Manajemen Aset Hak Kekayaan Intelektual

Ditulis oleh : Dwi Agustine Kurniasih
Fungsional Umum Direktorat Merek

Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Aset yang Bernilai Ekonomi

Latar Belakang
Jumlah usaha atau industri mikro, kecil dan menengah yang cukup banyak di
Indonesia seharusnya merupakan potensi yang luar biasa besar bagi kemajuan
perekonomian masyarakat Indonesia mengingat resistensi atau daya tahan industri
kecil menengah yang tinggi ditengah krisis moneter yang pernah menimpa
Indonesia. Oleh karena itu menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan lagi apabila
Pemerintah memberi perhatian lebih terhadap penguatan keberadaan UMKM, salah
satunya adalah dengan memberikan perlindungan terkait dengan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI).
HKI sebagai suatu kekayaan intelektual sebenarnya memberikan kesempatan
kepada pemilik karya intelektual untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
kepemilikan tersebut. Manfaat ekonomi ini bisa didapatkan dari adanya hak eksklusif
yang dimiliki oleh pemilik hak kekayaan intelektual tersebut. Bagi para pelaku usaha,
manfaat ekonomi dari HKI ini sudah tidak asing lagi. Bahkan trend belakangan ini
baik di Indonesia maupun di negara-negara asing adalah adanya pemahaman
bahwa HKI merupakan aset tidak berwujud (intangible asset) yang kemudian dapat

disejajarkan dengan aset-aset berwujud yang selama ini telah kita kenal seperti
gedung, tanah, dan lain-lain.
Lalu seberapa pentingkah HKI bagi para pelaku usaha Indonesia terutama
yang berasal dari kelas mikro-UKM? apa yang dapat dilakukan para pelaku usaha
untuk dapat melihat potensi HKI sebagai aset yang dapat mendukung usaha
mereka?

Pentingnya HKI bagi pelaku usaha
Industri atau usaha kecil menengah dapat berperan sebagai katup pengaman
dan pilar ekonomi nasional, sehingga program pengembangan industri dan dagang
1

kecil menengah perlu diarahkan kepada industri dan dagang kecil menengah
modern yang diharapkan dapat memperkuat struktur industri dan perdagangan
secara nasional untuk memenuhi keinginan pasar global.1 Industri kecil menengah
modern menuntut adanya inovasi yang sejalan dengan perkembangan teknologi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa inovasi dan juga kreatifitas merupakan bahan
bakar utama dalam pengembangan usaha dan bisnis baik itu usaha kecil menengah
maupun industri yang berskala besar.
Disinilah diharapkan adanya peran HKI yaitu memberikan perlindungan

terutama terhadap hasil kreatifitas dan inovasi tersebut. Perlindungan HKI
memberikan hak eksklusif kepada penemu dan/atau pemilik kekayaan intelektual
untuk mencegah pihak lain menikmati keuntungan komersial dari hasil temuan
tersebut tanpa ijin dari penemu atau pemiliknya. Hak eksklusif yang dimaksud disini
adalah bahwa pemilik hak atas kekayaan intelektual mempunyai hak monopoli atas
hasil inovasi atau temuannya tersebut. Hak monopoli ini berlaku dalam jangka waktu
tertentu dimana hak ini juga dapat mempengaruhi struktur kompetisi dan dunia
usaha misalnya dengan pemberian lisensi, franchise, dan lain-lain.
Jika melihat begitu pentingnya kreatifitas dan inovasi bagi pelaku usaha dan
industri maka demikian juga halnya dengan perlindungan kekayaan intelektual.
Pentingnya HKI dapat dilihat dari besarnya manfaat yang diperoleh dari adanya
perlindungan kekayaan intelektual tersebut. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh
dari perlindungan HKI yaitu :
1.

Perlindungan kekayaan intelektual yang kuat akan mempengaruhi cara
pandang investor asing. Adanya investor asing dapat dipandang sebagai
salah satu upaya adanya transfer teknologi, terbukanya lapangan kerja dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat


2.

Perlindungan kekayaan intelektual terutama terhadap temuan-temuan atau
produk-produk asli Indonesia selain dapat memberi pendapatan bagi penemu
atau pemilik kekayaan intelektual misalnya melalui royalty, lisensi, dsb juga
dapat meningkatkan perekonomian Negara

3.

Perlindungan KI dapat mendorong timbulnya kreatifitas dan inovasi

4.

