BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Analisis Kadar Kadmium, Tembaga, dan Seng dalam Air Sumgai Deli di Kelurahan Pekan Labuhan secara Spektrofotometri Serapan Atom
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Semua makhluk hidup ini memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Khususnya manusia, air diperlukan untuk berbagai keperluan, antara lain rumah tangga, industri, pertanian, dan sebagainya. Dalam memenuhi kebutuhan air, manusia selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas air. Kualitas yang cukup diperoleh dengan mudah karena adanya siklus hidrologi, yakni siklus ilmiah yang mengatur dan memungkinkan tersedianya air permukaan dan air tanah. Namun demikian, pertambahan penduduk dan kegiatan manusia menyebabkan pencemaran sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi persyaratan tertentu sulit diperoleh.
Dalam hal ini masalah pencemaran air dapat diidentifikasikan melalui beberapa cara, antara lain dengan pengamatan tidak langsung dan langsung. Adapun yang dimaksudkan dengan pengamatan tidak langsung melalui keluhan penduduk pemakai air leding berbau bahan kimia. Sebagian lainnya menyaksikan kematian ikan di perairan yang mereka gunakan untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan pengamatan langsung melalui indera untuk mengidentifikasi bau busuk, rasa tidak enak, kekeruhan, pertumbuhan algae dan rumput, dan kematian ikan. Selain itu identifikasi masalah diperoleh dengan mempelajari laporan hasil penelitian dan monitoring yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah maupun swasta. Dari berbagai cara itu, dapat diidentifikasi masalah secara kasar yang menjadi titik tolaknya melakukan penelitian (Sutrisno, 2006).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air, maka klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas sebagai berikut :
Kelas satu, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
b.
Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukann lain yang mempersyratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c.
Kelas tiga, air yang diperuntukannya dapat digunakan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukann lain yang mempersyratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d.
Kelas empat, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk mengairi peternakan, pertanaman, dan atau peruntukann lain yang mempersyratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(http://www.jakartawater.org/images/stories/undang/PP1182.pdf) Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan cyclus Hydrologie. Dengan adanya penyinaran matahari, maka air yang ada di permukaan bumi akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air ini akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi di mana temperatur di atas makin rendah, yang menyebabkan titik – titik air jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir ke dalam tanah, jika menjumpai lapisan rapat air akan berkurang, dan sebagian air akan mengalir di atas lapisan rapat ini. Jika air ini ke luar pada permukaan bumi, maka air ini disebut mata air. Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi, umumnya bebentuk sungai – sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan berkumpul, membentuk suatu danau atau mengikuti siklus hidrologi ini (Sutrisno, 2006).
A. Air Permukaan (Surface Water)
Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface water) dan air tanah
(ground water) . Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa,
dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalir ke suatu badan air disebut water heads atau drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run
off) ; dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run
off) . Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es / salju
(terutama untuk wilayah ugahari), dan sisanya berasal dari air tanah.
Peraiarn permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu badan air tergenang (standing waters atau lentik) dan badan air mengalir (flowing waters atau lotik).
1. Perairan Tergenang (Lentik)
Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk (reservoir), rawa (wetland), dan sebagainya. Perairan tergenang (lentik), khususnya danau, biasanya mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air yang terjadi secara vertikal.
Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat ( 0,001 – 0,01 m/detik ) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu , waktu tinggal air dapat berlangsung lama.
Arus air danau dapat bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki musim.
2. Perairan Mengalir (Lotik)
Salah satu contoh perairan mengalir adalah sungai. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase. Pada perairan sungai, biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada peraiaran lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.
Klasifikasi perairan lentik sangat dipengaruhi oleh intetensitas cahaya dan perbedaan suhu air; sedangkan klasifikasi perairan lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi, dan sedimentasi. Kecepatan arus dan pergerakan air sangat dipengaruhi oleh jenis bentang alam, jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin rumit bentang alam, semakin besar ukuran batuan dasar, dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat (Effendi, 2003).
Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan bahwa air rumusnya adalah : H
2 O + X, dimana X merupakan zat – zat yang dihasilkan air
buangan manusia selama beberapa tahun. Dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X tersebut dalam air akan bertambah dan merupkan masalah.
Faktor X merupakan zat – zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan masalah sebagai berikut : a.
Toksisitas Reaksi – reaksi kimia yang menyebabkan : 1.
Pengendapan yang berlebihan.
2. Timbulnya busa yang menetap, yang sulit untuk dihilangkan.
3. Timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa 4.
Perubahan perwujudan fisik air. Air dapat juga menimbulkan berbagai akibat gangguan kesehatan terhadap si- pemakai. Ini disebabkan karena : a.
Adanya kemampuan dari air untuk melarutkan bahan – bahan padat, mengabsorpsikan gas – gas dan bahan cair lainnya, sehingga semua air alam mengandung mineral dan zat – zat lain dalam larutan yang diperolehnya dari udara, tanah dan bukit – bukit yang dilaluinya. Kandungan bahan atau zat – zat ini dalam air dalam konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek gangguan kesehatan pada si pemkai.
b.
Air sebagai faktor yang utama dalam penularan berbagai penyakit infeksi bakteri – bakteri usus tertentu seperti typus, paratypus, dysentri, baccilair, dam kolera. Dalam hubungannnya dengan kebutuhan manusia akan air minum, dan dengan memperhatikan adanya efek gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan karena pemakaian air tersebut, maka ditetapkanlah kualitas air minum.
(Sutrisno, 2006)
2.2. Ion Renik (Trace) Di Perairan
Ion renik (trace) adalah ion yang terdapat di perairan dalam jumlah yang sangat sedikit, meskipun dapat bersifat racun, masih dapat ditolerir kehaadirannya dalam air asalkan bahan tersebut tidak melebihi konsentrasi yang ditetapkan. Unsur tersebut antara lain kadmium, tembaga dan seng.
Adapun tinjauan secara terperinci terhadap setiap unsur yang tercantum dalam standar persyaratan kualitas kimia air, di bawah ini akan memberikan gambaran yang sedikit lebih jelas tentang sifat pengaruh unsur – unsur tersebut dalam air, sumber dari unsur – unsur dan akibat yang dapat ditimbulkan apabila konsentrasi adanya unsur – unsur tersebut dalam air melebihi standar yang telah ditetapkan.
2.2.1. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam putih keperakan, yang dapat ditempa dan liat. Melebur pada suhu 321 C. Larut dengan lambat dalam asam encer dengan melepaskan hidrogen
(diebabkan potensial elektrodanya yang negatif) :
2+ +
2H Cd ` H + + Cd
2 Kadmium membentuk ion bivalen yang tak berwarna. Kadmiun klorida, nitrat dan sulfat larut dalam air; sulfidanya tak larut dan berwarna khas. Beberapa reaksi ion kadmium (II) : reaksi ini dapat dipelajari paling mudah dengan larutan kadmium sulfat 0,25 M.
1. Hidrogen sulfida (gas atau larutan air jenuh) : endapan kuning kadmium sulfida
: Cd
2+
- H
2 S CdS + 2H
- Larutan amonia bila ditambahkan tetes demi tetes : endapan putih kadmium (II) hidroksida : Cd
2+
- Regensia yang berlebihan melarutkan endapan, membentuk kompleks yang tak berwarna
- 2NH
3 + 2H Kadar kadmium pada perairan tawar alami sekitar 0,0001 – 0,01 mg/L, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,0001 mg/L. Menurut WHO, kadar kadmium maksimal pada air yang diperuntukkan bagi kepentingan pertanian dan peternakan, kadar kadmium sebaiknya tidak melebihi 0,05 mg/L. Untuk melindungi kehidupan pada ekosistem akuatik, perairan sebaiknya memiliki kadar kadmium sekitar 0,0002 mg/L. mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru – paru, menigkatkan tekanan darah, dan mengakibatkan kemandulan pada pria dewasa. Kasus keracunan kadmium yang terkenal adalah timbulnya penyakit Itai – itai di Jepang, ditandai dengan rasa sakit pada tulang dan terjadi pengeroposan tulang. Kadmium juga bersifat sangat toksik dan bioakumulasi terhadap organisme (Effendi, 2003).
