Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MENURUT

UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 28 TAHUN 2004

TESIS

Oleh

SA’ADAH

067005023/HK

S

E K O L AH P

A S

C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009


(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MENURUT

UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 28 TAHUN 2004

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SA’ADAH

067005023/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009


(3)

Judul Tesis : PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 28 TAHUN 2004

Nama Mahasiswa : Sa’adah Nomor Pokok : 067005023 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota

(Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 2 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum 4. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH


(5)

ABSTRAK

Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, ada yang mendirikan sekolah dan/atau perguruan tinggi, emberikan bea siswa bagi siswa-siswa dan mahasiswa berprestasi, membiayai pengiriman tenaga pengajar untuk belajar, dalam rangka peningkatan kegiatan akademis, atau memberikan dana untuk mengadakan penelitian (research), dan sebagainya. Yayasan didasarkan pada prinsip-prinsip nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjamin mutu, layanan prima, non diskriminasi, keragaman, keberlanjutan dan partisipatif.

Mencermati ketentuan Undang-Undang Yayasan dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, menjadi menarik untuk diteliti secara hukum mengenai tugas dan wewenang Pengurus Yayasan Pendidikan, sistem pertanggungjawaban Pengurus Yayasan atas pelanggaran prinsip fiduciary duty, dan pertanggungjawaban Pengurus Yayasan setelah keluarnya ketentuan hukum pendidikan, berkaitan dengan hal tersebut dilakukan penelitian dengan metode penelitian hukum normatif.

Hasil penelitian menunjukan: 1). Pengurus Yayasan merupakan organ Yayasan yang melaksanakan tugas pengurus yayasan (Eksekutif) dan tugas perwakilan Yayasan (Representatif). Pengurus dalam menjalankan tugas kepengurusannya diberikan wewenang yang lingkup dan batasannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar Yayasan yang meliputi seluruh tindakan pengurusan dan tindakan representasi serta wajib menjalankan berdasarkan itikad baik, kehati-hatian, kecermatan, dan kesungguhan. Batasan-batasan ini tidak boleh dilanggar oleh pengurus pada saat menjalankan wewenangnya. 2). Hubungan pengurus dengan Yayasan sebagai badan hukum, didasarkan pada hubungan kepercayaan (Fiduciary Relationship). Pengurus Yayasan merupakan trustee bagi Yayasan guna mencapai maksud dan tujuan Yayasan, sehingga dalam menjalankan tugasnya, ia harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang lahir dari hubungan kepercayaan tersebut (Fiduciary Duty) yang meliputi duty of skill and care, dan standard of care, serta kewajiban-kewajibannya yang lahir dari perundangan (Statutory duty). 3). Badan Hukum Pendidikan yang menjalankan fungsi pendidikan dasar dan menengah memiliki organ representasi kepentingan badan hukum pendidikan, yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum dan organ pengelolaan pendidikan yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan. Sedangkan Badan Hukum Pendidikan yang menjalankan fungsi pendidikan tinggi memiliki organ representasi pemangku kepentingan, organ menjalankan fungsi pendidikan tinggi memiliki organ representasi pemangku kepentingan, organ pengelola pendidikan, organ audit bidang non-akademik yang menjalankan fungsi non audit non-akademik, dan organ representasi pendidikan yang menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik.


(6)

ABSTRACT

The foundation which move in education field, there are some build schools and/or university, give scholarship for achievements pupils and students, supporting in sending teachers to study, in the way to increase academic activity, or give fund for doing research etc. The foundations which was based on non profit principles, autonomous, accountable, transparent, quality guaranteed, first rate service, non discrimination, religious, sustainable and participated.

By pay attention to Foundation Act and National Education System Act and Educational Legal Entity Act, it is interesting to examine in law about duty and competence of Education Foundation Management, Foundation Management’s responsibility system on the violation of fiduciary duty principle, and foundation management’s responsibility after the release of rules about educational legal entity. As related with those things, the research was done by using normative law research methodology.

The research result showed that: 1). The foundation management is the part of foundation who manage the foundation (executive) and as the foundation representation. The manager in doing his management duty was given some competences which its area and limit had been decided in Foundation Statutes which include all the management act and representation act and so should do it based on good will, duty of care, accuracy and seriousness. These limitations can not be violate at the time runs his competences. 2). The relation of manager with foundation as legal entity, was based on fiduciary relationship. The foundation manager is a trustee for the foundation to reach the purpose and goal of foundation, so that in doing his duty, he should do the obligations which come from the fiduciary duty relations, such as duty of skill and care, and standard of care, and his obligations which come from laws (statutory duty). 3). Education legal entity which runs based and middle education functions has a body who represent the interest of education legal entity, who runs the general policy decision function and education manager who runs the education management function. Meanwhile the education legal entity which runs high education function has functionary needed representation, education management body, auditor of non academic field who runs the non academic audit function, and representation body who runs the supervisor of academic policy.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Magister Humaniora pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, hal ini kiranya dapat dimaklumi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Wakil Direktur beserta seluruh staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.


(8)

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini. 4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku

Dosen Pembimbing yang penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan ide serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini.

5. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum dan Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Para Guru Besar dan staf pengajar Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

7. Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S-2 dan mengabdikan ilmu di almamater tercinta.

8. Seluruh staf pegawai Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu atas kelancaran seluruh administrasi.

9. Kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda (alm) H. Ismail Effendi beserta Ibunda (alm) Hj. Siti Rahma, yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang, menanamkan budi pekerti yang luhur serta iman dan taqwa kepada Allah SWT, semoga arwah mereka mendapat tempat yang sebaik-baiknya disisiNya.


(9)

Begitu juga kepada kedua mertua saya H.M. Bachtiar Piliang, SH dan Hj. Sari Yusni yang telah memberikan doa, dorongan serta motivasi bagi penulis. 10.Kepada suami tercinta Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS yang selalu

memberikan semangat, motivasi, dan dukungan serta cinta kasihnya, serta anak-anak tersayang Fadlielah Hasanah, Amelia Alsa, Abdul Aziz yang telah memberikan doa, motivasi, pengertian dan cinta kasih bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik.

11.Terima kasih penulis pada rekan-rekan seperjuangan angkatan 2006 Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum: Dian Mandayani, Nasrianti, Yani, Bp. Hemat Tarigan, Asmin Nst, Indra Devi, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhir kata tesis ini dapat diselesaikan hanyalah karena izin Allah SWT semata, dengan memohon izinNya juga penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis.

Medan, Januari 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : Sa’adah

Tempat/Tanggal lahir : Medan, 11 April 1963

Alamat : Jl. Karya Setuju No. 51 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. Sekolah Dasar Negeri No. 94, Medan 1975. 2. SMP Negeri I, Kisaran 1979.

3. SPG Methodist, Medan 1982.

4. D-2 Universitas Terbuka, Jakarta 1999. 5. S-I STIH Graha Kirana, Medan 2001. 6. S-I STKIF Teladan, Medan 2006.

7. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan 2009.

Medan, Maret 2009 Penulis,

Sa’adah NIM. 060760023


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 14

C. Tujuan Penelitian... 14

D. Manfaat Penelitian... 15

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional... 16

1. Kerangka Teori... 16

2. Landasan Konseptual... 22

G. Metode Penelitian... 25

BAB II TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS YAYASAN DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG YAYASAN .... 29

A. Konsep Yuridis Pengurus dalam Pengelolaan Yayasan... 29

1. Kedudukan Hukum Yayasan...………. 29

2. Tujuan Sosial dan Kegiatan Usaha Yayasan...……... 43

B. Tata Cara Pendirian Yayasan... 45

1. Pendirian Yayasan...……….. 45

2. Anggaran Dasar Yayasan...………....… ... 52

3. Kekayaan dan Kepemilikan Yayasan...………. 56


(12)

D. Tanggung Jawab Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-

Undang Yayasan……….. 70

BAB III PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENERAPAN PRINSIP FIDUCIARY DUTY...………... 83

A. Penerapan Prinsip Fiduciary Duty terhadap Pengurus Yayasan....……….... 83

B. Penerapan Prinsip Duty of Skill and Care terhadap Pengurus Yayasan...………. 90

C. Penerapan Prinsip Statuory Duty terhadap Pengurus Yayasan...…... 95

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DI BIDANG PENDIDIKAN..……….. 98

A. Yayasan dan Badan Hukum Pendidikan...………. 98

B. Tujuan dan Asas Pendidikan…..……… 106

C. Pendanaan Pendidikan dan Pengelolaan Pendidikan... 111

1. Pendanaan Pendidikan... 111

2. Pengelolaan Pendidikan... 119

D. Pertanggngjawaban Pengurus Yayasan Pendidikan Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 137

A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 140


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, keberadaan yayasan telah dikenal sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, yang dikenal dengan sebutan “stichting”. Namun tidak ada suatu peraturan yang menegaskan bentuk hukum, tujuan dan kegiatan apa saja yang boleh dilakukan suatu yayasan tersebut.

