Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBAGIAN KEKAYAAN DARI YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2004

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

RIZKY DAUD 110200384

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBAGIAN KEKAYAAN DARI YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2004 SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: RIZKY DAUD NIM : 110200384

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.Hum

NIP. 19590511198601001 NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga sampai detik ini Penulis senantiasa menikmati kasihNya dan dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul yang Penulis kemukakan “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBAGIAN KEKAYAAN DARI YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2004”.

Besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Penulis sendiri. Walaupun Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan terima kasih yang sebaik-baiknya kepada:

1.Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2.Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

ii

3.Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4.Bapak Dr. OK. Saidin,SH., M.hum, selaku selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5.Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu, dan memberi petunjuk serta bimbingan dari awal hingga akhir sehingga skripsi ini akhirnya dapat selesai.

6.Bapak Ramli Siregar, S.H., M.H, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7.Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah membantu, dan memberi petunjuk serta bimbingan dari awal hingga akhir sehingga skripsi ini akhirnya dapat selesai.

8.Bapak Malem Ginting, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selama ini tidak bosan memberi nasihat, membimbing, dan mengajari Penulis dalam hal mengikuti perkuliahan.

9.Seluruh Bapak dan Ibu Dosen sebagai tenaga pendidik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia memberi ilmu dan pandangan hidup kepada Penulis selama Penulis menempuh ilmu di Fakultas Hukum.


(5)

iii

10.Tak lupa pula kepada seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah turut membantu dan memberi kemudahan kepada Penulis.

Dalam menuntut ilmu di Fakultas Hukum yang penuh perjuangan, suka dan duka maka Penulis kiranya tidak dapat melupakan segala bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga sudah seharusnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Kedua orang tua Penulis yang terkasih dan tercinta yaitu Ayahanda Drs. Rudi Siringo-ringo dan Ibunda Berliana Pasaribu yang telah memberikan segalanya bagi Penulis baik dari materil maupun moril yang tidak bisa ternilai harganya, untuk saat ini hanya doa tulus yang dapat diberikan dari Penulis untuk Ayah dan Ibu. Semoga kelak Penulis dapat membahagiakan kedua orangtua.

2.Untuk saudara-saudara Penulis kedua itoku F. Dina Oktalia Siringo-ringo, S.pd, Dita Moly Fatra Siringo-ringo, S.H dan buat adikku Baginda Devin Bastian Siringo-ringo terimakasih untuk segala bantuan yang kasih sayang kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3.Untuk keluarga besar dari Siringo-ringo serta seluruh keluarga besar

Pasaribu yang terus mendoakan Penulis sukses.

4.Untuk sahabat-sahabat Penulis yang telah menjadi keluarga di kampus: Evelyn, Roland, Naomi, Ditha, Togar, Lindi, Lydia, Putri, Wiwid, Puput. Terima kasih atas segala kebaikan, persahabatan, dan kehangatan yang


(6)

iv

telah kita jalani selama ini. Semoga persahabatan kita ini dapat terus terpelihara untuk ke depannya.

5.Untuk sahabat baik Penulis Peter, M.Rizky, Febri, Mahatir, Lindi, teman curhat, berbagi suka duka, dan motivasi. Terimakasih untuk persahabatan yang telah kita jalin sejak SMA, Semoga kita sukses dengan karir kita ke depan, dan menjaga persahabatan ini sampai seterusnya.

6.Untuk Evelyn Sinurat, terimakasih untuk semua waktu, perhatian, semangat dan kesabaran dalam menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

7.Untuk Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia khususnya Komisariat Fakultas Hukum USU yang telah memberikan pendidikan di luar kampus dan membantu penulis berlatih menjadi seorang pemimpin Kristen yang baik. Semoga GMKI Koms. FH USU semakin menjadi berkat bagi kampus, masyarakat, dan gereja. Tinggi Ilmu, Tinggi Iman, Tinggi Pengabdian, Ut Omnes Unum Sint, Syalom!.

8.Untuk teman-teman Alumni SMA NEGERI 2 Kisaran angkatan 2009 khususnya XII IPA 4 yang menjadi teman seperjuangan penulis.

9.Untuk seluruh teman-teman stambuk 2011 terkhusus di grup A, kelompok Klinis, Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI), Panitia PMB Reguler Mandiri 2014 dan Panitia natal 2014 di Fakultas Hukum USU. 10.Untuk bunda tempat katering, penulis mengucapkan terima kasih telah

memasak masakan yang sehat sehingga penulis dapat bersemangat dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.


(7)

v

11.Semua pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karenanya Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, April 2015


(8)

vi ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBAGIAN KEKAYAAN DARI YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2004 *Rizky Daud **Bismar Nasution

***Windha

Pendirian yayasan saat ini merupakan kedok untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan atau fasilitas-fasilitas lain, seperti memperkaya diri organ yayasan, menimbun kekayaan pendiri serta untuk menghindari pajak. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan ditujukan untuk melindungi kekayaan yayasan yang berasal dari sebagian harta kekayaan pendiri yang dialihkan dan dari kegiatan yayasan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan permasalahan tentang penyelewengan terhadap harta kekayaan yayasan oleh organnya. Undang-Undang Yayasan tidak membenarkan pengalihan atau pembagian harta kekayaan yayasan secara langsung atau tidak langsung kepada organ yayasan kecuali untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh organ.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normative atau penelitian hukum kepustakaan. Dan yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka (library search). Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, pengelolaan yayasan dilakukan oleh organ yayasan yang terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas. Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa kekayaan yayasan dilarang untuk dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Namun ada pengecualian, pengurus diperbolehkan menerima gaji, upah, atau honorarium. Pembagian kekayaan yayasan mengakibatkan perubahan kepemilikan harta kekayaan yayasan, gugatan kepada yayasan, penjatuhan sanksi pidana terhadap yayasan dan organnya. Untuk itu Undang-Undang Yayasan perlu direvisi kembali terhadap pasal-pasal yang masih memberi celah bagi pelanggar untuk menyalahgunakan kekayaan yayasan, dan menambah pasal yang dalam penjatuhan hukumannya masih kurang tegas dan tidak spesifik.

Kata Kunci : Yayasan, Pembagian Kekayaan Yayasan, Organ Yayasan

*) Mahasiswa Fakultas Hukum **) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(9)

vii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAKSI ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Yayasan adalah badan hukum ... 10

2. Terdiri atas kekayaan yang dipisahkan ... 10

3. Untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan……….…………...…………..11

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 ... 21

1. Yayasan sebagai lembaga nirlaba ... 21


(10)

viii

3. Pendirian yayasan di Indonesia ... 28 B. Pengelolaan Yayasan Oleh Organ Yayasan ... 33 C. Pertanggungjawaban Organ Yayasan Dalam Pengelolaan

Yayasan ... 45

BAB III PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

A. Kekayaan Yayasan ... 53 B. Pengalihan Harta Kekayaan Yayasan ... ……..61 C. Pembagian Kekayaan Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 ... 66

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

A. Penggugatan Terhadap Yayasan Dalam Pembagian Harta Kekayaan Yayasan ... 80 B. Sanksi Pidana Dalam Pembagian Harta Kekayaan Yayasan .... 87 C. Perubahan Kepemilikan Harta Kekayaan Yayasan ... 92

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 98


(11)

ix


(12)

vi ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBAGIAN KEKAYAAN DARI YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2004 *Rizky Daud **Bismar Nasution

***Windha

Pendirian yayasan saat ini merupakan kedok untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan atau fasilitas-fasilitas lain, seperti memperkaya diri organ yayasan, menimbun kekayaan pendiri serta untuk menghindari pajak. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan ditujukan untuk melindungi kekayaan yayasan yang berasal dari sebagian harta kekayaan pendiri yang dialihkan dan dari kegiatan yayasan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan permasalahan tentang penyelewengan terhadap harta kekayaan yayasan oleh organnya. Undang-Undang Yayasan tidak membenarkan pengalihan atau pembagian harta kekayaan yayasan secara langsung atau tidak langsung kepada organ yayasan kecuali untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh organ.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normative atau penelitian hukum kepustakaan. Dan yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka (library search). Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, pengelolaan yayasan dilakukan oleh organ yayasan yang terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas. Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa kekayaan yayasan dilarang untuk dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Namun ada pengecualian, pengurus diperbolehkan menerima gaji, upah, atau honorarium. Pembagian kekayaan yayasan mengakibatkan perubahan kepemilikan harta kekayaan yayasan, gugatan kepada yayasan, penjatuhan sanksi pidana terhadap yayasan dan organnya. Untuk itu Undang-Undang Yayasan perlu direvisi kembali terhadap pasal-pasal yang masih memberi celah bagi pelanggar untuk menyalahgunakan kekayaan yayasan, dan menambah pasal yang dalam penjatuhan hukumannya masih kurang tegas dan tidak spesifik.

