Manuver Sebagai Prinsip Perang dan Pengk

MANUVER SEBAGAI SALAH SATU PRINSIP PEPERANGAN
DAN PENGKAJIAN ULANGNYA
Gery Gugustomo
Manajemen Pertahanan
Universitas Pertahanan Indonesia
Bogor, Indonesia
gery.gugustomo@gmail.com

I.

PENDAHULUAN

Perang sebagai fenomena dalam politik antar Negara baru dipelajari secara sistematik dan
mendasar dari dari perspektif ilmu sejak abad ke 19, terutama di negara-negara Eropa Barat
(Leonhard, 1998). Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan
berbagai aliran filsafat dalam negara-bangsa di Eropa Barat tersebut, tumbuh dan berkembang
pula ilmu perang. Selama berabad-abad, ahli strategi militer dan komandan telah berusaha untuk
menguraikan kompleksitas perang. Dengan melakukan penelitian terhadap pemimpin-peminpin
perang yang mempunyai reputasi bagus, peneliti berharap dapat menyaring wawasan mereka
untuk kesuksesan masa depan. Wawasan ini dikembangkan lebih lanjut dan disempurnakan
selama perang dari era Napoleon sampai beralih ke perang abad industri. Pada pertengahan abad

kesembilan belas, wawasan tersebut menjadi dikenal sebagai prinsip-prinsip perang, salah
satunya adalah manuver.
Seperti halnya prinsip-prinsip perang yang lain, manuver merupakan perangkat aturan
praktis yang menawarkan solusi cepat untuk masalah dalam peperangan. Akan tetapi hal yang
perlu diingat adalah manuver tidak memberikan solusi secara tuntas dalam pengambilan
keputusan militer, hanya merupakan awal mula dari solusi tersebut (Leonhard, 1998). Perang
merupakan suatu fenomena yang kompleks, tidak bisa dimenangkan hanya dengan menggunakan
manuver yang bagus saja. Oleh karena itu, prinsip manuver perang menarik untuk
diperbincangkan, terutama setelah James J. Schneider, professor Teori Militer dari The School of
Advanced Military Studies, mempertanyakan mengapa prinsip-prinsip perang tersebut hanya
sebagai “inspirasi” bagi seorang pemimpin dalam mengatasi masalah perang? Apakah prinsipprinsip perang tersebut tidak bisa menjadi solusi yang kreatif? Pertanyaan-pertanyaan tersebut ia
kemukakan dalam pendahuluan pada buku The Principles of War for The Information Age karya
Robert R. Leonhard (1998). Menurut Schneider, deskripsi ulang mengenai prinsip-prinsip perang
yang di kemukakan oleh Leonhard dalam buku tersebut memiliki kejelasan dan gambaran
menarik tentang prinsip-prinsip perang yang dapat menjadi solusi kreatif. Artikel ini akan
membahas mengenai deskripsi manuver secara umum serta pengkajian ulang manuver oleh
Robert R.Leonhard.

II.


MANUVER PERANG

Ada berbagai macam definisi manuver, hal tersebut dikarenakan defines tersebut disusun
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan aktor yang telah mengalami perang. Perbedaan
persepsi aktor dalam menyusun definisi membedakan definisi yang muncul untuk istilah
manuver.
Manuver Perang Kuno
Sun-Tzu, dalam bukunya The Art of War , mengatakan bahwa manuver merupakan
tindakan pengerahan pasukan dan memahami tentang musuh untuk mendapatkan keuntungan
(Sun-tzu, 1994). Perngerahan pasukan dibedakan menjadi 4 (empat) berdasarkan jenis area-nya
antara lain:
1.

Pengerahan pasukan di pegunungan. Cari medan/wilayah yang layak untuk diperjuangkan
dan dipertahankan, kemudian kuasai ketinggian. Jika musuh menguasai ketinggian jangan
diserang.

2.

Pengerahan pasukan di sungai. Jaga jarak dengan musuh dan jangan menyerang mereka

ketika berada dalam air. Keuntungan akan datang saat setengah dari pasukan musuh telah
menyeberang sungai.

3.

Pengerahan pasukan di rawa dan lahan basah. Konsentrasikan pasukan untuk keluar dari
wilayah tersebut. Jika harus menyerang musuh harus berada di daerah rawa yang banyak
rumputnya

4.

Pengerahan pasukan pada tanah yang datar. Posisikan pasukan membelakangi daerah yang
permukaannya lebih tinggi.