Dapat mencegah pihak lain mengambil keuntungan dari temuan dan/atau
produk yang kita miliki sehingga dapat meminimalisir kerugian akibat adanya

1

Marwoto. “Pengalaman Industri dan Dagang Kecil Menengah (IDKM) dalam Penerapan HaKI di Indonesia”,
disampaikan pada “Seminar Inovasi Perayaan Hari HaKI Sedunia” tanggal 25 April 2001 di Hotel Sahid, Jakarta


2

pemboncengan reputasi (passing off), pemalsuan, penjiplakan, pembajakan
dan aktifitas-aktifitas yang merugikan lainnya
5.

Dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk Indonesia.
Berdasar hal tersebut di atas, maka sudah saatnya para pelaku usaha dan

industri terutama yang berasal dari industri mikro kecil menengah merubah cara
pandang mereka mengenai HKI. Bahwa kekayaan intelektual tidak hanya sebagai
bentuk monopoli atas suatu kekayaan intelektual tetapi juga sebagai aset yang tak
berwujud (intangible assets) yang dapat memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya
dan lebih jauh lagi dapat meningkatkan perekonomian negara.
Menjadikan hasil-hasil kekayaan intelektual sebagai aset berharga yang tidak
berwujud bukanlah perkara mudah mengingat banyaknya jumlah usaha mikro-UKM
yang sangat besar tersebar di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pembudayaan HKI
yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran berkreasi dan motivasi berinovasi
menjadi suatu hal yang sangat vital. Pembudayaan HKI ini meliputi sosialisasi HKI,

pengembangan sistem informasi HKI, adanya pemberian insentip bagi penemu dan
juga pengguna, membentuk kelembagaan HKI, pembinaan SDM di bidang HKI,
harmonisasi perundangan dan peraturan di berbagai sektor dan yang terakhir adalah
pendanaan.2
Sosialisasi HKI yang dilakukan melalui seminar, lokakarya, bimtek dan
sejenisnya merupakan agenda rutin Ditjen HKI yang dilakukan bekerjasama dengan
lembaga pemerintah lainnya danjuga dengan elemen-elemen masyarakat yang ada
seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, AKHKI
(Asosiasi Konsultan HKI), KADIN (Kamar Dagang dan Industri), dan lain-lain.
Banyaknya kegiatan-kegiatan sosialisasi terkait dengan HKI tentunya tidak
serta merta dapat meningkatkan pemahaman pelaku usaha dari industri usaha kecil
menengah mengenai HKI. Berdasarkan laporan yang dibuat International Intellectual
Property Alliance (IIPA), sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di
Amerika Serikat, pada Pebruari 2011, diketahui bahwa Indonesia diusulkan untuk
masuk dalam Priority Watch List 2011 dari Office of the US Trade Representative

Sulaeman Kamil, Chandra Manan Mangan, Doddy Budhiwaskito. “Strategi Komersialisasi HKI: Membangun
Jaringan Pemilik HKI dengan Industri”, disampaikan dalam Simposium Nasional HKI 2000 yang diselenggarakan
oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Departemen Kehakiman dan HAM,
Jakarta, 23 November 2000


2

3

karena masih begitu besarnya angka pelanggaran hak cipta yang terjadi. 3 Benar
atau tidaknya kondisi ini namun tetap saja perlu mendapatkan perhatian pemerintah
karena bagaimanapun jika benar Indonesia masuk dalam Priority Watch List 2011
maka hal ini dapat mempengaruhi kelancaran hubungan dagang dengan amerika
serikat. Namun kondisi ini tidak dapat juga dijadikan tolak ukur tingkat keberhasilan
sosialisasi HKI karena banyak faktor-faktor lain yang menjadi kendala dalam
peningkatan pemahaman HKI, diantaranya adalah :
1.

Lemahnya kepercayaan masyarakat akan sistem hukum yang berlaku di
Indonesia. Hal ini juga memberi dampak rendahnya kepercayaan masyarakat
terhadap perlindungan HKI termasuk juga terhadap birokrasi dan penegakan
hukumnya.

2.


Kurangnya minat dan apresiasi terhadap HKI

3.

Benturan dengan budaya lokal. Prinsip dasar HKI adalah penghargaan
terhadap hak individu sedangkan banyak karya yang berkembang di
masyarakat bersifat komunal yang cenderung tidak mendorong tumbuhnya
kreatifitas dan inovasi.

4.