Kata Kunci : Yayasan, Pembagian Kekayaan Yayasan, Organ Yayasan

*) Mahasiswa Fakultas Hukum **) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(13)

1 A. Latar Belakang

Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani oleh badan hukum lainnya. Namun demikian, keberadaan yayasan tersebut hanya berdasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi. Tidak terdapatnya aturan hukum yang secara khusus mengatur tentang yayasan ini mengakibatkan terjadinya berbagai penafsiran terkait misalnya status hukum, hakikat dan tujuan suatu yayasan serta aspek-aspek lain dalam pengelolaan yayasan.

Yayasan di Indonesia setelah orde baru banyak didirikan oleh lembaga-lembaga atau instansi pemerintah baik pusat maupun daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut BUMD) serta pihak swasta yang bergerak dalam banyak kegiatan bahkan ternyata telah berubah yang semula tujuan sosial mengarah ke tujuan komersil. Namun, pendirian yayasan oleh lembaga-lembaga pemerintah termasuk BUMN dan BUMD pada umumnya memanfaatkan fasilitas, baik dalam bentuk sarana, prasarana ataupun kewenangan publik yang melekat pada lembaga-lembaga pemerintah atau BUMN maupun BUMD tersebut yang diwakili oleh pejabat-pejabat sebagai pendiri yayasan. Demikian pula yayasan yang didirikan oleh swasta, khususnya yayasan yang bergerak dalam bidang


(14)

pendidikan telah berubah arah dari tujuan sosial ke arah komersil, sehingga aparat pajak mulai mengincar yayasan pendidikan sebagai wajib pajak yang merupakan salah satu target pemasukan pendapatan negara. Hal ini tidak sejalan dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan, pada pihak lain ada dugaan yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain dengan cara melawan hukum.1

Dasar atau jiwa dari setiap pendirian yayasan hakekatnya bermotif sosial yaitu bertujuan membantu masyarakat. Fungsi sosial inilah yang seharusnya dominan dan dicantumkan dalam setiap akta pendirian yayasan. Walaupun pada hakekatnya yayasan ini tidak bertujuan untuk tidak mengejar keuntungan, tetapi karena banyaknya kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada yayasan, baik dari proses pendiriannya yang sederhana, maupun secara keseluruhan operasionalnya, menyebabkan banyak orang atau badan yang sengaja mendirikan yayasan. Padahal, pendirian yayasan ini hanya merupakan kedok untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan atau fasilitas-fasilitas lain, seperti memperkaya diri organ, menimbun kekayaan pendiri serta untuk menghindari pajak. Dengan kata lain, banyak yayasan yang melakukan bisnis terselubung dengan dalih untuk mencapai tujuan yayasan.2

Pengaturan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan).

1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 54.

2

Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 6.


(15)

Dasar hukum tentang yayasan lainnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (selanjutnya disebut PP No. 63 Tahun 2008). Dengan adanya pengaturan terhadap yayasan ini diharapkan dapat menertibkan yayasan yang semula didirikan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan kemudian dipimpin oleh mantan tokoh-tokoh pemerintah, seperti mantan Presiden Soeharto yang diduga sebagai sarang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Pengaturan terhadap yayasan ini juga ditujukan untuk melindungi kekayaan yayasan yang berasal dari sebagian harta kekayaan pendiri yang dialihkan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan permasalahan tentang campur tangan pembina terhadap pengurus yayasan yang mengelola kekayaan. Memang dalam Undang-Undang Yayasan telah diatur juga peran dan fungsi dari pembina. Namun perlu diingat, bahwa pembina juga mempunyai wewenang untuk mengevaluasi kekayaan, hak dan kewajiban yayasan. Ada kemungkinan bila pengurus dalam mengelola kekayaan yayasan tidak memenuhi ‘kepentingan’ pembina (dan selaku pendiri), maka pengurus tersebut bisa diberhentikan oleh pembina. Dari uraian ini dapat diketahui bahwa masih ada peluang terjadinya bentrokan kepentingan antara pembina dan pengurus dalam mengelola kekayaan.3

Undang-Undang Yayasan tidak membenarkan pengalihan atau pembagian harta kekayaan yayasan secara langsung atau tidak langsung kepada organ yayasan kecuali untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh organ. Hal ini bersifat kontradikif, mengingat pengelolaan yayasan diharapkan lebih profesional,


(16)

tetapi organ yayasan tidak boleh diberi gaji ataupun upah yang berasal dari kekayaan yang dimiliki serta hasil kegiatan usaha oleh yayasan terutama digunakan untuk menjalankan kegiatan operasional yayasan. Kekayaan yayasan digunakan untuk membayar berbagai macam biaya operasional yang terjadi, tidak termasuk biaya-biaya yang harus dibayar untuk keperluan pembina, pengurus dan pengawas dalam rangka menjalankan yayasan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya melindungi yayasan dari tindakan-tindakan pembagian dan pengalihan harta kekayaan yayasan.

Yayasan yang memiliki kegiatan komersial (bisnis), maka pendapatan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan bisnis tersebut perlu dicatat secara terpisah. Bahkan yayasan dapat membentuk badan usaha tersendiri yang mengelola kegiatan bisnis dari yayasan. Kegiatan usaha dari badan usaha yang dimiliki oleh yayasan dapat mencakup, antara lain, kesenian dan budaya, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Kegiatan komersial tersebut sebaiknya diserahkan kepada orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas untuk mengelolanya, sehingga tidak dirangkap oleh pembina, pengurus dan pengawas yayasan.4

Keuntungan dari kegiatan komersial ini akan menjadi sumber (tambahan) penerimaan kas bagi yayasan, akan tetapi keuntungan ini tidak boleh dibagikan kepada pembina, pengurus dan pengawas. Hal ini bertentangan dengan kebiasaan pengurus yayasan di masa lalu, seringkali hasil keuntungan ini menjadi milik pribadi pengurus dan dapat menjadi obyek sengketa. Menurut Panggabean, di


(17)

masa lalu bahkan akta pendirian yayasan seringkali dijadikan alasan untuk mengalihkan harta kekayaan yayasan kepada para pengurus (dan anak keturunannya).5

5Ibid., hlm. 131.

Umumnya bentuk-bentuk badan usaha yang dijalankan yayasan adalah sekolah-sekolah, rumah sakit, panti-panti sosial, dan rumah ibadah. Pengelolaan dan manajemen yang baik dari pengurus yayasan adalah faktor yang paling menetukan berhasilnya suatu yayasan dalam mencapai maksud dan tujuannya. Dalam menjalankan bentuk-bentuk badan usaha tersebut, yayasan harus memiliki harta kekayaan yang memadai. Oleh karena itu dengan berhasil atau tidaknya bentuk-bentuk badan usaha yayasan tersebut maka dapat berdampak bagi para simpatisan yang menyumbangkan sebagian hartanya untuk yayasan tersebut. Sumbangan-sumbangan yang didapat yayasan baik dari orang perorang, Negara, maupun pihak swasta dapat meningkatkan kinerja organ yayasan dalam mengelola yayasan tersebut.

Ada yayasan yang semula mempunyai kegiatan yang nirlaba, bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan berubah menjadi profit motif (unsur keuntungan) karena besarnya keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan badan usahanya. Ada juga yayasan yang masih tetap eksis dengan maksud dan tujuannya yang nirlaba. Biasanya yayasan-yayasan yang demikian adalah suatu yayasan yang dimiliki oleh suatu perkumpulan atau badan keagamaan misalnya pada organisasi Islam, badan gereja.