4
- (Vogel, 1985)
Cd(OH)
2 + 4NH 3 [Cd(NH 3 ) 4 ] 2+
- 2OH
Kadmium (Cd) merupakan logam yang hingga kini belum diketahui dengan jelas peranannya bagi tumbuhan dan makhluk hidup lain. Di dalam air, kadmium (Cd) terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar kadmium pada kerak bumi sekitar 0,2 mg/kg. Sumber alami kadmium adalah greenocsite (CdS), hawleyite, sphalerite, dan otavite.
Kadmiun banyak digunakan dalam industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen, baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik, tekstil dan plastik.
Kadmium karbonat dan kadmium hidroksida memiliki sifat kelarutan yang terbatas. Garam – garam kadmium (klorida, nitrat, dan sulfat) dapat berupa senyawa kompleks organik dan anorganik, atau terserap ke dalam bahan tersuspensi dan sedimen dasar. Pada pH yang tinggi kadmium mengalami pengendapan.
2 O Cd(OH) 2 + 2NH
Kadmium dapat menyebabkan keracunan yang akut pada manusia yang mendapat unsur tersebut dari makanan. Konsentrasi ini dalam ginjal dan hati tikus akan meningkatkan pada keadaan di mana kepada tikus tersebut, diberikan air dengan konsentrasi Cd 0,1 – 10 mg/L. Secara individual, pemberian air dengan konsentrasi Cd rata – rata 0,047 mg/L tidak memberikan gejala. Unsur ini tidak penting dan tidak menguntungkan.
Konsentrasi air minum dengan konsentrasi Cd yang melebihi standar yang ditetapkan, akan menyebabkan unsur tersebut berakumulasi dalam jaringan tubuh sehingga dapat menimbulkan batu ginjal, gangguan lambung, kerapuhan tulang, mengurangi hemoglobin darah, dan pigmentasi gigi (Sutrisno, 2006).
2.2.2. Tembaga (Cu)
Tembaga adalah logam merah muda,yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada suhu 1038 C. Karena elektroda potensial standarnya positif, (+0,34 V untuk
2+
pasangan Cu/Cu ), tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan mudah melarutkan tembaga.
Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa – senyawa tembaga (I) diturunkan
- dari tembaga (I) oksida Cu 2 O yang merah, dan mengandung ion tembaga (I) Cu .
Senyawa – senyawa ini tidak berwarna, kebanyakan garam tembaga (I) tak larut dalam air, perilakunya mirip senyawa perak (I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga (II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO, hitam. Garam – garam tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air; warna ini benar – benar khas hanya untuk ion tetraakuokuprat (II)
2+
[Cu(H
2 O) 4 ] saja. Batas terlihatnya warna ion kompleks tersebut adalah 500 µg dalam
4
batas konsentrasi 1 dalam 10 . Garam – garam tembaga (II) anhidrat, seperti tembaga (II) sulfat anhidrat CuSO , berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air
4
selalu terdapat ion kompleks tetraakuo; demi kesederhanaan biasa disebut sebagai ion
2+ tembaga (II) Cu saja (Vogel, 1985).
Tembaga atau Copper (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan, termasuk algae, tembaga berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam transpor elektron dalam proses fotosintesis. Garam – garam tembaga divalen, misalnya tembaga klorida, tembaga sulfat, dan tembaga nitrat bersifat sangat mudah larut dalam air; sedangkan tembaga karbonat, tembaga hidroksida, dan tembaga sulfida bersifat tidak mudah larut dalam air. Apabila masuk ke dalam perairan alami yang alkalis, ion tembaga akan mengalami presipitasi dan mengendap sebagai tembaga hidroksida dan tembaga karbonat.