Jika melihat konteks berperang saat periode Sun-tzu, pada abad ketiga sebelum masehi,
keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing kerajaan membuat para ahli strategi
berusaha membuat setiap konfrontasi menjadi lebih ekonomis. Manuver cerdik suatu Negara
akan menghemat biaya, akan tetapi tetap dapat menang. Sun-tzu (1994) berkata:
”Meraih seratus kemenangan dalam seratus pertempuran bukanlah
kesempurnaan tertinggi. Kesempurnaan tertinggi adalah menaklukkan pasukan

musuh tanpa bertempur sama sekali”
Ada 4 (empat) prinsip utama perang manuver (Greene, 2007), antara lain:
1. Susunlah rencana bercabang. Perencanaan dibuat dengan beberapa alternative pilihan
rencana, berakar dari analisa situasi yang rinci. Sehingga memungkinkan bagi pemimpin
untuk memutuskan pilihan rencana yang akan digunakan, tergantung dari situasi
peperangan. Rencana yang bercabang akan selalu menempatkan anda dalam posisi
unggul, karena respon anda terhadap perubahan situasi lebih cepat dan lebih rasional.

2. Beri diri anda ruang bermanuver. Tidak membebani diri dengan komitmen-komitmen
yang membatasi pilihan diri sendiri. Anda membutuhkan ruang terbuka yang
menguntungkan, bukan posisi buntu untuk menyelesaikan masalah.
3. Memberi musuh dilemma, bukan masalah. Memberikan lawan sebuah masalah hanya
akan membuat lawan mudah untuk mengatasinya. Namun jika lawan diberikan dilemma,
hal tersebut akan menyulitkan lawan sehingga meresponnya dengan pilihan-pilihan
strategi yang buruk. Berusaha menempatkan lawan dalam posisi yang tampaknya
menguntungkan, namun sebenarnya itu adalah perangkap.
4. Ciptakan ketidakteraturan maksimal. Musuh tentu juga akan berusaha membaca niat anda
dalam peperangan. Namun jika anda menciptakan ketidakteraturan pada pilihan manuver
yang anda ambil, namun tetap mempunyai maksud yang jelas, maka hal terebut akan
menciptakan ketidakteraturan pula pada sistem berpikir musuh.


Manuver Perang Modern
Dari apa yang disampaikan oleh Sun-tzu, bisa terlihat bahwa konsep manuver perang
sama tua-nya dengan konsep perang itu sendiri. Jika menelusuri definisi-definisi manuver saat
ini, secara konsep manuver tidak jauh dari apa yang telah dikatakan oleh Sun-tzu, yaitu
menciptakan keuntungan bagi pihak sendiri. Begitu pula yang dikatakan oleh Martin van Creveld
(1994), bahwa manuver adalah sebuah gaya berperang, sebuah usaha untuk meminimalisir
pertempuran sesungguhnya. Menempatkan musuh dalam posisi yang tidak menguntungkan
sebelum pertempuran dimulai, dan ketika pertempuran berakhir baru dimulai pencarian
keuntungan semaksimal mungkin dengan mengejar musuh, membuat musuh tetap kehilangan
keseimbangan, dan menyerang bagian vital-nya.
Dalam operasi militer masa kini, manuver tidak hanya dapat diterapkan pada unit sebesar
korps, namun manuver dapat diterapkan pada unit yang kecil. Dalam operasi kecil unit, manuver
dapat membuat unit kecil lebih mudah untuk mengeksploitasi medan, menjaga, penutup, dan
perebutan posisi, sambil menunggu saat yang tepat untuk menyerang tiba. Dalam hal ini, unit
tersebut berfungsi seperti pemburu. Bahkan, unit pemburu adalah sumber dari banyak taktik
dipraktekkan dalam perang manuver. Dalam prakteknya, taktik menuver sering sering digunakan
untuk menjepit musuh dari depan dan menyerang samping serta belakang posisi musuh.
Sedangkan manuver unit yang lebih besar tentu lebih sulit dikarenakan banyaknya logistik yang
dibutuhkan (Creveld, 1994).

Pendapat lain mengenai manuver datang dari Robert Greene (2007). Ia berpendapat
bahwa Perang Manuver merupakan salah satu gaya perang, dimana penekanan bukan pada
menghancurkan musuh saat peperangan, melainkan melemahkan dan menjadikan kondisi musuh
tidak seimbang sebelum pertempuran dimulai. Musuh ditempatkan pada posisi yang buruk,
seperti bertempur saat harus mendaki bukit, menghadap matahari yang terik, melawan angin