(18)

Pendiri dan para penyumbang yayasan harus benar-benar memahami bahwa kekayaan pribadinya yang telah diserahkannya kepada yayasan harus dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang dinyatakannya dalam “Surat Pernyataan Pemisahaan Harta Kekayaan” hal ini diatur pada Pasal 7 PP Nomor 63 Tahun 2008. Pemisahan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PP Nomor 63 Tahun 2008 harus disertai surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan yang artinya bahwa harta kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara melawan hukum. Kekayaan tersebut harus dipakai untuk mewujudkan tujuan yayasan yang mulia. Dilihat dari teori kekayaan, teori ini mengungkapkan tentang keterikatan kekayaan sebuah badan hukum dengan tujuan dan maksud tertentu dari badan hukum yang bersangkutan. Teori ini menetapkan bahwa kekayaan haruslah dipisahkan dari pemiliknya dan digunakan untuk pendirian sebuah badan hukum. Dan karena yayasan adalah badan hukum oleh sebab itu tujuan dari pendirian yayasan adalah masyarakat, maka yayasan menjadi milik masyarakat sehingga kekayaannya pun harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan. Atas dasar itulah, skripsi ini dibatasi ruang lingkup kajian permasalahan sebagai berikut :


(19)

1. Bagaimana pengelolaan yayasan oleh organ yayasan menurut Undang-Undang Yayasan?

2. Bagaimana pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan?

3. Bagaimana akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan yayasan oleh organ yayasan menurut Undang-Undang Yayasan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan.

Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang badan hukum yayasan dalam pengelolaan yang dilakukan oleh organ yayasan.


(20)

2. Manfaat praktis

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat tentang hukum yayasan sehingga pendirian yayasan tidak hanya berkedok sebagai badan hukum dan juga tidak hanya bertujuan untuk memperkaya organ yayasan saja. Hal ini dimaksudkan agar registrasi yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktik perbuatan hukum yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan yayasan.

D. Keaslian Penulisan

Sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004”, untuk mengetahui orisinalitas penulisan, terlebih dahulu dilakukan penulusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 11 Desember 2014 menyatakan bahwa “Tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat


(21)

dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran telah dilakukan dan tidak ditemukan penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004”belum pernah ada penelitian dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran pribadi yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Undang-Undang Yayasan mengatakan bahwa yayasan merupakan badan hukum terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan hal ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. Sedangkan badan hukum adalah subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberikan hak dan


(22)

kewajiban seperti manusia pribadi.6 Selanjutnya yang dimaksud dengan subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban diantaranya manusia (natuurlijke person) dan badan hukum (rechtpersoon).7

1. Yayasan adalah badan hukum

Apabila disimak uraian di atas maka ada beberapa unsur yang dapat dikatakan sebagai yayasan:

Undang-Undang Yayasan menyebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Badan Hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut legal entity. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah adanya akta pendirian yayasan yang dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Pengaturan ini diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Yayasan.

2. Terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

Pemisahan kekayaan merupakan syarat yang mutlak untuk suatu badan hukum, walaupun cara dan akibat pemisahan ini tidak sama untuk setiap badan hukum. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan merupakan sumber dari segala hubungan hukum. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan. Kemudian Pasal 26 ayat (1)

6 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 29.

7 C.S.T Kansil, PengantarIlmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 117.


(23)

Undang Yayasan juga mengatakan, bahwa kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang. Sejalan dengan itu Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan, bahwa pendiri yayasan memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan.

Adanya hak hidup bagi suatu badan hukum, seperti halnya juga dengan yayasan, tergantung dari adanya hubungan-hubungan hukum. Kekayaan yang dipisahkan itulah yang menimbulkan hubungan-hubungan hukum antara yayasan dengan pihak luar. Pemisahan kekayaan diartikan sebagai melepaskan sesuatu kekayaan dalam bentuk uang dan barang dari kepemilikan orang yang mendirikan yayasan, sehingga menjadi milik dari yayasan itu sendiri. Barang itu dapat diganti, dipertukarkan atau dipindahtangankan dengan cara lain, asal saja menguntungkan bagi yayasan, kecuali jika peraturan yayasan tidak mengizinkannya.8

3. Untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota

Umumnya jika suatu badan hukum, maka niscaya badan yang bersangkutan mempunyai anggota. Lazimnya badan itu diadakan dengan tujuan untuk menghimpun sejumlah orang-orang yang dijadikan anggota dari badan yang bersangkutan. Tetapi, khusus pada yayasan tidak dikenal adanya anggota. Dalam Wet op Stichting yang di Belanda mengatur mengenai yayasan (stichting) tidak dikenal pula adanya anggota. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan dengan


(24)

tegas mengatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota.9

Yayasan harus mempunyai tujuan sejak pendiriannya. Dalam hal ini Undang-Undang yayasan, telah membatasi dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan sedemikian rupa sehingga yayasan tidak dapat disalahgunakan. Sebagaimana Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa yayasan diperuntukkan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Demikian yayasan hanyalah dapat mempunyai tujuan di tiga sektor ini.10

1. Pembina

Yayasan dalam melakukan kegiatannya sangat bergantung pada organnya. Organ yayasan sebagai wakil dari yayasan dalam melakukan segala perbuatan yang dilakukan yayasan dan sesuai dengan porsinya berstatus organ. Organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas.

Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-Undang Yayasan atau anggaran dasar. Dengan ketentuan tersebut, kewenangan itu harus dilakukan oleh pembina itu sendiri, karena tidak mungkin dapat diserahkan oleh organ yayasan yang lain. Seperti wewenang yang diberikan Undang-Undang Yayasan untuk mengangkat dan memberhentikan anggota pengurus dan pengawas. Selaku organ tertinggi memiliki kewenangan untuk menilai hasil pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun, hal ini tampak dalam laporan tahunan yang ditandatangani

9 Rudhi Prasetya, Yayasan Dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 9.


(25)

oleh pengurus dan pengawas, kemudian disahkan dalam rapat embina. Rapat Pembina dapat saja menolak pengesahan jika laporan tersebut isinya tidak benar.11

2. Pengurus

Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun. Dalam rapat tahunan, pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang. Hal ini dimaksudkan agar organ pembina akan benar-benar melakukan pembinaan atau memberikan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dapat memajukan maupun mengembangkan yayasan.

Pengurus adalah organ yang melaksanakan kepengurusan suatu yayasan. Peranan pengurus sangat dominan pada suatu organisasi. Pengurus menempati kedudukan sentral dalam mengendalikan yayasan dan hal ini memberikan tanggung jawab yang besar, baik hubungan hukum di dalam maupun di luar pengadilan. Guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas ketua, sekretaris dan bendahara. Oleh karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan yayasan, maka pengurus bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.12

Kewenangan pengurus juga dibatasi dalam hal-hal yang mengikat yayasan sebagai penjamin hutang, pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan, atau pembebanan atas kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. Jika pengurus

11

Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 75-76.

12

R. Murjiyanto, Badan Hukum Yayasan (Aspek Pendirian dan Tanggung Jawab)


(26)

melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari pembina dan/atau pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit. Oleh sebab itu pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan dan menjalankan yayasan dengan etikad baik.13

3. Pengawas

Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Jadi dapat diartikan bahwa perlu ada suatu mekanisme di mana pengurus dalam menjalankan kegiatannya terkontrol hingga pengurus tidak bertindak sewenang-wenang dan/atau merugikan yayasan. Dalam hubungan ini perlu adanya pengawas, sebagai organ pengontrol pengurus dimana pengaturan ini diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. Jika organ pengawas mengetahui pengangkatan, pemberhentian dan penggantian pengurus tidak sesuai dengan anggaran dasar dapat mengajukan permohonan pembatalan demi kepentingan yayasan.14

Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah F. Metode Penelitian

13

Ibid., hlm 33.

14


(27)

menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 15 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.16

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini, sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru. Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

2. Sumber data

15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.

16

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.


(28)

sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.17

a. Bahan hukum primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maupun yang diterbitkan oleh negara lain dan badan-badan Internasional. Dalam penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.

Data sekunder berfungsi untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut :

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

17

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.


(29)

3. Teknik pengumpulan data

Penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka) dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi “Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.”

4. Analisis data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan :

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;


(30)

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan; dan

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G.Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi diuraikan secara sistematis untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan pembagian kekayaan yayasan oleh organ yayasan.

