – 9

  3

  6

  2

  cairan Ferro sulfat FeSO 4 .

  7 H

  2 O Kristal Asam >8,5

  halus

  Sumber: Parajaja 2008

2.9.2. Flokulasi

  Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik- menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi (Mignolo, 2012).

  Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu tanaman perdu yang banyak ditemui di Indonesia. Menurut sejarahnya, tanaman kelor (Moringa oleifera), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun berwarna putih, buah bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Di Indonesia, masyarakat lebih memanfaatkan tanaman ini sebagai pembatas lahan ataupun pagar rumah. Tentang manfaat daun, biji, bunga, akar, kulit batang dan getah masih kurang diketahui oleh masyarakat. Hanya sebagian saja yang telah memanfaatkan tanaman kelor ini seperti daun, bunga dan buah sebagai bahan makanan. Namun ada pula masyarakat yang memanfaatkan tanaman ini dalam hubungannya dengan kebudayaan mereka.

  Sejak awal tahun 1980-an oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB, biji kelor digunakan untuk penjernihan air permukaan (air kolam, air sungai, air danau sampai ke air sungai) sebagai pengendap (koagulans) dengan hasil yang memuaskan. Oleh karena rangkaian penelitian terhadap manfaat tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya, sejak awal tahun 1980-an telah dimulai. Untuk biji kelor, kini telah popular digunakan sebagai koagulan untuk mengolah air (Pasaribu, 2011).

2.10.1. Biji Kelor sebagai Koagulan

  Penggunaan biji kelor sebagai koagulan untuk mengolah air telah banyak dibuktikan keberhasilannya. Salah satu penelitian tersebut seperti yang dilakukan efektivitas biji Moringa oleifera sebagai koagulan untuk pemurnian air dan hasilnya adalah biji Moringa oleifera mampu memurnikan air tersebut pada dosis 10 g/l. Pada konsentrasi tersebut sifat koagulan dari biji Moringa oleifera sangat tepat dalam memurnikan air (Amagloh F. K dan Amos B, 2009).

  Biji kelor dapat dimanfaatkan sebagai koagulan disebabkan biji kelor ini mengandung zat aktif berupa 4α-4r-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate yang berfungsi sebagai protein kationik yang mampu mengadsorpsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta air logam dalam air limbah atau air keruh. Zat aktif ini dapat membantu menurunkan gaya tolak-menolak antara partikel koloid dalam air, sehingga dapat digunakan sebagai bahan koagulan dalam proses pengolahan air. Biji kelor sebagai koagulan dapat digunakan dengan dua cara yaitu: biji kering dengan kulitnya dan biji kering tanpa kulitnya. Dapat dimanfaatkan dalam bentuk serbuk ataupun pasta (Ndabigengesere et al dalam Rambe, 2009).

  Untuk mendapatkan biji kelor yang dapat dimanfaatkan sebagai koagulan salah satunya dalam bentuk pasta dengan cara sebagai berikut:

  1. Langkah pertama adalah memilih biji kelor yang telah matang (berwarna kecoklatan)

2. Selanjutnya biji yang telah dipilih dihaluskan hingga berbentuk serbuk 3.

  Serbuk yang dihasilkan tersebut dicampur dengan air hingga berbentuk pasta Jika dalam penggunaannya nanti, pasta ini dapat diencerkan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi biji kelor yang dikehendaki. Misalnya perbandingan aquadest sebesar 100 ml (1 gram serbuk biji kelor: 100 ml aquadest).

2.11. Kerangka Konsep

  Penambahan koagulan Biji kelor per 500 ml air sumur gali dengan konsentrasi :

  20 mg

  • 40 mg
  • 60 mg
  • 80 mg
  • Kadar Besi

  Kadar Besi (Fe) dan (Fe) dan Mangan (Mn) Mangan (Mn) setelah perlakuan dalam Air

  Sumur Gali Cara pengadukan

  • Waktu pengadukan
  • Waktu pengendapan
  • Sesuai Baku Tidak Sesuai Mutu Baku Mutu (Permenkes (Permenkes RI No. 416 RI No. 416 tahun 1990) tahun 1990)
Hipotesis sementara : Ho1 : Ada perbedaan kadar besi (Fe) pada air sumur gali sebelum dan sesudah penambahan berbagai kadar koagulan biji kelor.

  Ho2 : Ada perbedaan kadar mangan (Mn) pada air sumur gali sebelum dan sesudah penambahan berbagai kadar koagulan biji kelor.

  Ha1 : Tidak ada perbedaan kadar besi (Fe) pada air sumur gali sebelum dan sesudah penambahan berbagai kadar koagulan biji kelor.

  Ha2 : Tidak ada perbedaan kadar mangan (Mn) pada air sumur gali sebelum dan sesudah penambahan berbagai kadar koagulan biji kelor.

Dokumen yang terkait

Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Air Sumur Gali di Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012

18 149 84

Efektivitas Briket Kulit Durian Dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Air Sumur Di Perumahan Milala Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014

6 75 81

Efektivitas Saringan Pasir Cepat dalam Menurunkan Kadar Mangan (Mn) pada Air Sumur dengan Penambahan Kalium Permanganat (KMnO4) 1%

21 132 87

Analisis Efektivitas Biji dan Daun Kelor (Moringa oleifera) Untuk Penjernihan Air

0 1 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Pemeriksaan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Pada Air Minum Isi Ulang Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur di Padang Bulan Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air - Efektivitas Koagulan Pac(Poly Aluminium Chloride) Dan Tawas (Alum)Terhadap Logam Besi (Fe) Pada Air Baku Pdam Tirtanadi Hamparan Perak

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Efektifitas Proses Elektrokoagulasi Terhadap Penurunan Kadar Besi Air Sumur

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air 2.1.1. Sifat air - Analisa Kadar Klorida Pada Air Minum Dan Air Sumur Dengan Metode Argentometri

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Analisis Kadar Kadmium, Tembaga, dan Seng dalam Air Sumgai Deli di Kelurahan Pekan Labuhan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 19