Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

PENGELOLAAN KEKAYAAN YAYASAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG YAYASAN

A. Tinjauan tentang Yayasan

  Pengertian Yayasan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2001 disebutkan bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

  Dari pengertian tersebut tujuan Yayasan adalah bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap. Yayasan merupakan badan hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan ataupun Perseroan Terbatas. Yayasan tidak mempunyai anggota atau pesero, karena dalam hal Yayasan yang dianggap badan hukum

  50 adalah sejumlah kekayaan berupa uang dan lain-lain benda kekayaan.

  Ali Rido mengemukakan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum, yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak; pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk tujuan tertentu, dengan penunjukan bagaimana

  51 kekayaan itu harus diurus dan dipergunakan.

  Menurut Chidir Ali Yayasan adalah suatu badan hukum yang didirikan dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan 50 51 Tumbuan, Fred BG. Op.Cit, hal 8 Ali Rido. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

  Koperasi,Yayasan, Wakaf . Bandung : Alumni, 1986, hal. 112 kekayaan dan atau penghasilan kepada pendiri atau penguasanya di dalam Yayasan itu, atau kepada orang-orang lain, kecuali sepanjang mengenai yang

  52 terakhir ini adalah sesuai dengan tujuan Yayasan yang idealistis.

  Chidir Ali menyatakan bahwa Yayasan diciptakan dengan suatu perbuatan yakni pemisahan suatu harta kekayaan untu tujuan yang tidak mengharapkan keuntungan (altruistishe doel) serta penyusunan suatu organisasi (berikut Pengurus), dengan mana sungguh-sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-

  53 alat itu.

  Mengikuti pandangan Meijers maka Yayasan terdapat pokok-pokok sebagai berikut : a. penetapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya; b. tidak memiliki anggota; c. tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berakibat jauh dalam tujuan organisasi; d. perwujudan dari suatu tujuan, terutama dengan modal yang diperuntukkan

  54 untuk itu.

  Menurut A. Pitlo, sebagaimana halnya untuk tiap-tiap perbuatan hukum, maka untuk pendirian Yayasan harus ada sebagai dasar suatu kemauan yang sah.

  Selanjutnya perbuatan hukum itu harus memenuhi tiga syarat materil, yaitu adanya pemisahan harta kekayaan, tujuan dan organisasi, serta satu syarat formil

  52 53 Chidir Ali. Badan Hukum. Bandung : Alumni, 1987, hal. 86 54 Ibid. hal. 86 Ibid. hal. 86

  yakni surat. Yayasan adalah suatu badan hukum tanpa diperlukan turut campurnya

  55 penguasa (pemerintah).

  Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa Yayasan merupakan suatu badan usaha yang lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk mencari keuntungan, melainkan tujuannya ialah untuk melakukan

  56 usaha yang bersifat sosial.

  Selanjutnya dapat dikemukakan, bahwa untuk adanya Yayasan perlu : 1. adanya pemisahan modal yang nyata sedemikian rupa, hingga orang yang menghendaki pemisahan itu atau ahli warisnya tidak lagi mempunyai kekuasaan secara nyata atas kekayaan yang dipisahkan itu; bahwa ia/mereka karena tindakannya/mereka tidak dapat mengambil kekayaan itu tanpa diketahui orang lain, dan tanpa adanya suatu penghalang;

  2. adanya perumusan secara jelas dari tujuannya yang diperkenankan, dan sedikit banyak ditentukan untuk tujuan mana modal dan penghasilannya disediakan secara kekal atau sedikit banyak kekal; 3. adanya pengisian atau penunjukan Pengurus dalam penguasaan kekayaan dan penghasilannya dalam batas-batas yang ditetapkan dalam sub 1 dan sub 2, kecuali bila dapat diatur dengan jalan lain berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perUndang -Undangan;

  4. bahwa untuk mencapai tujuannya itu ada kehendak, tidak sekedar menyerahkan pengurusannya itu kepada suatu badan hukum yang telah ada, tetapi untuk mewujudkan suatu badan hukum baru guna

  57 keperluan tersebut.

  Pada dasarnya untuk pendirian Yayasan diperlukan, sebagaimana dikemukakan Chatamarrasjid: 1. syarat-syarat materiil

  a. harus ada suatu pemisahan kekayaan suatu tujuan; b. suatu organisasi. 55 Hayati Soeroredjo dalam ma

  kalahnya : “Status Hukum dari Yayasan dalam Kaitannya 56 dengan Penataan Badan-Badan Usaha di Indonesia “, hal. 7. 57 Rochmat Soemitro. Op.Cit, hal. 9 Chidir Ali, Op. Cit. hal. 88-89.

  58 2. syarat-syarat formal dengan akta otentik.