Kadar tembaga pada kerak bumi sekitar 50 mg/kg. Sumber alami tembaga adalah chalcopyrite (CuFeS
2 ), copper sulfida (CuS), malachite [Cu 2 (CO 3 )(OH) 2 ], dan
elektronika, dan sebagai cat anti karat (anti fouling). Tembaga (CuSO .5H O) juga
4
2
digunakan sebagai algasida untuk membasmi algae yang tumbuh secara berlebihan di perairan. Sebagai algasida, tembaga menghambat penyerapan silika oleh diatom sehingga menggangu proses pembentukan frustule. Tembaga karbonat digunakan sebagai molusida yang berfungsi untuk membunuh Moluska.
Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya < 0,02 mg/L. Air tanah dapat mengandung tembaga sekitar 12 mg/L. Pada perairan laut , kadar tembaga berkisar antara 0,001 –m0,025 mg/L. Kadar tembaga maksimum pada air minum adalah 0,1 mg/L. Defisiensi tembaga dapat mengakibatkan anemia; namun, kadar tembaga yang berlebihan dapat mengakibatkan air menjadi berasa jika diminum dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Kadar tembaga yang tinggi juga dapat mengakibatkan korosi pada besi dan aluminium (Effendi, 2003).
Tembaga merupakan satu unsur yang paling penting dan berguna untuk metabolisme. Konsentrasi batas dari unsur ini dapat menimbulkan rasa pada air bervariasi 1 – 5 mg/L. Konsentrasi 1 mg/L merupakan batas konsentrasi tertinggi untuk mencegah timbulnya rasa yang tidak menyenangkan.
Dalam jumlah kecil Cu diperlukan untuk pembentukan sel – sel darah merah, namun dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah, selain dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Konsentrasi standar maksimum yang ditetapkan oleh Dep. Kes R.I. untuk Cu ini adalah sebesar 0,05 mg/L sebagai batas maksimal yang diperbolehkan. (Sutrisno, 2006).
2.2.3. Seng (Zn)
Seng adalah logam yang putih kebiruan; logam ini cukup mudah ditempa dan liat pada suhu 110 - 150 C. Seng melebur pada 410 C dan mendidih pada 906 C. Logamnya yang murni, melarut lambat sekali dalam asam dan alkali; adanya zat
- – zat penceemar atau kontak dengan platinum atau tembaga, yang dihasilkan oleh penambahan beberapa tetes larutan garam dari logam – logam ini, mempercepat reaksi. Ini menjelaskan larutnya seng – seng komersial. Yang terakhir ini dengan mudah larut dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer dengan mengeluarkan hidrogen :
2H + Zn H
2 Pelarutan akan terjadi dalam asam nitrat yang encer sekali, pada mana tak ada
gas yang dilepaskan :
2+ - + +
4Zn + 10H + NO
4Zn + NH + 3 H O
3
4
2 Dengan bertambah pekatnya konsentrasi asam nitrat, akan terbentuk dinitrogen
oksida (N 2 O), nitrogen oksida (NO).
Asam nitrat pekat mempunyai pengaruh yang kecil terhadapa seng, karena rendahnya kelarutannya seng nitrat dalam suasana demikian. Dengan asam sulfat pekat, panas, dilepaskan belerang dioksida :
2+ 2-
Zn + 2H
2 SO
4 Zn + SO 2 + SO 4 + 2H
2 O
Seng juga larut dalam hidroksida alkali, pada mana tertrahidroksozinkat (II) :
- 2-
Zn + 2OH + 2H
2 O [Zn(OH) 4 ] + H
2 Seng membentuk hanya satu seri garam; garam – garam ini mengandung kation seng (II), yang diturunkan dari seng oksida, ZnO (Vogel, 1985) Seng (zinc) termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah yang berlimpah di alam. Kadar seng pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg. Kelarutan unsur seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Seng yang berikatan dengan klorida dan sulfat mudah terlarut, mudah terserap dalam sedimen dan tanah. Silika terlarut dapat meningkatkan kadar seng, karena silika mengikat seng. Jika perairan bersifat asam, kelarutan seng meningkat. Kadar seng pada perairan alami < 0,05 mg/L; pada perairan asam mencapai 50 mg/L; dan pada perairan laut 0,01 mg/L.