yang kencang, atau berada di ruang yang sesak. Gaya Perang Manuver seperti yang disebutkan
oleh Greene tersebut merupakan gaya perang yang sudah cukup lama,dikembangkan selama
berabad-abad terutama di China. Filosofi perang manuver telah didokumentasikan oleh Sun-tzu
(Greene, 2007).
Dalam prakteknya, Martin van Creveld menyebutkan (1994), untuk melakukan manuver
harus diperhatikan beberapa elemen, yang pertama adalah tempo. Berbeda dengan kecepatan,
tempo tidak hanya mengandalkan aksi, seperti yang disampaikan oleh John Boyd dari U.S Air
Force (dalam Creveld, 1994), tempo adalah lingkaran proses observasi – orientasi – keputusan –
aksi, yang dikenal dengan lingkaran OODA (observation-orientation-decesion-action). Inti dari
lingkaran itu adalah membuat suatu pihak dapat berpindah dari satu aksi ke aksi berikutnya lebih
cepat daripada lawannya, sehingga lawan pun kehilangan keseimbangan.
Kedua adalah Schwerpunkt, sebuah kata dari bahasa Jerman yang berarti titik berat.
Dalam hal manuver berarti menyerang center of gravity atau titik vital musuh pada lokasi dan
waktu yang tepat dengan kekuatan penuh. Namun jika mengasumsikan bahwa musuh juga

memiliki kecerdasan yang tinggi, maka manuver perlu tambahan elemen, yaitu kejutan yang
merupakan elemen ketiga dalam praktek manuver. Kejutan bisa dilakukan dengan membuat
penipuan terhadap musuh, membuat musuh bingung, tidak seimbang, dan mendapatkan
ketidakpastian dalam setiap rencananya. Ketika musuh telah dikondisikan sedemikian rupa,
maka itulah saatnya menyerang.
Elemen keempat adalah kekuatan kombinasi. Kekuatan masing-masing kesatuan dalam
pasukan jika digabungkan dan dikerahkan, akan menutupi kelemahan dan melengkapi kekuatan
pasukan satu sama lain. Dalam mongkombinasikan kekuatan, keberagaman sangat penting,
proporsional sesuai misi yang diemban.
Elemen kelima adalah fleksibilitas. Untuk menjadi fleksibel, organisasi militer harus
dibangun dengan baik, mandiri, dan tidak terlalu khusus. Hal tersebut untuk mencegah
standarisasi kemampuan yang berlebihan pada pasukan Bahkan ketika semua elemen struktur ini
di tempat, satu-satunya faktor yang dapat menjamin fleksibilitas pelatihan dan masih lebih
banyak pelatihan
Elemen terakhir adalah desentralisasi komando. Adanya distribusi tanggung jawab antara
berbagai tingkat komando akan membuat pasukan lebih fleksibel. Tingkat yang lebih rendah
harus diberikan hak dan sarana untuk melaksanakan inisiatif mereka sendiri, menyesuaikan diri
dengan situasi, dan mendapatkan saat yang tepat untuk menyerang. Dalam manuver perang, unit
dan komandan yang hanya mengikuti perintah atau menunggu perintah menjadi tidak berguna.


Doktrin Manuver
Dari segi doktrin, manuver terlah dirumuskan oleh US Marine Corps dalam Marine
Corps Doctrinal Publication 1 (MCDP 1) yang berjudul Warfighting. Menurut doktrin tersebut,
perang manuver memiliki beberapa karakteristik kunci. Pertama dan terpenting adalah bahwa
perang manuver berusaha untuk menghancurkan keterpaduan atau keseimbangan musuh. Namun
hal ini bukan berarti bahwa praktisi perang manuver bertujuan untuk menghindar dari
pertempuran dengan kekuatan musuh, tetapi untuk menghindari pertempuran yang tidak
bermakna. Selain itu, upaya ini untuk menghancurkan kepaduan musuh dalam hal moral, mental
kesejahteraan, dan kepercayaan diri lawan. Yang paling penting, pikiran komandan musuh
menjadi panik dan lumpuh, sehingga musuh kehilangan keinginan untuk melawan.
Kedua, teori perang manuver mengakui dan menekankan bahwa perang adalah proses
waktu-kompetitif. Jika prajurit mampu bertindak selangkah lebih maju daripada musuh serta
menyerang pada waktu dan kondisi yang tepat, maka ia akan memegang keunggulan atas
lawannya. Dalam MCDP 1 menyatakan, "Yang terpenting dalam manuver adalah tempo yang
dihasilkan dalam operasi lebih cepat daripada musuh untuk mendapatkan keuntungan”.
Desentralisasi komando akan mempercepat pengambilan keputusan, karena bawahan tidak perlu
menunggu instruksi dari atasan mereka. Mereka akan bertindak sesuai dengan rencana yang telah
disusun dengan komandan, bukan mengandalkan perintah rinci.
Karakteristik akhir perang manuver adalah menghindari kekuatan musuh, namun
berusaha untuk menemukan atau membuat kelemahan pada musuh. Ketika kelemahan telah

teridentifikasi, maka saatnya mengeksploitasi musuh dengan mengerahkan kekuatan melalui
daerah belakang musuh. Hal ini menyebabkan kepanikan dan gangguan pada musuh. Taktik
serangan kilat (blitzkrieg) Jerman Perang Dunia II mungkin adalah contoh yang paling dikenal
luas dari teknik ini.