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN Bab ini membahas mengenai tinjauan umum tentang yayasan, mulai dari bahasan tentang keberadaan yayasan menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor


(31)

28 tahun 2004, pengelolaan yayasan oleh organ yayasan, pertanggungjawaban organ yayasan dalam pengelolaan yayasan. BAB III PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN

YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

Bab ini membahas pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang terbagi atas kekayaan yayasan, pengalihan harta kekayaan yayasan, pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan.

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PEMBAGIAN KEKAYAAN

YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

Bab ini membahas tentang akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang terdri atas penggugatan terhadap yayasan dalam pembagian harta kekayaan yayasan, sanksi pidana dalam pembagian harta kekayaan yayasan, dan perubahan kepemilikan harta kekayaan yayasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini mengemukakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi yayasan dan orang-orang yang membacanya.


(32)

20

A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16

Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

1. Yayasan sebagai lembaga nirlaba

Arti nirlaba sebenarnya adalah tidak mencari laba atau keuntungan. Suatu keuntungan dapat terjadi jika suatu modal setelah diusahakan ternyata memperoleh hasil yang melebihi modal tersebut. Untuk nirlaba, modal yang ada tidak diolah untuk mendapatkan keuntungan, melainkan untuk melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Jadi lembaga nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (untung).18

Yayasan sejak semula didirikan tidak dimaksudkan untuk tujuan komersil, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgelijk Wetbook (BW) (selanjutnya disebut KUH Perdata) Pasal 368 yang menyebutkan antara lain bahwa dalam segala hal, bilamana Hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau lembaga amal. Jadi kalau diperhatikan dari ketentuan tersebut

18


(33)

sebenarnya yayasan memang bersifat sosial dan tidak dimaksudkan untuk suatu kegiatan usaha yang bertujuan mencari keuntungan.

Setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan, maka ditegaskan kembali yang menggambarkan bahwa yayasan sebagai lembaga nirlaba. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menjelaskan bahwa yayasan menyebutkan adanya harta kekayaan yang dipisahkan dan tujuannya untuk bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak terdapat anggota. Dalam praktek kegiatan yayasan di Indonesia, bentuk kegiatan usaha yayasan banyak digunakan untuk mencapai tujuan seperti yayasan perawatan orang jompo, yayasan panti asuhan anak yatim-piatu, yayasan kematian, yayasan dana pensiun, yayasan pendidikan, rumah sakit dan sebagainya. Pemerintah juga dapat mendirikan yayasan seperti yayasan bahan makanan, yayasan kesejahteraan pegawai dan lain sebagainya.

Berlakunya Undang-Undang Yayasan membuat kiprah yayasan sebagai lembaga nirlaba menjadi sorotan publik. Banyak tudingan miring kepada yayasan, terutama berkaitan dengan ‘kedok’ sebagai mencari keuntungan, dengan melihat berbagai kemudahan yang didapat dalam mendirikan yayasan dibanding bentuk badan hukum lain, seperti PT atau CV.19

19

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 111.

Berdasarkan kenyataan di lapangan batasan yayasan sebagai organisasi nirlaba agak kabur. Sebagai contoh yaitu yayasan dana pensiun, yang harus ‘memburu’ keuntungan agar dana yang tersimpan dapat berkembang. Padahal menurut Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Yayasan, yayasan hanya dapat mempergunakan 25% (dua puluh lima persen) modal yang dimilikinya diikutsertakan dalam bisnis yang bertujuan mencari


(34)

keuntungan. Sedangkan sisanya sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) tetap digunakan untuk kegiatan non profit yang menjadi aktivitas yayasan sehari-harinya.

Yayasan memang tergolong sebagai lembaga yang idealis dan kegiatannya termasuk mulia karena dengan ruang lingkup kegiatannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, memerlukan dana untuk pembiayaan tersebut, sedangkan dilain pihak yayasan tidak mencari keuntungan dari kegiatannya. Oleh sebab itu, tanpa menyimpangi asas nirlaba tersebut sebenarnya yayasan boleh mencari keuntungan asalkan jangan di dalam kegiatan yayasan, melainkan diluar yayasan. Caranya telah ditentukan oleh Undang-Undang Yayasan pada Pasal 7 yaitu dengan mendirikan badan usaha maupun ikut dalam penyertaan modal perusahaan di tempat lain.20

2. Hakekat yayasan sebagai badan hukum

Yayasan dalam sejarahnya merupakan suatu himpunan harta kekayaan yang disisihkan oleh para pendirinya untuk kegiatan sosial dan segi-segi ideal lainnya. Untuk mengetahui apakah yayasan itu merupakan badan hukum atau bukan dapat dilihat dari beberapa pendapat ahli hukum, seperti Scholten yang memberikan definisi bahwa21

20

yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan, bagaimanakah kekayaan itu diurus dan digunakan. Pakar hukum lainnya juga memberikan

(diakses pada tanggl 15 April 2015).

21 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 194.


(35)

definisi tentang yayasan diantaranya Utrecht, yang menyebutkan bahwa yayasan adalah tiap-tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu.

Badan hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti halnya manusia pribadi. Sebagaimana halnya subyek hukum manusia, badan hukum ini dapat mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta dapat pula mengadakan hubungan-hubungan hukum baik antara badaan hukum yang satu dengan badan hukum yang lain maupun antara badan hukum dan manusia. Karena itu badan hukum dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta kekayaan.22

Hukum di Indonesia mengenal yayasan (stichting, foundation) yaitu organisasi dengan tujuan tertentu. Subjek hukum yang baru dan berdiri sendiri itu merupakan badan hukum. Badan hukum yayasan dapat didirikan dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa dan dari kebiasaan dan yurisprudensi bersama-sama menetapkan aturan itu. Dengan demikian kedudukan badan hukum itu diperoleh dengan bersama-sama saat berdirinya yayasan itu.23

Yayasan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebelum berlakunya undang-undang yayasan, hanya didasarkan pada kebiasaan dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 124 K/Sip/1973 tanggal 27 Juni 1973, dimana dalam pertimbangan putusan tersebut Mahkamah Agung

22 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm 27. 23 Ali Rido, Op. Cit., hlm. 114.


(36)

telah membenarkan putusan judex factie yaitu bahwa yayasan Dana Pensiun H.M.B, didirikan di Jakarta dengan nama “Stiching Pendiunfons H.M.B Indonesie“. Dan telah menetapkan bahwa Yayasan Dana Pensiun H.M.B Indonesia sebagai badan hukum. Meskipun kelemahan yurisprudensi pada saat itu hanya menetapkan suatu yayasan sebagai badan hukum sifatnya hanya per kasus saja jadi pengadilan menetapkan yang memperoleh kepastian hukum sebagai badan hukum adalah yayasan yang berperkara saja, sedang yang lainnya masih belum ada kepastian.24

Mengikuti pandangan ini, maka status yayasan sebagai badan hukum semakin dipertegas dengan ditetapkannya Undang-Undang Yayasan. Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Yayasan, telah menghapuskan keraguan perihal apakah yayasan merupakan badan hukum atau bukan.25 Definisi yayasan dalam Undang-Undang Yayasan diatur dalam Pasal 1 ayat (1) mengakhiri perdebatan para ahli hukum apakah Yayasan merupakan suatu badan hukum non komersial atau bukan, yang menyebutkan yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Bentuk yayasan tentunya berbeda dengan koperasi yang merupakan kumpulan orang. Dengan pengertian seperti pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, maka yayasan tidak mempunyai anggota dan tidak mempunyai saham, sehingga tidak mengenal dividen seperti halnya perseroan.26

24

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 5.

25

Maret 2015).


(37)

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa status badan hukum yayasan yang semula diperoleh dari sistem terbuka penentuan atau het open system van rechtspersonen beralih berdasarkan sistem tertutup atau de gesloten system van rechtspersonen. Hal demikian berarti bahwa sekarang yayasan menjadi badan hukum karena berdasarkan undang-undang dan bukan berdasarkan sistem terbuka, yang berlandasakan pada kebiasaan, doktrin dan ditunjang dengan yurisprudensi.

Yayasan menurut undang-undang adalah suatu badan hukum yang untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang Yayasan. Adapun kriteria yang ditentukan adalah:27

a. yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;

b. kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan;

c. yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan;

d. yayasan tidak mempunyai anggota.