  Suatu Yayasan sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal sebagai berikut: a. harus bertujuan sosial dan kemanusiaan; b. tujuannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perUndang-

  Undangan, ketertiban umum dan kesusilaan; c. dana Yayasan berasal dari harta kekayaan para pendiri yang dipisahkan dari sumbangan masyarakat; d. kekayaan yang dipisahkan oleh para pendiri untuk mendirikan Yayasan haruslah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Yayasan tersebut; e. fasilitas yang diperoleh dan dana yang berhasil dihimpun oleh Yayasan harus dipergunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan Yayasan, bukan untuk kepentingan para pendirinya, Pengurus Yayasan atau pihak ketiga kecuali untuk tujuan sosial; f.

  Yayasan dapat melakukan usaha atau kegiatan yang menghasilkan laba, tetapi memperoleh laba bukanlah tujuannya dan laba yang diperoleh harus digunakan untuk tujuan sosial (nonkomersial).

  g.

  Yayasan harus terbuka untuk partisipasi masyarakat luas, di samping para karyawannya.

  Tujuan Yayasan haruslah bersifat idealistis, sosial dan kemanusiaan. Keberadaan Yayasan disebabkan oleh sifat dan tujuannya yang bukan komersial. Berbagai kemudahan yang diperoleh Yayasan seperti kemudahan dalam pendiriannya, cara pengumpulan dana, sumbangan dari masyarakat, subsidi pemerintah dan fasilitas perpajakan tidak terpisahkan dari tujuan Yayasan yang bersifat sosial dan kemanusiaan itu. Hal ini lebih jelas terlihat dari pendirian Yayasan yang tidak boleh bertujuan melakukan 58 pemberian/ kontra prestasi kepada para pendiri atau para pengurusnya, Chatamarrasjid.Op.Cit, hal. 46. ataupun kepada pihak ketiga kecuali bila yang disebut terakhir ini

  59 dilakukan dengan tujuan sosial.

  Yayasan dapat melakukan berbagai kegiatan atau usaha. Lebih tegas Yayasan dapat melakukan kegiatan yang memperoleh laba, tetapi mengejar laba bukanlah tujuannya. Kegiatan dengan tujuan mengejar laba harus tidak diperbolehkan memilih bentuk badan hukum Yayasan, tetapi bentuk badan hukum lain yang tersedia untuk maksud mengejar laba seperti Perseroan Terbatas

  60 umpamanya.

  Yayasan boleh memperoleh laba dengan melakukan berbagai kegiatan usaha, sejauh laba yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan idealistis, sosial dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan agar Yayasan tidak

  61 bergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan.

  Mengenai siapa pemilik Yayasan, diantara berbagai kemungkinan seperti pendiri, penerima sumbangan, dan masyarakat; maka secara filsafati masyarakatlah yang paling mungkin merupakan pemilik dari Yayasan itu. Pendiri dan penerima sumbangan tidak mungkin merupakan pemilik Yayasan. Pendiri atas kehendaknya sendiri telah memisahkan sebagian dari kekayaannya untuk Yayasan; sedangkan penerima sumbangan terbatas atas apa yang diberikan oleh Yayasan, dan harus dipergunakan sesuai dengan tujuan Yayasan, dan harus dipergunakan sesuai dengan tujuan Yayasan, sebagaimana ditetapkan oleh pendiri/anggaran dasar Yayasan. Dalam hal Yayasan bubar, maka sisa harta kekayaan Yayasan, yaitu setelah dikurangi kewajiban-kewajibannya, hutang-hutang dan lain sebagainya, harus diberikan kepada Yayasan lain dengan tujuan yang sama

  62 atau hampir sama, atau menjadi milik Negara.

B. Mengelola Kekayaan Yayasan Indonesia

  Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, 59 60 Ibid, hal. 221. 61 Ibid, hal. 221. 62 Ibid, hal. 222.

  Ibid, hal. 222. keagamaan, dan kemanusiaan. Pertimbangan hakikinya adalah bahwa sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang mau tidak mau harus atau setidaknya mempunyai keinginan untuk memperhatikan nasib kehidupan sosial mereka, atau dalam arti kata memberikan cinta kasih dan menambah arti dan kualitas hidup yang positif bagi sesamanya. Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal (philantropic) untuk mewujudkan keinginan manusia, dan karena itu keberadaannya dirasakan membawa manfaat positif dari sisi sosial kemanusiaan.

  Mengapa demikian? Karena Yayasan tidak semata-mata mengutamakan profit atau mengejar mencari keuntungan dan/atau penghasilan sebesar-besarnya

  63 sebagaimana layaknya badan usaha lainnya.

  Yayasan sebagai badan hukum merupakan “artificial person” (orang ciptaan hukum) yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia selaku wakilnya. Yayasan sangat tergantung pada wakil- wakilnya dalam melakukan perbuatan hukum, karenanya agar Yayasan dapat dengan mudah melakukan perbuatan hukum tersebut Yayasan harus mempunyai organ. Ketiadaan organ menyebabkan Yayasan tidak dapat berfungsi dan mencapai maksud dan tujuan pendiriannya. Dalam menjalankan kegiatan usahanya Yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ Yayasan. Yang

  64

  termasuk sebagai organ Yayasan adalah:

  a. Pembina; 63

  b. Pengurus; 64 Chidir Ali, Op.Cit, hal 11 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hal. 93.

  c. Pengawas.