Stichting dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) hanya disebut dalam beberapa Pasal, antara lain Pasal 365 KUHPerdata, mengenai stichting sebagai wali, dan Pasal 899 KUHPerdata yakni bahwa stichting dapat didirikan sekaligus menerima sesuatu dalam akta notaris yang sama. Ketentuan Pasal 899 KUHPerdata, merupakan pengecualian yang menyimpang, dari ketentuan bahwa seseorang harus ada untuk menikmati sesuatu dari hibah wasiat. Sedangkan dalam pasal-pasal lainnya, yakni Pasal 900 dan Pasal 1680 KUHPerdata tidak menyebutkan secara tegas mengenai stichting tetapi dapat disimpulkan bahwa stichting diakui keberadaannya.1

Tujuan dan kegiatan stichting, termasuk pengaturan mengenai harta kekayaan stichting diatur berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi, karena kebutuhan dan

1

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: PT. Abadi, 2003), hlm. 4.


(14)

dapat diterima dalam masyarakat, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang kemudian berkembang atas dasar yurisprudensi putusan Mahkamah Agung.

Yayasan dalam perkembangannya di Indonesia, setelah Hindia Belanda lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang kemudian menjadi negara merdeka dan berdaulat, terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia dalam Putusan Mahkamah Agung Indonesia Republik Indonesia tanggal 27 Juni 1973 No. 124K/Sip/1973 yang berpendirian bahwa, yayasan merupakan suatu badan hukum, yang kemudian disusul dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975, berpendirian bahwa perubahan wakaf menjadi yayasan dapat saja karena tujuan dan maksudnya tetap.2

Pengaturan yayasan, meskipun belum ada undang-undangnya dan yurisprudensi tidak banyak memutuskan mengenai yayasan, namun tidak mengurangi kenyataan, cepatnya pertumbuhan yayasan. Pertanyaan yang muncul atas kondisi tersebut yaitu apakah yayasan menjadi badan hukum karena berdasarkan undang-undang, seperti halnya pemberian status badan hukum kepada badan hukum lainnya, atau karena berdasarkan kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi saja.3

Kebiasaan dan yurisprudensi yang ada, tidak secara lengkap dan menjamin kepastian hukum tentang yayasan, sehingga sering dijumpai kasus-kasus sengketa

2

Ibid, hlm. 5. 3

Kebiasaan, menurut Prof. Dr. Mr. L.J. van Apeldoorn dalam bukunya berjudul “Pengantar Ilmu Hukum”, Cet. XXIX (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001) hlm. 112-113, adalah peraturan yang timbul dari pergaulan hidup sendiri. Syarat-syarat terutama untuk terbentuknya hukum kebiasaan adalah (a) adanya suatu tindakan menurut garis tingkah laku yang tetap (bersifat materiil), (b) mereka yang mengikutinya pada umumnya menimbulkan kesadaran bahwa mereka sudah semestinya berbuat begitu dan telah memenuhi kewajiban hukum atau bersifat psikologis.


(15)

antara pengurus dengan pendiri atau pihak lain. Kemudian, dalam perkembangannya selama ini di Indonesia, tampak adanya kecenderungan yayasan telah bergerak dalam bidang usaha yang bersifat komersial, artinya, banyak dijumpai yayasan yang sudah mengarah kepada usaha-usaha yang berorientasi profit sebagaimana halnya sebuah perusahaan. Walaupun tidak ada aturan yang melarang yayasan melakukan kegiatan bisnis, akan tetapi pada hakekatnya tujuan yayasan bukanlah profit-oriented, melainkan social oriented. Dengan demikian, hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum berlakunya UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yayasan telah diterima sebagai badan hukum yang dapat melakukan kegiatan bisnis.

Pertumbuhan yayasan, tidak diimbangi dengan pertumbuhan peraturan dan pranata yang memadai bagi yayasan itu sendiri, menyebabkan masing-masing pihak yang berkepentingan memberikan penafsirannya sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka. Hukum bagi yayasan belum berfungsi sebagai sarana pendorong/penggerak kemajuan masyarakat (a social tool engineering) atau sebagai alat pacu pembangunan (an agent of development). Hal ini tampak pada pertumbuhan yayasan-yayasan yang melakukan kegiatan komersial dan berorientasi mencari keuntungan, bahkan ada yayasan yang mengelola lotere (Yayasan Dana Bakti Kesejahteraan Sosial).4

4

Hasbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, (Varia Peradian Tahun IX No. 98 Nopember 1993).


(16)

Ditinjau dari cara pendirian atau pembentukannya, jenis yayasan dapat dibagi dua yaitu yayasan yang didirikan oleh pemerintah termasuk BUMN dan BUMD dan yayasan yang didirikan oleh orang perorangan atau swasta.

Yayasan yang didirikan oleh pemerintah sebelum keluarnya UU Yayasan, ada yang didirikan hanya dengan Surat Keputusan dari Pejabat yang berwenang, dan ada yang didirikan dengan akta notaris. Kekayaan awal yayasan seperti ini dapat diambilkan dari kekayaan negara yang dipisahkan atau dilepaskan dari pemerintah dan dari kekayaan pribadi pendirinya. Pemerintah mendirikan yayasan pada hakekatnya merupakan entitas hukum privat, hal ini perlu dicermati, urgensinya pendirian yayasan oleh pemerintah atau BUMN dan BUMD begitu yayasan didirikan, yayasan tersebut akan berada dalam bingkai hukum privat, ia akan menjadi entitas hukum privat dengan segala konsekuensi yuridisnya. Secara yuridis akan disamakan dengan “hibah”, sehingga segala konsekuensi penggunaan, pengelolaan dan pengawasan atas kekayaan tersebut akan lepas sama sekali dari pihak yang memberikan atau yang menghibahkan.5

Yayasan yang didirikan oleh swasta atau perorangan biasanya dilakukan dengan akta notaris. Kekayaan awal yayasan berasal dari milik para pendiri atau pengurus yayasan bersangkutan.

Pada umumnya yayasan bergerak dalam bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang agama, bidang kebudayaan, dan bidang sosial. Yayasan di bidang pendidikan

5

Nindyo Pramono, Kedudukan Hukum Yayasan di Indonesia, kutipan buku Repormasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 6.


(17)

ada yang mendirikan sekolah, mendirikan perguruan tinggi, memberikan bea siswa bagi siswa-siswa dan mahasiswa berprestasi, membiayai pengiriman tenaga pengajar ke luar negeri atau ke tempat-tempat lain dalam rangka peningkatan kegiatan akademis, atau memberikan dana untuk mengadakan penelitian (research), dan sebagainya.6

Pengertian Yayasan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUY, yaitu “badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Kriteria dan persyaratan tertentu, untuk dapat menjadi suatu badan hukum menurut UUY, yaitu:

1. Kriterianya:

a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;

b. Kekayaan Yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan Yayasan;

c. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan;

d. Yayasan tidak mempunyai anggota. 2. Persyaratan:

Pendirian yayasan sebagai badan hukum harus mendapat pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

6

Abdul Muis, Yayasan sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum dalam Menjalankan Kegiatan Sosial), (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1991), hlm. 1.


(18)

Memperhatikan ketentuan Pasal 1 UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, status Badan Hukum Yayasan, yang pada mulanya berdasarkan sistem terbuka (het open system van Rechtspersonen), menjadi sistem tertutup (de Gesloten systeem van Rechtspersonen), artinya Yayasan menjadi Badan Hukum karena undang-undang (atau berdasarkan undang-undang), bukan berdasarkan sistem terbuka yang berdasarkan pada kebiasaan, doktrin, dan ditunjang oleh Yurisprudensi.7

Sebelum berlakunya UUY, Yayasan sebagai badan hukum (rechtspersoon) sudah sejak lama diakui, meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari Yayasan diperlakukan sebagai legal entity.8

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU Yayasan ditegaskan bahwa Yayasan baru memperoleh status Badan Hukum setelah akta pendiriannya memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia.