III.

PENGKAJIAN ULANG ISTILAH MANUVER

Robert R. Leonhard mempunyai pendapat yang sama dengan ahli-ahli perang lainnya
mengenai manuver, bahwa manuver merupakan suatu usaha untuk menempatkan musuh pada
posisi yang tidak menguntungkan melalui fleksibilitas dalam mengaplikasikan kekuatan tempur
(Leonhard, 1998). Namun, ia mengkaji kembali mengenai deskripsi manuver didasarkan pada
dua hal. Pertama, dinamika lingkungan strategis membuat banyak perubahan dalam peperangan.
Dunia kini berada pada situasi dimana teknologi berkembang dengan sangat pesat, dan
perkembangan terknologi tersebut terus diterapkan dalam perang. Terlebih, perang kini
mengalami perubahan sifat, jika perang lama bersifat simetris yang hanya melibatkan Negara
dengan Negara lain, kini perang bersifat asimetris yang selain melibatkan aktor Negara, perang
juga melibatkan aktor non-negara.


Kedua, istilah manuver sering menyesatkan dan tidak akurat terutama dalam hal tujuan
(end) dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut ( means) (Leonhard, 1998). Ia menyoroti
deskripsi yang dikemukakan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat dalam dokumen Field
Manual 100-5, tahun 1993 yaitu:
“Manuver is the movement of forces in relation to the enemy to gain positional
advantage. Effective manuver keeps the enemy off balance and protects the force.
It is used to exploit successes, to preserve freedom of action, and to reduce
vulnerability. It continually poses new problems for the enemy by rendering his
actions ineffective, eventually leading to defeat.”
Dari statemen tersebut dapat dilihat bahwa manuver secara fisik di kategorikan sebagai
means, sedangkan mencapai keuntungan dikategorisasikan sebagai end. Dengan dinamika
lingkungan strategis seperti yang disebutkan di atas, usaha untuk mendapatkan keuntungan dari
sebuah manuver bisa didapatkan dengan berbagai macam cara.
Menurut Leonhard (1998), ide mengenai manuver terkait erat dengan pendekatan
penggunaan kekuatan fisik, hal tersebut dikarenakan konteks sejarah berekembangnya prinsipprinsip perang tersebut yang berasal dari Eropa. Konteks situasi yang mendukung perkembangan
ilmu tersebut mulai dari peperangan Napoleon sampai Perang Dunia II dimana menuvermanuver yang dilakukan didominasi dengan penggunaan kekuatan fisik untuk mendapatkan
keuntungan atas musuh.
Kini, dalam jaman dimana kemajuan teknologi informasi berkembang cepat, keuntungan
tidak hanya didapat dari manuver kekuatan fisik, namun juga dengan kemajuan teknologi,
inovasi organisasional, latihan perang, timing, dan juga persiapan politik yang matang. Hal

tersebut menunjukkan bahwa saat ini prajurit memiliki banyak sarana dan cara untuk membuat
lawan dalam keadaan tidak menguntungkan. Cara-cara tersebut dapat berubah-ubah dari satu
perang ke perang yang lain, dari satu jaman menuju jaman berikutnya, namun tujuan tetap sama,
yaitu mendapatkan keuntungan (advantage) dan menjadikan kekuatan lawan tidak dapat
berfungsi, yang disebut dengan dislokasi (dislocation). Dengan kata lain, manuver menjadi
sebuah ide yang ketinggalan jaman dan Leonhard (1998) menyadari hal tersebut, sehingga
menekankan pada pengembangan konsep dislokasi tersebut dan menjadi bagian dalam prinsipprinsip perang.
Diskolasi adalah revisi Leonhard (1998) terhadap secara komprehensif. Berdasakan
praktiknya, dislokasi bisa dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:
1. Positional dislocation . Membuat kekuatan lawan menjadi tidak relevan dengan
mengarahkan musuh ke dalam posisi atau medan yang tidak menguntungkan, membuat
formasi musuh kacau balau, dan mengacaukan arah dari lawan.