Sosialiasi seringkali hanya menjangkau kota-kota besar di Indonesia, padahal
sebagian besar industri kecil menengah terletak di wilayah-wilayah yang jauh
dari pusat kota. Oleh karena itu, tanggung jawab sosialisasi terhadap industri
kecil di wilayah jauh seperti ini tidak hanya pada Ditjen HKI namun juga
membutuhkan peran serta aktif dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat
dan lembaga pemerintah di daerah seperti kantor wilayah dan pemerintah
daerah masing-masing.


5.

Belum adanya insentif bagi pelaku usaha terkait dengan kepemilikan
kekayaan intelektual. Insentif yang dimaksud disini adalah dimungkinkannya
sertifikat HKI untuk dapat dijadikan jaminan kredit seperti sertifikat
kepemilikan kebendaan lainnya.

Manajemen Aset Kekayaan Intelektual
Untuk dapat meningkatkan manfaat dan potensi dari HKI maka sudah saatnya
pelaku usaha diberikan suatu konsep pemahaman baru yang memandang HKI
sebagai aset yang tidak berwujud (intangible asset) yang dikemudian hari dapat
3

Diambil dari http://indonesiakreatif.net/uncategorized/bicara-hki-bersama-ari-juliano/ akses tanggal 13
Maret 2013

4

disamakan kedudukannya dengan aset berwujud yang selama ini telah kita kenal
seperti aset tanah, bangunan, mesin, dan sebagainya.

Mengenai potensi kekayaan intelektual apa saja yang dapat dijadikan aset
oleh pemilik atau penemu maka diperlukan Manajemen Aset Kekayaan
Intelektual. Manajemen aset HKI meliputi identifikasi aset intelektual, lalu pemilihan
jenis perlindungan aset dan eksploitasi aset kekayaan intelektual yang dimiliki untuk
mendapatkan manfaat ekonominya.
Tahap pertama adalah mengidentifikasi aset kekayaan intelektual yang
bisa jadi kita miliki. Apa saja yang dapat menjadi aset KI? Pada prinsipnya, semua
hasil kreatifitas yang tidak berwujud yang bernilai bagi usaha/bisnis pemiliknya dapat
menjadi aset HKI jadi tidak terbatas pada hasil kreatifitas yang dapat didaftarkan
perlindungannya (cipta, merek, paten, desain industri, dsb).4 Sebagai contoh dalam
suatu usaha dapat kita lihat beberapa hal yang termasuk dalam aset kekayaan
intelektual, yaitu :5
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.


Name of Business / Trade Mark(s),
Copyright in software,
Hardware layout design / Industrial design,
Patents (where applicable) and
Confidential Information,
Relationship with suppliers, customers, etc
Customer relationships
Company policies which gives the company the competitive advantage, e.g.
pricing policy
i. Work culture
j. Contractual relationships with third parties
k. Skills of key employees
l. Company strategies
m. Details of research undertaken / failed research projects
Setelah menentukan aset-aset kekayaan intelektual yang kita miliki, langkah

selanjutnya adalah menentukan jenis perlindungan yang sesuai. Perlindungan
terhadap aset-aset ini menjadi sangat penting mengingat tingginya nilai ekonomi
yang bisa diperoleh dari hasil inovasi dan atau kreatifitas tersebut. Perlindungan ini

bisa berupa mendaftarkan nama merek produk atau jasa yang dimiliki (merek),
mengajukan permohonan paten, desain industri dan/atau jika terdapat unsur karya
cipta dalam penemuan tersebut maka bisa juga diajukan pencatatan karya cipta
Ramakrishna Damodharan, “IP Asset Management IP Audit IP Due Diligence”. Makalah disampaikan dalam
Training Of Trainer Program yang diselenggarakan oleh KADIN Indonesia, Jakarta, 27 July 2011
5
Ibid