Menurut Black’s Law Dictionary Pengertian badan hukum (legal entity) adalah “An entity, other than natural person, two has sufficient existence in legal contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of corporation”.

Selanjutnya, Yayasan bertujuan untuk kegiatan amal (charity), pendidikan (educational), keagamaan (religius), riset (research), atau tujuan kedermawanan lainnya (other benevolent purpose).9

7

Ibid. hlm 89. 8

Setiawan, S.H., Tiga Aspek Yayasan, Varia Peradilan Tahun V, No. 55 April 1990, hlm. 112. 9

Hendri Chambell Black, M.A., Black’s Law Dictionary, cet. 6. (St.Paul, Minnesotta: USA, West Publishing Co, 1990), hlm. 656.


(19)

Berkaitan dengan badan hukum, terdapat ketentuan Staatsblad 1870 No. 64 tentang Rechtspersoonlijkheid van vereenigingen (perkumpulan berbadan hukum) pada Pasal 8 alenia pertama (menurut Engelbrecht), perkumpulan-perkumpulan, yang tidak didirikan sebagai badan hukum menurut peraturan umum (algemeene verordening) atau tidak diakui menurut peraturan ini, dengan demikian tidak dapat melakukan tindakan-tindakan perdata”. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa badan hukum merupakan suatu badan yang mampu dan berhak serta berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata, artinya keberadaan badan hukum bersifat permanen, suatu badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri atau anggotanya, tetapi harus memenuhi segala ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, yang menjadi sumber eksistensi badan hukum tersebut. Sebagai konsekwensinya, keberadaan badan hukum tidak tergantung pada kehendak para pendirinya atau para anggotanya tetapi apa yang ditentukan oleh hukum.

Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya Yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa Yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat idealistis filantropis, atau amal.


(20)

Berkaitan dengan tujuan Yayasan, di Indonesia terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung di mana sebelum berlakunya UUY menjadi acuan bagi Yayasan untuk penentuan tujuan Yayasan adalah laba. Akta Pendirian Yayasan adalah akta yang dibuat di hadapan Notaris yang berisikan keterangan mengenai identitas dan kesepakatan para pihak untuk mendirikan Yayasan beserta Anggaran Dasarnya.10

Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan yayasan, maupun para pengurus serta organ yayasan lainnya.11 Yayasan merupakan

suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai tujuan idiil.12

Sebelum lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, doktrin, dan yurisprudensi. Keberadaan yayasan di Indonesia yang tidak diatur dalam suatu undang-undang telah menimbulkan berbagai masalah, baik masalah yang timbul karena tidak sesuainya maksud dan tujuan yayasan maupun masalah hukum.13

10

AB. Sutanto, Dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum dan Manajemen, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 1.

11

Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia suatu panduan Komprehensif, (Jakarta: Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002), hlm. 4.

12

I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002), hlm. 60. 13


(21)

Organ yayasan terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas14, yang

masing-masing organ tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam melakukan pengelolaan dan pengurusan yayasan.

Pelaksanaan kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh pengurus yayasan. pengurus yayasan menempati kedudukan sentral dalam mengendalikan yayasan dan mempunyai tanggungjawab yang besar, baik ke dalam maupun ke luar.15

Keberhasilan yayasan bergantung kepada organ pengurusnya, sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsi yayasan.16

Dalam melakukan tugasnya, pengurus yayasan didasarkan pada prinsip: fiduciary duty, duty of skill and care, statutory duty, dengan tujuan agar para pengurus dan penyelenggara yayasan melaksanakan tugasnya secara jujur dan adanya itikad baik, sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan dan mempedomani ketentuan prinsip-prinsip yang terdapat dalam doktrin fiduciary duty yang telah disepakati, artinya apabila menyalahi wewenang dari ketentuan yang telah ada, secara internal dan eksternal pengurus yayasan dapat dimintai pertanggungjawabannya.17

Prinsip fiduciary duty berlaku bagi direksi/pengurus dalam menjalankan tugasnya, baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi dari perseroan/yayasan. Pengurus bertanggungjawab sepenuhnya atas

14

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

15

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan, (Bandung: Refika Aditama, 2006). hlm. 68.

16

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: PT. Abadi, 2003), hlm. 104.

17


(22)

kepengurusan, baik untuk kepentingan maupun tujuan yayasan serta mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan,18 sesuai dengan asas persona

standi in judicio, berarti pengurus mewakili yayasan dalam melakukan gugatan atau digugat.

Jika pengurus yayasan melakukan perbuatan-perbuatan di luar batas-batas wewenangnya (di luar tujuan sosial yayasan), badan hukum yayasan tidak terikat dan para pengurus pribadilah yang terikat dan bertanggungjawab sepenuhnya.19

Di samping ketentuan yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan, kewenangan bertindak pengurus dibatasi berdasarkan maksud dan tujuan yayasan, sebagaimana dicantumkan di dalam Anggaran Dasar. Ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar. Anggaran Dasar hanya dapat diubah sesuai dengan keterbukaan aturan yang ada dalam Anggaran Dasar tersebut. Jika ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar tidak ada, serta tidak pula diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka yang dapat mengadakan perubahan Anggaran Dasar adalah Pengadilan.20

Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ yayasan dan kekuatan mengikat Anggaran Dasar. Bagaimanapun dan dengan alasan apapun Anggaran Dasar tidak dapat dikesampingkan. Seandainya pengurus yayasan ingin melakukan perbuatan di luar dari ketentuan Anggaran Dasar, maka yang harus

18

Pasal 35 ayat (2) Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

19

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 2004), hlm. 113.

20


(23)

dilakukan terlebih dahulu adalah dengan cara mengubah Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan UU Yayasan dan Anggaran Dasar itu sendiri, sehingga dengan demikian Pengurus Yayasan hanya menjalankan apa yang dikenal sebagai perwakilan statuter yakni perwakilan berdasarkan Anggaran Dasar Artinya wewenang pengurus tidak timbul dari peraturan perundang-undangan melainkan hanya berdasarkan Anggaran Dasar.21

Berbicara mengenai Badan Hukum Pendidikan, ada berbagai masalah yang timbul dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, diantaranya mengenai hubungan antara Yayasan dan satuan pendidikan. Dalam penjelasan RUU tentang Badan Hukum Pendidikan22 bahwa dalam rangka reformasi di bidang pendidikan,

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah disusun berdasarkan visi pendidikan Nasional. Visi tersebut adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.23

Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan juga mempunyai kesamaan dalam hal pertanggungjawaban pengurus dalam melaksanakan kegiatan yayasan.

21

Ibid. hlm. 114. 22

Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan telah disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang pada tanggal 17 Desember 2008, dan diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009 dengan nama Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4965.

23


(24)

Yayasan sangat tergantung pada wakil-wakilnya dalam melakukan perbuatan hukum, agar yayasan dapat dengan mudah melakukan perbuatan hukum tersebut yayasan harus mempunyai organ

Pembina yayasan merupakan organ mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang atau anggaran dasar. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam yayasan, pembina juga mempunyai tugas utama memonitor usaha pencapaian maksud dan tujuan yayasan dengan mengadakan rapat tahunan untuk melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau, sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan. Ketentuan mengenai rapat pembina diatur dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UUY. Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.

Pengurus yayasan mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan kepangurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata-mata untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Pengurus yayasan diangkat boleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun. Berdasarkan UUY, secara tegas diatur bahwa pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Hak untuk mewakili yayasan tersebut berkaitan dengan tugas-tugas pengurus yayasan sebagai pelaksana kepengurusan yayasan.