  65 Tugas dan tanggung jawab organ Yayasan bersumber pada: (i)

  ketergantungan Yayasan kepada organ tersebut mengingat bahwa Yayasan tidak dapat berfungsi tanpa organ, dan (ii) kenyataan bahwa organ adalah sebab bagi keberadaan (

  raison d’etre) Yayasan, karena apabila tidak ada Yayasan, maka juga tidak akan ada organ.

  Antara Yayasan dengan (masing-masing) organ terdapat fiduciary relationship (hubungan kepercayaan) yang melahirkan fiduciary duties.

  Adanya hubungan kepercayaan atau fiduciary relationship antara Yayasan dengan organnya berarti bahwa keberadaan organ adalah semata-mata demi kepentingan dan tujuan Yayasan yang dipertegas dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Guna menjaga fiduciary relationship dan fiduciary duties antara Yayasan dengan organ Yayasan, maka Undang-Undang Yayasan juga mengatur mengenai adanya larangan perangkapan jabatan dan larangan menerima gaji, upah, atau honor tetap, yang tidak lain gunanya menghindari conflict of interest antara kepentingan Yayasan dengan kepentingan pribadi

  66 organ Yayasan.

  Kekayaan Yayasan yang berasal dari kegiatan usaha maupun dari sumbangan pihak ketiga, merupakan milik Yayasan dan sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) tidak boleh dibagikan atau dialihkan kepada Pembina, Pengurus, maupun Pengawas Yayasan. Aturan main yang demikian, tujuannya untuk menghindari agar sebuah Yayasan jangan sampai disalahgunakan untuk mencari dana atau keuntungan bagi para personel organ Yayasan. Juga untuk melindungi Yayasan, supaya Yayasan tetap dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Cara yang demikian sebagai cara yang terbuka bahwa dalam mengelola kekayaan Yayasan tidak tergantung kepada kemauan Pembina, Pengurus, atau pegawai Yayasan. Masing-masing organ Yayasan maupun pegawai Yayasan dapat mengontrol pengelolaan kekayaan Yayasan. 65 66 Ibid, hal 94 Bahari Adib, Prosedur Pendirian Yayasan, Pustaka Yustitia. Yogyakarta. 2010, hal 10

  Pada dasarnya Yayasan sebagai suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Hal ini memberi makna bahwa kekayaan Yayasan terpisah dari kekayaan pendiri ataupun kekayaan organ-organ terkait. Selain itu Yayasan merupakan subjek hukum (entitas hukum) mandiri yang tidak bergantung pada keberadaan organ Yayasan, dalam pengertian bahwa organ Yayasan bukanlah pemilik Yayasan melainkan sebagai pengelola kelangsungan hidup Yayasan, di mana organ Yayasan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan kekayaan Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan

  67 Yayasan.

  Kecenderungan masyarakat untuk mendirikan Yayasan guna berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tetapi sering dijadikan sebagai suatu wadah untuk memperkaya diri pribadi dari organ-organ Yayasan itu sendiri, sering menimbulkan beragam permasalahan terutama berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang tercantum dalam anggaran dasar Yayasan. Prinsip Yayasan pada masa itu jauh dari indikasi adanya penerapan transparansi, di mana hanya penyantun dan organ Yayasan yang mengetahui jumlah kekayaan dan bentuk kegiatan usaha Yayasan yang sebenarnya. Ada anggapan bahwa orang luar (dalam hal ini masyarakat) tidak berhak untuk mengetahui dan campur tangan dalam urusan

  68 Yayasan.

C. Penyebab Penyimpangan Pengelolaan Yayasan

  Penyebab dari penyimpangan bersumber pada peraturan perUndang- Undangan. Dalam berbagai peraturan perUndang-Undangan dapat ditemukan ketentuan yang mensyaratkan penyelenggaraan suatu kegiatan dilakukan oleh Yayasan. Di sektor pendidikan, universitas swasta harus dikelola oleh Yayasan. Demikian pula dengan sektor kesehatan yang mensyaratkan rumah sakit didirikan dalam bentuk yang sama. Padahal, sebagaimana diuraikan diatas, tidak semua kegiatan pendidikan ataupun kesehatan hanya bersifat sosial. Bagi mereka yang ingin mendirikan lembaga pendidikan atau rumah sakit untuk tujuan komersial 67 68 Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 3.

  YB. Sigit Hutomo, “Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360” Approach on Fondation, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 139 tentunya tidak mempunyai pilihan lain selain menggunakan Yayasan sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perUndang-Undangan. Akibatnya adalah Yayasan didirikan untuk sekedar memenuhi persyaratan peraturan perUndang-Undangan. Padahal Yayasan tersebut dikelola sebagaimana layaknya sebuah PT yang merupakan badan hukum yang mencari keuntungan.