Rumusan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menguatkan bahwa yayasan untuk memperoleh status badan hukum haruslah membuat akta pendirian yayasan yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM yang dibuat oleh notaris. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM merupakan syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum bagi himpunan/perkumpulan/badan usaha seperti perseroan terbatas, koperasi maupun yayasan. Fungsi pengesahan dimaksudkan

27 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 10.


(38)

untuk keabsahan keberadaan badan hukum sehingga badan hukum itu mempunyai kelayakan yaitu seberapa jauh atau tidaknya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada khususnya yayasan. Rumusan ini tentunya membawa konsekuensi bahwa sebagai badan hukum, yayasan memiliki karakteristik dan kemampuan bertindak sebagai layaknya suatu subyek hukum.28

Perubahan Pasal 11 Undang-Undang Yayasan telah menghapus kewenangan Kanwil dalam memberikan pengesahan atas suatu badan hukum yayasan dan mempertegas bahwa wewenang untuk mengesahkan suatu yayasan sebagai badan hukum berada di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Di samping itu dinyatakan bahwa notaris harus mengajukan permohonan untuk menjadi badan hukum tersebut. Hal ini mungkin disebabkan pada masa lalu banyak yayasan yang dengan sengaja tidak mengajukan permohonan menjadi badan hukum.29

3. Pendirian yayasan di Indonesia

Hal tersebut berarti bahwa pengesahan akta pendirian ini merupakan satu-satunya dokumen yang menentukan saat berubahnya status yayasan menjadi badan hukum. Eksistensi yayasan sebagai entitas hukum privat tidak perlu dipermasalahkan lagi atau tidak diragukan lagi dengan keluarnya Undang-Undang Yayasan.

Sebelum adanya Undang-Undang Yayasan di Indonesia, perundang-undangan sama sekali tidak mengatur tentang badan hukum yayasan. Hanya dalam KUH Perdata yayasan disebut adanya yayasan seperti pada Pasal 365, 899, 900, 1680, kemudian dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 236 Rv. Tetapi di

28 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 2. 29Ibid., hlm. 4.


(39)

Indonesia, yayasan sejak dahulu bahkan sebelum adanya Undang-Undang Yayasan, yayasan telah diterima sebagai badan hukum yang dapat melakukan kegiatan usaha.30

a. Aspek materil

Pendirian yayasan di Indonesia pada saat itu masih menggunakan syarat dari hukum perdata yang terdiri atas 2 aspek, yaitu :

1) Harus ada pemisahan harta kekayaan 2) Adanya tujuan yang jelas

3) Ada organisasi (nama, susunan dan badan pengurus)

b. Aspek formil yaitu pendirian yayasan dalam wujud akta otentik.

Pendirian yayasan didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih dengan memisahkan harta kekayaan pendiri yang merupakan kekayaan awal dan dilakukan dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan kemudian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pendiri bukanlah pemilik yayasan karena sejak semula telah memisahkan sebagian kekayaannya menjadi milik yayasan.

Yayasan dapat juga didirikan berdasarkan wasiat. Apabila terdapat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan yayasan, hal ini dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam wasiat selaku penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat. Penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat. Hal ini saling berhubungan, bila penerima wasiat atau ahli waris tidak melaksanakan maksud pemberi wasiat untuk mendirikan yayasan, atas permintaan

30


(40)

pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendiri harus melaksanakan tugasnya berdasarkan “fiduciary duty”.31

a. Yayasan jelas merupakan suatu kumpulan modal dan bukan kumpulan orang.

Yayasan yang didirikan berdasarkan wasiat berarti :

b. Dikatakan bukan kumpulan orang karena yayasan dapat didirikan hanya oleh satu orang, yang menyisihkan sebagian harta kekayaannya pribadi menjadi harta kekayaan awal yayasan. Pemahaman ini diperkuat lagi dengan rumusan yang memungkinkan pendirian yayasan dengan wasiat. c. Selanjutnya oleh karena akta pendirian yayasan harus dibuat dalam bentuk

akta notaris, maka wasiat yang memungkinkan pendirian yayasan juga harus merupakan wasiat yang dibuat oleh atau di hadapan notaris.32

Pengertian yang dimaksud dengan ‘orang’ menurut penjelasan Undang-Undang Yayasan berdasarkan Pasal 9 ayat (1) adalah orang perorangan (person) baik warga Indonesia maupun warga negara asing ataupun warga negara Indonesia bersama-sama dengan warga negara asing, dan badan hukum (artificial person) baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing ataupun badan hukum Indonesia bersama-sama dengan badan hukum negara asing.33

31 Ais Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi (Bandug: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 28.

32 Gunawan Widjaja, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002), hlm. 11.

33 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit., hlm. 73.

Artinya hanya bisa didirikan oleh orang perorangan saja atau oleh badan hukum saja, dan


(41)

tidak memberi kemungkinan pendiri campuran orang perorangan dengan badan hukum.

Undang-Undang Yayasan yang berlaku saat ini memberi pengaturan, bahwa pendirian yayasan di Indonesia harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia berdasarkan pengaturan Pasal 9 ayat (2). Pembuatan akta pendirian dimaksud, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Akta pendirian yayasan tersebut memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Anggaran dasar tersebut sekurang-kurangnya memuat:34

a. nama dan tempat kedudukan yayasan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan;

c. jangka waktu pendirian;

d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang dan benda;

e. cara memperoleh kekayaan dan penggunaan kekayaan;

f. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian anggota pembina, pengurus dan pengawas;

g. hak dan kewajiban pembina, pengurus dan pengawas; h. tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan; i. penggabungan dan pembubaran yayasan;

34


(42)

j. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan setelah pembubaran.

Sedangkan keterangan lain, memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan pendiri, pembina, pengurus dan pengawas.

Untuk selanjutnya akta pendirian diajukan ke permohonan pengesahan Menteri agar memperoleh pengesahan sebagai badan hukum sesuai Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Yayasan. Pendiri dan kuasanya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan tersebut. Adapun permohonan pengesahan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 63 Tahun 2008, yang juga diatur dalam Pengumuman Nomor AHU-10.OT.03.01. Tahun 2008, yang dilampiri antara lain :

a. surat permohonan pengesahan akta pendirian yayasan; b. salinan akta pendirian yayasan;

c. foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak yayasan dilegalisir notaris;

d. surat pernyataan kedudukan/domisili disertai alamat yayasan, ditandatangani pengurus diketahui kepala desa;

e. bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama yayasan, atau pernyataan tertulis pendiri tentang kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal yayasan;

f. surat penyataan pendiri tentang keabsahan kekayaan; g. bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak;


(43)

h. bukti penyetoran biaya pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa akta pendirian yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar yang disetujui atau diberitahukan, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman tersebut dilakukan oleh Menteri yang membidangi hukum. Makna pengumuman ini sebagai pemenuhan syarat publisitas yang dimaksudkan untuk diketahui oleh masyarakat atau pihak ketiga.35

B.Pengelolaan Yayasan Oleh Organ Yayasan

Pengelolaan adalah suatu proses atau cara melakukan tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan berdasarkan ketentuan undang-undangan yang berlaku.36

35

Ibid., hlm. 44.

36 Andi Hamzah, Kamus Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 242.

Dalam hal ini, pengelolaan yayasan dimaksudkan dalam hal kekayaan yayasan oleh organ yayasan. Sedangkan yang dimaksud dengan kekayaan diartikan sebagai barang-barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum baik yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Maka pengertian dari pengelolaan harta kekayaan dapat diartikan sebagai tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan barang-barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum


(44)

yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.37

Kekayaan yayasan yang berupa uang, barang atau bentuk yang lain yang dapat dinilai dengan uang, sangatlah sensitif dalam pengelolaannya. Untuk itu pengelolaan kekayaan yayasan tersebut dilakukan secara profesional berlandaskan prinsip transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Walaupun uang bukan segalanya, tetapi tanpa adanya uang yang mencukupi maka yayasan tidak dapat menjalankan kegiatannya. Oleh karena itu, pembukuan harus diselenggarakan dengan tertib dan informasi keuangan dihasilkan tepat waktu sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengurus untuk tujuan evaluasi dan diawasi oleh organ lainnya yaitu pembina dan pengawas.38

Sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 2 yang menyebutkan bahwa yayasan mempunyai organ terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. Organ yayasan tersebutlah yang menjadi alat yayasan untuk dapat mengelola yayasan hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, yaitu yayasan yang diwakili oleh organnya dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.39

37 Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan (Menurut Sistematika KUH Perdata dan Perkembangannya) (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 87.