Pengawas yayasan adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Yang dapat diangkat menjadi pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan


(25)

perbuatan hukum. Setiap anggota pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, masyarakat, dan/atau negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi pengawas yayasan manapun.24

Satuan pendidikan yang berbentuk badan hukum diperuntukkan bagi pendidikan formal dan pendidikan nonformal yang bertujuan mencerdaskan spiritual, emosional, intelektual, sosial dan psikomotorik.25

Badan Hukum Yayasan bergerak dalam bidang pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjamin mutu, layanan prima, non dikriminasi, keberagaman, keberlanjutan dan partisipatif.26

Salah satu amanah reformasi yang masuk dalam substansi UU Sisdiknas, adalah tentang badan hukum pendidikan. Pasal 53 UU Sisdiknas, Pasal 53 UU Sisdiknas mengatur bahwa penyelenggaraan dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (ayat 1, 2 dan 3). Substansi Pasal 53 UU Sisdiknas yang mencantumkan kata nirlaba, guna membendung liberalisasi pendidikan serta komersialisasi dan kapitalisasi dalam pengelolaan pendidikan formal.

24

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hlm. 107-108. 25

http://www,polarhome.com/pipermail-m/2002-October/000408.html 26


(26)

Mencermati ketentuan UU Yayasan dan UU Pendidikan Nasional, menjadi menarik untuk diteliti secara hukum mengenai tugas dan wewenang pengurus yayasan di bidang pendidikan, sistem pertanggungjawaban pengurus yayasan atas pelanggaran prinsip fiduciary duty, dan pertanggungjawaban pengurus yayasan berdasarkan prinsip badan hukum pendidikan, namun dalam kenyataannya belum sepenuhnya ketentuan tersebut dilaksanakan khususnya yayasan yang menyelenggarakan bidang pendidikan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana tugas dan wewenang pengurus yayasan dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan?

2. Bagaimana prinsip pertanggungjawaban pengurus yayasan atas pelanggaran prinsip fiduciary duty?

3. Bagaimana kedudukan dan tanggung jawab pengurus yayasan dalam bidang pendidikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami tugas dan wewenang pengurus yayasan dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan.


(27)

2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip pertanggungjawaban pengurus yayasan atas pelanggaran prinsip Fiduciary Duty

3. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan dan tanggung jawab pengurus yayasan dalam bidang pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis, maupun secara praktis antara lain, yaitu:

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum perdata terutama berkaitan dengan bidang yayasan, dan juga diharapkan bisa memberikan masukkan bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai yayasan dan tanggung jawab pengurus yayasan.

Secara praktis, penelitian ini untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai tugas dan wewenang pengurus yayasan dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan, prinsip pertanggungjawaban pengurus yayasan atas pelanggaran prinsip fiduciary duty, serta mengetahui dan memahami kedudukan dan tanggung jawab pengurus yayasan dalam bidang pendidikan.

E. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka penelitian tentang: “Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan dalam


(28)

Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004”. Berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal tersebut di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan baik mengenai judul maupun permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya. Dengan demikian, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan yang menentukan bahwa lintas hukum dalan kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang mengatur dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum.

Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal, untuk mengujudkan keinginan manusia, keberadaannya dirasakan membawa manfaat positif, dari sisi sosial kemanusiaan.27

Berbagai macam yayasan dengan berbagai karakteristiknya dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengatasnamakan organisasi nirlaba, ternyata banyak sekali yayasan telah keluar dari jalurnya.28

27

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 2. 28


(29)

Yayasan menjadi semacam holding company yang banyak mendominasi kegiatan ekonomi melalui berbagai Badan Usaha yang diciptakannya. Sebagai akibatnya, yayasan menjadi semacam payung untuk mendukung aktivitas yang bukan lagi bergerak pada bidang sosial, keagamaan, kemanusiaan.29

Pertumbuhan yayasan yang tidak diimbangi dengan pengaturan yang memadai terhadap yayasan itu sendiri, menyebabkan masing-masing pihak yang berkepentingan memberikan penafsirannya sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka.30 Ada kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan dengan

maksud untuk berlindung dibalik status hukum institusi yayasan.

Yayasan tidak cuma dipakai sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan atau kemanusiaan, kadangkala untuk memperkaya diri pendiri, pengurus, serta pengawasnya. Tujuan komersial dan penghindaran pajak yang merugikan negara, bahkan lebih buruk dijadikan sebagai tempat Money Loundering.31

Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, yayasan sebagai badan hukum (rechtspersoon), sudah lama diakui meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari yayasan diperlakukan sebagai legal entity.32

Yayasan sebagai badan hukum merupakan “artificial Persoon” (orang ciptaan hukum) yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia

29

AB. Sutanto, Op.Cit., hlm. 1. 30

Ibid. hlm. 6. 31

Dikutip dari pendapat Akil Muchtar, Anggota Komisi II DPR, dari Fraksi Golkar, yang dimuat dalam “UU Yayasan Harus Cegah Praktek Money Loundering”, (Pelita: 222 Maret 2001, hlm.12.

32


(30)

selaku wakilnya, mengenai wakil Yayasan, sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan dimuat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia dalam Keputusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1977 No. 124K/Sio/1973 dalam Pertimbangannya menyatakan bahwa pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar Pengadilan, setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan secara tegas diatur bahwa pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan.33

Hak untuk mewakili yayasan tentu berkaitan dengan tugas pengurus yayasan sebagai pelaksana kepengurusan yayasan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya yayasan dibina, diurus dan diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah: pembina, pengawas, dan pengurus.34 Yayasan sangat bergantung

pada organ pengurus sebagai organ yang dipercaya untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsinya. Dengan demikian antara yayasan dengan organ pengurus terdapat fiduciary relationship yang melahirkan fiduciary duties, berarti keberadaan organ adalah semata-mata demi kepentingan dan tujuan yayasan yang dipertegas dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.35

Guna menjaga fiduciary relationship dan fiduciary duties antara yayasan dengan organ yayasan, maka Undang-Undang Yayasan juga mengatur mengenai

33

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 99. Perhatikan juga, Pasal 35 angka 1, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001.

34

Ibid. hlm. 93. 35

Frend B.G.Tumbuan, “Kedudukan Hukum Yayasan dan Tugas serta Tanggungjawab Organ Yayasan, Lokakarya Sosialisasi UU Yayasan (Makalah disampaikan pada Lokakarya Sosialisasi UU Yayasan, diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Perseroan dan Kenotariatan (PPHN), (Jakarta: 14 Agustus 2001), hlm. 5.


(31)

adanya larangan perangkapan jabatan dan larangan menerima gaji, upah, atau honor tetap, dengan tujuan guna menghindari conflict of interest antara kepentingan yayasan dengan kepentingan pribadi organ yayasan.36

Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas sesuai dengan penjelasan Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maksud dari larangan perangkapan jabatan tersebut untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan pengawas, yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain.37

Pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pendiri/pembina. Dalam beberapa segi khususnya yang berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip kerja, pengurus suatu yayasan dapat dipersamakan dengan direksi dalam suatu perseroan terbatas. Pengurus yayasan dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Bertindak dengan itikad baik.

b. Memperhatikan kepentingan yayasan, bukan kepentingan pembina, pengawas atau pengurus yayasan.

c. Kepengurusan yayasan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dengan tingkat kecerdasan yang wajar, dengan ketentuan bahwa pengurus tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri. d. Tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan

benturan kepentingan antara kepentingan yayasan dengan kepentingan Pengurus yayasan.38 Hak dalam menjalankan kegiatan usahanya yayasan

36

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 94. 37

Ibid. 38


(32)

dibina, diurus dan diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah: pembina, pengawas, dan pengurus.

Ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi/pengurus suatu perusahaan/yayasan, yaitu:

a. Fungsi manajemen, dalam arti pengurus melakukan tugas memimpin perusahaan/yayasan,

b. Fungsi representasi, dalam arti pengurus mewakili yayasan di dalam dan di luar Pengadilan. Prinsip mewakili yayasan di luar Pengadilan menyebabkan yayasan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh pengurus atas nama dan untuk kepentingan yayasan.39

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2), pengurus yayasan dalam melakukan tugasnya didasarkan pada itikad baik, hal ini menunjukkan bahwa pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty, sedangkan ketentuan Pasal 35 ayat (5) menunjukkan bahwa pengurus di samping fiduciary duty, juga harus melakukan tugasnya berdasarkan statutory duty.40

Konsekwensi hukum dari organ yayasan yang berupa pembina, pengurus, dan pengawas yayasan, yaitu undang-undang melarang organ pengurus yayasan merangkap sebagai anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha yang didirikan yayasan tersebut. Tujuan dari

39

Lihat juga, Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modren dalam Corporate Law & Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002). hlm. 60-61.