  Ketiga, Yayasan digunakan sebagaimana layaknya PT. Yayasan demikian didirikan dengan maksud sebenarnya untuk mencari keuntungan baik langsung maupun tidak langsung. Banyak contoh untuk hal ini. Yayasan didirikan untuk memiliki saham, untuk mengelola gedung secara komersial, bahkan biro perjalanan yang menawarkan perjalanan ke tempat- tempat suci sering menggunakan Yayasan sebagai badan “usaha”-nya. Masuk dalam katagori ini adalah perusahaan-perusahaan yang mendirikan Yayasan untuk mendapat keringanan pajak. Padahal selain mendapat keringanan pajak, perusahaan tersebut akan terkesandimata banyak orang sebagai tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi juga mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat (kegiatan ini sering disebut sebagai image building). Pada

  69 contoh ini keuntungan diperoleh secara tidak langsung.

  

D. Prinsip Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelola Kekayaan

Yayasan

  Peranan Pengurus amat dominan pada suatu organisasi. Pada Yayasan Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.

  Sebelum adanya Undang

  • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, sering terjadi Pendiri merangkap sebagai Pengurus atau demikian sebaliknya. Hal ini mengakibatkan sering timbulnya kepentingan pribadi dari Pengurus Yayasan tersebut yang merugikan Yayasan dalam menjalankan kegiatannya.

  69 diakses 11 Januari 2013

  Peran Pengurus dalam Undang

  • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 39. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas. Larangan perangkapan jabatan dimaksud untuk meghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.

  Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan baik didalam maupun di luar Yayasan. Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan kepengurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata

  • – mata untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Adapun yang dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.

  Kewenangan Pengurus meliputi : a.

  Melaksanakan kepengurusan Yayasan b.

  Mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan c. Mengangkat dan memberhentikan pelaksanaan kegiatan Yayasan d.

  Bersama – sama dengan anggota Pengawas mengangkat anggota pembina jika Yayasan tidak lagi mempunyai pembina e.

  Mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian, jika Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu f.

  Menandatangani laporan tahunan bersama – sama dengan Pengawas g.

  Mengusulkan kepada pembina tentang perlunya penggabungan

  70 h.

  Bertindak selaku likuidator jika tidak ditunjuk likuidator. Disini nampak bahwa Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan yaitu melaksanakan kepengurusan dan mewakili Yayasan. Sehubungan dengan tugas dan kewenanagan tersebut, Undang

  • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap anggota Pengurus
  • 70 Chatama Rasjid, Op.Cit, hal 17
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan menjalankan tugasnya tidak mematuhi ketentuan anggaran dasar Yayasan sehingga

  71

  mengakibatkan kerugian bagi Yayasan atau pihak ketiga. Ketentuan ini merupakan konsekwensi dari fidusiary relationship antara Yayasan dengan Pengurus selaku organ Yayasan.

  Undang

  • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 memberi kebebasan kepada Yayasan untuk mengangkat anggota Pengurus, yang tidak harus berasal dari dalam Yayasan. Jika ada anggota
  • – Pengurus yang diangkat dari luar Yayasan sama sekali tidak dilarang. Undang Undang Yayasan dalam hal ini menganut azas bebas dan terbuka dalam pengangkatan Pengurus. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau

  72 Pengawas. Larangan merangkap jabatan ini. menurut penjelasan Pasal 31 Ayat

  (3) Undang

  • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut, untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus, Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.

  Ketentuan Pasal 31 ayat (2) maupun Pasal 40 ayat (3) menghendaki agar pengangkatan anggota Pengurus maupun Pengawas, syaratnya adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. Namun bukan berarti semua orang dapat diangkat dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti aspek pendidikan dan pengalaman, aspek kemampuan dan tanggung jawab, aspek menejerial dan profesional. 71 72 Anwar Borahima, Op. Cit, Hal 222

Pasal 31 ayat (3) Undang

  • – Undang Nomor 16 Tahun 2001
Pembina, Pengurus dan Pengawas dilarang merangkap jabatan dan masing-masing harus bekerja secara profesional. Pihak ketiga dapat mengawasi kerja dari organ Yayasan tersebut, sebagai bagian pengawasan dari luar untuk menyelesaikan permasalahan Yayasan secara represif. Jadi lembaga pemerikasaan di sini sebenarnya juga untuk menilai profesionalitas personel organ Yayasan.

  Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali setelah jabatan pertama berakhir untuk masa jabatan 5 tahun dan ditentukan dalam anggaran dasar, dan tidak ditentukan untuk berapa kali pengangkatan. Pengurus yang baru harus meberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia

  

73

tentang pergantian Pengurus sebelumnya.

  Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pengurus yang tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dapat dibatalkan oleh pengadilan, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan yang mewakili kepentingan umum. Dalam hal Pengurus selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam anggaran dasar susunan Pengurus sekurang kurangnya terdiri dari atas seorang ketua, seorang sekretaris dan

  74 seorang bendahara.