2. Functional dislocation . Membuat kekuatan lawan menjadi tidak berfungsi dengan
bantuan teknologi dan penerapan kekuatan gabungan angkatan.
3. Temporal dislocation . Membuat kekuatan lawan menjadi tidak relevan dengan
memanipulasi waktu dan penyerangan kejutan.
4. Moral dislocation. Mengimbangi kekuatan lawan dengan menjatuhkan determinasi
lawan.
Dalam praktik dislokasi, taktik terpenting adalah taktik pengerahan kekuatan gabungan.
Kekuatan perang setiap angkatan bersenjata berasal dari 2 elemen, yaitu komponen yang
melengkapi angkatan tersebut, serta kondisi yang memadai untuk mengoperasikan komponen
tersebut. Jika kondisi tidak memungkinkan, maka kelemahan angkatan tersebut akan muncul.
Masing-masing angkatan mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing, mereka seperti
elemen-elemen dalam permainan batu-gunting-kertas, dimana satu elemen mempunyai
keuntungan dan kelemahan tersendiri terhadap elemen lain, begitu juga yang terjadi pada
angkatan perang. Ketika menghadapi kekuatan musuh yang lebih unggul, konfrontasi secara
langsung tidak efektif dan hanya akan menimbulkan bahaya serta menghabiskan sumber daya
yang banyak. Oleh karena itu, taktik kekutan gabungan diperlukan.
Inti dari dislokasi adalah reaksi dari lawan. Ketika melakukan serangan yang perlu
diperhatikan adalah respon dari lawan. Asumsinya, berdasakan jenis serangan yang kita
lancarkan, lawan akan melakukan manuver untuk menangkis, yang sesuai atau relevan dengan
jenis serangan yang datang. Manuver yang dilakukan lawan tersebut akan mendasari pasukan
untuk melakukan manuver berikutnya. Dengan pengerahan kombinasi kekuatan angkatan, maka
pasukan akan lebih fleksibel dalam menentukan taktik dalam dalam rangka menangkis berbagai
macam manuver lawan.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Creveld (1994). Ia memberi contoh antara
angkatan infantri, artileri, dan tank. Infantri dalam operasionalnya memang kalah kuat
dibandingkan dengan artileri, namun artileri lemah terhadap kekuatan tank. Sedangkan tank
sendiri akan takluk dengan serangan infantri. Oleh karena itu, seperti yang disebutkan pada
prinsip manuver perang yang dikemukakan oleh Creveld, pengerahan kombinasi kekuatan
angkatan dapat menciptakan keunggulan, kekuatan yang dimiliki setiap angkatan akan menutupi
kelemahan angkatan yang lain, karena setiap pasukan atau sistem senjata mempunyai ciri khas
mengenai cara menimbulkan kerusakan pada target.

IV.

KESIMPULAN

Dalam Ilmu pertahanan, manuver sebagai salah satu prinsip perang, berkembang pertama
kali di Eropa yang saat itu menjadi medan perang dari jaman perang Napoleon sampai Perang

Dunia II. Konsep Manuver juga berkembang di kawasan Asia, terutama Asia Timur saat daratan
China menjadi medan pertempuran antara kerajaan.
Berbagai macam definsi mengenai konsep manuver muncul dan berkembang, dengan
mencantumkan berbagai macam metode. Namun ada satu hal yang bertahan dalam konsep
manuver tersebut, yaitu “Keuntungan” (advantage) dan dislokasi. Oleh karena itu, Robert R.
Leonhard berpendapat bahwa kedua konsep tersebut seharusnya menjadi salah satu prinsip
perang. Hal tersebut dikarenakan, inti dari konsep manuver adalah untuk mendapatkan
keuntungan. Sedangkan manuver sendiri itu melekat erat dengan metode penyerangan di medan
darat. Sedangkan untuk mencapai keuntungan, metode yang bisa digunakan tidak hanya
manuver.

DAFTAR PUSTAKA
Corps, U. M. (1997, June 20). http://www.clausewitz.com. Retrieved January 17, 2015, from The
Clausewitz: http://www.clausewitz.com/readings/mcdp1.pdf
Creveld, M. v. (1994, July). http://www.dtic.mil. Retrieved January 17, 2015, from Defence
Technical Information Center: http://www.dtic.mil/cgi-bin/GetTRDoc?AD=ADA421685
Greene, R. (2007). 33 Strategi Perang (The 33 Strategies of War). Tangerang: Karisma
Publishing Group.
Leonhard, R. (1998). The Principles of War for The Information Age. New York: The Ballantine
Publishing Group.
Sun-tzu. (1994). The Art of War. Translated and with commentary by Ralph D. Sawyer. New
York: Barnes & Noble Books.