40


(33)

undang ini memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan.41

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, diharapkan akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia serta menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.42

Memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dapat disimak bahwa yayasan merupakan:

a. Suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan serta tidak mempunyai anggota, artinya aset yang dimiliki secara khusus hanya boleh digunakan untuk kepentingan tujuan yayasan dan bukan peruntukan bagi orang perorangan yang terlibat dalam yayasan.

b. Tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas yayasan. Dengan kata lain, mereka adalah pekerja sukarela tanpa boleh menerima imbalan uang apapun. Bahkan sebagai organ yayasan, mereka terikat dengan ketentuan yang mewajibkan bahwa yayasan membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan tugas yayasan.

c. Meskipun yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya harus sesuai dengan maksud tujuan yayasan, pembina, pengurus dan pengawas yayasan tidak boleh merangkap sebagai direksi, pengurus, komisaris, ataupun pengawas dari badan usaha tersebut.43

41

L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan antara Fungsi Kariatif atau Komersial, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hlm. 2.

42

Chatamarrasjid, Ais, Op.Cit., hlm. 2. 43


(34)

d. Pembina selaku organ yayasan memiliki wewenang yang tinggi karena dapat mengangkat serta memberhentikan pengurus dan pengawas. Guna membatasi kewenangan tersebut, pembina tidak boleh merangkap menjadi pengurus dan ataupun pengawas.

e. Pengalihan/pembagian kekayaan yayasan baik langsung maupun tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan ataupun pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap yayasan, merupakan tindak pidana.44

2. Landasan Konseptual

Untuk menghindari kesalahpahaman atas istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, berikut dijelaskan maksud dari istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.45

Badan hukum merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia dan merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu rechtspersoon, juga merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (latin), legal persons (Inggris)46

Kekayaan yayasan merupakan modal bagi usaha yayasan yang berasal dari modal para pendiri sebagai modal awal, dan kekayaan yang berasal dari sumber-sumber lain, dan yang dapat diperoleh dari sumbangan atau bantuan tidak menikat,

44

Ibid. 45

Pasal 1 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

46


(35)

wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku47.

Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang atau Anggaran Dasar.48

Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan.49

Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberikan nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.50

Fiduciary adalah memegang sesuatu dalam kepercayaan atau seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain.51

Badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia.52

Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait, secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.53

47

Pasal 26 ayat (1) dan (2) UUY. 48

Pasal 28 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

49

Pasal 31 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

50

Pasal 40 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

51

Chatamarrasjid Ais, Op.Cit., hlm. 109. 52

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Alumni, Bandung, 1989), hlm. 61.

53


(36)

Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal atau nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.54

Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan.

Badan Hukum Pendidikan adalah badan hukum bagi penyelenggaraan dan/ atau satuan pendidikan formal, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.55

Prinsip nirlaba merupakan prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.56

Ketentuan hukum positif dalam aturan-aturan tertulis yang secara jelas memberikan landasan yuridis mengenai Yayasan, dan mengembalikan fungsi Yayasan sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan pendiriannya yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan dan menambah nilai akan keberadaan dan status hukum Yayasan mengenai kewajiban-kewajiban (liabilities),

54

Pasal 1 angka 10 UU Sisdiknas. Pasal 1 angka 8 UUBHP menyebutkan satuan pendidkan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal.

55

http:/pih.diknas.go.id/bhp/ 56

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, yang disahkan pada sidang Paripurna DPR RI tanggal 17 Desember 2008.


(37)

kedudukan dan tugas yang jelas dari pada pendiri, pengawas, pembina dan pengurus, serta memberikan perlindungan hukum bagi aset-asetnya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Berdasarkan objek penelitiannya yang berupa ketentuan hukum positif, maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif.57

Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini juga dilakukan dengan menganalisis hukum baik tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process) atau yang sering disebut dengan penelitian doktrinal.58

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, dengan tujuan mendapatkan hasil secara kualitatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute-approach), dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan membaca, mempelajari dan menganalisa literatur/buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lain.

57

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997). hlm. 36.

58

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah, disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, (USU: Fakultas Hukum, tanggal 18 Pebruari 2003), hlm. 1.


(38)

Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.59

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka sumber bahan hukum berupa:

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri atas buku-buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para ahli, makalah-makalah, dan media internet.60

59

A.M Tri Anggraeini, Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Purse Ilegal atau Rule of Reason, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2003), hlm. 12.

60

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 24.


(39)

c. Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.61

3. Metode Pengumpulan Sumber Bahan Hukum

Metode pengumpulan sumber bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan melalui prosedur pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, bahan hukum yang telah diinventarisasi tersebut, dilakukan klasifikasi serta dianalisis untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian.

4. Analisis Sumber Bahan Hukum

Terhadap bahan hukum, diolah dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif yaitu dengan melakukan: Pertama, menemukan makna atau konsep-konsep yang terkandung dalam bahan hukum (konseptualisasi). Konseptualisasi ini dilakukan dengan cara memberikan interprestasi terhadap bahan hukum berupa kata-kata dan kalimat-kalimat; Kedua, mengelompokan konsep-konsep yang sejenis atau berkaitan (kategorisasi); Ketiga, menemukan hubungan di antara pelbagai kategori; Keempat,

61

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 195-196.


(40)

hubungan di antara pelbagai kategori diuraikan dan dijelaskan. Penjelasan ini dilakukan dengan menggunakan perspektif pemikiran teoritis para sarjana.

Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diseleksi, kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif yaitu bertolak proporsi umum yang kebenarannya telah diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.


(41)

BAB II

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS YAYASAN DALAM

KETENTUAN UNDANG-UNDANG YAYASAN

A. Konsep Yuridis Pengurus dalam Pengelolaan Yayasan 1. Kedudukan Hukum Yayasan

Sebelumnya adanya undang-undang yang mengatur tentang yayasan, kedudukan yayasan sebagai badan hukum (rechtspersoon) sudah diakui, dan diberlakukan sebagai legal entity62, namun status yayasan sebagai badan hukum

dipandang masih lemah karena tunduk pada aturan-aturan yang bersumber dari kebiasaan atau yurisprudensi.

Menurut Black’s Law Dictionary Pengertian Badan Hukum (legal entity) adalah: “An entity, other than natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of corporation.” Berkaitan dengan Badan Hukum, terdapat ketentuan Staatsblad 1870 No. 64 tentang Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen, yang diterjemahkan menurut versi Engelbrecht sebagai berikut: “Perkumpulan-perkumpulan yang tidak didirikan sebagai badan hukum menurut peraturan umum (algemeene verordening) atau tidak diakui menurut peraturan ini, tidak dapat melakukan tindakan-tindakan perdata”.

62


(42)

Badan hukum merupakan suatu badan yang mampu dan berhak serta berwewenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Keberadaan badan hukum bersifat permanen, ia tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri atau anggotanya saja, namun juga harus memenuhi segala ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, yang menjadi sumber eksistensi badan hukum tersebut. Sebagai konsekwensinya, keberadaan badan hukum tidak hanya tergantung pada kehendak para pendirinya atau para anggotanya tetapi apa yang ditentukan oleh hukum.

Pengaturan yayasan baru ada pada tahun 2001 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001 (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 112) kemudian dirubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 4430.

Umumnya Yayasan bergerak di bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang agama, bidang kebudayaan, dan bidang sosial. Yayasan di bidang pendidikan ada yang mendirikan sekolah, mendirikan perguruan tinggi, memberikan bea siswa bagi siswa-siswa dan mahasiswa berprestasi, membiayai pengiriman tenaga pengajar ke luar negeri atau ke tempat-tempat lain dalam rangka peningkatan kegiatan akademis, atau memberikan dana untuk mengadakan penelitian (research), dan sebagainya.63

63


(43)

Beberapa alasan yang dijadikan mengapa masyarakat memilih bentuk yayasan, yaitu:

a) Proses pendiriannya sederhana,

b) Tanpa memerlukan pengesahan dari pemerintah,

c) Adanya persepsi dari masyarakat bahwa yayasan bukan merupakan subjek pajak.64

Negara-negara yang menggunakan sistem common law, yayasan dikenal sebagai “foundation”, atau “charitable foundation”. Menurut Black’s law Dictionary pengertian yayasan sebagai:

Foundation, yaitu:65

“Permanent fund established and maintained by contribution for charitable, education, relegious, research, or other benevolent purpose. An institution or association given to rendering financial aid to colleges, schools, hospitals, and charities and generally supported by gifts for such purposes. The founding or building of a college or hospital. The incorporation or endowment of a college or hospital is the foundation; and he who endows it with land or other property is the founder”.