  Dalam praktek, seorang ketua Pengurus Yayasan harus dapat menjadi penggerak Yayasan yang mendorong Yayasan untuk bergerak mencapai

  • – maksud dan tujuannya. Oleh karenanya sebelum berlakunya Undang Undang Yayasan, biasanya yang diangkat menjadi ketua Yayasan adalah para pencetus tujuan Yayasan dan para pendiri Yayasan dengan masa jabatan yang tidak dibatasi. Namun dengan berlakunya Undang –Undang

  Yayasan, hal itu tidak dimungkinkan lagi oleh karena Undang

  • – Undang
  • 73 Yayasan telah secara tegas mengatur pembatasan masa jabatan dan 74 Pasal 32 dan 33 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 Barohima Anwar, Kedudukan Yayasan di Indonesia: Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung

      jawab Yayasan, Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010, hal 57 mekanisme pemberhentian dan penggantian Pengurus Yayasan termasuk

      75 didalamnya adalah ketua Pengurus Yayasan.

      Pengurus Yayasan mewakili Yayasan didalam dan di luar pengadilan. Pengurus Yayasan menerima pengangkatan berdasarkan kepercayaan atau

    • – berdasarkan fiduciary duty. Hal ini terlihat dalam Pasal 35 ayat (2) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Undang – Undang ini pun membedakan antara Pengurus dan Pelaksana Kegiatan Yayasan. Jika Pengurus tidak menerima gaji, upah, atau honorarium, maka terbuka kemungkinan pembayaran kontraprestasi bagi pelaksana kegiatan Yayasan.

      Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan jika terjadi perkara didepan pengadilan antara Yayasan dan anggota Pengurus yang bersangkutan.

      Juga dalam hal terdapat kepentingan yang berbeda antara anggota Pengurus dan

      76

      kepentingan Yayasan. Kewenangan Pengurus juga dibatasi dalam hal

    • – hal yang mengikat Yayasan sebagai penjamin hutang, pengalihan kekayaan Yayasan, atau

      77 pembebanan atas kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.

      Jika Pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.

      Yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan Yayasan yang dituangkan dalam anggaran dasar Yayasan tersebut. Dalam hal Yayasan melakukan 75 Sunardiati Maria Kusumastuti Arie, Hukum Yayasan di Indonesia, PT Abadi. Jakarta. 76 2003, hal 15

      Pasal 36 ayat (1) Undang 77 – Undang Nomor 16 Tahun 2001

      Pasal 37 ayat (1) Undang

    • – Undang Nomor 16 Tahun 2001
    perbuatan hukum ultra vires, yang diluar batas kecakapannya, maka perbuatan hukum tersebut batal demi hukum. Guna menghindari pembatalan tersebut, maka diperlukan penafsiran atau rumusan maksud dan tujuan Yayasan, berpegang pada pengertian yang lazim menurut kebiasaan, dan memperhatikan sejauh mana perbuatan tersebut dapat menunjang kegiatan Yayasan dalam rangka pencapaian maksud dan tujuan

    78 Yayasan.

      Undang-Undang Yayasan juga membuka kemungkinan Pengurus bertanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita oleh Yayasan. Jika kepailitan terjadi karena kesalahan Pengurus, Pengurus dapat bertanggung jawab secara tanggung renteng, kecuali Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, Pengurus yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan dalam mengurus suatu Yayasan, selama 5 (lima) tahun sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat menjadi Pengurus

    79 Yayasan manapun.

      Pengurus dalam Yayasan yang akta pendiriannya belum disahkan menjadi badan hukum, apabila melakukan perbuatan hukum yang dilakukannya atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng, hal ini disebabkan kerena belum disahkannya akata pendirian Yayasan, berarti ketentuan tentang tata cara pengangkatan Pengurus yang diatur didalam anggaran dasarnya belum sah.

      Berlakunya Undang

    • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, berarti telah terjadi reformasi terhadap Yayasan terutama yang berhubungan dengan anggaran dasar. Reformasi yang perlu dilakukan mencakup aspek organ Yayasan (Pembina, Pengurus dan Pengawas) serta wewenang masing
    • – masing unsur organ Yayasan, pengelolaan kegiatan usaha Yayasan menjadi jelas sehingga tidak menjadi tempat persembunyian harta oleh para pendirinya dan pengelolaan kegiatan usaha

      80 Yayasan haruslah dikelola secara profesional.

      Mengenai pertanggungjawaban Pengurus terhadap kegiatan usaha Yayasan berkaitan erat dengan prinsip fiduciary relationship antara Yayasan dengan Pengurus selaku organ Yayasan oleh karena adanya perbuatan ultra vires 78 yang mengakibatkan kerugian bagi Yayasan atau pihak ketiga. Kesalahan 79 Barohima Anwar, Op.Cit, hal 59 80 Sunardiati Maria Kusumastuti Arie, Op.Cit, hal 18 YB, Sigit Hutomo, Op.Cit, 2002, hal 144

      Pengurus tersebut merupakan kesalahan langsung karena telah menyebabkan kerugian maupun kesalahan karena ikut menyebabkan kerugian. Untuk itu maka tanggung jawab kegiatan usaha Yayasan sangat penting dilakukan oleh setiap Pengurus berdasarkan prinsip kehati

    • – hatian dan tanggung jawab. Pengelolaan kegiatan usaha Yayasan berkaitan erat dengan pengelolaan harta kekayaan Yayasan, karena hasil kegiatan usaha merupakan salah satu bentuk pendapatan yang menjadi harta kekayaan

    81 Yayasan.

      Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan

      

    82

      untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan

    83 Yayasan. Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang

      bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan

      84 anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.