38

AB Susanto et.al., Op. Cit., hlm. 129. 39 Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 11.

Khususnya pengelolaan yayasan secara langsung dilakukan baik didalam maupun diluar dilakukan oleh salah satu organ yaitu pengurus. Hakekatnya antara yayasan dengan organ yayasan terdapat hubungan yang sangat erat. Di satu sisi keberadaan organ


(45)

yayasan tergantung sepenuhnya pada keberadaan yayasan, tetapi disisi lain yayasan sangat bergantung pada organnya untuk melakukan kegiatan mengelola yayasan dan melaksanakan fungsinya.40

1. Pembina

Pembina sebagai organ tertinggi dalam yayasan yang ikut dalam pengelolaan yayasan lebih melakukan kewenangannya yang tidak diserahkan kepada pengurus maupun pengawas yaitu untuk mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas. Diciptakannya organ pembina merupakan sebagai ganti pendiri, disebabkan dalam kenyataan pendiri yayasan pada suatu saat dapat tidak ada sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri meninggal dunia, ataupun mengundurkan diri.41

a. untuk menilai hasil pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun;

Dengan ketentuan tersebut, pembina memiliki kewenangan yaitu:

b. melakukan perubahan anggaran dasar yayasan;

c. pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas yayasan; d. penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan; e. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan; f. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan; g. laporan tahunan yang ditandatangani oleh pengurus dan pengawas,

kemudian disahkan dalam rapat pembina akan tetapi tidak mungkin dalam rapat tersebut pembina menolak pengesahan jika isi laporan tidak benar.42

40

Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 37.

41

Chatamarrasjid, Op.Cit., hlm. 7.

42

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 9.


(46)

Pembina ikut berperan dalam mengelola yayasan yang didirikan, yaitu dengan mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun. Rapat tahunan yang diselenggarakan pembina bertujuan melakukan evaluasi tentang kekayaan yayasan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang.

2. Pengurus

Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan kepengurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata-mata untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Pengurus menempati kedudukan sentral dalam mengelola yayasan dan hal ini memberikan tanggung jawab yang besar baik internal maupun eksternal yayasan dan pertanggungjawaban pengurus dapat dihubungkan dengan tugas dan wewenang yang melandasi kegiatan pengurus. Tugas atau kewenangan pengurus yayasan diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 39 Undang-Undang Yayasan yang isinya meliputi:

a. melaksanakan kepengurusan yayasan;

b. mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan; c. mengangkat dan memberhentikan pelaksanaan kegiatan yayasan;

d. bersama-sama dengan pengawas mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai pembina;

e. mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian, jika yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu;


(47)

g. mengusulkan kepada pembina tentang perlunya penggabungan;

h. bertindak selaku likuidator jika tidak ditunjuk likuidator. Disini nampak bahwa pengurus mempunyai tugas dan kewenangan yaitu melaksanakan kepengurusan dan mewakili yayasan.

Kewenangan pengurus dalam mengelola yayasan juga dibatasi oleh Undang-Undang Yayasan yang diatur dalam Pasal 37 dan 38 dalam hal-hal yang mengikat yayasan sebagai penjamin utang, mengalihan atau pembagian kekayaan yayasan, membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain dan pengurus tidak boleh mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan yayasan, pembina, pengurus, dan pengawas atau pihak lain yang berkaitan dengan yayasan kecuali dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi yayasan dan dengan mendapat persetujuan tertulis lebih dulu dari pembina.

Mengenai pertanggungjawaban pengurus terhadap pengelolaan serta hasil kegiatan usaha yayasan berkaitan erat dengan prinsip fiduciary relationship antara yayasan dengan pengurus selaku organ yayasan. Untuk itu maka tanggung jawab pengelolaan serta hasil kegiatan usaha yayasan sangat penting dilakukan oleh setiap pengurus berdasarkan prinsip kehati–hatian dan tanggung jawab. Karena hasil kegiatan usaha merupakan salah satu bentuk pendapatan yang menjadi kekayaan yayasan. Pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Yayasan sangat bergantung pada organ pengurus sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan


(48)

fungsinya. Sehingga antara yayasan dengan pengurus terdapat fiduciary relationship yang melahirkan fiduciary duties.

Berdasarkan kewenangan yang ada, pengurus harus mampu mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar yayasan selalu berjalan pada jalur yang benar atau layak. Oleh karena itu pengurus mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap penggelolaan yayasan, hal ini ditegaskan dalam Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Yayasan yang memuat bahwa pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan serta berhak mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dan juga pengurus harus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dan untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksudkan, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan hal ini diatur dalam anggaran dasar yayasan.

Pengelolaan yayasan yang dilakukan oleh pengurus pastilah ada obyek yang dikelola yaitu disebut dengan kekayaan yayasan. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan merupakan obyek bagi pengurus untuk mengelola yayasan. Kekayaan yayasan ini berasal dari harta pribadi pendiri yang terpisah dari yayasan dan harta yang berasal dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan perolehan lainnya yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan. Selanjutnya juga dikatakan bahwa dalam hal-hal tertentu negara dapat memberikan bantuan kepada yayasan. Dalam hal yang demikian maka perlu diperhatikan mekanisme pemberian bantuan tersebut,


(49)

apakah masih berada dalam siklus anggaran menurut peraturan perbendaharaan negara, yang diatur lebih lanjut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau telah menjadi bagian harta kekayaan yang dipisahkan, dengan mekanisme pertanggungjawabannya sendiri.

Sumber pendanaan inilah yang menjadi menjadi fokus perhatian pengelolaan yayasan yang dilakukan oleh organnya khususnya pengurus. Pengurus sebagai organ yang yang menempati kedudukan sentral dalam pengelolaan yayasan sangatlah besar pengaruhnya pada apa yang dikelola yayasan yaitu sumber pendanaan yang menjadi kekayaan yayasan. Sumber pendanaan yayasan biasanya menjadi fokus perhatian pengurus karena pengurus yayasan menjadi penentu eksistensi yayasan itu sendiri. Misalnya, yayasan anak yatim piatu mempunyai kegiatan pokok untuk membantu anak-anak yang terlantar karena mereka tidak memiliki orang tua. Tentu yayasan ini memerlukan sumber dana untuk membiayai kegiatan operasional bagi anak-anak asuhannya, biaya konsumsi, pakaian, sekolah dan keperluan lainnya. Karena anak-anak asuhan yayasan tersebut tidak membayar uang sepeser pun, maka pengurus yayasan memperoleh sumbangan atau donasi dari para dermawan.43

Untuk membantu memperoleh sumber pendapatan lain serta mengembangkan yayasan, pengurus diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan suatu badan usaha dan/ ikut serta dalam badan usaha dalam artian dapat menanamkan modalnya pada badan usaha yang lain dalam bentuk Perseroan Terbatas. Penyertaan modal ke dalam bentuk usaha yang bersifat

43


(50)

dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayaasan hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Yayasan.

Undang-Undang Yayasan ini tidak dijelaskan lebih lanjut kriteria kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Maksud dibentuknya badan usaha adalah yayasan diharapkan dapat memperoleh tambahan kekayaan berupa keuntungan yang dapat memperoleh tambahan kekayaan berupa keuntungan yang dapat digunakan untuk menopang kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Misalnya, yayasan penderita anak cacat membentuk unit usaha berupa kerajinan tangan, hasil kreasi dari peserta didiknya. Kegiatan usaha yayasan itu sendiri harus mencerminkan tujuan dan maksud awal yayasan dibentuk yaitu sosial, keagamaan dan kemanusiaan, maka ruang gerak kegiatan usaha yayasan tersebut harus sesuai dengan bidang sosial, pendidikan, keagamaan, kebudayaan, kesehatan dan bidang lainnya.