Charitable foundation, yaitu:

“An organization dedicated to education, health, relief of the poor, etc.; organized for such purposes and not for profit and recognized as such for tax purposes under I.R.C. chapter 509 (a)”.

Berdasarkan pengertian di atas, secara umum dapat dikatakan yayasan (foundation) merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

64

Seriawan, R, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 201.

65

Hendry Chambell Black, M.A., Black’s Law Dictionary, cet.6., (St.Paul, Minnesotta: USA, Wes Publishing Co, 1990), hlm. 656.


(44)

Beberapa pakar hukum Indonesia mendefinisikan yayasan sebagai berikut: a) Setiawan, Soebekti, dan Wirjono Projodikoro berpendapat bahwa

yayasan merupakan badan hukum.66

b) Subekti, dalam Kamus Hukum, penerbitan Pradnya Paramita, menyatakan bahwa yayasan adalah suatu badan hukum di bawah pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan tertentu yang legal.

c) Wirjono Projodikoro, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perdata tentang, Persetujuan-persetujuan Tertentu” berpendapat bahwa Yayasan adalah Badan Hukum.

d) Kancil, dan Cheristine S.T. Kansil,.67 Yayasan adalah Stichting (Bld), suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.

Pengertian yayasan menjadi lebih jelas, dengan diundangkannya UUY. Menurut Pasal 1 angka (1) UUY. Yayasan adalah “badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Kriteria dan persyaratan yang ditentukan UUY, untuk dapat menjadi suatu badan hukum sebagai berikut:

1. Kriteria Yayasan, yaitu:

a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;

b. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan;

c. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan;

d. Yayasan tidak mempunyai anggota. 2. Persyaratan Yayasan:

Untuk dapat yayasan diperlakukan dan memperoleh status sebagai badan hukum, pendirian yayasan sebagai badan hukum harus mendapat pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.68

66

Hasbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, (Varia Peradilan Tahun IX, No. 98 Nopember 1993), hlm. 89.

67

Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H dan Cristine S.T. Kansil, S.H., Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet.1 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm. 198.

68


(45)

Memperhatikan ketentuan Pasal 1 UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, status Badan Hukum Yayasan, yang pada mulanya berdasarkan sistem terbuka (het open system van rechtspersonen), menjadi sistem tertutup (de gesloten systeem van rechtspersonen), artinya yayasan menjadi badan hukum karena undang-undang (atau berdasarkan undang-undang), bukan berdasarkan sistem terbuka yang berdasarkan pada kebiasaan, doktrin, dan ditunjang oleh yurisprudensi.69

Yurisprudensi Indonesia dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 27 Juni 1973 No. 124 K/Sip/1973 dalam pertimbangannya bahwa pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan dan yayasan mempunyai harta benda hibah (yakni hibah dari N.V. H.B.M), maka Mahkamah Agung memutuskan bahwa yayasan tersebut merupakan suatu Badan Hukum.70

Badan Hukum menyandang hak dan kewajibannya sendiri, yang dapat digugat maupun menggugat di pengadilan, serta memiliki status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subjek hukum dan keberadaannya ditentukan oleh hukum.

Adanya pengakuan yayasan sebagai badan hukum, berarti yayasan sebagai subjek hukum, seperti halnya orang. Secara teoritis diakuinya yayasan sebagai badan hukum, menyebabkan adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu,

69

Ibid. hlm. 89. 70


(46)

mempunyai organisasi yang teratur, didirikan dengan akta Notaris.71 Ciri tersebut

sama dengan ciri-ciri badan hukum pada umumnya, yaitu: adanya kekayaan terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang teratur.72

Berdasarkan hukum kebiasaan dan asumsi hukum yang berlaku umum di masyarakat, ciri-ciri yayasan sebagai suatu entitas hukum, sebagai berikut:

1. Eksistensi yayasan sebagai entitas hukum di Indonesia belum didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengakuan yayasan sebagai badan hukum belum ada dasar yuridis yang tegas, berbeda halnya dengan PT, Koperasi dan badan hukum yang lain.

3. Yayasan dibentuk dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba, keagamaan, sosial, kemanusiaan dan tujuan-tujuan idiil yang lain. 4. Yayasan didirikan dengan akta Notaris atau dengan surat Keputusan pejabat

yang bersangkutan dengan pendirian yayasan.

5. Yayasan tidak memiliki anggota dan tidak dimiliki oleh siapapun, namun mempunyai pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan yayasan.

6. Yayasan mempunyai kedudukan yang mandiri, sebagai akibat dari adanya kekayaan terpisah dari kekayaan pribadi pendiri atau pengurusnya dan mempunyai tujuan sendiri beda atau lepas adri tujuan pribadi pendiri atau pengurus.

7. Yayasan diakui sebagi badan hukum seperti halnya orang yang berarti ia diakui sebagai subjek hukum mandiri yang dapat menyandang hak dan kewajiban mandiri, didirikan dengan akta dan didaftarkan di Kantor Kepanitraan Pengadilan Negeri setempat.

8. Yayasan dapat dibubarkan oleh Pengadilan bila tujuan yayasan bertentangan dengan hukum, dapat dilikuidasi dan dapat dinyatakan pailit.73

71

Tobing, Loemban, G.H.S, Beberapa Tinjauan Mengenai Yayasan (Stichting), Bahan Penataran Corporation Law Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, (Surakarta: Fakultas Hukum UNS, 1990), hlm. 6.

72

Pramono, Nindyo, Sertifikasi Saham PT Go Publio dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 24.

73

Sri Rezeki, Hartono, Aspek Hukum dan Legalitas Yayasan dalam Lingkungan Bisnis, Makalah Seminar Aplikasi Perpajakan Bagi Yayasan dan Organisasi Sejenis, (Semarang: Fakultas Ekonomi, Undip, 1999), hlm. 5-6.


(47)

Semenjak keluarnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 dan mengacu pada uraian di atas, dapat disimpulkan kedudukan yayasan sebagai badan hukum telah diakui sebagai badan hukum privat, sehingga diakui sebagai subjek hukum mandiri yang terpisah dengan para pendiri atau pengurusnya. Sebagai subjek hukum mandiri, yayasan menyandang hak dan kewajiban, dapat menjadi debitur maupun kreditur, Artinya, yayasan dapat melakukan hubungan hukum apapun dengan pihak ketiga.

Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan Undang-Undang No. 28 tahun 2004. Paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2004, yayasan belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (1) wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dan mengajukan permohonan kepada Menteri untuk memperoleh status badan hukum. Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya, berdasarkan Pasal 71 ayat (4) tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Meskipun sebelumnya, yayasan sama sekali tidak diatur dalam undang-undang, tetapi dalam pergaulan hidup nyata diakui keberadaannya sebagai Badan Hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat, oleh karena ia (yayasan) dapat melakukan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain, serta mempunyai


(48)

kekayaan yang terpisah dari barang-barang kekayaan orang-orang yang mengurus yayasan tersebut.

Pengalihan harta kekayaan pendiri dapat menjadi kekayaan awal suatu yayasan. Pengalihan tersebut dapat berupa uang dan barang (baik berwujud maupun tidak berwujud) dan akan menjadi kekayaan terpisah dari pendiri atau pemiliknya yang dapat digunakan oleh yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan tersebut. Selain uang dan barang yang berasal dari pendiri, yayasan juga dapat memperoleh harta berbentuk: sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.74

Undang-Undang Yayasan menitikberatkan pada adanya prinsip kemandirian (independency) yayasan, khususnya dalam rangka perolehan harta kekayaan yayasan. Pemisahan kekayaan yayasan dari kekayaan pendiri serta pihak lain yang menyerahkan (sebagian) kekayaannya kepada yayasan tersebut, menjadikan mereka tidak lagi mempunyai hak, atas harta yang telah diserahkan kepada yayasan. Namun mereka dapat melakukan kontrol terhadap yayasan berdasarkan prinsip akuntabilitas dan prinsip keterbukaan yayasan.75

Berdasarkan UUY, maka maksud dan tujuan yayasan di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

74

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004,jo. Pasal 26 ayat (1) jo. Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001.