4

5

tersebut ke kantor Ditjen HKI. Jika asset yang kita miliki tidak termasuk dalam
perlindungan sebagaimana tersebut di atas maka harus dipikirkan bagaimana kita
dapat melindungi aset kekayaan intelektual yang kita miliki tersebut karena
bagaimanapun juga dunia usaha merupakan dunia kompetisi dimana akan selalu
ada kompetitor yang berusaha memiliki aset kita tersebut.
Tahap ketiga adalah mengevaluasi aset KI. Proses mengevaluasi aset dapat
dilakukan dengan menentukan nilai aset KI dan bagaimana mengeksploitasi aset
tersebut. Penentuan nilai aset berupa menghitung nilai aset merupakan proses yang
gampang-gampang susah dimana diperlukan Uji Tuntas (due diligence) yang teliti
mengingat intangible asset lebih sulit diidentifikasi dibandingkan aset berwujud.
Penghitungan nilai aset ini bertujuan untuk menentukan besarnya manfaat ekonomi
yang dapat kita peroleh misalnya ketika aset kekayaan intelektual tersebut akan kita
lisensikan ke pihak ketiga atau ketika akan kita jual. Jika memungkinkan,
pendampingan dari seorang yang ahli di bidang HKI dan atau seorang akuntan akan
dapat membantu proses penilaian tersebut.
Selanjutnya adalah cara apa saja yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha
untuk mengeksploitasi aset kekayaan intelektual yang dimilikinya, diantaranya dapat
melalui :6
1. Licensing out to third parties7
2. Cross-licensing of IP rights8
3. Disposing of IP Assets no longer of benefit to you,
4. Using IP rights as a tool to gain new rights / privileges
5. Franchising of IP Asset9

6

Untuk poin nomor 1-5 : Ramakrishna Damodharan, loc. Cit; poin nomor 6&7 diambil dari situs
http://www.wipo.int/sme/en/documents/value_ip_intangible_assets.htm akses tanggal 13 Maret 2013
7
A licence is a permission to do something that, without the licence, would be an infringement of IP. (There
may be more than one licensor or more than one licensee in a licence agreement). Diambil dari
http://www.ipo.gov.uk/licensingbooklet.pdf akses tanggal 13 Maret 2013.
8
a cross-licensing agreement is an agreement according to which two or more parties grant a license to each
other for the exploitation of the subject-matter claimed in one or more of the patents each owns. For example,
Microsoft and JVC entered into a cross license agreement in January 2008. Each party, therefore, is able to
practice the inventions covered by the patents included in the agreement. This benefits competition by allowing
each more freedom to design products covered by the others patents without provoking a patent infringement
lawsuit. Diambil dari http://www.wikipedia.org akses tanggal 13 Maret 2013
9
Menurut Wikipedia, Franchising is the practice of using another firm's successful business model (diambil dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Franchising akses tanggal 23 Maret 2013). Franchising atau yang dikenal
waralaba dalam bahasa Indonesia merupakan suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan
akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya

6

6. Joint Venture10
7. Outright sale of an asset11
Beberapa cara di atas terbukti dapat meningkatkan perekonomian dari suatu
usaha atau industri yang selanjutnya dapat berdampak pada skala nasional yang
lebih besar terkait dengan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Seperti misalnya
Korea, pada tahun 2002 yang mengekspor teknologi bernilai US$0.6B dan
mengimpor

teknologi

bernilai

US$2.7B

melalui
12

Research&Development Sharing dan Joint Venture.

praktek

lisensi,

praktek

Selain itu sebuah perusahaan

Amerika Serikat bernama Texas Instruments mendapatkan penghasilan lebih besar
dari melisensikan hak paten yang tidak dipakainya.13

Kesimpulan
Perlindungan HKI merupakan aspek penting bagi hasil karya kreatifitas dan
inovasi. Hasil karya kreatifitas dapat dijadikan sebagai aset kekayaan intelektual
yang dapat memberikan manfaat ekonomi kepada pemilik/penemunya. Sejalan
dengan trend sekarang ini yang memandang HKI sebagai intangible asset (aset
yang tidak berwujud) yang suatu saat diharapkan dapat sejajar dengan aset
berwujud seperti tanah, bangunan, dll yang selama ini telak dikenal, maka
diperlukan suatu konsep pengelolaan HKI yang baik. Untuk mengelola HKI dengan
baik maka diperlukan apa yang disebut dengan Manajemen Aset Kekayaan
Intelektual. Dengan manajemen aset kekayaan intelektual ini diharapkan agar asetaset kekayaan intelektual yang dimiliki dapat lebih memberikan manfaat ekonomi
baik bagi pemilik aset KI maupun juga bagi bangsa dan negara.

dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu (diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba akses
tanggal 23 Maret 2013).
10
Menurut Wikipedia, A joint venture (JV) is a business agreement in which parties agree to develop, for a
finite time, a new entity and new assets by contributing equity.
11
Dapat juga diartikan dengan penjualan langsung aset KI
12
Ramakrishna Damodharan, loc. cit
13
Ramakrishna Damodharan, loc. cit

7