Keuntungan dari kegiatan usaha tersebut menjadi sumber penghasilan yayasan. Hasil kegiatan usaha ini digunakan untuk mendukung program (kegiatan) pokok yayasan.44

44Ibid.

, hlm. 129.

Pengurus yayasan tidak dapat hanya mengandalkan sumber dana dari donatur atau sumbangan saja, tetapi juga mencari sumber dana lain yang memberikan nilai tambah dengan melakukan kegiatan usaha seperti pentas seni anak, turnamen, pameran lukisan anak, seminar dan sebagainya. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk oleh pengurus


(51)

yayasan.45

3. Pengawas

Dan pengelolaan yang dilakukan oleh pengurus tidak dengan sewenang-wenangan karena kekuasaan yang dimiliki dengan statusnya sebagai organ yayasan, akan tetapi untuk itu organ yayasan lain seperti pengawas sebagai fungsi kontrol bertugas untuk mengawasi kerja pengurus.

Pengawas yayasan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Yayasan memiliki pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pengawas yang wewenang, tugas dan tanggung jawabnya diatur dalam anggaran dasar. Yang dapat diangkat menjadi pengawas adalah orang yang mampu melakukan perbuatan hukum dan yang memenuhi persyaratan sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menghindari kemungkinan tumpeng tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain, pengawas tidak boleh rangkap jabatan. Organ pengawas sendiri perannya mengawasi serta memberi nasehat kepada pengurus dalam pengelolaan dan menjalankan kegiatan usaha yayasan46

a. pengawas berhak melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen, keuangan pembukuan yayasan. Oleh karena itu sudah selayaknya ditunjuk orang yang memliki keahlian dan pengalaman yang berkaitan dengan akuntansi,

harus dengan itikad baik dan bertanggung jawab yang sesuai dengan Pasal 42 Undang-Undang Yayasan. Tugas dan wewenang dari pengawas dalam mengelola yayasan yaitu:

45 Ibid.

46


(52)

keuangan, sehingga dapat mengawasi pelaksanaan tata kelola yayasan yang baik;

b. pengawas berhak mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh pengurus dan memberi peringatan kepada pengurus;

c. pengawas dapat memberhentikan untuk sementara pengurus, apabila pengurus tersebut bertindak bertentangan dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan yayasan;

e. dalam hal seluruh pengurus diberhentikan sementara, maka untuk sementara pengawas diwajibkan mengurus yayasan.

Undang-Undang Yayasan juga mengatur tentang tanggung jawab pribadi seperti pada pengurus yang diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Yayasan maka pengawas dengan sadar diri harus tetap memunculkan karakteristik tugas dan posisinya dalam yayasan yaitu mengawasi kinerja pengurus. Sebab apabila pengurus di dalam menjalankan tugasnya melakukan kesalahan, apalagi sampai merugikan yayasan atau pihak ketiga, maka kesalahan itu tidak dapat dilepaskan dari pengawas, karena pengawas juga ikut bersalah di dalam menjalankan tugasnya. Kesalahan pengurus dapat terjadi karena lemahnya pengawasan. Dengan demikian pengawas mempunyai andil dalam kesalahan, dan hal ini sudah seharusnya mempunyai akibat yang sama dengan pengurus, yaitu pengawas juga bertanggung jawab secara pribadi.47

47

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 105.


(53)

mempunyai tanggung jawab juga harus melaporkan setiap laporan pengawasannya kepada pembina yayasan.

Pengaturan pengawasan dalam Undang-Undang Yayasan menganut sistem pengawasan internal dan eksternal yang mengatur kewenangan pengawas dalam melakukan pengawasan intern diserahkan kepada pengawas sebagai salah satu organ yayasan, sedangkan kewenangan melakukan pengawasan secara ekstern, dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan atas permohonan pihak ketiga, atau permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. Selain itu, pengawasan tidak langsung oleh masyarakat adalah dengan dicantumkannya ketentuan yang mewajibkan yayasan mengumumkan laporan tahunannya.48

Praktik yang selama ini terjadi, bahwa pengawas yang bertugas mengawasi pengelolaan yayasan, selalu tidak berdaya menghadapi ulah pendiri yang kebanyakan diangkat menjadi pembina yayasan. Walaupun pengawas menemukan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pendiri, tetapi pengawas tidak dapat mengambil tindakan apa pun atas penyelewengan tersebut. Karena dalam Undang-Undang Yayasan tidak membuat pengaturan yang tegas peran dari pengawas, hanya mengatur pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan pengurus saja. Untuk itu Undang-Undang Yayasan perlu mengevaluasi keberadaan organ pengawas, untuk kemudian direkomendasikan, untuk dipertahankan atau dihilangkan dari struktur organ dengan mengubah sistem pengangkatannya agar mempunyai posisi yang kuat. Jauh lebih baik apabila fungsi pengawasan ini diserahkan kepada suatu badan atau instansi yang dapat

48


(54)

mewakili kepentingan publik, misalnya kejaksaan atau badan/instansi terkait lainnya seperti kementerian.49

Paradigma baru terhadap pengelolaan yayasan sudah seharusnya diperhatikan dan dilaksanakan agar yayasan dapat tumbuh dan berkesinambungan dalam mencapai maksud dan tujuannya. Pengelolaan haruslah dijalankan secara transparan oleh organ yayasan khususnya pengurus. Hal tersebut dikarenakan para donator yayasan dan masyarakat menuntut adanya keterbukaan dan akuntabilitas yang baik. Profesionalisme pengelolaan yayasan akan menciptakan citra yang sangat positif di mata donatur termasuk pemerintah dalam memberikan bantuannya. Dengan citra yang yang positif akan memudahkan yayasan menggalang dukungan dan partisipasi berbagai pihak dalam menggali sumber pendanaan.50

Organ yayasan dalam mengelola yayasan sudah seharusnya ikut terjun langsung membuat dan mengawasi kegiatan yayasan bukan hanya dilimpahkan kepada anggota pelaksana saja. Yayasan harus menciptakan kegiatan dan program yang kreatif yang berorientasi pasar. Kegiatan usaha dan program yang berorientasi pasar akan sangat disukai oleh konsumen sehingga memudahkan yayasan menggali sumber pendanaan untuk mendukung kegiatannya. Pengimplementasian strategi kegiatan yayasan sudah selayaknya dilaksanakan

49

Ibid., 231-232.

50

H.P. Panggabean, Praktik Pengadilan Menangani Kasus Aset Yayasan (Termasuk Aset Keagamaan) Dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa


(55)

dalam upaya mengidentifikasikan potensi pasar, menciptakan program yang dibutuhkan masyarakat dan melakukan promosi program tersebut.51

C. Pertanggungjawaban Organ Yayasan dalam Pengelolaan Yayasan

Pertanggungjawaban badan hukum ada, jika organ bertindak sedemikian dalam batas-batas suasana formal dari wewenangnya. Dalam menyelenggarakan tugasnya yang mengikat badan hukum, organ dapat melakukan kesalahan-kesalahan pribadi yang merugikan badan hukum dan merupakan perbuatan melanggar hukum yang mewajibkan mereka untuk mengganti kerugian secara pribadi pula. Jadi organ yang melakukan perbuatan masih dalam batas-batas wewenangnya, di samping pertanggungjawaban badan hukum, organ secara pribadi mungkin saja harus bertanggungjawab sendiri atas perbuatan melawan hukum.