75


(49)

a. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan (lihat Pasal 1 ayat (1) UUY).

b. Maksud dan tujuan yayasan harus bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan (lihat Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUY).

c. Maksud dan tujuan yayasan wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar Yayasan (Pasal 14 ayat (2) huruf b UUY)

Maksud dan tujuan yayasan tertentu, artinya yayasan dalam melakukan kegiatannya sebagaimana yang sudah ditentukan, yang sudah dibatasi, dan bersifat khusus, serta tidak dapat bersifat umum.76

Memperhatikan uraian terdahulu terlihat bahwa UU Yayasan telah mengatur secara rinci dan detail tentang internal organisasi sebuah yayasan yang meliputi susunan struktur baku organ yayasan yaitu pembina, pengurus dan pengawas serta pengangkatan, pemberhentian, penggantian, organ yayasan hingga kuorum rapat.

Pengaturan secara detail internal organisasi yayasan dalam UUY tampaknya kurang didasari oleh kesadaran akan keberadaan dan keberagaman jenis yayasan yang ada di Indonesia sehingga UUY melahirkan pengaturan yang berlebihan dan penyeragaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Sebaiknya UUY cukup hanya mengatur hal-hal yang pokok saja mengenai internal organisasi yayasan, dan untuk pengaturan yang lebih detail diserahkan pada masing-masing organisasi yang akan dituangkan dalam anggaran dasar organisasi tersebut.

Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan, sesuai dengan yurisprudensi dan doktrin telah dianut bahwa yayasan tersebut demi hukum

76


(50)

merupakan badan hukum. Berdasarkan Peraturan Peralihan77 sebagaimana diatur

dalam Pasal 71 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2004, maka sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2004 yaitu pada tanggal 6 Oktober 2005 akan ada yayasan yang diakui sebagai badan hukum dan yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum. Pengakuan sebagai badan hukum atau tidak diakui sebagai badan hukum membawa akibat yuridis yang penting bagi yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UU Yayasan.

Yayasan diakui sebagai badan hukum pada saat UU Yayasan berlaku, adalah Yayasan yang telah:

a. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (BNRI); atau

b. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait.

77

Pasal 71 UU No. 28 Tahun 2004:

(1) Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang:

a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau

b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku, yayasan tersebut wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini.

(2) Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini, dan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku.

(3) Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.

(4) Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.


(51)

Memperhatikan ketentuan Pasal 71 UUY, dapat disimpulkan bahwa sejak berlakunya UU Yayasan pada tanggal 6 Oktober 2005 dapat dibedakan antara:

a. Yayasan yang memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (1) butir (a) atau butir (b) UU Yayasan;

b. Yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (1) butir (a) atau butir (b) UU Yayasan.

Yayasan yang memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (1) butir (a) atau butir (b) UU Yayasan, tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan, bahwa: dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya UU No. 28 Tahun 2004 (artinya paling lambat pada tanggal 6 Oktober 2008) yayasan tersebut wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun 2004; dan kewajiban memberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasar (Pasal 71 ayat (3)). Sanksi yang diberikan apabila yayasan dalam waktu 3 (tiga) tahun tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dapat dibubarkan berdasarkan Putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan (Pasal 71 ayat (4) UU No. 28 Tahun 2004).

Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 71 ayat (1) UUY, dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun 2004 dan wajib mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun, terhitung sejak tanggal UU No. 28 Tahun


(52)

2004 mulai berlaku (tanggal 6 Oktober 2005), yakni batas akhir penyesuaian anggaran dasar yayasan yang tidak berbadan hukum diberi waktu paling lambat pada tanggal 6 Oktober 2006, bila dalam batas waktu tersebut pendiri yayasan lalai menyesuaikan anggaran dasar yayasan mengakibatkan yayasan tersebut menjadi tidak diakui sebagai yayasan dan ditolak permohonan pengesahannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Status hukum yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (1) secara yuridis tidak diakui sebagai badan hukum diberi batas waktu 1 (satu) tahun, terhitung sejak tanggal UU No. 28 Tahun 2004 mulai berlaku (tanggal 6 Oktober 2005) untuk mengajukan permohonan kepada Menteri guna mendapat pengakuan status badan hukum dan apabila batas waktu 1 (satu) tahun (tanggal 6 Oktober 2006) terlampaui, mengakibatkan yayasan yang bersangkutan demi hukum bukan badan hukum lagi, karenanya yayasan tersebut menjadi gugur karena hukum. Dengan demikian berarti tidak ada celah hukum untuk memperbaiki lagi atau menghidupkan kembali yayasan yang telah hilang status sebagai badan hukum, sehingga satu-satunya jalan adalah yayasan yang telah gugur demi hukum tersebut dibubarkan melalui proses dilikuidasi.

Yayasan yang telah menjadi badan hukum tersebut, dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu:

1. Badan Hukum Yayasan menurut Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tidak mempunyai anggota atau pesero karena dalam hal yayasan yang dianggap badan hukum adalah adanya sejumlah kekayaan berupa


(53)

uang dan lain-lain kekayaan itu terpisah sama sekali dengan harta kekayaan masing-masing anggota pendiri yayasan. Kekayaan yang terpisah itu membawa akibat hukum:

a. Kreditur pribadi para anggota pendiri yayasan tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum yayasan itu:

b. Para anggota pribadi pendiri yayasan tidak dapat menagih piutang dari badan hukum yayasan terhadap pihak ketiga;

c. Kompensasi atau konversi hutang antara hutang pribadi dan hutang badan hukum yayasan tidak diperkenankan;

d. Hanya para kreditur badan hukum yayasan yang dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu. Pendapat yang lazim dianut yaitu yayasan tidak mempunyai anggota, hanya mempunyai pengurus, pembina dan pengawas. Pengertian “anggota” pada yayasan merupakan anggota pengurus, pembina dan pengawas yang mengelola dan menjalankan yayasan, bukan dalam arti anggota dalam suatu organisasi perkumpulan atau ORMAS, karenanya yayasan tidak mengenal rapat anggota.

2. Yayasan bertujuan sosial, kemanusiaan dan keagamaan serta tidak diarahkan kepada pencapaian keuntungan. Tujuan yayasan tergantung pada pendirinya, untuk mana pendirinya telah memisahkan sebagian dari harta kekayaannya untuk mencapai tujuan yang telah dicanangkan oleh pendiri yayasan. Oleh karena itu menurut hukum maksud dan tujuan


(54)

Yayasan tidak dapat diubah dan bersifat abadi. Yayasan dapat melakukan kegiatan memperoleh laba tetapi mengejar laba bukanlah tujuan utama Yayasan. Kegiatan dengan tujuan mengejar laba secara murni hanya boleh dilakukan oleh badan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Yayasan boleh memperoleh laba dengan melakukan berbagai kegiatan usaha, sejauh laba yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan idealistis, social, kemanusiaan dan keagamaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan agar yayasan tidak bergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan. Menurut UUY diperbolehkan untuk mendirikan badan usaha dengan menyertakan maksimal 25% dari kekayaan yayasan.

3. Struktur organ yayasan adalah struktur organ yayasan yang sifatnya oligarkis yaitu kekuasaan tertinggi ada pada pembina. Semua keputusan menjadi monopoli pembina, yang bisa berasal dari pendiri atau para pendiri ditambah anggota-anggota baru yang diangkat. Pembina yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang absolute untuk mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas serta menentukan arah kebijakan, program kerja, anggaran dasar dan perubahannya serta penggabungan atau pembubaran yayasan.

Yayasan kurang memberikan ruang demokrasi yang berkembang pada saat ini, sebab berdasarkan UUY, hanya pembina yang memiliki kekuasaan tertinggi atau monopoli kewenangan dalam rapat pembina dengan tatacara yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 UUY. Pembina


(55)

yang memiliki, menentukan, menguasai dan mengontrol yayasan melalui kewenangan rapat pembina sehingga ruang demokrasi menjadi terbatas dan sempit.

2. Tujuan Sosial dan Kegiatan Usaha Yayasan

Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya.78

Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal (philantropic) untuk mewujudkan keinginan manusia, karena itu keberadaannya membawa manfaat positif dari sisi sosial kemanusiaan. Yayasan merupakan nirlaba artinya tujuannya bukan semata-mata mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat idealistis philantropic, atau amal.