      Yayasan sangat bergantung pada organ Pengurus sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsinya. Sehingga antara Yayasan dengan organ Pengurus terdapat fiduciary

      relationship yang melahirkan fiduciary duties. Pengurus hanya berhak dan

      berwenang bertindak atas nama dan untuk kepentingan Yayasan serta dalam batas

    • – batas yang ditentukankan dalam Undang – Undang Yayasan dan anggaran dasar Yayasan. Setiap tindakan yang dilakukan Pengurus diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak akan mengikat Yayasan. Hal ini berarti, Pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah bertanggung jawab mempergunakan wewenang yang dimilikinya berdasarkan anggaran dasar Yayasan, untuk tujuan yang patut yang sesuai dengan maksud dan

      85 tujuan Yayasan yang tertuang dalam anggaran dasar Yayasan.

      Pengurus tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi bila keuntungan tersebut diperoleh karena kedudukannya sebagai Pengurus pada Yayasan itu. 81 Wijaya Gunawan, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Konprehensip, Elex Media 82 Komputindo, Jakarta, 2002, hal 44

      Pasal 35 ayat (1) Undang 83 – Undang Nomor 16 Tahun 2001

      Pasal 35 ayat (2) Undang 84 – Undang Nomor 16 Tahun 2001 85 Pasal 35 ayat (5) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 Wahyono,L, Boedi, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau Komersial, Novindo Pustaka Mandiri,Jakarta : 2001, hal 38 Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang

    • – Undang Nomor 16 Tahun 2001 dengan tegas menyatakan bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Dari ketentuan Pasal 1 angka (1), maka Pengurus mempunyai tanggung jawab agar dapat mengelola harta kekayaan yang dipisahkan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada akta pendirian Yayasan. Dalam melakukan pengelolaan harta tersebut sepenuhnya diarahkan untuk dapat mencapai tujuan pendirian Yayasan dengan melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha Yayasan yang sebaik mungkin.

      Pasal 5 ayat (1) Undang

    • – Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 mengatur tentang harta kekayaan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang – Undang ini, dilarang dialihkan untuk dibagikan secara langsung atau tidak langsung baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas. Dengan adanya ketentuan ini maka dengan sendirinya setiap Pengurus Yayasan tidak dibenarkan menerima pengalihan harta Yayasan dengan alasan apapun.

      Ditinjau dari aspek manajerial, agar Yayasan dapat tumbuh berkesinambungan dalam mencapai maksud dan tujuan Yayasan, maka Yayasan kiranya perlu mempertimbangkan hal

    • – hal berikut : 1.

      Pendiri dan Pengurus harus bersedia meninggalkan kepentingan pribadi secara sukarela menyumbangkan pikiran dan sumber daya lainnya bagi pencapaian maksud dan tujuan Yayasan.

      2. Visi dan misi Yayasan harus dirumuskan dengan jelas dan tegas sebagai dasar untuk memberi arah dalam penyusunan rencana strategis dalam pencapaian maksud dan tujuan Yayasan.

      3. Pengelolaan Yayasan harus dijalankan secara transparan, karena pemodal, masyarakat, dan pemerintah menuntut adanya keterbukaan dan akuntabilitas yang baik.

      4. Profesionalisme pengelolaan Yayasan akan menciptakan citra yang positif dimata pemodal, masyarakat dan pemerintah. Dengan citra yang positif akan memudahkan Yayasan menggalang dukungan dan partisipasi berbagai pihak dalam menggali sumber perdanaan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.

      5. Pengelolaan Yayasan dilakukan secara efektif dan efisien sebagaimana halnya suatu organisasi bisnis, namun dana yang dihasilkan diperuntukkan sepenuhnya untuk pencapaian maksud dan tujuan Yayasan. Pengelolaan Yayasan dilakukan berdasarkan prinsip profesinalisme dan tidak cukup hanya dengan idealisme.

      6. Manajer dan karyawan harus diberikan kompensasi yang layak kerena mereka harus dituntut berprestasi sebagaimana layaknya maneger perusahaan biasa. Untuk menutupi pengeluaran yang tinggi Yayasan harus menciptakan gagasan yang kreatif dan kegiatan yang menghasilkan nilai tambahan (added value) sehingga dengan mudah mendapat dukungan dan simpati masyarakat serta tentunya akan dapat menghasilkan dana bagi Yayasan.

      7. Yayasan harus menciptakan kegiatan dan program yang kreatif yang berorientasi pasar. Program yang berorientasi pasar akan sangat disukai oleh konsumen sehingga memudahkan Yayasan menggali sumber pendanaan untuk mendukung kegiatanya. Untuk itu sudah layaknya Yayasan mengimplementasikan strategi pemasaran dalam upaya mengidentifikasi potensi pasar, menciptakan program yang dibutuhkan masyarakat dan melakukan promosi atas program – program tersebut. Pemasaran bukan lagi dominasi dunia bisnis, tetapi sudah saatnya dilakukan oleh Yayasan. Strategi pemasaran yang berhasil akan menciptakan kepuasan konsumen, meningkatkan partisipasi konsumen, meningkatkan dukungan publik, dukungan pemodal serta meningkatkan efisiensi.