Sumber alami utama seng adalah calamine (ZnCO
3 ), sphalerite (ZnS),
smithsonite (ZnCO ), dan wilewmite (Zn SiO ). Seng digunakan dalam industri besi
3
2
4 baja, cat, karet, tekstil, kertas, dan bubur kertas.
Seng termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi untuk menbantu kerja enzim. Seng juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein. Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan bahwa seng tidak bersifat toksik bagi manusia, akan tetapi pada kadar yang tinggi dapat menimbulkan rasa pada air (Effendi, 2003)
Unsur ini penting dan berguna dalam metabolisme, dengan kebutuhan per hari 10 – 15 mg. Pada konsentrasi 675 – 2280 mg/L dapat menyebabkan muntah. Dengan garam – garam seng, akan menjadi seperti susu pada konsentrasi 30 mg/L dan menjadi beras logam pada konsentrasi 40 mg/L. Batas konsentrasi tertinggi sebagai standar yang akan ditetapkan harus di bawah batas konsentrasi yang dapat menimbulkan rasa.
Dalam jumlah kecil merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zn dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Dalam jumlah besar unsur ini dapat menimbulkan rasa pahit dan sepat pada air minum.
Konsentrasi standar maksimum yang ditetapkan oleh Dep. Kes. R.I untuk Zn ini adalah 0,1 mg/L untuk batas maksimum yang dianjurkan, dan sebesar 0,5 mg/L sebagai
2.3. Spektrofotometri Serapan Atom
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis – garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak bergantung pada cara – cara spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan spektroskopi serapan atom atau atomic absorption
spectroscopy (AAS). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi
rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi.
Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka ia bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak pada berbagai spesies dalam suatu campuran dalam suatu campuran dapat saja terjadi.
Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur – unsur dengan tingkat tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan benyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada temperatur. Metode serapan sangatlah spesifik. Logam – logam yang membentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar (Khopkar, 2008)
2.3.1 Teori Spektrofotometri Serapan Atom
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom – atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedangkan kalium 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat – tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalkan unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi
2
2
6
1
1s 2s sp 3s , tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing – masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 dan 330 nm. Kita dapat memilih di antara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis – garis resonansi. Garis – garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita – pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya (Khopkar, 2008)
2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
Skema komponen – komponen pada sebuah spektrofotometri serapan atom secara
Gambar 2.1 : Skema komponen – komponen Spektrofotometri Serapan Atom A.Lampu katoda berongga
Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal dengan sebagai lampu pijar hollow katoda. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom – atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang – panjang gelombang tertentu. (Khopkar, 2008).
B. Nyala
Nyala yang digunakan pada SSA harus mampu memberikan suhu ≥ 2000 K. Untuk mencapai suhu setinggi ini biasanya digunakan gas pembakar dalam suatu gas pengoksida (oksidan) seperi misalnya udara dan nitrogen oksida (N
2 O). Suhu
maksimum yang dihasilkan pada pembakaran berbagai campuran gas pembakar dengan gas pengoksida adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 : Jenis – jenis gas pembakar pada SSAGas pembakar Gas oksidan Temperatur (K) Asitilena Udara 2400 – 2700 Asitilena Dinitrogen oksida 2900 – 3100 Asitilena Oksigen 3300 – 3400
Hidrogen Udara 2300 – 2400 Hidrogen Oksigen 2800 – 3000
Sianoen Oksigen 4800 C.