Yayasan sama sekali berbeda dengan badan hukum atau badan usaha lain, seperti PT, firma, persekutuan perdata, perusahaan dagang koperasi dan sebagainya, di mana badan tersebut tidak bersifat dan tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, tetapi lebih mementingkan profit, memberikan keuntungan dan atau penghasilan tidak saja kepada karyawan dan pengurus serta pengawas, tetapi juga kepada pemilik saham/modal.

78


(56)

Tujuan dari undang-undang, memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan.79 Hal ini dipertegas dalam Pasal 7 Undang-Undang Yayasan

Nomor 16 Tahun 2001:

a) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.

b) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk badan usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh pernyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan.

c) Anggota pembina, pengurus, dan pengawas yayasan dilarang merangkap sebagai anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha sebagai dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Namun UUY, tidak melarang yayasan untuk melakukan “kegiatan usaha”, hanya saja kegiatan usaha tersebut dilakukan dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.80 Pasal 1 ayat (1), UUY No. 16 Tahun

2001 jelas menegaskan bahwa yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, lebih lanjut Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 8, memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun mendirikan suatu badan usaha. Sejauh laba atau keuntungan yang diperoleh dipergunakan atau diperuntukkan bagi tujuan

79

L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau Komersial, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hlm. 8.

80


(1)

pendidikan tersebut, juga harus memperhatikan orientasi dalam pengelolaan pendidikan serta visi dan misi pendidikan nasional.

2. Pengurus yayasan dalam mencapai maksud, tujuan dan kepentingan yayasan, hendaknya dalam menjalankan tugasnya, juga harus berdasarkan akuntabilitas dan transparansi terhadap pemangku kepentingan (stakeholder). 3. Yayasan Pendidikan berdasarkan ketentuan UUBHP merupakan badan hukum

pendidikan masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan formal, untuk perlu juga diatur yayasan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan non formal yang juga memperhatikan prinsip nirlaba.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Muis, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum dalam Menjalankan Kegiatan Sosial), Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1991.

Angela Scheeman, The Law of Corporations, Patnerships, and Sole Proprietorship, Albany: Delmar Publisher, 1997.

Arifin, Anwar, Perkembangan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, Jakarta, 2007.

_______, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, POKSI VI FPG DPR RI, 2003.

Ali, Chaidir, Badan Hukum, Bandung, 1991.

Anggraeini, A.M. Tri, Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Sehat, Purse Ilegal atau Rule of Reason, Jakarta: Unversitas Indonesia, 2003.

Apeldoorn, van L,J, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Akuntabilitas, Jakarta: Tim

Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, 2001.

Bambang Kesowo, “Fiduciary Duties Direksi Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995”, artikel di Newsletter, edisi No. 23/VI/Desember 1995.

Bryan A. Garner, et.al,ed, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, West Publishing Co st, Paull, Minn, 2004.

Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (edisi revisi), Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

_______, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), Bandung, 2002.


(3)

_______, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Daniel P. Hann, “Emerging Issues In U.S. Corporate Governance: Are The Recent Reforms Working,” Defence Council Journal, Volume 68, April 2001.

Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law & Eksestensinya dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

_______,. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Moderndi Era Global, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

_______, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Hasbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, Varia

Peradilan Tahun IX, No. 98 Nopember 1993.

Hendry Chambell Black, M.A., Black’s Lwa Dictionary, cet. 6., St.Paul, Minnesotta: USA, Wes Publishing Co, 1990.

Ibrahim, Johannes, Hukum Organisasi Perusahaan, Bandung: Refina Aditama, 2006. I Nyoman Tjager, dkk, Corporate Governance, Jakarta: PT. Prenhallindo, 2003. Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, 2000.

Kansil, C.S.T. S.H dan Cristine S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet.1 Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000.

Mardiasno, Akuntabilitas Sektor Publik, Yogyakarta: Andi, 2002.

Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Tesis, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Panggabean, HP, Kasus Aset Yayasan Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Pramono, Nindyo, Sertifikasi Saham PT Go Publio dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.


(4)

Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: P.T. Alumni, 2004.

Rahayu Hartini, Hukum Komersial, Malang: Universitas Muhammadiyah, 2005. Setiawan, Tiga Aspek Yayasan, Varia Peradilan, Tahun V. No. 55, 1990.

Sri Rezeki, Hartono, ASPEC Hukum dan Legalitas Yayasan dalam Lingkungan Bisnis, Makalah Seminar Aplikasi Perpajakan Bagi Yayasan dan Organisasi Sejenis, Semarang: Fakultas Ekonomi, Undip, 1999.

Suhardiadi, Arie Kusumastuti, Hukum Yayasan di Indonesia, Jakarta: Abadi, 2003. Sutanto, AB, Dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum dan Manajemen,

Yogyakarta: Andi, 2002.

Syahrani, Ridwan, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 1989.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

Soemitro Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Soekamto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Seriawan, R, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung: Alumni, 1992.

Sergei Parijs, Fairness Opinions and Liability, The Netherlands: Kluwer, 2005. Sigit Hutomo, YB., Akuntabilitas Yayasan, Yogyakarta: Andi, 2002.

Tobing, Loemban, G.H.S, Beberapa Tinjauan Mengenai Yayasan (Stichting), Bahan Penataran Corporation Law Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, Surakarta: Fakultas Hukum UNS, 1990.

Wahyono Darmabrata, “Implementasi Good Corporate Governance Menyikapi Bentuk-bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22. No. 6, Tahun 2003.


(5)

Wahyono, L. Boedi, Hukum Yayasan antara Fungsi Kariatif atau Komersial, Jakarta, 2001.

Wijaya, Gunawan, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Jakarta: PT, Elex Media Komputindo, 2002.

Widjaya, Rai, I.G, Hukum Perusahaan, Jakarta: Kesaint Blanc, 2002. _______, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, 2005.

Winardi, Asas-asas Manajemen, Bandung: Alumni, 1983.

B. Peraturan Perundangan

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Aktivitas Notaris pada Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum, 2007.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. BW (KUHPerdata).

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

C. Makalah

Muis, Abdul, Membuka Peluang Yayasan Berkarakter Komersial, Medan: Lokakarya USU, 2001.

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, (Makalah Disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi Medan: USU, 2003.

Tumbuan Fred B.G., “Kedudukan Hukum Yayasan dan Tugas serta Tanggung Jawab Organ Yayasan, Lokakarya Sosialisasi UU Yayasan” (Makalah Disampaikan pada Lokakarya Sosialisasi UU Yayasan Diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Perseroan dan Kenotariatan (PPHN), Jakarta: 14


(6)

D. Internet

Badan Hukum Pnedidikan Sebagai Penyelenggara Pendidikan, http://www.ugm.ac.id/downloads/seminarbhp.pdf. diakses tanggal 22 Nopember 2008.

(Nasional-m) Kisruh Badan Hukum Pendidikan vs Pendidikan, http://www. polarhome.com/pipermai/nasional-m/2002-October/000408.html, di akses tanggal 22 Nopember 2008.

RUU Badan Hukum Pendidikan, http://pih.diknas.go.id/bhp/, di akses tanggal 22 Nopember 2008.

Pendidik Tolak RUU Badan Hukum Pendidikan, http://www.tempointeraktif. com/hg/nasional/2008/12/01/brk,20081201-149058,id.html, di akses tanggal 20 Januari 2009.

Eliminasi Yayasan Pendidikan?, http://www.unisosdem.org/ klipping_detail.php? aid=8856&coid=1&caid=52, di akses tanggal 20 Januari 2009.

Apa tujuan RUU BHP?, http://www.kompas.com/kompas-cetak/ 0611/20/humaniora/ 3105718.htm, di akses tanggal 20 Januari 2009.

Menyonsong Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan Tinggi, http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&i


Dokumen yang terkait

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004

1 37 120

YAYASAN HAYATI LESTARI (SAHATI) PADANG SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004, TENTANG YAYASAN.

0 1 7

Penqelolaan Pengurusan Yayasan Bakti Nusantara Isafat Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan.

0 0 6

PENGELOLAAN ASET YAYASAN ARDHYA GARINI BADAN PENGURUS CABANG LANUD PADANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN.

1 1 6

PELAKSANAAN PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR YAYASAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN DI KOTA PADANG (KHUSUS YAYASAN DIBIDANG PENDIDIKAN

0 0 20

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA 1. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-Undang Yayasan - Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Yayasan

0 0 20

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 26