      8. Pengelolaan keuangan dilakukan secara profesional berlandaskan prinsip transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Walaupun uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang Yayasan tidak dapat menjalankan kegiatannya. Oleh karena itu,pembukuan harus diselenggarakan dengan tertib dan informasi keuangan dihasilkan tepat waktu sehingga dapat dimanfaatkan oleh Pengurus untuk tujuan evaluasi. Pengawasan dan perencanaan.

      9. Pengurus harus meningkatkan pemahaman tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan serta berbagai aspek hukum lainnya yang relavan untuk meyakinkan bahwa segala tindakan dan keputusan Yayasan telah sesuai dengan ketentuan perUndang-

      86 86 Undangan yang berlaku.

      HP.Pangabean, Op.cit, hal 157 Apabila Yayasan memiliki kegiatan kegiatan usaha maka pendapatan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha tersebut perlu dicatat secara terpisah. Bahkan Yayasan dapat membentuk badan usaha tersendiri yang mengelola kegiatan bisnis dari Yayasan. Kegiatan usaha dari badan usaha yang dimiliki oleh Yayasan dapat mencakup antara lain, kesenian dan budaya, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan. Kegiatan usaha tersebut sebaiknya diserahkan kepada orang yang memiliki kompetensi dalam pengelolaannya, sehingga tidak dianggap merugikan oleh pembina,

      

    87

    Pengurus dan Pengawas Yayasan.

      Keuntungan dari kegiatan komersial ini akan menjadi sumber penerimaan kas bagi Yayasan dan keuntungan ini tidak boleh dibagikan kepada pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan. Hal ini bertentangan dengan kebiasaan Pengurus Yayasan di masa lalu, seringkali hasil usaha Yayasan itu untuk pribadi, bahkan akta pendirian Yayasan seringkali dijadikan alasan untuk mengalihkan

      88 harta kekayaan Yayasan kepada Pengurus (dan anak keturunnya).

      Dalam mengelola kegiatan usaha Yayasan Pengurus harus selalu mengedepankan pengelolaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas yaitu ikhtisar laporan tahunan disampaikan Pengurus ke dalam rapat tahunan pembina dan apabila rapat tahunan pembina menyetujui ikhtisar laporan tersebut, berarti memberikan perlunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada para anggota Pengurus dan Pengawas atau pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan

      89 selama satu tahun buku.

      Pertanggung jawaban dalam melaksanakan kegiatan usaha Yayasan harus dilakukan secara transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Untuk dapat menentukan siapa yang dapat bertanggung jawab terhadap kerugian pada penyelenggaraan usaha Yayasan, maka yang bertanggung jawab itu siapa yang melakukan kesalahan, apabila Pengurus yang melakukan kesalahan atau kelalaian maka penguruslah yang melakukan pertanggung jawaban, akan tetapi apabila kesalahan itu merupakan kesalahan

      90 87 penyelenggara usaha maka penyelenggaralah yang bertanggung jawab. 88 YB. Sigit Hutomo, Op.Cit, hal 80 89 Ibid, hal 131 90 Ibid, hal 132 Ibid , hal 133 Akan tetapi bagi Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat atau negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan dimanapun. Namun tentang pertanggung jawaban Pengurus terhadap kerugian penyelenggaraan kegiatan Yayasan, Pengurus dapat juga dipersalahkan. Hal ini berdasarkan Pasal 1367 Ayat (1) Kitab Undang

    • – Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang
    • – orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada dibawah pengawasannya.

      91 Setiap kerugian yang terjadi dalam penyelenggaraan kegiatan usaha

      Yayasan harus dapat dipertanggung jawabkan Pengurus, terutama pertanggung jawaban ini akan disampaikan pada rapat Dewan Pembina setahun sekali. Apabila pembina bermaksud untuk mendirikan suatu kegiatan usaha yang mempergunakan modal dari harta Yayasan, maka pembina harus mengusulkan hal ini kepada Pengurus, pembina tidak dibenarkan menyelenggarakan kegiatan usaha Yayasan tanpa sepengatahuan Pengurus. Sebab dalam organ Yayasan, pembina hanya berwenang untuk menetapkan kebijakan umum dan rancangan anggaran tahunan, hal ini dipertegas dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang

    • – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang – Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang – Undang dan kewenangan pembina meliputi : 1. Keputusan untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar Yayasan.

      2. Pengangkatan dan Pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas Yayasan. 91 Ibid , hal 134

      3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan, 4. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.

      Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa Pembina hanya berwenang untuk menetapkan kebijakan

    • – kebijakan umum sesuai dengan Anggaran Dasar Yayasan bukan mengurusi operasional penyelengaraan kegiatan Yayasan apalagi Pembina sampai merangkap jabatan sebagai penyelenggara kegiatan Yayasan, maka hal ini

      92

      sangat bertentangan dengan Undang – Undang Yayasan yang ada.

      Dalam menjalankan tanggung jawab tugasnya seorang Pengurus harus berlandaskan pada prinsip :

      1. Fiduciary duty adalah prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercaya oleh Yayasan kepada Pengurus.

      2. Duty of skill and care adalah prinsip yang menunjuk kepada kemampuan serta kehati

    • – hatian tindakan Pengurus.

      3. Statutory duty adalah prinsip yang berkaitan dengan kekuasaan dan

      93 wewenang serta tanggung jawab Pengurus Yayasan.

      Ketiga prinsip ini menuntut Pengurus untuk bertindak secara hati

    • – hati dan disertai dengan iktikad baik semata
    • – semata untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Sebagai badan yang berbadan hukum (artificial Person) Yayasan tidak bertindak sendiri dalam menjalankan segala kegiatannya. Untuk itu diperlukan o
    • – orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan Yayasan tersebut, sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Yayasan. Orang
    • 92<
    • – orang yang akan

      Nindyo Pramono, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen Kedudukan Hukum Yayasan di Indonesia , Penerbit Andi, Yogyakarta. 2002, hal 66

    93 Tumbuan, Fred BG.Op.Cit, hal 36

      menjalankan, mengelola dan mengurus Yayasan dalam Undang

    • – Undang Yayasan pasal 2 disebut dengan istilah organ Yayasan.

      94 Fiduciary (fidusia) dalam bahasa latin dikenal sebagai fiduciaries yang

      berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dipegang seseorang untuk kepentingan orang lain

      Fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh Pengurus dengan penuh

      tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (Yayasan). Seseorang memiliki kepastian fiduciary duty jika bisnis yang ditransaksikannya, harta benda atau kekayaan yang dikuasainya bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Orang yang memberikan kewenangan tersebut memiliki kepercayaan yang besar kepadanya. Sebagai pemegang amanah, wajib memiliki itikad baik dalam menjalankan tugasnya.

    95 Berdasarkan fiduciary duty, Pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah

      berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pembina/pendiri, jadi harus berbuat

      bonafide ,

      96

      untuk kepentingan Yayasan secara keseluruhan dan bukanlah untuk kepentingan pribadi organ Yayasan, serta harus sesuai dengan tujuan dan maksud Yayasan.

      Pengurus bertanggung jawab sepenuhnya atas kepengurusan Yayasan, baik untuk kepentingan maupun tujuan Yayasan serta mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan azas persona standi in judicio. Pengurus bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar.

      94 Pasal 2 Undang

    • – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa Yayasan mempunyai oragan yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
    • 95 Munir Fuady, Perseroan Terbatas-Paradikma Baru, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 33 96 Bonafide berarti : in or with good faith, honestly,opernly, and sincerely, withaout deceit or fraud, etc. (Black’s Law Dictionary) Berdasarkan kewenangan yang ada, Pengurus harus mampu mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar Yayasan selalu berjalan pada jalur yang benar atau layak. Hal ini ditegaskan dalam Undang- Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Pasal 35 yaitu : 1.

        Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

        2. Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.

        3. Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan,

        4. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.

        5. Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga

        Ketentuan dalam Pasal 35 ayat (1) artinya, kegiatan yang dilakukan dan keputusan yang diambil, harus dilakukan demi kepentingan dan tujuan Yayasan dan Pengurus tidak boleh mengatasnamakan Yayasan untuk melakukan segala sesuatu di luar kepentingan dan tujuan Yayasan, kepentingan pribadi dan atau

        97

        orang lain. Dengan demikian Pengurus harus mampu menghindarkan Yayasan dari tindakan 97 – tindakan ilegal, bertentangan dengan peraturan dan kepentingan

        Wahyono Darmabrata,” Implomentasi Good Corporate Govermance Menyikapi Bentuk

      • – Bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas

        Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22. Nomor 6 Tahun 2003, hal 31 umum serta bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat dengan organ Yayasan lain. Pada Pasal 35 ayat (2) menunjukan bahwa Pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty.

        Bilamana Pengurus berbuat untuk keuntungan bagi diri mereka sendiri, atau pihak ketiga, atau merugikan Yayasan, perbuatan tersebut memperlihatkan tidak adanya iktikad baik dari para Pengurus tersebut. Ada 2 (dua) prinsip standar yang harus dipenuhi oleh Pengurus dalam membuat keputusan. Pertama, ia harus dilakukan dengan iktikad baik untuk kepentingan Yayasan, dan ke dua, harus dibuat untuk tujuan yang benar sesuai dengan tujuan Yayasan.

        Pengurus juga berpedoman pada prinsip

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

7 121 117

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 60 257

Analisis Hukum Prinsip Transparansi Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Studi Pada Yayasan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya)

1 56 132

Konsekuensi Hukum Yayasan Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 29 152

Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 44 174

Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004

0 24 158

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 11