Monokromator
Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk memencilkan garis resonansi dari semua garis tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.
Dalam kebanyakan instrumen komersial digunakan kisi difraksi karena sebaran yang dilakukan oleh kisi lebih seragam dari pada yang dilakukan prisma, dan akibatnya instrumen kisi difraksi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang jangka panjang gelombang yang lebih lebar.
D. Detektor
Dalam spektrofotometer serapan atom, mengingat kepekaan spektral yang lebih baik yang diperlakukan, digunakan penggandaan foton. Keluaran dari detektor diumpankan ke suatu sistem peragaan yang sesuai, dan dalam hubungan ini hendaknya diingat bahwa radiasi yang diterima oleh detektor berasal tidak hanya dari garis resonansi yang telah diseleksi tetapi dapat juga timbul dari emisi dalam nyala. Emisi ini dapat disebabkan oleh emisi atom yang timbul dari atom – atom yang sedang diselidiki, dan dapat juga dari emisi pita molekul.
E. Amplifier sampai ke rekorder.
F. Rekorder
Rekorder pada instrumen SSA berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital, yaitu dengan satuan absorbansi. Isyarat dari detektor dalam bentuk tenaga listrik akan diubah oleh rekorder dalam bentuk nilai bacaan serapan atom.
(Maria, 2009)
2.3.2 Pengukuran Kuantitatif
Pengukuran secara kuantitatif dapat dibuat dengan menggunakan kurva kalibrasi sebelumnya atau dengan metode dari penambahan standar. Dalam kasus yang berbeda, kondisi pengeoperasian harus dioptimalkan terlebih dahulu dengan menganggap rentang konsentrasi sampel yang diduga dan kelinieran tanggapan. Ini termasuk pemilihan garis resonansi yang semestinya (biasanya dibuat tabel referensi), pengaturan lampu yang sesuai, temperatur nyala dan laju penguapan sampel, penempatan pembakar dan lebar celah monokromator. Larutan standar yang terbaik disiapkan dengan pencairan yang semestinya dari 1000 ppm larutan yang tersedia dan harus disesuaikan sedekat mungkin dengan komposisi kasar untuk sampel – sampel ini. Presisi yang relatif dari sebuah pengukuran serapan atom adalah baik, dalam banyak kasus 0,5 -2 % dapat dicapai tanpa kesulitan dimana digunakan nyala atomisasi. Presisi untuk metode tanpa nyala walau bagaimana pun sering jauh lebih buruk sebagai hasil beberapa gangguan yang akan dibahas di bawah. Kurva kalibrasi selalu menunjukkan lengkungan terserapnya radiasi yang mencapai detektor atau ketika setengah lebar dari garis emisi dari lampu yang semestinya atau melampaui garis absorbansi. Radiasi yang tidak terserap dapat dijangkau detektor banyaknya sumber, termasuk garis emisi dari unsur katoda mendekati garis resonansi yang terpilih atau gas pengisi, sebaran radiasi dalam monokromator dan radiasi yang melewati nyala atau penguapan sampel. (Fifield, 1987)
2.3.1 Interferensi
Yang dimaksud dengan gangguan – gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa
- – peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atai lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan – gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut : 1.
Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat – sifat tertentu matriks sampel dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar / gas pengoksidasi. Sifat – tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap.
Gangguan matrik yang lain adalah pengandapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya terdapat dalam sampel.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Terbentuknya atom – atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu :
Disosiasi senyawa – senyawa yang tidak sempurna b. Ionisasi atom – atom di dalam nyala 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul – molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Gangguan ini dapat diatasi dengan cara sebagai berikut : a.
Penggunaan nyala / suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga c. Pengekstrasian unsur yang akan dianalisis d. Pengekstrasian ion atau gugus pengganggu 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption). Gangguan ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom – atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel – partikel padat yang berada di dalam nyala. Cara mengatasinya adalah dengan bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi.
(Gandjar, 2008)