Banyaknya bentuk tanggung jawab menyebabkan terasa sulit merumuskannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau diamati lebih jauh, pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan. Dalam kebudayaan Indonesia, umumnya "tanggung jawab" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Dalam ketentuan pidana disebutkan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dengan

51Ibid


(56)

tindak pidana, tindak pidana itu tidak dapat berdiri sendiri dan itu baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana (kesalahan), ini berarti setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana, untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban mengenai kekayaan yayasan harus dipertanggungjawabkan oleh seluruh organ yang terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas. Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan. Pengawas bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengurus dan pengawas yayasan dituntut untuk melibatkan kecakapan/keahlian dan kehati-hatian dalam menjalankan tugas mereka masing-masing. Prinsip tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Yayasan. Hal ini merupakan sebuah bentuk upaya antisipatoris yayasan sekiranya pengurus dan pengawas melakukan kesalahan dan lalai dalam menjalankan tugas mereka. Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa segala pengurusan yayasan dijalankan oleh pengurus (dengan pengawasan pengawas dan pembina). Oleh karena itu, mestinya pengurus tidak boleh menjalankan pengurusan secara sewenang-wenang. Harus ada mekanisme kontrol terhadap apa yang telah dijalankan oleh pengurus. Harus ada mekanisme di mana pembina sebagai pemegang kontrol terakhir bisa meminta pertanggungjawaban pengurus.52

Hal yang biasanya dilarang oleh Undang-Undang Yayasan yang dapat menimbulkan pertanggungjawaban hukum oleh organ yayasan adalah situasi pada


(57)

saat munculnya benturan kepentingan para organnya yang menggunakan kedudukannya dengan mendahulukan keuntungan pribadi mereka, sehingga mengakibatkan kerugian pada organisasi yang mereka kelola khususnya yayasan. Beberapa transaksi yang menjadi asal dari keuntungan pribadi organ yang dilarang meliputi:

1. pinjaman uang atau benda berharga lainnya dari organisasi nirlaba kepada individu pribadi;

2. pengambilalihan kewajiban individu oleh organisasi nirlaba;

3. pembayaran kepada seseorang atau suatu bisnis yang melebihi jumlah normalnya;

4. kompensasi yang bisa diterima atas barang atau jasa yang diberikan pada organisasi nirlaba;

5. memberikan izin pada seseorang untuk menggunakan atau membeli fasilitas nirlaba atau peralatan kantor secara cuma-cuma atau dengan harga sangat rendah;

6. menggunakan bentuk nirlaba untuk mengoperasikan organisasi pencari keuntungan atau untuk mencapai tujuan bisnis (seperti mengizinkan suatu yayasan untuk berinvestasi dalam proyek yang dipimpin oleh organ yayasan itu sendiri).53

Orang yang duduk dalam organ, dapat bertindak sebagai kualitas organ dan dapat juga bertindak secara pribadi. Apabila organ melakukan tindakan dalam kualitasnya sebagai organ, maka yayasan dapat digugat untuk

53


(1)

2. Pembagian kekayaan yayasan kepada organnya diatur dalam Undang-Undang Yayasan. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa kekayaan yayasan dilarang untuk dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Namun ada pengecualian dalam Pasal 5 ayat (2). Pengurus diperbolehkan menerima gaji, upah, atau honorarium sepanjang pengurus bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas, serta pengurus melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh. Undang-Undang Yayasan masih memiliki kelemahan dalam mencegah praktik penyelewengan yang dilakukan para organnya khususnya kepada pembina dan pengawas, karena belum ada pengaturan secara eksplisit tentang pembagian kekayaan yayasan terhadap pembina dan pengawas. Oleh sebab itu masih banyak praktik antara organ dengan yayasan untuk menjadikan yayasan sebagai “wadah” melakukan praktik pencucian uang ataupun korupsi.

3. Akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan terdiri dari 3 (tiga) antara lain pertama, perubahan kepemilikan harta kekayaan yayasan berupa gaji, upah, atau honorarium yang menjadi milik pengurus, dengan persetujuan pembina dan pengawas. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Yayasan. Kedua, gugatan yang diajukan oleh antarorgan yayasan, organ kepada yayasan, maupun sebaliknya, dengan menggunakan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata sebagai landasan hukumnya. Ketiga, penjatuhan sanksi pidana terhadap yayasan dan organnya. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal


(2)

70 Undang-Undang Yayasan. Gugatan dan sanksi pidana dapat terjadi apabila harta kekayaan yayasan dibagikan kepada organ lain selain pengurus yayasan, karena Undang-Undang Yayasan hanya mengatur tentang pembagian kekayaan yayasan kepada pengurus yayasan.

B. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan atas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini adalah :

1. Pengelolaan yayasan yang dilakukan oleh organnya, diharapkan memiliki visi dan misi untuk bekerja dengan mulia dan mengabdi pada yayasan tanpa mengharapkan laba (keuntungan) dari yayasan tersebut. Sehingga yayasan dapat konsisten dengan tujuannya sebagai badan hukum yang didirikan berdasar bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

2. Hendaknya pemerintah pusat dan daerah membentuk suatu “lembaga” yang independen tanpa ada keterkaitan pihak tertentu dengan tugas khusus memantau aliran keuangan suatu yayasan untuk mencegah terjadinya membagi-bagikan kekayaan yayasan oleh organnya dengan memanfaatkan kewengannya.

3. Undang-Undang Yayasan perlu direvisi kembali terhadap pasal-pasal yang masih memberi celah bagi pelanggar untuk menyalahgunakan kekayaan yayasan, dan menambah pasal yang dalam penjatuhan hukumannya masih kurang tegas dan tidak spesifik. Sehingga penjatuhan hukuman dari akibat


(3)

hukum pembagian kekayaan tidak selalu dikaitkan dengan undang-undang yang lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika. 2012.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2006

Borahima, Anwar. Kedudukan Yayasan Di Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2010.

Butarbutar, Elisabeth Nurhaini. Hukum Harta Kekayaan (Menurut Sistematika

KUH Perdata dan Perkembangannya). Bandung : PT. Refika Aditama.

2012.

Chatamarrasyid, Ais. Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2006.

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : Penerbit Balai Pustaka. 1986.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. 1999.

Murjiyanto, R. Badan Hukum Yayasan (Aspek Pendirian dan Tanggung Jawab). Yogyakarta : Liberty Yogyakarta. 2011.

Panggabean, H .P. Praktik Peradilan Menangani Kasus Aset Yayasan (Termasuk Aset Keagamaan) dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Jakarta : Permata Aksara. 2012.

Rido, Ali. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung : Alumni. 1986.

Suhardiadi, Arie Kusumastuti Maria. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta : Perpustakaan Nasioanal. 2002.

Sutedi, Adrian. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta : Sinar Grafika. 2010.

Supramono, Gatot. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. 2008. Susanto, AB. et.al. Reformasi Yayasan. Jogjakarta : Andi. 2002.


(5)

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif : Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2003

Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2005

Widjaja, Gunawan. Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 2002.

B. Peraturan-Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Tindak Pidana Korupsi Nomor 3 Tahun 1971 jo Nomor 20 Tahun 2001.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.

C. Kamus Hukum

Hamzah, Andi. Kamus Hukum Jakarta : Ghalia Indonesia. 1986.

Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary. St.Paul-Minn, USA: West Publishing CO, 1990.

D.Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Nuswantari, Tiara. “Perlindungan Hukum Terhadap Harta Kekayaan Yayasan Yang Berstatus Badan Hukum dan Non Badan Hukum”. Tesis. Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia. 2012. Nurhafifah. “Pertanggungjawaban Pidana Oleh Pengurus Yayasan Terhadap

Penyalahgunaan Dana/Kekayaan Yayasan”. Tesis. Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara. 2005.

Ricardo, Jimmy. “Tinjauan Pemberian Gaji/Honorarium Dalam Suatu Yayasan Dengan Berlakunya Undang-Undang No 28 Tahun 2004 (Studi Kasus


(6)

Yayasan Perguruan Harapan Stabat)”. Skripsi. Fakultas Hukum Sumatera Utara. 2005.

E.Website

Anonim. “Status Hukum Yayasan”.

(diakses pada tanggal 20 maret 2015).

Anonim. “Arti Kata Alih”. tanggal 25 Maret 2015).

Anonim. “Kasus Yayasan Supersemar”.

http://nasional.kompas.com/read/2013/09/20/2259216/Kasus.Yayasan.Sup ersemar.Kejagung.Ajukan.PK (diakses pada tanggal 2 April 2015).

Anonim. “Arti Kata Pembagian”.

(diakses pada tanggal 8 April 2015).

Zoelnayaris. “Makalah Logika”.

(diakses

pada tanggal 8 April 2015).

Anonim. “Yayasan Yang Nirlaba”.

Anonim. “Yayasan Supersemar”.


Dokumen yang terkait

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 60 257

Suatu Tinjauan Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Oleh Yayasan AFTA sebagai Badan Hukum.

0 0 6

undang undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas uu nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan

0 0 22

PELAKSANAAN PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR YAYASAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN DI KOTA PADANG (KHUSUS YAYASAN DIBIDANG PENDIDIKAN

0 0 20

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 11

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 26